Setelah beberapa hari lembur, hari ini akhirnya Phillip memutuskan untuk sengaja pulang lebih awal dari kantor. Sejak beberapa hari lalu dirinya memang terlalu banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan sekarang dia sangat merindukan putrinya. Setiap kali Phillip pulang, Viola pasti sudah tidur dan mereka hanya bisa bertemu ketika sarapan. Untuk itu, Phillip merasa sangat bersalah dan ingin menebus semua waktu yang dia lewatkan dengan pulang lebih cepat dari biasanya.
Kata 'beberapa hari' mungkin terdengar sangat sebentar bagi sebagian orang, namun nyatanya hal itu berpengaruh banyak untuk hubungan ayah dan anak seperti Phillip dan Viola. Viola berubah, dia menjadi lebih pendiam dan sudah tidak rusuh seperti sebelumnya, dia sekarang lebih tenang dan jarang meminta bantuan ataupun merepotkan daddy nya.
Pukul 17:05 Phillip sampai di rumah. Dengan wajah yang lebih segar dan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya, Phillip mulai melangkahkan kaki menuju pintu utama.
"Daddy pulang," ucap Phillip dengan sedikit meninggikan suaranya dan berjalan menuju ruang tengah. Tas kantornya dia letakkan di sofa, dan menyalakan lampu yang sebelumnya masih padam.
"Kenapa Vio belum menyalakan lampu? Apa mungkin dia ketiduran?" tanya Phillip pada dirinya sendiri. Selain karena lampu yang masih padam, Phillip juga tidak mendapat sahutan Viola dari kepulangannya.
Dengan langkah lebar, Phillip bergegas menaiki tangga menuju kamar Vio untuk memastikan jika putrinya memang ketiduran. Tapi begitu sampai di kamar Vio, Phillip justru terkejut karena kamar tersebut masih dalam keadaan gelap dan kosong yang artinya Vio belum pulang.
Perasaan khawatir pun mulai menyelimuti Phillip karena tidak biasanya Vio pulang telat tanpa memberitahu atau meminta ijin darinya. Tidak hanya itu, Phillip juga kini menyesali kelalaiannya dengan membiarkan putrinya selalu sendirian di rumah.
Phillip hanya tidak tahu, kalau sudah lebih dari seminggu anaknya selalu pulang telat.
(Sebagai informasi, Phillip hanya mempekerjakan pembantu untuk bersih-bersih rumah saja dan mereka tidak tinggal di sana. Urusan Viola dan keperluan lainnya dia handle sendiri).
Tidak ingin berlama-lama dengan kebingungan nya, Phillip pun akhirnya mengambil handphone dan dengan segera menghubungi supir pribadinya yang bertugas untuk menjemput Vio pulang sekolah.
"Dimana pak?" tanyanya langsung begitu sambungan telepon terhubung.
"Saya masih di parkiran rumah sakit Tuan," jawab supirnya di sebrang sana.
"Rumah sakit? Kenapa bapak di sana? Apa terjadi sesuatu dengan Vio?" Phillip memborong supirnya dengan banyak pertanyaan sekaligus.
"Tidak Tuan, saya masih menunggu nona Vio yang masih di dalam."
"Tunggu pak, kenapa Vio ada di rumah sakit?" Phillip tidak mengerti dengan maksud supirnya itu.
"Eh? Bukankah adiknya tuan sedang sakit? Karena nona Vio setiap hari kesini untuk menjenguk bibinya," jelas sang supir.
Phillip semakin tidak mengerti. Adik? Sejak kapan dia punya adik. Dia Han Phillip, putra tunggalnya Han Mino dan Tatia Han.
"Baik pak. Tolong segera bawa Vio pulang, saya tunggu secepatnya di rumah." Phillip memutus panggilannya dengan sepihak. Kepalanya benar-benar pusing sekarang. Dia tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Terlebih lagi, ada apa dengan anaknya, kenapa Vio malah berbohong dan tidak menceritakan apapun padanya.
Salahkan dirimu sendiri Han Phillip karena tak punya cukup waktu untuk menemani anakmu.
✿✿✿✿✿
"Kakak, Vio pulang dulu ya. Ini sudah terlalu sore. Kalau Vio pulang telat nanti ketahuan sama daddy. Hehe" Viola tertawa kecil sambil membereskan barang-barang bawaannya. Awalnya Viola memanggil Erina dengan sebutan tante, tetapi setelah sering berkunjung menemani Erina di rumah sakit, Vio merasa jika Erina masih terlalu muda untuk dia panggil tante, jadi dia memilih untuk memanggilnya kakak.
Arga hanya memperhatikan interaksi sepihak Viola dengan Erina dari sudut ruangan. Diam-diam dia mengagumi sosok anak kecil yang sangat ceria dan penuh semangat itu. Tidak hanya menemani Erina, Arga merasa jika Viola juga membawa energi positif bagi kesembuhan Erina.
Satu hal baru yang Arga pelajari dari Viola, anak itu mengajarkannya arti kehadiran yang sesungguhnya. Selama ini baik Arga maupun Arya hanya datang untuk mengecek perkembangan kondisi Erina, tidak ada satupun dari dirinya maupun Arya yang meluangkan waktu untuk menemani Erina mengobrol seharian dengan penuh semangat dan kebahagian. Hanya wajah murung dan tangisan yang selalu Arya dan dirinya tunjukan pada Erina.
Viola memegang erat tangan Erina dan menautkan jari kelingking mereka seolah sedang melakukan perjanjian.
"Vio janji besok akan menemani kakak lagi. Tapi kakak juga harus janji sama Vio buat bangun ya. Vio mau lihat senyuman kakak. Kata dokter Arga senyuman kakak manis dan pipi kakak bolong. Hehe," lagi-lagi anak itu hanya tertawa pelan. Dan kini Arga pun ikut terkekeh.
"Nanti kalau kakak sudah bangun, Vio akan kenalkan kakak sama daddy. Daddy juga pipinya bolong kalau lagi senyum. Dan daddy sangat tampan, makanya Vio cantik," Viola tersenyum dengan tulus dan penuh kebanggaan membuat Arga gemas melihatnya.
Tepat setelah kalimat Viola selesai, jari-jari mereka yang masih bertaut bergerak. Iya, Erina merespon perkataan Viola dengan menggerakkan jarinya (lagi) tidak hanya itu, ada air mata yang keluar dari sudut matanya Erina.
Viola dan Arga yang menyaksikan kejadian tersebut merasa terkejut dan tidak percaya, tapi disisi lain mereka juga benar-benar merasa senang. Erina bahkan terus menggerakkan jari tangannya setiap kali Vio mulai berbicara. Erina sudah mulai bisa merespon perkataan mereka. Dan itu benar-benar keajaiban.
"Siapa sebenarnya kamu Viola?" batin Arga.
✿✿✿✿✿
Viola pulang dengan keadaan senang. Bibirnya tak berhenti tersenyum. Dia bahkan sesekali bersenandung, mengabaikan apapun yang dilaluinya, bahkan daddy nya yang sudah menunggu di sofa pun luput dari pengelihatannya. Dia hanya berlalu begitu saja. Sampai sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Viola Han."
Viola tersentak kaget. Tanpa menoleh pun dia tahu itu suara daddy nya. Seketika Viola langsung berbalik dan menubruk kan dirinya pada Phillip.
Phillip yang semula berniat menginterogasi anaknya kini hanya diam dan mulai mensejajarkan dirinya dengan putrinya itu. Jujur dia sangat khawatir sekarang apalagi tubuh putrinya kini mulai bergetar dan menahan tangis.
"Vio dari mana, kenapa baru pulang. Hmm?" tanya Phillip lembut dan mengusap kepala anaknya.
Viola masih menunduk dan memainkan ujung seragamnya. Sebenernya dia takut dimarahi daddy nya.
"Maafkan Vio dad." Viola kini memberanikan diri untuk menatap daddy nya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Vio udah nakal dan bohong sama daddy," ucapnya dengan sedikit bergetar.
Phillip hanya bisa menghela nafas panjang dan kembali memeluk anaknya. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan, tapi sekali lagi, Viola adalah kelemahannya dan melihat Viola seperti ini justru membuatnya sedih.
"Sekarang Vio mandi ya, dan nanti ceritakan sama daddy semuanya." Phillip tersenyum hangat dan mencium pipi putrinya dengan lembut.
"Oke Captain," jawab Vio sambil bergegas pergi ke lantai atas, menuju kamarnya.
Setelah mandi dan makan malam Viola benar-benar menceritakan semuanya pada Phillip tanpa kecuali. Termasuk Arga dan juga--
--Arya.
✿✿✿✿✿
Entah kenapa sekarang Phillip benar-benar memikirkan cerita putrinya. Dia juga mulai penasaran dengan orang-orang yang disebutkan Viola.
"Apakah aku harus ke sana dan bertemu mereka? Sial aku benar-benar penasaran." Phillip mengacak poninya frustasi. Sebelumnya Phillip tidak pernah penasaran atau tertarik dengan kehidupan orang lain, tetapi nama-nama yang disebutkan Viola begitu tidak asing baginya dan semuanya terkait masa lalu.
"Siapa sebenarnya kakak dimple dan Arya yang dimaksud Viola. Apakah itu mereka? Tidak mungkin mereka kan?" batin Phillip.
*
**- T B C -
With Love : Nhana
"Kak ... Kak Phillip."Kalimat yang terdengar begitu lemah dan lirih namun cukup jelas. Satu nama terucap dari bibir yang sudah terkatup rapat selama dua tahun terakhir. Matanya mengerjap untuk beberapa saat sampai akhirnya si pemilik suara kembali menutup mata.✿✿✿✿✿Phillip menatap sendu tubuh putrinya yang sudah tertidur pulas. Dia duduk di samping ranjang dan membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Viola. Dengan lembut dan hati-hati, Phillip mengusap wajah Viola penuh perasaan hingga tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya. Phillip menyayangi Elviola, teramat sayang.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman
"Dad, hari ini Vio boleh ke rumah sakit ya?" tanya Viola saat mendudukkan dirinya dengan nyaman di meja makan dan menatap ayahnya dengan tatapan memohon.Sudah beberapa hari ini Viola memang tidak pergi ke rumah sakit karena sedang ujian sekolah. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Oleh karena itu dia berani meminta ijin pada daddy nya.Phillip mengangguk sekilas. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu sore. Vio juga harus istirahat, daddy gak mau Vio sakit," ucap Phillip lembut. Sebenarnya Phillip tidak ingin memberi Viola ijin ke rumah sakit lagi karena bagaimanapun dia belum tahu siapa orang yang sering di kunjungi anaknya itu.Tentu saja karena dia k
CeklekSuara pintu terbuka dari luar menampakan Arga dan juga Phillip yang berjalan mengikutinya dari belakang."Vio, coba lihat siapa yang datang?" ucap Arga dengan senyuman seraya memanggil Viola yang sedang duduk di samping Erina.Viola yang mendengar panggilan Arga pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dan matanya melebar terkejut lucu melihat siapa yang datang. "Ahh daddy?" Viola langsung turun dari kursinya dan berlari pelan menuju Phillip.Phillip tersenyum melihat reaksi putrinya itu kemudian dia berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut Viola dalam peluka
Flashback"Na, kamu sibuk gak hari ini?" ucap Shinta yang baru saja masuk ke lab dan bergabung dengan Erina."Kenapa?" tanya Erina tanpa mengalihkan fokusnya kepada lawan bicara.Shinta menggeser sebuah kursi dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di hadapan Erina."Kau harus menjawab terlebih dahulu, sibuk atau tidak?" Shinta sekali lagi mengulang pertanyaannya.Erina mendengus pelan. "Entahlah, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi tidak begitu mendesak," jawab Erina sambil membereskan alat-alat
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri