Phillip terlihat sangat sibuk dengan tumpukan berkas di meja kantornya. Sudah dua hari Wei cuti kerja karena alasan pribadi yang tidak Phillip ketahui. Jadi sekarang dia benar-benar harus meng-handle semuanya seorang diri.
Sebenarnya Phillip tidak ingin mengijinkan sekretarisnya itu untuk cuti, tapi mengingat Wei selama ini selalu bekerja keras untuk perusahaannya, mau tidak mau Phillip memberinya ijin terlebih Wei meminta sambil memohon seperti ada keadaan yang mendesak tapi dia tidak memberitahu alasannya.
Wei tidak pergi begitu saja, sebagai seorang yang profesional dan mengerti jika atasannya sangat sibuk dan membutuhkan bantuan orang lain, Wei menyiapkan orang pengganti untuk membantu Phillip, tapi Phillip hanya memanggil orang tersebut sesekali karena dirinya memang tidak terlalu nyaman bekerja dengan orang baru.
Beberapa kali terdengar helaan nafas berat darinya, Han Phillip terlihat sangat kelelahan. Tidak hanya pekerjaan, tapi akhir-akhir ini pikirannya memang banyak terbagi, terutama kepada putrinya, kesayangannya. Setelah pembicaraan tempo hari dengan Viola, Phillip lebih memilih menghabiskan banyak waktu di kantor. Bukan karena apa-apa, dia hanya belum siap dengan pertanyaan lain dari putrinya dan takut kembali melihat kekecewaan di wajah manis itu lagi.
Kesibukannya yang tidak ada habisnya itu membuat Phillip justru tidak menyadari bahwa akhir-akhir ini, bukan hanya dirinya saja yang sering pulang terlambat tapi Vio juga sama dia sering pergi ke suatu tempat dan pulang terlambat.
"Tuan Han, ada apa dengan wajahmu itu. Kau benar-benar butuh setrika." Phillip tersentak kaget dari tempat duduknya karena didepannya kini tengah berdiri seorang perempuan cantik dengan tangan yang menyilang di depan dada.
"Kau benar-benar tidak punya sopan santun nona Arsalan, sepertinya LA sudah merubah kebiasaan mu." Phillip mendengus tapi raut wajahnya masih datar padahal dia baru saja terkejut.
"Kau saja yang sibuk melamun tuan hingga tak menyadari aku sudah mengetuk pintu berkali-kali." Shinta tertawa mengejek.
Ya dia adalah Shinta Berschia atau lebih tepatnya sekarang adalah Shinta Arsalan istri dari Weindra Arsalan. Seorang perempuan yang merupakan sahabat Phillip dan seniornya Erina ketika kuliah dulu.
"Kapan kau kembali Shin? dan yah Wei tidak ada disini." pertanyaan sekaligus pemberitahuan langsung Phillip berikan kepada Shinta.
"Aku tahu Phill. Dia ada di rumah bersama Jinu. Dan aku sudah tiga hari disini." jawab Shinta santai, kemudian dia memilih untuk duduk dengan nyaman di sofa.
Phillip melirik sekilas dan mendengus pelan, sekarang dia tahu alasan dibalik cuti nya Weindra adalah karena kepulangan istrinya. Tidak heran laki-laki itu sampai memohon dan menyiapkan pengganti agar bisa cuti.
"Kali ini aku akan menetap." Shinta melanjutkan.
"Tiba-tiba?"
"Yah begitulah. Wei butuh aku, dia terlihat mengerikan karena sering aku tinggal. Dia benar-benar tidak bisa merawat penampilan sepertimu Tuan Han." Shinta tertawa lebar ketika membayangkan betapa kolotnya penampilan suaminya itu.
"Hati-hati dengan ucapan mu, kau yang memilih tuan Wei menjadi suami." Phillip terkekeh menanggapi. "Dan jangan memanggilku Han kau tidak cocok dengan itu."
"Kenapa? Mr. Han?"
"Terlalu menggelikan. Kau terdengar seperti sedang memanggil ayahku."
"Ck terserah." Shinta memutar matanya malas. "Baiklah Mr. Han aku kesini sebenarnya bukan hanya ingin menyapamu saja, tapi juga ingin menanyakan sekolah Vio. Ku rasa aku akan memasukan Jinu ke sekolah yang sama dengan Viola."
Mendengar maksud kedatangan Shinta, Phillip pun memilih bangun dari tempat duduknya dan bergabung dengan Shinta di sofa.
"Aku akan mengirimkan profilnya. Baguslah, jadi Vio akan punya teman sekarang." ada rasa lega mendengar Jinu akan masuk ke sekolah yang sama dengan Vio, meskipun Vio bukan anak yang kesulitan memiliki teman, tapi bagaimanapun mereka sudah berteman sejak kecil.
Sesuai dengan perkataannya Phillip mengirimkan profil sekolah Vio ke e-mail Shinta, namun tanpa sengaja Shinta justru melihat foto Vio di layar depan dan wallpaper handphone nya Phillip.
"Apa itu Vio, Phill? Wahh sekarang dia benar-benar sudah besar." Shinta terlihat cukup terkejut dengan perubahan fisik putri Phillip itu.
"Kau ini berlebihan sekali, tentu saja dia bertambah besar. Kau saja yang pergi terlalu lama." Phillip menimpali.
"Terakhir kali aku bertemu dengannya setahun lalu. Dan dia sangat menggemaskan. Sifatnya benar-benar berbeda denganmu Mr. Han, dia sangat ceria dan manis mirip sekali dengan Eri...."
"Aku sangat sibuk Shin, kita lanjutkan pembicaraan nya lain kali. Sekarang kau bisa pergi." Phillip menyela omongan Shinta dengan cepat dan berjalan membukakan pintu.
"Kau mengusir ku?" Shinta memasang wajah tidak suka. Namun dia mengerti dengan perubahan sikap Phillip dan langsung berdiri mengikuti menuju pintu.
"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat karena Vio menunggu di rumah." jawab Phillip dingin.
"Baiklah, terima kasih untuk waktunya." Shinta memilih mengikuti keinginan Phillip untuk segera meninggalkan kantor agar tidak membuat mood Phillip semakin buruk.
Phillip hanya menganggukkan kepalanya.
Sebelum benar-benar menghilang dari depan pintu, Shinta mengucapkan sesuatu yang membuat bahu Phillip menegang.
"Phillip, aku bertemu dengannya. Aku bertemu--
Erina dua tahun lalu. Erina ada disini."
Dan kau baru mengatakannya sekarang Shin? Batin Phillip.
✿✿✿✿✿
Arga berdiri di depan pintu kamar tempat Erina dirawat. Bibirnya membentuk lengkungan indah dan fokusnya hanya tertuju pada seorang anak kecil yang beberapa hari ini selalu berkunjung ke rumah sakit.
Lagi-lagi senyuman itu terukir kala menyaksikan betapa antusiasnya Viola yang membacakan buku dongeng dan menceritakan kesehariannya pada Erina, seolah-olah Erina adalah orang yang sangat dikenalnya. Arga sangat takjub pada anak itu, walaupun Erina tidak merespon sama sekali tapi Viola tak pernah menunjukan rasa bosan.
Sampai akhirnya sebuah suara yang sangat tidak asing membawanya kembali pada kenyataan.
"Apa yang kau lakukan di depan pintu Arga?" tanya seorang pria yang menepuk pundak Arga.
"Ah Arya, selalu saja mengagetkan ku." jawab Arga yang memang terkejut dengan kehadiran tiba-tiba kakaknya.
"Siapa yang menyuruhmu melamun di depan pintu." dengus Arya yang kemudian melihat kearah dalam ruangan. "Siapa anak kecil yang bersama Erina?" tanyanya cukup terkejut saat menyadari ada orang lain yang dia tidak kenali berada di kamar Erina.
Mendengar pertanyaan Arya, Arga memilih kembali melihat kedalam ruangan.
"Oh, dia Viola. Salah satu anak yang ku kenal. Seperti nya dia menyukai Erina makanya dia sering datang kesini."
Arya mengernyitkan dahinya, dia tampak tidak terima dengan jawab Arga.
"Lain kali jangan membiarkan orang asing memasuki kamar Erina-ku." Arya berkata dengan sedikit penekanan.
"Dia hanya anak kecil, lagipula dia membawa pengaruh yang baik buat kesehatan Erina." jawab Arga tenang.
"Maksudmu?" Arya terlihat tertarik dengan ucapan Arga.
"Kemarin sore, Erina menggerakkan tangannya. Dan itu terjadi ketika Viola sedang memeluknya." jelas Arga, menceritakan bagaimana Erina merespon Vio.
Arya tidak percaya dengan apa yang dikatakan adiknya, benarkah setelah dua tahun Erina justru menggerakkan tangannya hanya karena pelukan seorang anak kecil?
"Arya, sepertinya Erina merindukan anaknya." Arga melanjutkan kalimatnya.
Arya hanya diam dan tidak menanggapi apa-apa lagi.
Tak bisakah kau bangun demi aku Na? Aku merindukanmu dan aku juga masih sangat mencintaimu. - Arya.
*
**- T B C -
With Love : Nhana
Setelah beberapa hari lembur, hari ini akhirnya Phillip memutuskan untuk sengaja pulang lebih awal dari kantor. Sejak beberapa hari lalu dirinya memang terlalu banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan sekarang dia sangat merindukan putrinya. Setiap kali Phillip pulang, Viola pasti sudah tidur dan mereka hanya bisa bertemu ketika sarapan. Untuk itu, Phillip merasa sangat bersalah dan ingin menebus semua waktu yang dia lewatkan dengan pulang lebih cepat dari biasanya.Kata 'beberapa hari' mungkin terdengar sangat sebentar bagi sebagian orang, namun nyatanya hal itu berpengaruh banyak untuk hubungan ayah dan anak seperti Phillip dan Viola. Viola berubah, dia menjadi lebih pendiam dan sudah tidak rusuh seperti sebelumnya, dia sekarang lebih tenang dan jarang meminta bantuan ataupun merepotkan daddy nya.
"Kak ... Kak Phillip."Kalimat yang terdengar begitu lemah dan lirih namun cukup jelas. Satu nama terucap dari bibir yang sudah terkatup rapat selama dua tahun terakhir. Matanya mengerjap untuk beberapa saat sampai akhirnya si pemilik suara kembali menutup mata.✿✿✿✿✿Phillip menatap sendu tubuh putrinya yang sudah tertidur pulas. Dia duduk di samping ranjang dan membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Viola. Dengan lembut dan hati-hati, Phillip mengusap wajah Viola penuh perasaan hingga tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya. Phillip menyayangi Elviola, teramat sayang.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman
"Dad, hari ini Vio boleh ke rumah sakit ya?" tanya Viola saat mendudukkan dirinya dengan nyaman di meja makan dan menatap ayahnya dengan tatapan memohon.Sudah beberapa hari ini Viola memang tidak pergi ke rumah sakit karena sedang ujian sekolah. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Oleh karena itu dia berani meminta ijin pada daddy nya.Phillip mengangguk sekilas. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu sore. Vio juga harus istirahat, daddy gak mau Vio sakit," ucap Phillip lembut. Sebenarnya Phillip tidak ingin memberi Viola ijin ke rumah sakit lagi karena bagaimanapun dia belum tahu siapa orang yang sering di kunjungi anaknya itu.Tentu saja karena dia k
CeklekSuara pintu terbuka dari luar menampakan Arga dan juga Phillip yang berjalan mengikutinya dari belakang."Vio, coba lihat siapa yang datang?" ucap Arga dengan senyuman seraya memanggil Viola yang sedang duduk di samping Erina.Viola yang mendengar panggilan Arga pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dan matanya melebar terkejut lucu melihat siapa yang datang. "Ahh daddy?" Viola langsung turun dari kursinya dan berlari pelan menuju Phillip.Phillip tersenyum melihat reaksi putrinya itu kemudian dia berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut Viola dalam peluka
Flashback"Na, kamu sibuk gak hari ini?" ucap Shinta yang baru saja masuk ke lab dan bergabung dengan Erina."Kenapa?" tanya Erina tanpa mengalihkan fokusnya kepada lawan bicara.Shinta menggeser sebuah kursi dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di hadapan Erina."Kau harus menjawab terlebih dahulu, sibuk atau tidak?" Shinta sekali lagi mengulang pertanyaannya.Erina mendengus pelan. "Entahlah, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi tidak begitu mendesak," jawab Erina sambil membereskan alat-alat
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri