Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.
Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
1. Phillip HansSeorang pria dengan sejuta pesona dan mampu membuat siapa saja tergoda. Pria berparas tampan bak dewa dengan pahatan wajah yang hampir sempurna. Phillip Hans merupakan seorang ayah tunggal yang workaholic tetapi sangat mencintai putrinya. Namun sikapnya berbanding terbalik kepada orang lain, dia sangat dingin dan cuek.2. Erina ClarettaPerempuan manis dengan dua dimple di sisi kanan dan kiri wajahnya. Pemilik senyuman hangat bak mentari pagi yang mampu menghangatkan hati setiap orang yang melihatnya. Kehidupannya tidak terlalu menyenangkan tapi kesabaran membuatnya selalu mampu bertahan.3. Elviola HansSeorang anak perempuan berusia 8 tahun yang hi
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri