Flashback
Sejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.
Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.
Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman pribadinya. Menyaksikan secara diam-diam bagaimana Viola berbicara, bermain, tertawa bahkan menangis sekalipun. Tidak hanya itu, Erina juga mengabadikan setiap momen dirinya melihat Viola dengan mengambil foto secara diam-diam, dan memastikan bahwa anaknya selalu dalam keadaan baik-baik saja.
"Vio, lama tidak bertemu sayang," Erina bergumam lirih seraya menatap anak itu begitu lekat dari kejauhan.
Hari ini Viola tampak sedang duduk di bangku taman dekat sekolah dan asik dengan kegiatannya mengambil gambarnya sendiri. Sepertinya anak itu sedang bosan karena menunggu terlalu lama. Terhitung sudah setengah jam dia duduk semenjak jam sekolah berakhir.
Erina yang melihat itu pun merasa bersalah dan juga kasihan. Ingin rasanya dia bergegas menghampiri sang putri dan menemaninya. Namun ketidak berani-an membuatnya lagi-lagi harus mengurungkan niat tersebut. Semakin lama Viola terlihat semakin bosan dan raut wajahnya juga berubah menjadi sedih, hal itu sontak membuat Erina kembali mengumpulkan keberanian dan memutuskan untuk menemuinya. Namun begitu Erina mulai melangkah mendekat, tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam menepi tidak jauh darinya dan juga tempat Viola duduk.
Erina sempat mengernyit bingung dan juga sedikit takut karena bisa saja pemilik mobil adalah orang jahat yang berniat mencelakai putrinya. Namun semua asumsinya segera terbantahkan begitu netranya menangkap siluet seorang pria bertubuh tegap yang turun dari mobil. Dari siluet nya saja Erina sudah tahu siapa pria tersebut.
Dada Erina seketika bergemuruh hebat. Dengan cepat dirinya segera bersembunyi di balik pohon yang secara kebetulan berdiri tak jauh darinya. Tangannya sedikit mengepal dengan bibir yang digigit kuat untuk menetralisir kegugupan.
"Tengah Na, tenang. Kumohon," bisik Erina pada dirinya sendiri sebagai bentuk penguatan. Sementara pria yang sebelumnya keluar dari mobil kini tengah melangkah lebih dekat menghampiri Viola.
"Princess daddy sedang apa hmm?" Phillip tersenyum lembut dan ikut duduk di samping putrinya.
"Aisshh daddy kenapa mengagetkan Vio?" protes Viola sambil memajukan bibirnya.
Phillip terkekeh pelan. "Kamu asik sekali, sampai-sampai tidak menyadari kedatangan daddy." Phillip sedikit cemberut untuk menggoda anaknya.
"Bukan begitu dad, Vio kan tadi sedang berfoto." Viola menunjukkan layar handphone nya kepada sang ayah.
"Ya ampun, kamu cantik sekali sayang," puji Phillip saat melihat wajah putrinya yang ada di layar handphone.
"Habisnya daddy lama."
Phillip menghela nafas pelan dan merasa bersalah karena telah membuat putrinya menunggu lebih dari 1 jam lamanya. Phillip bisa saja menyuruh supir untuk menjemput anaknya, namun Viola sudah pasti menolak. "Maafkan daddy sayang karena telat menjemputmu," ucap Phillip tulus dan membawa sang putri kedalam rangkulan tangan kekarnya.
"Sangat." Viola memperingatkan dengan nada gemas yang membuat Phillip melayangkan banyak kecupan di kepala putrinya.
"Kalau begitu ayo kita pulang." Phillip melepaskan pelukannya dan segera berdiri. Namun Viola tidak ikut berdiri, dia justru merentangkan kedua tangannya.
"Dad, gendong," ucap Viola enteng tanpa dosa yang mengundang kekehan sang ayah.
"Ya ampun, baby girl kenapa manja sekali hari ini hmm?" Phillip merendahkan tubuhnya dan membiarkan Viola naik ke atas punggungnya.
Viola hanya tertawa dan mengecup pipi Phillip sangat lama. Keduanya pun tertawa dan meninggalkan taman menuju mobil.
Erina yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka hanya bisa meneteskan air mata. Dia tidak menyangka jika Phillip yang dulu dia kenal sangat dingin dan cuek kini ternyata sudah berubah menjadi sosok yang lebih hangat dan penuh perhatian.
"Terima kasih kak. Setidaknya kau bisa mengurangi rasa bersalahku karena meninggalkan Vio padamu."
✿✿✿✿✿
"Kak Arya, aku menemukannya. Aku menemukan anakku," ucap Erina penuh kebahagian dengan binar dikedua matanya.
"Benarkah?" tanya Arya yang sebenernya sedikit terkejut namun tetap ikut senang mendengar kabar tersebut.
"Iya, dan sepertinya mulai sekarang aku akan menetap di sini," ucap Erina mantap disertai senyuman manis yang menampakkan kedua dimple nya.
"Kenapa? Bukankah kamu hanya ingin melihatnya saja Na? Lalu kenapa harus tinggal disini lagi?" Ada nada tidak suka dari perkataan Arya barusan.
"Aku ingin melihatnya setiap hari."
"Elviola? Ataukah Phillip?" Arya tersenyum getir.
Deg.
Erina terkejut dengan pertanyaan dari Arya. Bagaimana bisa Arya berpikir demikian? Erina bersumpah, tujuannya tinggal kembali disini benar-benar hanya untuk putrinya.
Erina kemudian memutar bola matanya. "Kak Arya," lirih Erina.
"Aku menyesal membiarkanmu datang ke sini." Arya mendorong kursinya kasar dan berjalan cepat keluar tanpa meminta penjelasan ataupun mendengar pembelaan dari Erina.
Erina masih diam ditempat duduknya dan mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Selang beberapa saat kemudian, akhirnya Erina ikut berlari keluar untuk mengejar Arya.
"Kak Arya, aku mohon jangan seperti ini." Erina mencoba meraih tangan Arya. Namun Arya tetap berjalan dan menghiraukan ucapan Erina. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Ayo kita bicara." Erina sedikit meninggikan suaranya agar Arya mau berhenti. Tapi bukannya berhenti, Arya malah terlihat tidak peduli sama sekali.
"Aku ke sini untuk anakku. Kau jelas tahu itu," teriak Erina mengabaikan orang-orang disekitarnya yang mulai menatap mereka.
Arya menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap Erina. "Aku tahu Erina. Tapi kalau kamu tinggal di sini dia mungkin akan menyakitimu lagi." Arya membentak Erina. "Dan berurusan dengan anakmu itu berarti kau juga akan berurusan dengannya," jelas Arya penuh penekanan.
Arya tak pernah seperti ini sebelumnya, dia selalu memperlakukan Erina dengan lembut. Selalu menatap perempuan kecil itu dengan tatapan hangat, menjaga setiap tutur katanya. Karena Arya tahu Erina sangat rapuh, dan alasan selama ini Erina tetap menjalani hidupnya adalah anaknya. Sejak 5 tahun lalu Arya sudah kehilangan Erina yang ceria dengan tingkah tak terduga nya. Erina yang sekarang hanya raga yang di beri nyawa, tak ada lagi rasa kecuali hanya untuk anaknya.
Erina menangis dan berlari menjauhi Arya. Dia menghiraukan teriakan Arya yang memanggil namanya. Dia terus berlalu tanpa melihat apapun yang ada dihadapannya. Pikirannya sekarang benar-benar berantakan. Satu-satunya hal yang ingin dia lakukan sekarang adalah menemui Viola dan memeluknya.
Sebelum akhirnya suara jeritan orang-orang disekitar menyadarkannya bersamaan dengan terbenturnya tubuh itu pada pembatas jalan.
Arya yang masih berdiri di tempatnya dengan kedua mata yang membola sontak berlari menuju tubuh Erina yang tergeletak di jalan. Dia mendekap tubuh penuh luka itu dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Arya terus menggelengkan kepalanya dan mengatakan tidak tidak tidak berulang kali.
"Na bangun Na, kumohon Na dengarkan aku, Na maafkan aku." Arya terus menggoyangkan pipi Erina namun tak ada respon apapun. Erina sudah menutup matanya namun nafasnya masih terasa menandakan bahwa dia masih memiliki nyawa.
"Vio, mommy disini." satu kalimat yang sempat di ucapkan Erina sebelum tidur panjangnya.
*
**- T B C -
With Love : Nhana
"Dad, hari ini Vio boleh ke rumah sakit ya?" tanya Viola saat mendudukkan dirinya dengan nyaman di meja makan dan menatap ayahnya dengan tatapan memohon.Sudah beberapa hari ini Viola memang tidak pergi ke rumah sakit karena sedang ujian sekolah. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Oleh karena itu dia berani meminta ijin pada daddy nya.Phillip mengangguk sekilas. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu sore. Vio juga harus istirahat, daddy gak mau Vio sakit," ucap Phillip lembut. Sebenarnya Phillip tidak ingin memberi Viola ijin ke rumah sakit lagi karena bagaimanapun dia belum tahu siapa orang yang sering di kunjungi anaknya itu.Tentu saja karena dia k
CeklekSuara pintu terbuka dari luar menampakan Arga dan juga Phillip yang berjalan mengikutinya dari belakang."Vio, coba lihat siapa yang datang?" ucap Arga dengan senyuman seraya memanggil Viola yang sedang duduk di samping Erina.Viola yang mendengar panggilan Arga pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dan matanya melebar terkejut lucu melihat siapa yang datang. "Ahh daddy?" Viola langsung turun dari kursinya dan berlari pelan menuju Phillip.Phillip tersenyum melihat reaksi putrinya itu kemudian dia berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut Viola dalam peluka
Flashback"Na, kamu sibuk gak hari ini?" ucap Shinta yang baru saja masuk ke lab dan bergabung dengan Erina."Kenapa?" tanya Erina tanpa mengalihkan fokusnya kepada lawan bicara.Shinta menggeser sebuah kursi dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di hadapan Erina."Kau harus menjawab terlebih dahulu, sibuk atau tidak?" Shinta sekali lagi mengulang pertanyaannya.Erina mendengus pelan. "Entahlah, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi tidak begitu mendesak," jawab Erina sambil membereskan alat-alat
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri