"Dad, we're in trouble!" teriak seorang anak perempuan dari dalam kamarnya.
"Kenapa Vio?" balas sang daddy yang kini tengah sibuk menyusun berkas perlengkapan kantornya di atas meja makan sambil sesekali memasukkan sandwitch kedalam mulutnya.
"Vio lupa menyimpan dasi dad. Omg, kalau begini kita bisa telat." Elviola berlari menuruni tangga dengan tergesa dan menyusuri semua penjuru rumah untuk mencari dasi yang dia maksud.
"Hati-hati Vio, jangan berlari sambil menuruni tangga nanti kamu terluka." tegur sang daddy.
Phillip hanya menggelengkan kepala sambil terkekeh pelan saat memperhatikan tingkah ajaib anaknya yang baru berumur 8 tahun itu, sejak bangun tidur selalu sukses membuat kehebohan, padahal mereka hanya tinggal berdua. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa Elviola, putrinya begitu hiperaktif padahal dirinya sendiri adalah tipe orang yang cukup dingin dan cuek.
Ah, sepertinya Phillip melupakan fakta bahwa ibu dari Elviola Hans adalah orang yang sangat ceria dan selalu heboh seperti anaknya.
"Sepertinya daddy harus mencari mommy baru untukmu. Pagi kita selalu kacau seperti biasa." ucap Phillip disertai kekehan pelan.
"Vio mendengar ucapan daddy loh." Elviola memicingkan matanya untuk memperingatkan sang daddy bahwa perkataanya sangat tidak disetujui oleh sang anak.
Phillip hanya tertawa pelan, dia paham betul jika kata "mommy" adalah topik yang sangat sensitif untuk putrinya. Melihat sang putri yang kembali sibuk pada kegiatan sebelumnya membuat Phillip segera beranjak dari tempat duduknya untuk membantu Vio menemukan benda yang dia cari.
"Daddy sudah sering bilang, kan untuk menyimpan barang ditempatnya."
"Hehe. Vio selalu lupa." Elviola tersenyum memaksa dan menampakkan deretan gigi kelincinya yang baru saja tumbuh.
"Lain kali jangan lagi di lempar sembarangan." Phillip mengacungkan dasi yang putrinya cari. Dia menemukannya di belakang sofa, Phillip yakin putrinya pasti melemparkannya ke sofa namun karena terlalu kencang sehingga jatuh ke belakang.
"Daddy memang yang terbaik." Elviola menyambar dasinya dan mencium kilat pipi sang ayah.
Phillip tersenyum lembut dan mencubit pipi anaknya gemas. "Ayo sarapan dulu, atau kita akan benar-benar terlambat. "
"Roti lagi?" tanya Elviola sambil kembali memicingkan matanya.
Phillip mengusap tengkuknya. "Lain kali daddy akan membuat sesuatu yang lebih baik."
Vio mendesah pelan. "Jawaban yang sama setiap pagi." kemudian Elviola melenggang pergi lebih dulu menuju meja makan. "Dad, kata teman Vio kita itu kaya tapi setiap hari hanya mampu memakan roti," ucap Vio tiba-tiba sambil memasukan sandwitch tersebut kedalam mulut mungilnya.
Phillip tersenyum miris, ucapan putrinya terdengar seperti sindiran tajam untuknya. Untuk sesaat Phillip merasa bersalah karena tidak mampu merawat putrinya dengan baik. Kesibukannya dalam bekerja membuat dia tidak memiliki cukup waktu untuk belajar memasak atau melakukan hal lain yang berurusan dengan rumah tangga. Phillip memang mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantunya mengurus rumah, tapi tidak untuk mengurus putrinya. Semenjak putrinya masuk taman kanak-kanak dia selalu menolak untuk diurus oleh orang lain. Vio lebih suka melakukan semuanya sendiri meski berantakan.
Setelah drama pagi mereka, akhirnya Phillip dan putrinya sarapan dengan tenang.
✿✿✿✿✿
"Dad, hari ini aku akan pulang telat ya." ucap Vio dalam perjalanan menuju sekolah.
"Kenapa? Mau belajar dulu bersama Esa? Atau mau main bersama Dion?" tanya Phillip tanpa mengalihkan fokusnya pada jalanan.
Elviola menggeleng dengan cepat. "Tidak, hari ini kelas Vio ada jadwal pemeriksaan kesehatan dari sekolah dad jadi Vio, Esa dan Dion akan pergi ke rumah sakit yang berada di sebrang sekolah."
Phillip mengangguk paham. "Perlu daddy temani?"
"No dad, Vio dan teman-teman akan ke rumah sakit di temani oleh guru."
"Oke, pastikan untuk tidak menangis baby girl karena itu akan sangat memalukan." canda Phillip terhadap putrinya.
Elviola mendengus sebal dan memajukan bibirnya disertai tatapan tajam terhadap daddy nya. Tapi di mata Phillip tatapan Vio justru terlihat begitu menggemaskan. Dia tak tahan untuk tidak mencubit pipi gembul putrinya itu.
"Astaga kenapa putri daddy begitu menggemaskan hm?" Phillip terkekeh pelan. "Jangan merajuk sayang, nanti cantiknya hilang."
Elviola menyilang kan kedua tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya keluar jendela mobil. "Daddy menyebalkan."
Phillip hanya menanggapinya dengan senyuman. Kalau sudah begini, maka tidak akan ada lagi percakapan diantara keduanya. Elviola memang sering merajuk karena hal-hal sederhana, namun tidak pernah lama, mood nya mudah sekali berubah. maklum saja, dia hanya anak kecil berusia 8 tahun yang seumur hidupnya begitu dimanja.
Diam-diam phillip memperhatikan putrinya melalui kaca mobil, sebuah senyuman hambar terukir di wajah tampannya yang terlihat enggan sekali menua.
"Entah kenapa kau malah semakin mirip dengannya Vio." batin Phillip.
✿✿✿✿✿
"Kau telat lagi hari ini bos." sapa seorang pria yang baru saja memasuki ruang kerja Phillip.
"Seperti biasa Wei, Vio selalu memulai pagi dengan keributan." Phillip tersenyum sambil membayangkan drama pagi mereka karena dasi.
"Sepertinya kau benar-benar harus mencarikan Vio seorang ibu." ucap Weindra sekertaris nya Phillip yang sekaligus merupakan sahabatnya.
Phillip memutar bola matanya malas karena terlalu sering mendengar kalimat tersebut dari sahabatnya itu. Orang-orang disekitarnya juga memang sering mengatakan hal yang sama. Tidak hanya mereka, sebagian besar rekan bisnis Phillip pun tidak segan-segan untuk menjodohkannya dengan kolega mereka atau bahkan dengan putrinya sendiri.
Tidak heran memang, mengingat Phillip adalah seorang duda yang sangat sukses. Diusia awal 30an nya, dia sudah mendirikan perusahaannya sendiri tanpa bantuan kedua orang tuanya. Sebuah perusahaan properti dengan nama PLAN A. PLAN A sudah termasuk perusahaan properti kelas kakap yang sudah terjamin kualitas dan juga kuantitasnya dengan jumlah nilai aset mencapai hampir 60 triliun. Angka tersebut bukan merupakan angka pasti karena terus mengalami peningkatan setiap bulannya.
Phillip sendiri sebenarnya tidak bisa dikatakan duda, dia memang memiliki seorang putri dan tidak memiliki istri, tapi pernikahannya sendiri tidak pernah tercatat dalam catatan sipil negara. Banyak orang yang menyangka jika Elviola hanya anak yang Phillip angkat dan besarkan saja, bukan anak kandungnya. Tapi faktanya, Elviola adalah anak kandungnya.
"Akan aku pikirkan. Tapi sepertinya akan sulit." Phillip membayangkan reaksinya putrinya jika dia benar-benar memutuskan untuk dekat dengan seorang wanita, apalagi sampai menikah.
"Baiklah bos, ini jadwal mu hari ini dan ini berkas-berkas yang harus di baca dan ditandatangani." Weindra menyerahkan setumpuk berkas-berkas tersebut di meja Phillip.
"Untuk pembangunan hotel milik tuan Dery, aku akan meninjaunya sendiri secara langsung siang ini." lanjut Weindra.
"Baiklah, terima kasih untu kerja kerasnya."
Wei mengangguk, dan berniat untuk segera pergi. Namun sebelum benar-benar pergi Weindra mengatakan sesuatu yang membuat Phillip sedikit mengernyitkan keningnya.
"Sepertinya Yohana dan Siska bisa di pertimbangkan bos." goda Weindra.
Phillip membuang nafasnya kasar, dia ingin sekali melempar Wei dengan kertas di mejanya, namun di urungkan karena ini masih terlalu pagi untuk membuang energi. Dengan sedikit kesal dia mulai membuka berkas-berkas yang ada dihadapannya. Mengabaikan kekehan Weindra yang mulai berjalan menjauhi ruangannya.
Phillip terdiam sejenak, ingatannya tiba-tiba membawanya pada seseorang yang pernah dan masih memenuhi pikiran maupun hatinya.
"Haruskah aku memulai kembali? Bahkan ingatan dan kenangan itu masih terasa seperti kemarin sore." batin Phillip.
*
**With Love : Nhana
Seperti yang sudah Elviola katakan sebelumnya, hari ini sekolahnya mengadakan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit terdekat. Anak-anak mulai memasuki gedung serba putih itu dengan perasaan yang bermacam-macam, ada yang merengek dan menangis karena takut ada pula yang pura-pura terlihat berani seperti Vio dan kedua temannya, Arsya Mahesa atau yang sering di panggil Esa dan juga Dion.Dion, Vio dan Esa ketiganya berpegangan tangan dengan wajah yang sangat jelas terlihat tidak tenang tapi mulut mereka kompak dan sama-sama mengatakan kalau mereka tidak takut untuk diperiksa bahkan disuntik sekalipun. Tapi siapapun yang melihat mereka pasti tahu jika ketiganya tengah berpura-pura terlihat kuat. Namun entah kenapa hal tersebut justru membuat orang-orang menganggap betapa menggemaskan nya mereka.
Selama perjalanan pulang dari rumah sakit Vio lebih banyak diam. Biasanya dia akan menceritakan semua hal yang terjadi seharian penuh pada daddy nya. Tapi kali ini otak kecilnya terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, bayang-bayang perempuan yang dia temui di rumah sakit terus berputar di kepalanya. Entah kenapa Vio merasa sangat sedih dan simpati kepada orang itu padahal dia tidak kenal sama sekali, bahkan namanya pun dia tidak tahu."Vio lupa menanyakan nama tante itu." Elviola menghela nafas panjang dan untuk satu alasan yang tidak diketahui dia tiba-tiba merasa sedih.Phillip yang sejak tadi memperhatikan tingkah anaknya tentu saja menyadari bahwa ada yang salah dengan anaknya itu. Vio tidak biasanya diam dan melamun saat bersamanya kecuali jika anak itu sedang merajuk
Phillip terlihat sangat sibuk dengan tumpukan berkas di meja kantornya. Sudah dua hari Wei cuti kerja karena alasan pribadi yang tidak Phillip ketahui. Jadi sekarang dia benar-benar harus meng-handle semuanya seorang diri.Sebenarnya Phillip tidak ingin mengijinkan sekretarisnya itu untuk cuti, tapi mengingat Wei selama ini selalu bekerja keras untuk perusahaannya, mau tidak mau Phillip memberinya ijin terlebih Wei meminta sambil memohon seperti ada keadaan yang mendesak tapi dia tidak memberitahu alasannya.Wei tidak pergi begitu saja, sebagai seorang yang profesional dan mengerti jika atasannya sangat sibuk dan membutuhkan bantuan orang lain, Wei menyiapkan orang pengganti untuk membantu Phillip, tapi Phillip hanya memanggil orang tersebut sesekali
Setelah beberapa hari lembur, hari ini akhirnya Phillip memutuskan untuk sengaja pulang lebih awal dari kantor. Sejak beberapa hari lalu dirinya memang terlalu banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan sekarang dia sangat merindukan putrinya. Setiap kali Phillip pulang, Viola pasti sudah tidur dan mereka hanya bisa bertemu ketika sarapan. Untuk itu, Phillip merasa sangat bersalah dan ingin menebus semua waktu yang dia lewatkan dengan pulang lebih cepat dari biasanya.Kata 'beberapa hari' mungkin terdengar sangat sebentar bagi sebagian orang, namun nyatanya hal itu berpengaruh banyak untuk hubungan ayah dan anak seperti Phillip dan Viola. Viola berubah, dia menjadi lebih pendiam dan sudah tidak rusuh seperti sebelumnya, dia sekarang lebih tenang dan jarang meminta bantuan ataupun merepotkan daddy nya.
"Kak ... Kak Phillip."Kalimat yang terdengar begitu lemah dan lirih namun cukup jelas. Satu nama terucap dari bibir yang sudah terkatup rapat selama dua tahun terakhir. Matanya mengerjap untuk beberapa saat sampai akhirnya si pemilik suara kembali menutup mata.✿✿✿✿✿Phillip menatap sendu tubuh putrinya yang sudah tertidur pulas. Dia duduk di samping ranjang dan membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Viola. Dengan lembut dan hati-hati, Phillip mengusap wajah Viola penuh perasaan hingga tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya. Phillip menyayangi Elviola, teramat sayang.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman
"Dad, hari ini Vio boleh ke rumah sakit ya?" tanya Viola saat mendudukkan dirinya dengan nyaman di meja makan dan menatap ayahnya dengan tatapan memohon.Sudah beberapa hari ini Viola memang tidak pergi ke rumah sakit karena sedang ujian sekolah. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Oleh karena itu dia berani meminta ijin pada daddy nya.Phillip mengangguk sekilas. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu sore. Vio juga harus istirahat, daddy gak mau Vio sakit," ucap Phillip lembut. Sebenarnya Phillip tidak ingin memberi Viola ijin ke rumah sakit lagi karena bagaimanapun dia belum tahu siapa orang yang sering di kunjungi anaknya itu.Tentu saja karena dia k
CeklekSuara pintu terbuka dari luar menampakan Arga dan juga Phillip yang berjalan mengikutinya dari belakang."Vio, coba lihat siapa yang datang?" ucap Arga dengan senyuman seraya memanggil Viola yang sedang duduk di samping Erina.Viola yang mendengar panggilan Arga pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dan matanya melebar terkejut lucu melihat siapa yang datang. "Ahh daddy?" Viola langsung turun dari kursinya dan berlari pelan menuju Phillip.Phillip tersenyum melihat reaksi putrinya itu kemudian dia berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut Viola dalam peluka
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri