"Sayang minum dulu ini tehnya biar perutnya hangat." Tian membantu Ressa bangun dan minum teh, lalu menyuapi roti. Baru tertelan satu suapan Ressa sudah mual. Perempuan itu berlari ke kamar mandi. Tian mengikuti, memijati tengkuknya. Ia sangat yakin kalau istrinya ini sedang berbadan dua."Mau tinggal berdua dulu Sayang, biar aku bisa fokus sama kamu." Ressa menggeleng pelan, "kasihan Dea Mas. Dia butuh kamu selalu di sampingnya," jawabnya pelan. Tian memeluk tubuh Ressa yang lemas sambil mengelus di perut. "Sayang pintar-pintar sama Mommy di dalam ya," gumamnya."Kamu yakin banget aku hamil," Ressa menyandarkan kepalanya dengan nyaman. Posisi seperti ini membuatnya lebih tenang."Siapa lagi yang suka membuat Mommy selalu lapar kalau bukan adek, Sayang." Jawab Tian dengan binar bahagia."Jangan terlalu berlebihan menunjukkan kebahagiaanmu di depan Dea, Sayang. Jangan sampai dia berpikir kamu lebih mencintai anak kita ini." Gumam Ressa lemah.Tian mengangguk mengecup bibir Ressa sin
“Kalau lihat kamu gemesin gini, aku tuh jadinya pengen karungin kamu deh. Aku ajak honeymoon keliling dunia.” Ujar Tian gemas melihat istrinya yang tidak berhenti senyam-senyum sepulang dari rumah sakit. Ia sengaja memperlambat laju mobilnya agar lama sampai ke kantor. Walaupun terlihat pucat tapi kondisi Ressa dan janinnya baik-baik saja. Istrinya itu hanya kelelahan.“Aku gak ngapa-ngapain Mas, gak godain kamu juga. Aku cuma senyum masa salah?” Ressa mengerling genit.“Tuh, katanya gak godain tapi matanya genit banget.” Tian mengusap wajah Ressa dengan tangan kirinya. “Salahin mata aku, jangan salahin aku.” Ujar Ressa manja menangkap tangan Tian menempelkannya di pipi. “Makasih ya Sayang sudah ngasih aku buah hati lagi. Aku gak sabar pengen gendong baby kita. Sayang banget deh sama istri aku yang nakal ini.” Katanya mencubit gemas pipi Ressa.“Daddy yang nakal, makanya jadi ini.” Ressa menunjuk perutnya dengan menggembungkan pipi.Tian mendelik lalu tertawa, “seriously itu karena
“Sayang, Daddy gak misahin Dea sama Mommy.” Denis memeluk Deandra untuk menenangkan. Orang tuanya mendesak agar dia pulang membawa istrinya. Jadilah ia memberi tahu Dea mendadak.“Jangan cari Dea lagi, bawa saja Mommy!!” Sarkasnya melepaskan diri dari pelukan Denis. Tian mengejar putrinya itu, lalu menggendong sang bayi besar.“Mommy cuma menginap di rumah orang tua Daddy Denis Sayang. Dea bisa ikut kalau memang mau ikut. Gak ada yang misahin Dea dari Mommy,” Tian menjelaskan dengan lembut. Membenamkan kepala putrinya di bahu.“Kenapa orang dewasa itu selalu egois, melakukan apa yang mereka mau tanpa memikirkan kami yang masih kecil.” Denis menenangkan Aruna yang ikut sedih karena putrinya mengamuk.“Apa kami egois memaksa Dea melakukan sesuatu yang Dea tidak suka?” tanya Tian lembut.Deandra tidak menjawab, walau hatinya protes karena dipaksa berpisah dengan orang yang sudah membuatnya bahagia. Tapi orang itu juga sudah membuat keluarganya menderita. Tiba-tiba Dea menangis karena t
Denis menenangkan Aruna yang menangis, istrinya ini memang cengeng. Ada masalah sedikit saja langsung menangis, perasaannya sangat lembut.“Dea pasti mengerti Sayang, dia hanya belum bisa mengontrol emosi. Tenanglah putrimu itu sangat pengertian.”“Aku gak bisa ninggalin dia kalau begini Mas,” lirih Aruna.“Ya sudah gak papa, aku telpon papa kalau kita gak bisa pulang malam ini. Jangan dijadikan beban pikiran.” Denis menopangkan dagu di atas kepala Aruna."Mommy, maafin Dea sudah marah-marah." Ucap Deandra dari depan pintu, gadis itu menyempil diantara pasangan yang tengah berpelukan.Denis tersenyum geli membersihkan bekas air mata di pipi Dea lalu mengecupnya, "putri Daddy ini kenapa suka marah-marah, hm.""Dea takut kalian tinggalkan," ucap Dea pelan."Kalau takut, ikut Daddy sama Mommy ya ke rumah kakek?" Ajak Denis."Nanti siapa yang menemani Buba dan adek kalau Daddy Tian kerja. Apalagi Buba lagi sakit. Pergilah, Dea sudah gak marah lagi." Ujarnya sangat dewasa, tidak seperti De
"Baby," panggil Azmi lembut. Dia sangat merindukan gadis kecilnya ini."Om kenapa bisa di sini?" Gumam Dea masih dengan mata terpejam."Kangen kamu Baby," Azmi masuk dalam selimut Dea. "Tidurlah, Om peluk." Katanya sambil tersenyum membawa Deandra dalam dekapan hangatnya. Deandra merasakan orang yang memanggilnya itu nyata. Tapi matanya masih terpejam, tidak mungkin orang yang sangat dirindukannya itu datang.Gadis itu tertidur semakin nyenyak, apalagi ada yang mengelus-elus punggungnya."Cepat besar Sayang biar ikut Om," Azmi tidak berhenti menciumi pipi Dea. Sungguh dia sangat tergila-gila pada putri kecil Tian ini."Baby, masih bisa dengar Om?" Tanya Azmi sambil mendusel-dusel leher Dea. Sesekali memberikan gigitan lembut di sana tapi tidak sampai menimbulkan bekas."Geli Om, jangan gelitiki Dea." Seru Dea sambil tertawa kecil, merasa sangat bahagia karena bisa merasakan perasaan itu lagi. Dia merasa dipenuhi dengan cinta."Yang mana geli Sayang?" Goda Azmi, tidak menghentikan keu
Deandra hanya menangis dalam diam, Rina memeluk cucunya membawa ke kamar. Sementara Ressa menyusul suaminya yang sedang kesetanan."Dea tau, apa yang Dea lakukan sama orang dewasa itu tidak pantas." Nasehat Rina lembut masih memeluk cucu kesayangannya."Dea gak tau Om datang Nek, waktu Dea terbangun badan Dea sudah panas dingin gak bisa nolak." Ucap Dea polos sambil menahan tangis. Bukan dia yang meminta orang dewasa itu untuk datang."Itu namanya nafsu Sayang, makanya perempuan dan laki-laki yang belum menikah tidak boleh berdekatan. Karena bisa menghadirkan nafsu yang tidak terkendali," jelas Rina.Deandra mengangguk saja, dia sedang tidak ingin mendengarkan apapun. "Dea pamit sekolah dulu Nek.""Berangkat sama siapa Sayang?" "Dea bisa naik ojek kok Nek," jawabnya sambil tersenyum mengambil tas. Ia tidak berniat berangkat ke sekolah, hanya ingin menenangkan diri ke taman.Gadis remaja itu berjalan sambil menangis meng
"Mommy, ada kakak di taman." Pekik Erra melihat Dea duduk sendirian di kursi. Gadis kecil itu menarik tangan mommy-nya mendatangi Deandra."Dea, kenapa sendirian di sini?" Tanya Hira. Putrinya itu merengek ingin bermain di taman pagi-pagi, terpaksa ia membawanya."Mau main di sini aja Tante," jawab Dea sambil tersenyum."Siapa yang marah-marah, Daddy atau Mommy jadi Dea kabur ke sini?" Tanya Hira to the point. Dia tidak percaya dengan ucapan gadis itu."Gak ada yang marah Tante," kekeuh Dea."Tante bisa bedain mana mata yang habis nangis mana yang enggak." Hira mengelus pipi Deandra lembut. Putri Tian itu tidak menjawab, hanya tersenyum."Kakak temani Dea main di kantor Daddy," paksa Erra menarik tangan Dea."Kakak mau di sini aja nunggu Daddy Tian jemput," bohong Dea. Kalau dia ikut pasti sahabat daddy-nya itu akan memberitahu keberadaannya. Dia masih belum siap bertemu sang daddy dan dimarahi lagi."Jangan tak
"Fan, aku gak bisa ke kantor sekarang. Dea pergi dari rumah." Ucap Tian terburu-buru dari seberang telepon setelah mengucap salam."Kenapa?" Tanya Erfan singkat sambil menatap istrinya agar Dea tidak curiga kalau dia yang sedang dibicarakan."Tadi malam Azmi menyelinap masuk ke kamar Dea. Aku memarahinya, pamitnya sama ibu sekolah. Tapi di sekolah tidak ada, aku masih mencarinya.""Hm," Erfan hanya berdehem menjawabnya kemudian mematikan telepon. Di seberang sana Tian berdecak karena tidak biasanya Erfan mematikan teleponnya sepihak."Kenapa Sayang?" Tanya Ressa, mereka masih berada dalam mobil di depan pintu gerbang sekolah Dea."Gak tau, Erfan matiin telepon gitu aja." Kesal Tian, mencoba menelpon lagi tapi malah di reject Erfan. Beberapa menit kemudian masuk notifikasi pesan. Erfan mengirim foto Dea sedang menyuapi Erra makan."Jangan dijemput sekarang!" Isi pesannya, Tian menghela napas lega menyandarkan kepala di j