“Sayang, Daddy gak misahin Dea sama Mommy.” Denis memeluk Deandra untuk menenangkan. Orang tuanya mendesak agar dia pulang membawa istrinya. Jadilah ia memberi tahu Dea mendadak.“Jangan cari Dea lagi, bawa saja Mommy!!” Sarkasnya melepaskan diri dari pelukan Denis. Tian mengejar putrinya itu, lalu menggendong sang bayi besar.“Mommy cuma menginap di rumah orang tua Daddy Denis Sayang. Dea bisa ikut kalau memang mau ikut. Gak ada yang misahin Dea dari Mommy,” Tian menjelaskan dengan lembut. Membenamkan kepala putrinya di bahu.“Kenapa orang dewasa itu selalu egois, melakukan apa yang mereka mau tanpa memikirkan kami yang masih kecil.” Denis menenangkan Aruna yang ikut sedih karena putrinya mengamuk.“Apa kami egois memaksa Dea melakukan sesuatu yang Dea tidak suka?” tanya Tian lembut.Deandra tidak menjawab, walau hatinya protes karena dipaksa berpisah dengan orang yang sudah membuatnya bahagia. Tapi orang itu juga sudah membuat keluarganya menderita. Tiba-tiba Dea menangis karena t
Denis menenangkan Aruna yang menangis, istrinya ini memang cengeng. Ada masalah sedikit saja langsung menangis, perasaannya sangat lembut.“Dea pasti mengerti Sayang, dia hanya belum bisa mengontrol emosi. Tenanglah putrimu itu sangat pengertian.”“Aku gak bisa ninggalin dia kalau begini Mas,” lirih Aruna.“Ya sudah gak papa, aku telpon papa kalau kita gak bisa pulang malam ini. Jangan dijadikan beban pikiran.” Denis menopangkan dagu di atas kepala Aruna."Mommy, maafin Dea sudah marah-marah." Ucap Deandra dari depan pintu, gadis itu menyempil diantara pasangan yang tengah berpelukan.Denis tersenyum geli membersihkan bekas air mata di pipi Dea lalu mengecupnya, "putri Daddy ini kenapa suka marah-marah, hm.""Dea takut kalian tinggalkan," ucap Dea pelan."Kalau takut, ikut Daddy sama Mommy ya ke rumah kakek?" Ajak Denis."Nanti siapa yang menemani Buba dan adek kalau Daddy Tian kerja. Apalagi Buba lagi sakit. Pergilah, Dea sudah gak marah lagi." Ujarnya sangat dewasa, tidak seperti De
"Baby," panggil Azmi lembut. Dia sangat merindukan gadis kecilnya ini."Om kenapa bisa di sini?" Gumam Dea masih dengan mata terpejam."Kangen kamu Baby," Azmi masuk dalam selimut Dea. "Tidurlah, Om peluk." Katanya sambil tersenyum membawa Deandra dalam dekapan hangatnya. Deandra merasakan orang yang memanggilnya itu nyata. Tapi matanya masih terpejam, tidak mungkin orang yang sangat dirindukannya itu datang.Gadis itu tertidur semakin nyenyak, apalagi ada yang mengelus-elus punggungnya."Cepat besar Sayang biar ikut Om," Azmi tidak berhenti menciumi pipi Dea. Sungguh dia sangat tergila-gila pada putri kecil Tian ini."Baby, masih bisa dengar Om?" Tanya Azmi sambil mendusel-dusel leher Dea. Sesekali memberikan gigitan lembut di sana tapi tidak sampai menimbulkan bekas."Geli Om, jangan gelitiki Dea." Seru Dea sambil tertawa kecil, merasa sangat bahagia karena bisa merasakan perasaan itu lagi. Dia merasa dipenuhi dengan cinta."Yang mana geli Sayang?" Goda Azmi, tidak menghentikan keu
Deandra hanya menangis dalam diam, Rina memeluk cucunya membawa ke kamar. Sementara Ressa menyusul suaminya yang sedang kesetanan."Dea tau, apa yang Dea lakukan sama orang dewasa itu tidak pantas." Nasehat Rina lembut masih memeluk cucu kesayangannya."Dea gak tau Om datang Nek, waktu Dea terbangun badan Dea sudah panas dingin gak bisa nolak." Ucap Dea polos sambil menahan tangis. Bukan dia yang meminta orang dewasa itu untuk datang."Itu namanya nafsu Sayang, makanya perempuan dan laki-laki yang belum menikah tidak boleh berdekatan. Karena bisa menghadirkan nafsu yang tidak terkendali," jelas Rina.Deandra mengangguk saja, dia sedang tidak ingin mendengarkan apapun. "Dea pamit sekolah dulu Nek.""Berangkat sama siapa Sayang?" "Dea bisa naik ojek kok Nek," jawabnya sambil tersenyum mengambil tas. Ia tidak berniat berangkat ke sekolah, hanya ingin menenangkan diri ke taman.Gadis remaja itu berjalan sambil menangis meng
"Mommy, ada kakak di taman." Pekik Erra melihat Dea duduk sendirian di kursi. Gadis kecil itu menarik tangan mommy-nya mendatangi Deandra."Dea, kenapa sendirian di sini?" Tanya Hira. Putrinya itu merengek ingin bermain di taman pagi-pagi, terpaksa ia membawanya."Mau main di sini aja Tante," jawab Dea sambil tersenyum."Siapa yang marah-marah, Daddy atau Mommy jadi Dea kabur ke sini?" Tanya Hira to the point. Dia tidak percaya dengan ucapan gadis itu."Gak ada yang marah Tante," kekeuh Dea."Tante bisa bedain mana mata yang habis nangis mana yang enggak." Hira mengelus pipi Deandra lembut. Putri Tian itu tidak menjawab, hanya tersenyum."Kakak temani Dea main di kantor Daddy," paksa Erra menarik tangan Dea."Kakak mau di sini aja nunggu Daddy Tian jemput," bohong Dea. Kalau dia ikut pasti sahabat daddy-nya itu akan memberitahu keberadaannya. Dia masih belum siap bertemu sang daddy dan dimarahi lagi."Jangan tak
"Fan, aku gak bisa ke kantor sekarang. Dea pergi dari rumah." Ucap Tian terburu-buru dari seberang telepon setelah mengucap salam."Kenapa?" Tanya Erfan singkat sambil menatap istrinya agar Dea tidak curiga kalau dia yang sedang dibicarakan."Tadi malam Azmi menyelinap masuk ke kamar Dea. Aku memarahinya, pamitnya sama ibu sekolah. Tapi di sekolah tidak ada, aku masih mencarinya.""Hm," Erfan hanya berdehem menjawabnya kemudian mematikan telepon. Di seberang sana Tian berdecak karena tidak biasanya Erfan mematikan teleponnya sepihak."Kenapa Sayang?" Tanya Ressa, mereka masih berada dalam mobil di depan pintu gerbang sekolah Dea."Gak tau, Erfan matiin telepon gitu aja." Kesal Tian, mencoba menelpon lagi tapi malah di reject Erfan. Beberapa menit kemudian masuk notifikasi pesan. Erfan mengirim foto Dea sedang menyuapi Erra makan."Jangan dijemput sekarang!" Isi pesannya, Tian menghela napas lega menyandarkan kepala di j
"Honey, maafin Daddy Sayang sudah membentak kamu. Daddy gak marah sama Dea. Daddy marah dengan diri Daddy sendiri karena gak bisa menjaga Dea." Tian memeluk putrinya dengan rasa bersalah yang menggunung. Denis yang menjemput Deandra dari kantor Erfan saat Aruna pergi ke pasar bersama ibunya. Dia sangat hati-hati agar masalah ini tidak diketahui istrinya itu. Ia meyakinkan Dea kalau Tian sudah tidak marah-marah lagi supaya mau pulang. "Dea yang salah Daddy," Dea memberikan kalungnya pada Tian dengan tangan bergetar. "Buanglah, Dea hanya butuh Daddy." Ucapnya sambil terisak. Tian menatap istrinya yang menggeleng. Ressa tidak tega melihat putrinya patah hati diusia semuda ini."Simpan buat Dea Sayang, sini Daddy pasangkan. Dea tau, Daddy sangat khawatir Dea kenapa-kenapa karena belum mengerti masalah cinta dan pemikiran orang dewasa." Ujar Tian pelan seraya memasangkan kalung itu ke leher Dea. Ia sempatkan melihat foto di liontin, hatiny
Setelah Dea mendapatkan banyak wejangan Tian membawa putrinya itu pergi ke kantor. Sebelum Aruna pulang dan mengetahui Dea tidak berangkat sekolah."Dea temani Buba ya Sayang, Daddy meeting dulu.""Yes Daddy," jawab Deandra diikuti anggukan."Buba..." panggil Dea setelah daddy nya sudah lenyap di balik pintu."Iya Sayang, ada apa?" Ressa menoleh pada putrinya yang terlihat sedang serius bermain game."Apa jadi orang dewasa itu selalu rumit?"Ressa tersenyum diikuti kernyitan di kening mendengar pertanyaan Deandra."Kalian para orang dewasa itu sangat sulit dimengerti," lanjutnya."Itu karena kami tidak hanya memikirkan kesenangan, tapi tanggung jawab Sayang. Masalah kecil dari pandangan kalian itu bisa jadi masalah serius bagi kami." Ressa membawa kepala Deandra berbaring di pangkuannya "Seperti yang terjadi pada Dea tadi malam. Mungkin Dea cuma berpikir Om itu datang untuk memberikan hadiah. Tapi Dea