“Kalau lihat kamu gemesin gini, aku tuh jadinya pengen karungin kamu deh. Aku ajak honeymoon keliling dunia.” Ujar Tian gemas melihat istrinya yang tidak berhenti senyam-senyum sepulang dari rumah sakit. Ia sengaja memperlambat laju mobilnya agar lama sampai ke kantor. Walaupun terlihat pucat tapi kondisi Ressa dan janinnya baik-baik saja. Istrinya itu hanya kelelahan.“Aku gak ngapa-ngapain Mas, gak godain kamu juga. Aku cuma senyum masa salah?” Ressa mengerling genit.“Tuh, katanya gak godain tapi matanya genit banget.” Tian mengusap wajah Ressa dengan tangan kirinya. “Salahin mata aku, jangan salahin aku.” Ujar Ressa manja menangkap tangan Tian menempelkannya di pipi. “Makasih ya Sayang sudah ngasih aku buah hati lagi. Aku gak sabar pengen gendong baby kita. Sayang banget deh sama istri aku yang nakal ini.” Katanya mencubit gemas pipi Ressa.“Daddy yang nakal, makanya jadi ini.” Ressa menunjuk perutnya dengan menggembungkan pipi.Tian mendelik lalu tertawa, “seriously itu karena
“Sayang, Daddy gak misahin Dea sama Mommy.” Denis memeluk Deandra untuk menenangkan. Orang tuanya mendesak agar dia pulang membawa istrinya. Jadilah ia memberi tahu Dea mendadak.“Jangan cari Dea lagi, bawa saja Mommy!!” Sarkasnya melepaskan diri dari pelukan Denis. Tian mengejar putrinya itu, lalu menggendong sang bayi besar.“Mommy cuma menginap di rumah orang tua Daddy Denis Sayang. Dea bisa ikut kalau memang mau ikut. Gak ada yang misahin Dea dari Mommy,” Tian menjelaskan dengan lembut. Membenamkan kepala putrinya di bahu.“Kenapa orang dewasa itu selalu egois, melakukan apa yang mereka mau tanpa memikirkan kami yang masih kecil.” Denis menenangkan Aruna yang ikut sedih karena putrinya mengamuk.“Apa kami egois memaksa Dea melakukan sesuatu yang Dea tidak suka?” tanya Tian lembut.Deandra tidak menjawab, walau hatinya protes karena dipaksa berpisah dengan orang yang sudah membuatnya bahagia. Tapi orang itu juga sudah membuat keluarganya menderita. Tiba-tiba Dea menangis karena t
Denis menenangkan Aruna yang menangis, istrinya ini memang cengeng. Ada masalah sedikit saja langsung menangis, perasaannya sangat lembut.“Dea pasti mengerti Sayang, dia hanya belum bisa mengontrol emosi. Tenanglah putrimu itu sangat pengertian.”“Aku gak bisa ninggalin dia kalau begini Mas,” lirih Aruna.“Ya sudah gak papa, aku telpon papa kalau kita gak bisa pulang malam ini. Jangan dijadikan beban pikiran.” Denis menopangkan dagu di atas kepala Aruna."Mommy, maafin Dea sudah marah-marah." Ucap Deandra dari depan pintu, gadis itu menyempil diantara pasangan yang tengah berpelukan.Denis tersenyum geli membersihkan bekas air mata di pipi Dea lalu mengecupnya, "putri Daddy ini kenapa suka marah-marah, hm.""Dea takut kalian tinggalkan," ucap Dea pelan."Kalau takut, ikut Daddy sama Mommy ya ke rumah kakek?" Ajak Denis."Nanti siapa yang menemani Buba dan adek kalau Daddy Tian kerja. Apalagi Buba lagi sakit. Pergilah, Dea sudah gak marah lagi." Ujarnya sangat dewasa, tidak seperti De
"Baby," panggil Azmi lembut. Dia sangat merindukan gadis kecilnya ini."Om kenapa bisa di sini?" Gumam Dea masih dengan mata terpejam."Kangen kamu Baby," Azmi masuk dalam selimut Dea. "Tidurlah, Om peluk." Katanya sambil tersenyum membawa Deandra dalam dekapan hangatnya. Deandra merasakan orang yang memanggilnya itu nyata. Tapi matanya masih terpejam, tidak mungkin orang yang sangat dirindukannya itu datang.Gadis itu tertidur semakin nyenyak, apalagi ada yang mengelus-elus punggungnya."Cepat besar Sayang biar ikut Om," Azmi tidak berhenti menciumi pipi Dea. Sungguh dia sangat tergila-gila pada putri kecil Tian ini."Baby, masih bisa dengar Om?" Tanya Azmi sambil mendusel-dusel leher Dea. Sesekali memberikan gigitan lembut di sana tapi tidak sampai menimbulkan bekas."Geli Om, jangan gelitiki Dea." Seru Dea sambil tertawa kecil, merasa sangat bahagia karena bisa merasakan perasaan itu lagi. Dia merasa dipenuhi dengan cinta."Yang mana geli Sayang?" Goda Azmi, tidak menghentikan keu
Deandra hanya menangis dalam diam, Rina memeluk cucunya membawa ke kamar. Sementara Ressa menyusul suaminya yang sedang kesetanan."Dea tau, apa yang Dea lakukan sama orang dewasa itu tidak pantas." Nasehat Rina lembut masih memeluk cucu kesayangannya."Dea gak tau Om datang Nek, waktu Dea terbangun badan Dea sudah panas dingin gak bisa nolak." Ucap Dea polos sambil menahan tangis. Bukan dia yang meminta orang dewasa itu untuk datang."Itu namanya nafsu Sayang, makanya perempuan dan laki-laki yang belum menikah tidak boleh berdekatan. Karena bisa menghadirkan nafsu yang tidak terkendali," jelas Rina.Deandra mengangguk saja, dia sedang tidak ingin mendengarkan apapun. "Dea pamit sekolah dulu Nek.""Berangkat sama siapa Sayang?" "Dea bisa naik ojek kok Nek," jawabnya sambil tersenyum mengambil tas. Ia tidak berniat berangkat ke sekolah, hanya ingin menenangkan diri ke taman.Gadis remaja itu berjalan sambil menangis meng
"Mommy, ada kakak di taman." Pekik Erra melihat Dea duduk sendirian di kursi. Gadis kecil itu menarik tangan mommy-nya mendatangi Deandra."Dea, kenapa sendirian di sini?" Tanya Hira. Putrinya itu merengek ingin bermain di taman pagi-pagi, terpaksa ia membawanya."Mau main di sini aja Tante," jawab Dea sambil tersenyum."Siapa yang marah-marah, Daddy atau Mommy jadi Dea kabur ke sini?" Tanya Hira to the point. Dia tidak percaya dengan ucapan gadis itu."Gak ada yang marah Tante," kekeuh Dea."Tante bisa bedain mana mata yang habis nangis mana yang enggak." Hira mengelus pipi Deandra lembut. Putri Tian itu tidak menjawab, hanya tersenyum."Kakak temani Dea main di kantor Daddy," paksa Erra menarik tangan Dea."Kakak mau di sini aja nunggu Daddy Tian jemput," bohong Dea. Kalau dia ikut pasti sahabat daddy-nya itu akan memberitahu keberadaannya. Dia masih belum siap bertemu sang daddy dan dimarahi lagi."Jangan tak
"Fan, aku gak bisa ke kantor sekarang. Dea pergi dari rumah." Ucap Tian terburu-buru dari seberang telepon setelah mengucap salam."Kenapa?" Tanya Erfan singkat sambil menatap istrinya agar Dea tidak curiga kalau dia yang sedang dibicarakan."Tadi malam Azmi menyelinap masuk ke kamar Dea. Aku memarahinya, pamitnya sama ibu sekolah. Tapi di sekolah tidak ada, aku masih mencarinya.""Hm," Erfan hanya berdehem menjawabnya kemudian mematikan telepon. Di seberang sana Tian berdecak karena tidak biasanya Erfan mematikan teleponnya sepihak."Kenapa Sayang?" Tanya Ressa, mereka masih berada dalam mobil di depan pintu gerbang sekolah Dea."Gak tau, Erfan matiin telepon gitu aja." Kesal Tian, mencoba menelpon lagi tapi malah di reject Erfan. Beberapa menit kemudian masuk notifikasi pesan. Erfan mengirim foto Dea sedang menyuapi Erra makan."Jangan dijemput sekarang!" Isi pesannya, Tian menghela napas lega menyandarkan kepala di j
"Honey, maafin Daddy Sayang sudah membentak kamu. Daddy gak marah sama Dea. Daddy marah dengan diri Daddy sendiri karena gak bisa menjaga Dea." Tian memeluk putrinya dengan rasa bersalah yang menggunung. Denis yang menjemput Deandra dari kantor Erfan saat Aruna pergi ke pasar bersama ibunya. Dia sangat hati-hati agar masalah ini tidak diketahui istrinya itu. Ia meyakinkan Dea kalau Tian sudah tidak marah-marah lagi supaya mau pulang. "Dea yang salah Daddy," Dea memberikan kalungnya pada Tian dengan tangan bergetar. "Buanglah, Dea hanya butuh Daddy." Ucapnya sambil terisak. Tian menatap istrinya yang menggeleng. Ressa tidak tega melihat putrinya patah hati diusia semuda ini."Simpan buat Dea Sayang, sini Daddy pasangkan. Dea tau, Daddy sangat khawatir Dea kenapa-kenapa karena belum mengerti masalah cinta dan pemikiran orang dewasa." Ujar Tian pelan seraya memasangkan kalung itu ke leher Dea. Ia sempatkan melihat foto di liontin, hatiny
"Haid," jawabnya pelan."Oh, ayo Mommy temani ganti di kamarmu."Deandra mengangguk kecil. Aruna paham, putrinya itu baru kedatangan tamu pertama kali tidak memiliki persiapan apapun."Mas, aku temani Dea ke kamar dulu." Ijin Aruna, setelah mengambil stok pembalut di lemarinya.Denis mengangguk, setelah ibu dan anak itu pergi ia menghela napas panjang. Mereka harus memperhatikan Deandra lebih ekstra lagi. Ia takut Azmi tiba-tiba datang menemui Dea lagi dan melakukan hal yang di luar batas."Mommy, perutku sakit." Rengek Dea setelah keluar dari kamar mandi. Ia langsung berbaring di tempat tidur."Mommy ambilkan obat pereda nyeri ya Sayang." Baginya mungkin hal seperti itu sudah biasa setiap tamu bulanan datang. Tapi tidak untuk gadis yang baru menginjak remaja itu."Dea kenapa Ru?" Tanya Tian yang melihat Aruna terburu-buru keluar dari kamar putrinya."Sakit perut Mas karena baru pertama haid," jawab Aruna cepat."Haid?" Tian melongo, putri kecilnya sudah haid. Itu artinya Dea bukan ana
"Mulutnya, gak dikasih saringan!!" Seru Denis geram pada perempuan yang baru brojol itu. Salah-salah itu akan menjadi pemicu perdebatan diantara dengan Tian."Aku bukan kelapa yang harus disaring dulu untuk mendapatkan santannya Denis.""Terserah kau saja, asal kau bahagia." Gumam Denis jengkel."Kenapa jadi sewot sih, cukup ibu hamil yang sensitif. Bapaknya jangan!" Oceh Ressa semakin menjadi-jadi, seperti tidak baru selesai melahirkan."Urus istrimu itu Tian, bikin kesal aja!" Gerutu Denis keluar dari kamar."Hei, aku adik iparmu jangan semena-mena!" Teriak Ressa.Denis mengendikkan bahu tetap pergi dari kamar Tian."Sayang, mulutnya baru dijahit loh, masih bisa nyinyir aja." Tegur Tian dengan kekehan."Maass, kamu gak jelas!""Kalian semua yang gak jelas. Dea jadi pusing!!" Gumam Deandra melerai perdebatan unfaedah itu. Sebenarnya apa yang mereka permasalahkan. Hanya candaan Daddy yang tertukarkan. Kenapa Daddy-nya yang satu itu jadi sewot.***"Kenapa jadi sewot sih, Ressa cuma be
"Daddy, Mommy sakit apa?" Sambut Deandra.Denis baru pulang memeriksa Aruna sesuai saran sang ibu mertua. Pria itu membawa Dea duduk terlebih dahulu sebelum memberitahunya. Ia khawatir anak gadisnya ini merasa terabaikan."Mommy hamil Sayang, Dea gak papa." Ucap Denis pelan menggenggam tangan putrinya."Dea gak papa, malahan senang mau punya adik lagi." Jawab Dea dengan senyuman ceria. Aruna menghela napas lega. Tadi sangat khawatir saat dokter memberitahu kalau dia positif hamil. Ia tidak ingin putrinya itu merasa terasingkan dan dibeda-bedakan kasih sayang saat memiliki anak dari Denis. Mereka sangat menjaga perasaan Deandra."Makasih Sayang, Daddy tetap sayang sama Dea kok." Denis memeluk Dea seraya mengusap punggungnya hangat."I know Daddy," jawabnya dengan senyuman manis. Sekarang ia di kelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya. Hal yang hanya di dapatkannya dari sang ibu selama dua belas tahun ini.Suara bel mengalihkan atensi tiga orang itu, Aruna bergegas membuka
"Kita berpelukannya nanti lagi ya Sayang, Mommy yang sedang butuh Dea sekarang." Tian mengusap puncak kepala anak gadisnya."Bye Daddy, jagain Buba dan adek." Ucap Dea sebelum pergi mengikuti sang nenek dan pengawal ayahnya."Of course, Honey." Tian mengacungkan jempolnya dengan senyuman menawan.***"Hei kenapa menangis?" Aruna menepuk pipi putrinya lembut. Setelah sampai rumah tadi ia langsung ketiduran. Bangun-bangun Dea sudah menangis di sampingnya."Mommy kenapa sakit?" Tanya Deandra pelan."Cuma kecapean Sayang, udah jangan nangis ah. Lihat, kamu diketawain Daddy." Tunjuk Aruna pada sang suami yang senyam senyum sendiri."Daddy emang nakal," Dea memanyunkan bibir cemberut seraya menyeka air mata. Nasib punya ayah dua-duanya usil ya begini."Daddy salah terus deh, kan Daddy gak nyubit kamu kenapa jadi dibilang nakal." Denis sangat gemas dengan putri sambungnya ini, mengunyel-unyel di pipi."Nih buktinya Daddy nakal!!""Daddy sayang sama kamu bukan nakal," Denis terkekeh geli. "M
Denis menggiring istrinya ke kamar mandi. Aruna langsung mengeluarkan isi perutnya di sana. Lelaki itu hanya bisa membantu memijat di tengkuk."Bu, aku bawa Aru pulang dulu ya." Ijin Denis sambil menahan tubuh Aruna yang lemas keluar dari kamar mandi."Iya, kalian hati-hati. Istirahat aja di rumah," sahut Rina menatap putrinya yang sudah pucat."Mommy kenapa?" Tanya Dea khawatir. "Mommy cuma gak tahan nyium baut rumah sakit Sayang, Dea temani Daddy jaga Buba ya." Jawab Aruna sangat pelan."Mommy jangan lupa minum obat," Dea mengingatkan."Iya Sayang," sahutnya dengan anggukan kecil. "Kenapa bau obatnya sampai mobil Mas?" Rengek Aruna di dalam mobil sambil memegangi perutnya yang bergejolak lagi."Gak ada bau obat di mobil ini Sayang," Denis memberikan kresek pada Aruna untuk memudahkan saat muntah lagi."Tapi bau banget, aku tambah pusing. Tolong matiin AC-nya." Denis menurut saja mematikan AC dan membuka kaca mobil sudah seperti diangkot sedia kresek dan AC alami."Tahan sebentar S
Sedang di dalam ruang bersalin Tian mengomel pada Ressa. Pasalnya sang istri itu berjalan bolak-balik di hadapannya. "Sayang, aku pusing lihat kamu mondar-mandir." "Ini biar dedek tau jalan keluar Mas," ujar Ressa. Pembukaannya belum lengkap, Jadi masih menunggu waktunya melahirkan."Sini aku aja yang nunjukin jalan keluarnya Sayang, aku lebih hapal." Sahut Tian, membuat perawat yang berjaga di ruangan itu tersenyum geli."Mas ngomong apaan sih, bikin malu aja." Ucap perempuan yang mau melahirkan itu ketus."Marah-marah terus, ayo tiduran aja nanti kakimu capek." Ressa tetap saja mondar-mandir. Karena tidak mempan dengan ucapan. Tian membuat istrinya itu berhenti mondar-mandir dengan memeluknya."Kamu ini bisa bikin dedek lama keluar loh, Mas.""Enggak, dedek pintar sama Daddy. Sayang cepat keluar ya, jangan bikin Mommy kesakitan." Bisik Tian di perut Ressa. Tidak berapa lama setelah itu Ressa mengeluh perutnya sangat sakit.Bayi yang ada dalam perut Ressa itu patuh pada Tian. Kelua
Mau melangkahkan kaki masuk rumah, semakin dimarahi lagi nanti. Rumah besar juga salah, dia jadi lelah bicara sambil berteriak-teriak."Oke, Daddy Denis yang panggil Daddy. Sekarang kamu langsung ganti baju Sayang, Mommy yang lihat Buba." Sahut Aruna berjalan mendekati putrinya.Istri Denis itu berjalan cepat ke kolam renang, Ressa duduk di kursi memegangi perutnya kesakitan."Ressa tahan sebentar, Denis masih manggil Tian." Aruna mengelus-elus perut Ressa. Dia bingung harus melakukan apa untuk mengurangi rasa sakit di perut Ressa."Mules banget," lirih Ressa sampai berkeringat dingin."Sayang, kita ke rumah sakit." Tanpa babibu Tian langsung menggendong Ressa, Aruna mengikuti di belakang. Dari kolam renang cukup jauh mendatangi halaman depan. Tian membawa beban berat itu sambil ngos-ngosan."Aku bisa jalan Mas, kalau kamu capek gendongnya." Ujar Ressa kasihan melihat Tian kelelahan menggendong tubuhnya yang menggelembung."Diam Sayang, kamu bisa brojol di sini karena kebanyakan bicar
"Daddy, ini Dea lagi sedih loh.""Oh ya, jadi putri Daddy ini lagi sedih. Sedih kenapa Sayang, ayo cerita dulu sama Daddy." Goda Tian sambil menciumi pipi Dea membawanya ke dapur. Karena tadi putrinya itu bilangnya kelaparan. Entah hanya pura-pura atau beneran."Makasih Daddy, ngerti banget kalau Dea lapar. Sekalian suapin ya," ujar gadis remaja itu usil setelah didudukkan Tian di kursi."Of course Honey, Daddy suapin pake centong biar cepat besar." "Boleh di coba," Deandra menarik kedua sudut bibirnya sambil menganga. Gelak tawa keluar dari mulut Tian melihat kelakuan putrinya itu. Tian memasukkan centong ke mulut Dea yang digigit gadis itu. "Astaga, nasi dibuat mainan!!" Tegur Aruna. Deandra cepat melepaskan centong dari mulutnya lalu ikut tertawa bersama sang Daddy."Mas, anaknya diajarin yang baik toh. Masa disuapin pake centong," omel Aruna."Putrimu yang mau disuapin pake centong Ru, sebagai Daddy yang baikkan aku nurut aja." Tian membela diri."Daddy kok Dea sendiri sih yan
"Bukan dedek yang nakal Sayang, tapi Buba-mu yang minta dimanja." Tian mengerling jahil pada sang istri."Buba nangis terus daddy tinggal, terus puasa makan sama bicara juga. Mulai sekarang Daddy gak boleh tinggalin Buba lagi.""Daddy juga gak mau ninggalin Buba, tapi gimana. Gak mungkin Daddy bawa Buba perjalanan jauh Sayang." Tian memberikan pengertian pada anak gadisnya."Apa yang membuat Daddy sangat cinta sama Buba?" Tanya Dea serius. Dia sering cemburu melihat daddy-nya sangat menyayangi ibu sambungnya itu."Cinta kadang tanpa alasan Sayang, kenapa Dea bertanya seperti itu." Tian melirik Ressa, jawaban umum yang dia berikan itu bisa menjebaknya."Kalau suatu saat nanti Dea mencintai seseorang tanpa alasan, apa Daddy akan merestuinya. Walau orang itu sangat Daddy benci."Tian sangat mengerti kemana arah pembicaraan itu. "Jangan pertanyakan itu sekarang Sayang, kan belum terjadi." Ucap Tian tersenyum, pura-pura tidak mengerti dengan ucapan putrinya."Of course Daddy, aku hanya is