"Sayang, maafin Om please." Mohon Azmi mersimpuh di hadapan gadis itu. Deandra membuang wajahnya dengan air mata yang terus berjatuhan. "Azmi lepaskan putriku!!" Teriak Tian, mereka sudah mengepung Azmi bersama pihak kepolisian.Dea mematung melihat sudah banyak orang di sekitarnya. "Om cepat pergi, sebelum polisi menangkap Om." Ucap Dea pelan yang hanya di dengar Azmi."Om gak papa di tangkap asal kamu memaafkan Om, Sayang." Azmi membelai lembut rambut Deandra."Rupanya kau sudah tergila-gila dengan putriku, Azmi!!" Tian tersenyum miring, menarik pelan putrinya dalam pelukan.Azmi tidak menjawab. Dia terjebak, karena perasaannya pada gadis kecil ini kebebasannya dipertaruhkan. Dua orang polisi membawanya berdiri dan memegang di masing-masing tangannya."Daddy jangan tangkap Om please," mohon Deandra pada sang ayah dengan air mata yang tidak berhenti mengalir."Dia pantas mendapatkannya Sayang, jangan bela penjahat yang
Ressa mengejar Deandra yang berlari ke kamar sambil menangis. Gadis remaja itu merasakan patah hati disaat cintanya mulai bersemi."Sayang," Ressa memeluk putrinya yang menangis sesenggukan di sudut kamar."Saat kita jatuh cinta, kadang semuanya tidak berjalan mulus. Ada yang bertepuk sebelah tangan, ada yang terhalang jarang, ada yang tidak direstui. Dea masih sangat muda untuk mengalami semua itu dan menangisi semua ini.""Buba, apa yang Dea rasakan ini cinta? Dada Dea sesak," lirih gadis remaja itu."Mungkin itu cinta, tapi bukan cinta yang seperti daddy berikan pada Dea. Itu cinta antar lawan jenis, Dea masih terlalu muda untuk merasakan semua itu Sayang.""Honey," Tian ingin marah pada putrinya yang sangat berani mengekspresikan perasaan pada orang dewasa. Tapi dia tidak tega memarahinya."Maaf Dea ambil jam tangan Daddy," aku Deandra."Jangan dipikirkan Honey, tapi nanti kalau mau ngasih orang hadiah tanya Daddy du
"Sayang, makan dulu." Bujuk Tian pada putrinya yang hari ini tidak mau keluar kamar. Gadis itu jadi lebih pendiam selama semingguan ini."Mommy sedih kalau Dea terus seperti ini," Tian membawa Deandra dalam pelukan. "Apa kasih sayang yang Daddy berikan kurang buat Dea. Daddy akan turuti apapun yang Dea minta.""Dea mau menjenguk Om ke penjara," pinta Dea. Dia hanya ingin melihat pria dewasa yang sudah membuat hatinya berbunga-bunga itu."Sayang!""Daddy bilang mau menuruti apa yang Dea maukan, Om gak pernah menolak apa yang Dea mau. Om gak pernah jahat sama Dea," sebut Dea."Baiklah, ayo kita jenguk Om." Ucap Tian menyetujui. Dia akan membuat Azmi dipindahkan dari kota ini setelahnya.Deandra segera bangkit mencuci wajahnya ke kamar mandi. Tian menarik napas lelah, putrinya ini tidak bisa dibantah. Ressa menepuk bahu sang suami, "sabar Sayang.""Aku gak bisa melihat wajahnya Honey, biar Denis yang menemani Dea
"Kalian ini ya mau datang sesuka hati, gak bilang-bilang dulu. Bibi bisa masak banyak kalau kalian mau ke sini." Sesampainya di rumah ibu Jeri, mereka di sambut celotehan perempuan paruh baya itu. "Siapa Bu, ada tamu malah diomeli?" Teriak Jeri dari ruang tengah. "Kakakmu datang gak bilang-bilang," katanya seraya mengajak tamunya masuk. "Dea cuma mau numpang berenang Bi, Jeri temani keponakanmu ini berenang!!" Perintah Tian pada adik sepupunya. "Sini dulu Sayang, kita nyemil yang banyak baru berenang, biar gak kelaparan." Jeri menarik Deandra duduk di sampingnya lalu mencium di pipi. "Apa rasanya sama seperti Om Azmi menciummu?" Pancing Jeri sambil berbisik, Dea menggeleng pelan. Fix keponakannya ini sudah jatuh cinta dengan lelaki brengsek itu. "Suatu hari nanti Dea akan menemukan laki-laki yang tulus mencintai Dea tanpa memandang siapa Dea, seperti Daddy Tian mencintai Buba. Atau Daddy Denis mencintai Mommy." Nasehat Jeri
"Gak boleh nolak," Denis menarik gadis itu lalu membawanya berenang ke tengah sambil tertawa."Daddy curang!!" Teriak Dea ikut tertawa.Tian jadi semakin risau atas apa yang Jeri ucapkan tadi."Ada apa?" Tanya Ressa yang dapat merasakan kegelisahan suaminya."Aku mau cerita tapi kamu janji jangan marah," ucap Tian pelan."Emang ada apa?" Ressa mengernyit mendengar kalimat yang Tian ucapkan."Aku takut," lirih Tian. "Dea bukan anak kecil lagi Sayang. Pantas saja Azmi tergila-gila padanya.""Kita tidak bisa membawanya tidur bersama lagi," lanjut Tian. Ressa bisa mengerti, Tian tidak pernah menemani Dea dari kecil. Jadi ingin memperlakukannya seperti anak kecil. Tapi ternyata putrinya itu lebih cepat dewasa sebelum waktunya."Bagaimana aku memberitahunya agar tidak merasa diabaikan.""Kita kasih tau pelan-pelan Sayang," Ressa menenangkan suaminya. Tian menarik Ressa dalam pelukan. "Kamu
"Sayang, apa Dea marah kalau Daddy gak menemani Dea tidur?" Tanya Tian hati-hati saat mendatangi kamar putrinya sendirian."Kenapa, Daddy mau tidur sama Buba?" Tanya Dea sedikit tersentil, karena harus dia yang selalu mengalah. Apalagi sejak mommy menikah dengan Dad Denis, dia jarang ditemani."Daddy baru membaca satu hadist, yang bunyinya begini. Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukan shalat bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka. Dea mau bantu Daddy, agar bisa menjadi Daddy yang baik dan membawa kalian ke surga kelak." Ucap Tian dengan bahasa halus agar putrinya tidak merasa terabaikan."Daddy sadar, putri Daddy ini bukan anak kecil lagi. Kalau Daddy gak menemani Dea tidur, bukan berarti Daddy gak sayang sama Dea. Daddy sayang banget sama Dea." Tian mengusap-usap belakang kepala Deandra dan mengecupnya.Dea mengangguk pelan, percuma membantah. Dia rindu lelaki dewasa yang tanpa
"Ayo duduk, tunggu Daddy masakin dulu," Tian menarik kursi untuk putrinya lalu melanjutkan memasak.Meskipun tidak secekatan chef restoran bintang lima, tapi bolehlah seorang Ardiya Tiandra memasak di dapur. Setelah selesai, ia memindahkan nasi ke piring lalu duduk di antara anak dan istrinya. "Bubamu lagi manja Sayang, jangan cemburu ya." Tian menegakkan tubuh Ressa, menepuk-nepuknya di pipi. "Sayang, ayo makan."Ressa membuka makan sedikit, menyandarkan kepala di bahu suaminya. Tian menyuapi Dea lebih dulu. Sambil memberikan usapan di kepala."Wah, wah. Lagi manja dua-duanya nih," seloroh Denis yang mencium aroma nasi goreng di dapur."Buka mulutnya Sayang," Tian tidak menanggapi ucapan Denis, sibuk mengurus istrinya. Ressa membuka mulut sedikit, lelaki itu berdecak menyuapkan nasi goreng dengan pelan ke mulut istrinya."Lagi," gumam Ressa masih dengan mata terpejam. Tian menyuapi sampai habis setengah piring baru Ressa minta berhenti. Lelaki itu kembali menyandarkan Ressa ke bahun
"Sayang minum dulu ini tehnya biar perutnya hangat." Tian membantu Ressa bangun dan minum teh, lalu menyuapi roti. Baru tertelan satu suapan Ressa sudah mual. Perempuan itu berlari ke kamar mandi. Tian mengikuti, memijati tengkuknya. Ia sangat yakin kalau istrinya ini sedang berbadan dua."Mau tinggal berdua dulu Sayang, biar aku bisa fokus sama kamu." Ressa menggeleng pelan, "kasihan Dea Mas. Dia butuh kamu selalu di sampingnya," jawabnya pelan. Tian memeluk tubuh Ressa yang lemas sambil mengelus di perut. "Sayang pintar-pintar sama Mommy di dalam ya," gumamnya."Kamu yakin banget aku hamil," Ressa menyandarkan kepalanya dengan nyaman. Posisi seperti ini membuatnya lebih tenang."Siapa lagi yang suka membuat Mommy selalu lapar kalau bukan adek, Sayang." Jawab Tian dengan binar bahagia."Jangan terlalu berlebihan menunjukkan kebahagiaanmu di depan Dea, Sayang. Jangan sampai dia berpikir kamu lebih mencintai anak kita ini." Gumam Ressa lemah.Tian mengangguk mengecup bibir Ressa sin
"Haid," jawabnya pelan."Oh, ayo Mommy temani ganti di kamarmu."Deandra mengangguk kecil. Aruna paham, putrinya itu baru kedatangan tamu pertama kali tidak memiliki persiapan apapun."Mas, aku temani Dea ke kamar dulu." Ijin Aruna, setelah mengambil stok pembalut di lemarinya.Denis mengangguk, setelah ibu dan anak itu pergi ia menghela napas panjang. Mereka harus memperhatikan Deandra lebih ekstra lagi. Ia takut Azmi tiba-tiba datang menemui Dea lagi dan melakukan hal yang di luar batas."Mommy, perutku sakit." Rengek Dea setelah keluar dari kamar mandi. Ia langsung berbaring di tempat tidur."Mommy ambilkan obat pereda nyeri ya Sayang." Baginya mungkin hal seperti itu sudah biasa setiap tamu bulanan datang. Tapi tidak untuk gadis yang baru menginjak remaja itu."Dea kenapa Ru?" Tanya Tian yang melihat Aruna terburu-buru keluar dari kamar putrinya."Sakit perut Mas karena baru pertama haid," jawab Aruna cepat."Haid?" Tian melongo, putri kecilnya sudah haid. Itu artinya Dea bukan ana
"Mulutnya, gak dikasih saringan!!" Seru Denis geram pada perempuan yang baru brojol itu. Salah-salah itu akan menjadi pemicu perdebatan diantara dengan Tian."Aku bukan kelapa yang harus disaring dulu untuk mendapatkan santannya Denis.""Terserah kau saja, asal kau bahagia." Gumam Denis jengkel."Kenapa jadi sewot sih, cukup ibu hamil yang sensitif. Bapaknya jangan!" Oceh Ressa semakin menjadi-jadi, seperti tidak baru selesai melahirkan."Urus istrimu itu Tian, bikin kesal aja!" Gerutu Denis keluar dari kamar."Hei, aku adik iparmu jangan semena-mena!" Teriak Ressa.Denis mengendikkan bahu tetap pergi dari kamar Tian."Sayang, mulutnya baru dijahit loh, masih bisa nyinyir aja." Tegur Tian dengan kekehan."Maass, kamu gak jelas!""Kalian semua yang gak jelas. Dea jadi pusing!!" Gumam Deandra melerai perdebatan unfaedah itu. Sebenarnya apa yang mereka permasalahkan. Hanya candaan Daddy yang tertukarkan. Kenapa Daddy-nya yang satu itu jadi sewot.***"Kenapa jadi sewot sih, Ressa cuma be
"Daddy, Mommy sakit apa?" Sambut Deandra.Denis baru pulang memeriksa Aruna sesuai saran sang ibu mertua. Pria itu membawa Dea duduk terlebih dahulu sebelum memberitahunya. Ia khawatir anak gadisnya ini merasa terabaikan."Mommy hamil Sayang, Dea gak papa." Ucap Denis pelan menggenggam tangan putrinya."Dea gak papa, malahan senang mau punya adik lagi." Jawab Dea dengan senyuman ceria. Aruna menghela napas lega. Tadi sangat khawatir saat dokter memberitahu kalau dia positif hamil. Ia tidak ingin putrinya itu merasa terasingkan dan dibeda-bedakan kasih sayang saat memiliki anak dari Denis. Mereka sangat menjaga perasaan Deandra."Makasih Sayang, Daddy tetap sayang sama Dea kok." Denis memeluk Dea seraya mengusap punggungnya hangat."I know Daddy," jawabnya dengan senyuman manis. Sekarang ia di kelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayanginya. Hal yang hanya di dapatkannya dari sang ibu selama dua belas tahun ini.Suara bel mengalihkan atensi tiga orang itu, Aruna bergegas membuka
"Kita berpelukannya nanti lagi ya Sayang, Mommy yang sedang butuh Dea sekarang." Tian mengusap puncak kepala anak gadisnya."Bye Daddy, jagain Buba dan adek." Ucap Dea sebelum pergi mengikuti sang nenek dan pengawal ayahnya."Of course, Honey." Tian mengacungkan jempolnya dengan senyuman menawan.***"Hei kenapa menangis?" Aruna menepuk pipi putrinya lembut. Setelah sampai rumah tadi ia langsung ketiduran. Bangun-bangun Dea sudah menangis di sampingnya."Mommy kenapa sakit?" Tanya Deandra pelan."Cuma kecapean Sayang, udah jangan nangis ah. Lihat, kamu diketawain Daddy." Tunjuk Aruna pada sang suami yang senyam senyum sendiri."Daddy emang nakal," Dea memanyunkan bibir cemberut seraya menyeka air mata. Nasib punya ayah dua-duanya usil ya begini."Daddy salah terus deh, kan Daddy gak nyubit kamu kenapa jadi dibilang nakal." Denis sangat gemas dengan putri sambungnya ini, mengunyel-unyel di pipi."Nih buktinya Daddy nakal!!""Daddy sayang sama kamu bukan nakal," Denis terkekeh geli. "M
Denis menggiring istrinya ke kamar mandi. Aruna langsung mengeluarkan isi perutnya di sana. Lelaki itu hanya bisa membantu memijat di tengkuk."Bu, aku bawa Aru pulang dulu ya." Ijin Denis sambil menahan tubuh Aruna yang lemas keluar dari kamar mandi."Iya, kalian hati-hati. Istirahat aja di rumah," sahut Rina menatap putrinya yang sudah pucat."Mommy kenapa?" Tanya Dea khawatir. "Mommy cuma gak tahan nyium baut rumah sakit Sayang, Dea temani Daddy jaga Buba ya." Jawab Aruna sangat pelan."Mommy jangan lupa minum obat," Dea mengingatkan."Iya Sayang," sahutnya dengan anggukan kecil. "Kenapa bau obatnya sampai mobil Mas?" Rengek Aruna di dalam mobil sambil memegangi perutnya yang bergejolak lagi."Gak ada bau obat di mobil ini Sayang," Denis memberikan kresek pada Aruna untuk memudahkan saat muntah lagi."Tapi bau banget, aku tambah pusing. Tolong matiin AC-nya." Denis menurut saja mematikan AC dan membuka kaca mobil sudah seperti diangkot sedia kresek dan AC alami."Tahan sebentar S
Sedang di dalam ruang bersalin Tian mengomel pada Ressa. Pasalnya sang istri itu berjalan bolak-balik di hadapannya. "Sayang, aku pusing lihat kamu mondar-mandir." "Ini biar dedek tau jalan keluar Mas," ujar Ressa. Pembukaannya belum lengkap, Jadi masih menunggu waktunya melahirkan."Sini aku aja yang nunjukin jalan keluarnya Sayang, aku lebih hapal." Sahut Tian, membuat perawat yang berjaga di ruangan itu tersenyum geli."Mas ngomong apaan sih, bikin malu aja." Ucap perempuan yang mau melahirkan itu ketus."Marah-marah terus, ayo tiduran aja nanti kakimu capek." Ressa tetap saja mondar-mandir. Karena tidak mempan dengan ucapan. Tian membuat istrinya itu berhenti mondar-mandir dengan memeluknya."Kamu ini bisa bikin dedek lama keluar loh, Mas.""Enggak, dedek pintar sama Daddy. Sayang cepat keluar ya, jangan bikin Mommy kesakitan." Bisik Tian di perut Ressa. Tidak berapa lama setelah itu Ressa mengeluh perutnya sangat sakit.Bayi yang ada dalam perut Ressa itu patuh pada Tian. Kelua
Mau melangkahkan kaki masuk rumah, semakin dimarahi lagi nanti. Rumah besar juga salah, dia jadi lelah bicara sambil berteriak-teriak."Oke, Daddy Denis yang panggil Daddy. Sekarang kamu langsung ganti baju Sayang, Mommy yang lihat Buba." Sahut Aruna berjalan mendekati putrinya.Istri Denis itu berjalan cepat ke kolam renang, Ressa duduk di kursi memegangi perutnya kesakitan."Ressa tahan sebentar, Denis masih manggil Tian." Aruna mengelus-elus perut Ressa. Dia bingung harus melakukan apa untuk mengurangi rasa sakit di perut Ressa."Mules banget," lirih Ressa sampai berkeringat dingin."Sayang, kita ke rumah sakit." Tanpa babibu Tian langsung menggendong Ressa, Aruna mengikuti di belakang. Dari kolam renang cukup jauh mendatangi halaman depan. Tian membawa beban berat itu sambil ngos-ngosan."Aku bisa jalan Mas, kalau kamu capek gendongnya." Ujar Ressa kasihan melihat Tian kelelahan menggendong tubuhnya yang menggelembung."Diam Sayang, kamu bisa brojol di sini karena kebanyakan bicar
"Daddy, ini Dea lagi sedih loh.""Oh ya, jadi putri Daddy ini lagi sedih. Sedih kenapa Sayang, ayo cerita dulu sama Daddy." Goda Tian sambil menciumi pipi Dea membawanya ke dapur. Karena tadi putrinya itu bilangnya kelaparan. Entah hanya pura-pura atau beneran."Makasih Daddy, ngerti banget kalau Dea lapar. Sekalian suapin ya," ujar gadis remaja itu usil setelah didudukkan Tian di kursi."Of course Honey, Daddy suapin pake centong biar cepat besar." "Boleh di coba," Deandra menarik kedua sudut bibirnya sambil menganga. Gelak tawa keluar dari mulut Tian melihat kelakuan putrinya itu. Tian memasukkan centong ke mulut Dea yang digigit gadis itu. "Astaga, nasi dibuat mainan!!" Tegur Aruna. Deandra cepat melepaskan centong dari mulutnya lalu ikut tertawa bersama sang Daddy."Mas, anaknya diajarin yang baik toh. Masa disuapin pake centong," omel Aruna."Putrimu yang mau disuapin pake centong Ru, sebagai Daddy yang baikkan aku nurut aja." Tian membela diri."Daddy kok Dea sendiri sih yan
"Bukan dedek yang nakal Sayang, tapi Buba-mu yang minta dimanja." Tian mengerling jahil pada sang istri."Buba nangis terus daddy tinggal, terus puasa makan sama bicara juga. Mulai sekarang Daddy gak boleh tinggalin Buba lagi.""Daddy juga gak mau ninggalin Buba, tapi gimana. Gak mungkin Daddy bawa Buba perjalanan jauh Sayang." Tian memberikan pengertian pada anak gadisnya."Apa yang membuat Daddy sangat cinta sama Buba?" Tanya Dea serius. Dia sering cemburu melihat daddy-nya sangat menyayangi ibu sambungnya itu."Cinta kadang tanpa alasan Sayang, kenapa Dea bertanya seperti itu." Tian melirik Ressa, jawaban umum yang dia berikan itu bisa menjebaknya."Kalau suatu saat nanti Dea mencintai seseorang tanpa alasan, apa Daddy akan merestuinya. Walau orang itu sangat Daddy benci."Tian sangat mengerti kemana arah pembicaraan itu. "Jangan pertanyakan itu sekarang Sayang, kan belum terjadi." Ucap Tian tersenyum, pura-pura tidak mengerti dengan ucapan putrinya."Of course Daddy, aku hanya is