"Apa aku boleh pulang? Ada hal sangat penting yang harus aku lakukan. Seseorang menungguku." Tatapan Jovan serius."Apa kamu punya kekasih?" Kanigara menebak hampir tepat.Jovan membulatkan matanya. "Tidak, dia hanya seseorang dalam tanggung jawabku saja.""Pergilah!"Jovan langsung berbalik, dan melangkah cepat."Lihat Rey, anak itu juga punya wanita. Hatinya terikat pada seseorang. Apa kamu tidak tertarik pada wanita?" Kanigara terkekeh."Saya masih ingin di sisi Anda, Ketua.""Rey, kamu perketat penjagaan makam Addy."Rey menganguk.-Jovan melaju cepat, melesat membelah kegelapan."Berani dia bertingkah! Awas, kamu." Menekan roda stir.[Jo, aku akan pulang sama Direktur saja. Kamu tidak udah menjemput.]Pesan dari Ayana, yang membuat darah Jovan mendidih seketika.Tidak selang lama, Jovan telah tiba di depan restauran, tapi belum waktunya jam pulang karyawan.Jovan menepi. Dia melihat arloji. "Sebentar lagi." Terus menatap arah pintu keluar karyawan. Jovan memainkan jarinya.Berka
Jovan tersentak. "Jo, sepertinya kita dikepung."Jovan menyudahi drama hatinya. Dia menarik nafas panjang. "Kita menyingkir pelan." Jovan dan Vincent saling angguk. Mereka berjalan dengan berjongkok pelan, menjauh dari makam itu.Sorot cahaya dari berbagai arah mempersulit gerakan mereka.Jovan dan Vincent bahkan agak menunduk."Itu mereka!" teriak salah satunya.Jovan dan Vincent cepat berguling mencari tempat aman."Kita lawan mereka, Jo.""Mereka pasti anak buat Kanigara. Lihatlah dari pakaian mereka.""Seketat ini, dia menjaga makam papa kamu, Jo. Kamu harus senang, tapi tidak untuk saat ini. Kita lawan mereka, aku malas berjongkok lama di semak.""Siapa takut, aku juga harus segera ke rumah sakit."Jovan dan Vincent beranjak. Yang pasti dengan topi dan masker."Hey bocah, kami di sini!" teriak Vincent."Itu mereka!" seruan, disusul serbuan.Jovan dan Vincent berlari menggiring ke tanah lapang.Jovan dan Vincent berdiri saling membelakangi. Mereka dikepung sekitar 10 orang.Tan
Di lantai bawah. Arabella tersenyum dengan mata binar. Akhirnya dia mendapati Jovan kembali."Hay, Jo. Kamu tampan sekali." Arabella mendekat, dia meraih lengan Jovan, tapi Jovan menghindar."Maaf, sebaiknya Anda bersikap baik.""Jo!" Menghentak kaki kesal. "Jo, temani aku di pesta punya teman akhir pekan nanti.""Setiap akhir pekan Anda selalu sibuk ke pesta, mungkin lain kali akhir pekan." Jovan berlalu.Rey turun. "Jo, kamu ditunggu ketua di ruangannya. Kenapa kamu terlambat?""Aku punya urusan. Jika ada masalah aku bisa pergi."Rey mendengkus, dia selalu kalah argumen.Jovan masuk ke ruang kerja Kanigara."Maaf, aku terlambat." Jovan mendekat.Kanigara tersenyum. "Kamu pasti belum sarapan. Apa temanmu baik-baik saja?"Jovan mendesah. "Bisakah aku bergerak bebas dari Anda?""Jangan berpikir lebih, aku hanya memastikan kalau kamu baik-baik saja." Lalu, mengambil gagang telepon. Menekan tombol. "Bawa sarapan ke ruang kerja!""Aku tidak lapar, kemana jadwal Anda hari ini?""Tenang, ha
"Sekretaris?" Ayana malah nyengir ngeri. Jelas, dia paham kemampuan dirinya sendiri.Tiga pria lain menyusul duduk di sofa. Kepo. Mereka duduk tegap di seberang Martin."He ... Direktur. Saya nyerah kalau kerja pakai jurus mikir. Otak saja terbatas, saya sangat yakin jika saya tidak akan mampu," jelas Ayana."Benar, dia tidak akan mampu." Brox mengacungkan jari."Jangan memaksakan posisi yang tidak sesuai." Leo tersenyum dengan sorot mata menekan pada Martin."Kekuasaan tidak selamanya berlaku. Silahkan jika Anda ingin pekerjaan berantakan." Robin ikut bicara."Aku akan mengajarimu. Jangan dengarkan mereka. Jika kamu terus membatasi diri, kapan kamu akan berkembang?" Martin memaksa pelan.Otak Ayana tersentak. "Anda benar, Direktur. Kapan saya jadi pintar kalau tidak mau belajar. Kalau begitu, saya mau belajar jadi sekretaris." Meyakinkan diri, dalam pikirannya, dia tak mau terus dipandang rendah Jovan.Martin menarik dua sudut bibirnya, seraya melirik tiga pria itu."Sebaiknya kamu t
One Light Restaurant.Jovan berdiri di sisi Arabella. Berkali-kali dia mengeram sesal. Bagiamana jika Ayana melihatnya?Suara riuh sudah terdegar dari arah luar.Mereka menggunakan dua lantai untuk berpesta."Ayo, Jo." Arabella berusaha meraih lengan Jovan, tapi belum berhasil."Silahkan berjalan di depan." Jovan mengangkat tangan rendah. Namun, sorot matanya tajam pada Arabella."Jo, jangan membuatku malu. Berpura-puralah untuk malam ini saja.""Tidak harus bergandeng tangan. Aku bisa berdiri di sisimu saja.""Jangan jauh-jauh!"Jovan menganguk.Arabella dan Jovan memasuki Restaurant."Hey semuanya!" seru Arabella mengangkat tangan."Siapa, Bel. Baru?""Bagaimana, apa kita cocok?" Arabella tersenyum menoleh Jovan."Aku iri padamu, dari mana kamu mendapat pria tampan, cool mempesona seperti itu?"Arabella melingkarkan tangan di lengan Jovan. Jovan hendak menolak. 'Aku akan bilang pada papa, kamu mangkir tugas,' bisiknya.Jovan mengeram."Yang pasti, dia hanya untukku." Arabella tersen
"Ayana!" seru Jovan.Ayana menatap Jovan dan ponselnya bergantian. Wajah Jovan yang jelas terlihat marah dan deringan itu, Ayana bingung bertindak."Turun!" Jovan mengeratkan rahangnya.Ponsel itu belum berhenti berdering. Karena Ayana masih marah pada Jovan, Ayana nekat mengangkat panggilan dari Matin.Jovan membelalak kesal, saat melihat Ayana menggeser tanda terima panggilan.Panggilan tersambung. Ayana memutar badan membelakangi Jovan."Ayana, apa kamu tidak terluka? Manajer bilang kamu tidak ada di restoran saat ini."Jovan mendengar jelas, dadanya bergemuruh. Dia sangat ingin menghajar Martin saat ini. Tangannya mengepal kuat "Saya baik-baik saja. Teman saya sudah menjemput pulang, maaf."Terdengar desahan lega dari sana. "Syukurlah. Aku akan kembali secepatnya. Jika kamu ada keluhan sakit, kamu pergi periksa, semua biaya biar aku yang tanggung.""Tidak perlu, saya tidak terluka. Maaf, saya sudah melakukan kesalahan.""Tidak masalah, kamu pemula."Jovan tidak tahan. Dia meraih
Jovan tidak menduga, jika akan ada hal konyol semacam ini. Dia seolah terjebak katanya sendiri."Aku tidak pantas menjadi pendamping Nona muda ini. Silahkan membuat porsi hukuman yang sesuai. Aku seorang pengawal. Jika ada kesalahan, pukulan akan lebih sesuai."Kanigara terkekeh. "Kamu tidak punya wewenang dalam hal ini. Sudah kubilang. Anakku yang kamu sepelekan yang akan menentukan harga kecerobohanmu."Jovan tak menyahut."Pa, aku tetap mau Jovan jadi kekasihku," rengek Arabella."Berikan hukuman terkait pekerjaan, bukan privasi. Kamu jangan melewati batas privasi Jovan, Bell!" kesal Bastian."Ini resikonya, kenapa dia pergi meninggalkan tugas di saat keadaan bahaya," sahut Arabella."Hukuman itu tidak cocok untuk kesalahan pengawalan. Kamu jangan memanfaatkan keadaan. Jovan punya privasi, kita harus menghargai itu." Bastian bersungut."Aku tidak peduli!" kesal Arabella."Bagaimana, Jo?" tanya Kanigara."Aku mengerti kesalahanku, tapi aku juga punya batas privasi. 10 hari, sepertin
Kali ini Brox yang menjemput Ayana. Di dalam mobil, Ayana memainkan tangannya, dia gelisah."Apa Jovan sudah pulang? Dia tidak ada di tempat kita, kan?""Jovan sudah ada di sana sejak tadi."Ayana bersandar meringsut. "Apa yang terjadi? Jangan bilang kamu melakukan kesalahan lagi.""Tidak tahu."Mereka tiba di apartemen. Ayana ragu masuk ke dalam."Apa kamu akan berdiri di sini sampai pagi?"Brox membuka pintu. Ayana masuk berjalan kaku."Jo, dia hampir tidak mau masuk karena ada kamu di sini," seloroh Brox begitu saja.Ayana membulatkan mata. "Siapa yang takut padanya. Aku hanya malas bertemu saja." Ayana masih berdiri.Jovan berdiri, dia menarik tangan Ayana membawa ke balkon."Kenapa membawaku kemari?" Ayana membuang muka."Apa kamu masih marah padaku?"Mata Ayana berkaca, dia menunduk."Jangan menangis. Katakan saja apa yang ada dihatimu. Kamu juga boleh memukulku sekarang."Ayana menggeleng.Jovan memeluknya. "Sudah kubilang jangan menangis. Aku punya alasan untuk melakukannya.
Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b
"Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang
Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S
Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil
Berangkat dengan beberapa mobil. Mereka menempuh jarak sekitar 1 jam. Hingga tiba di sebuah tempat di tengah bangunan tinggi. Dari depan tidak terlalu ramai dan tidak ada penjaga di pintu depan. Hanya tertulis tempat karaoke biasa. "Anak buahku sudah berjaga mengepung. Kita masuk!" ucap Rey.Mereka memakai pakaian serba hitam tanpa identitas. Masuk pintu utama, baru ada penjaga yang duduk sambil bermain kartu."Siapa kalian!" Para penjaga menghadang.Hanya tiga pria kekar. Adu hantam tidak memakan waktu lama.Masuk ke pintu kedua, melewati lorong gelap."Ini bukan tempat karaoke, jelas perdagangan wanita malam," ucap Robin."Tapi, di mana tempat parkir dan sebelah mana pintu masuk pelanggan?" bingung Brox."Pasti ada dan akan kita cari!" sahut Leo.Tiba di area dalam. Seperti pusat hiburan para sultan. Meja bertender terbentang panjang. Ada yang memandu karaoke di sana, tapi masih ada lorong-lorong di sana."Ada penyusup!" teriak satu penjaga di dalam.Seketika berhambur mereka yan
Memicing dan begidik, Arabella tidak habis pikir dengan ide Vincent untuk makan di tempat seperti itu."Ini bersih?" bisik Arabella memajukan wajah pada Vincent.Vincent menahan nafas sekian detik, karena tersapu nafas Arabella."Kita serius mau makan tempat ini?" Arabella menoleh pada para pengunjung lain.Vincent agak memundurkan kursi plastik tanpa punggung itu. "Kamu boleh tunggu di mobil kalau tidak mau makan," ucap Vincent.Terdengar desahan kesal dari Arabella.Makanan datang. Aneka olahan seafood yang menggunggah selera. Vincent memesan lumayan banyak.Vincent memakai sarung tangan plastik. Dia mengambil lobster dan menyuapi Arabella."Coba dulu baru komentar. Jangan terbiasa membuat kesimpulan tanpa mengetahui isi masalah."Arabella menerima suapan yang agak dipaksa itu. Mengunyah pelan dengan merasakan ...."Lumayan!" Arabella kini memakai sarung tangan plastik dan segera merebut makanan itu.Pedas enak. Arabella dan Vincent menikmati sambil tertawa dan berebut."Vinc!" ser
Anak Tuan Kanigara jadi karyawan biasa? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam pikiran para karyawan saat Vincent mengantar Arabella ke meja kerjanya."Pak, Vincent.""Pak, Vinc."Banyak yang menyapa Vincent dengan senyum ramah. Namun, Vincent tetap berwajah datar.Tidak dengan Arabella. Dia mencebik dan mengumpat dalam hati."Ini meja kerjamu, soal tugas pekerjaanmu akan dijelaskan oleh manajer nanti. Aku pergi dulu, di luar sana sudah ada pengawal yang mengawasimu," jelas Vincent."Nanti makan siang aku ke ruanganmu."Vincent mengangguk, dia pergi."Mana manajernya, cepat bilang apa tugasku!" seru Arabella, tetap saja dia tidak bisa melepas identitas anak petinggi perusahaan ini.Yang katanya manajer malah takut dan sungkan pada Arabella. Dia menjelaskan dengan terbata dan gugup.Suasana ruangan menjadi tegang dan Arabella tidak peduli hal itu, dia hanya ingin cepat naik jabatan jadi manajer dalam waktu satu bulan dan membuat Vincent puas. Arabella fokus pada layar komputernya.Di rum