Kali ini Brox yang menjemput Ayana. Di dalam mobil, Ayana memainkan tangannya, dia gelisah."Apa Jovan sudah pulang? Dia tidak ada di tempat kita, kan?""Jovan sudah ada di sana sejak tadi."Ayana bersandar meringsut. "Apa yang terjadi? Jangan bilang kamu melakukan kesalahan lagi.""Tidak tahu."Mereka tiba di apartemen. Ayana ragu masuk ke dalam."Apa kamu akan berdiri di sini sampai pagi?"Brox membuka pintu. Ayana masuk berjalan kaku."Jo, dia hampir tidak mau masuk karena ada kamu di sini," seloroh Brox begitu saja.Ayana membulatkan mata. "Siapa yang takut padanya. Aku hanya malas bertemu saja." Ayana masih berdiri.Jovan berdiri, dia menarik tangan Ayana membawa ke balkon."Kenapa membawaku kemari?" Ayana membuang muka."Apa kamu masih marah padaku?"Mata Ayana berkaca, dia menunduk."Jangan menangis. Katakan saja apa yang ada dihatimu. Kamu juga boleh memukulku sekarang."Ayana menggeleng.Jovan memeluknya. "Sudah kubilang jangan menangis. Aku punya alasan untuk melakukannya.
Di J Company."Jo, kita akan meeting di luar. Kamu bisa ikut. Kali ini, kita akan bertemu investor hebat. Kamu bisa belajar banyak hal senganya nanti," ujar Kanigara."Apa aku boleh mangkir kali ini? Aku punya urusan sangat penting. Jika aku tidak pergi, aku tidak akan tenang bekerja."Kanigara menatap Jovan dengan lengkungan sisi bibirnya. "Apa kekasihmu merajuk?""Aku tidak punya kekasih, anak Anda tidak masuk dalam kategori itu.""Aku paham, dia hanya ingin bermain denganmu. Aku tanya wanita yang kamu sukai.""Juga bukan hal itu.""Pergilah!" Kanigara melepas Jovan.Jovan menganguk dan pergi. Dia melangkah cepat. Entah kenapa perasaannya tidak tenang.Karyawan baru, baru saja membuat masalah besar, dan kini malah diangkat jadi sekretaris. Pasti akan banyak tekanan dan serangan dari sekitar. Jovan datang ingin menghentikan semuanya.Dia melajukan mobil kencang ke restoran.Di restoran.Ayana telah selesai menyuapi Martin, tapi sangking manjanya Martin Ayana bahkan disuruh mengelap b
Belum ada yang tahu, soal Jovan yang sudah meneriakkan kata hatinya.Di apartemen bawah, Ayana sudah tidur."Jo, sepertinya praduga kita salah dari awal."Jovan menatap nanar, lurus ke depan. Dia dan yang lain baru saja mendengar rekaman itu."Pantas, Kanigara telah menaruh semua barang papanya Jovan selalu sangat sakral. Ternyata karena hubungan mereka yang sangat dekat," ujar Vincent."Untung Jovan belum bertindak sangat jauh," sahut Leo."Lantas apa rencana kita selanjutnya?" tanya Robin."Apa kita akan bertindak menjadi healer untuk Kanigara nantinya?" sahut Brox."Bagaimana, Jo?" Vincent menatap Jovan.Jovan menatap kosong dengan mata berkaca."Jo." Vincent menepuk pundak Jovan.Jovan menarik nafas dan mendesah."Aku akan berusaha menaruh pelacak pada Kanigara, agar kita terus mendapat jejaknya. Aku juga akan sering di sisinya.""Kalau bisa kamu lakukan secepatnya. Dugaanku, Alex akan menyerang secepatnya.""Hem. Pagi ini, aku akan beraksi. Leo, siapkan alatnya, kamu buat senatura
"Kita bergerak. Jangan sampai dia menyentuh Kanigara!" Nafas Jovan menderu.Mobil melaju. Brox di kursi kemudi tancap gas agar bisa cepat menyusul Kanigara."Dari arah jalan, tidak ada yang dia tuju selain makam papamu, Jo. Dia sepertinya sangat menyayangi papamu," jelas Leo.Jovan menggeram, mengepal, dia merutuki dirinya yang salah melangkah sejak awal.Saat mereka sudah dalam arah makan. Jajaran mobil dan motor melaju kencang melewati mereka.Mereka yang menaiki motor berbalut serba hitam."Lebih cepat, Brox!" seru Jovan.Mobil semakin melesat. Hingga tiba di area makam. Ternyata anak buah Alex sebagian sudah siap menyerang."Mereka lumayan banyak. Kita harus hati-hati, pasti mereka membawa senjata," kata Vincent."Aku tidak peduli. Kita turun!" Mereka turun tanpa masker dan topi. Hadir dengan identitas asli. Black Skull, akan menjadi healer untuk Kanigara."Jo, mereka sudah menyerang. Anak buah Kanigara hanya sedikit!" seru Leo.Sudah terdegar suara gaduh riuh di depan. Lebih tepa
Baru malam ini, Martin mendapat informasi apartemen Ayana. Tanpa menunda waktu, dia langsung pergi hendak menemui Ayana. Namun, informan tidak mengatakan dengan siapa Ayana tinggal.Martin tidak menyerah. Dia tahu, jika Ayana ada di dalam. Terus menunggu. Pria itu tidak mau melepas Ayana begitu saja. Hati Martin sudah nyaman dan ingin terikat dengan wanita naif itu."Ayana. Aku tahu kamu di dalam. Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu padamu!" Martin mengetuk pintu keras.Dia juga terus melakukan panggilan telepon pada Ayana, meski tidak diangkat.Di dalam. Ayana duduk meringkuk di sofa. Dia ketakutan pada bayangannya sendiri.Pria dengan wajah memerah mengambil alih kemudi. Brox ada di sisi kemudi."Tenang, Jo!" Jo cemas dengan cara Jovan mengemudi."Diam kamu!" bentak Jovan.Tidak lama tiba di basement apartemen. Jovan berlari cepat."Siapa yang berani mengganggu kekasih orang malam hari!" teriak Jovan.Martin menoleh. Seperti yang dia duga, Jovan akan tiba tidak lama lagi.Jovan mende
Para eksekutif sudah berjajar di pada satu sisi menghadap para karyawan yang dipilih di sana.Masih sedikit gaduh bisikan. Hingga hentakan langkah telah membuat atensi. Jovan berjalan di belakang Rey. Dan ada dua jajar di sisinya yaitu 4 teman Jovan.Para wanita ternganga melihat jajaran pria tampan."Ehem! Perhatian semuanya. Saya mewakili Direktur utama kita, Tuan Kanigara, untuk memberi pengumuman, jika mulai hari ini perusahaan akan dipimpin oleh Andrea Jovan. Tetap fokus pada pekerjaan dan dilarang bertanya hal lain!" Rey berseru lantang. Lalu, menoleh pada Jovan."Tidak ada hal lain. Di sana ada 4 temanku yang akan sering datang. Anggap saja mereka tim kerjaku!" singkat Jovan.Tidak ada hal lain.Aula itu seketika riuh setelah ditinggal Jovan."Wow, kita punya direktur baru tampan.""Tim kerja? Mereka juga tampan semua."Di ruang Kanigara."Pagi ini, aku sudah jadwalkan meeting dengan jajaran direksi," jelas Rey."Hem."Rey geram. Dia dongkol dan malas jika bukan karena perinta
"Rey, kamu urus pernikahan Jovan dan Ayana. Karena setelah menikah, kursi direktur itu akan semakin kokoh," titah Kanigara."Tunggu Rey!" Jovan menahan."Apa yang kamu ragukan, Jo? Apa pacarmu belum siap?""Siap, Om!" seru cepat Ayana.Semua lantas tertawa kecil, kecuali Arabella."Ay-ku sangat siap. Hanya saja, aku belum tenang sebelum meringkus pelaku malam itu.""Om sangat kecewa. Soal itu, jangan sampai menyita banyak pikiran dan waktumu. Kamu bisa perintah Rey sesukamu!"Rey membelakak menahan geram. "Tuan, masa saya jadi kacung Jovan.""Aku juga tidak suka bawahan sepertimu, merepotkan! Kamu bisa jadi temanku saja seperti yang lain!"Rey berdecih.Kanigara tertawa pelan. "Om, ingin mendengar cerita, kenapa bisa kamu menjadi atas nama anak Narapati?""Kakek tua itu yang membesarkanku. Dia sangat khawatir hingga membuat data demikian.""Aku sangat ingin berterima kasih padanya. Tapi, sayang sudah terlambat."Jovan tersenyum tipis, dia jadi ingat kakek Narapati."Apa perlu Om cerit
Apa rasa cinta menurutmu? Bergetar, melayang, seolah ada aliran tidak logis dalam pikiran. Jika ada yang bilang dia bodoh setelah jatuh cinta. Mungkin karena otak tidak selaras dengan hati. Tapi, tetap saja terasa indah meski terlihat konyol.Jovan merasa puas dan senang dengan pengakuan dirinya. Dia tidak perlu lagi bersembunyi dari kata elakan.Ayana merasa ada yang mendesak di area perut bawahnya. Dia bangun malas. Tapi ... dia membelalak. Ayana melihat Jovan ada di kamarnya."Jo van!" Ayana hanya menggerakan bibirnya. Dia memegang dadanya yang hampir meletup karena kaget.Pelan Ayana melepas tangannya dari pegangan Jovan, dia sangat senang, tapi juga kebelet pipis.Ayana menekan bibirnya. Takut Jovan terbangun. Pelan Ayana turun dan melangkah ke kamar mandi.Sekian detik. Mata Jovan terbuka, naluri atau rasa berbeda yang membuat dia terbangun."Ay!" Jovan kaget bingung. Tengah malam, Ayana tidak ada di atas ranjang, padahal tadi masih ada."Ay! Ay! Ayana kamu di mana, Ay?" Jovan
Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b
"Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang
Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S
Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil
Berangkat dengan beberapa mobil. Mereka menempuh jarak sekitar 1 jam. Hingga tiba di sebuah tempat di tengah bangunan tinggi. Dari depan tidak terlalu ramai dan tidak ada penjaga di pintu depan. Hanya tertulis tempat karaoke biasa. "Anak buahku sudah berjaga mengepung. Kita masuk!" ucap Rey.Mereka memakai pakaian serba hitam tanpa identitas. Masuk pintu utama, baru ada penjaga yang duduk sambil bermain kartu."Siapa kalian!" Para penjaga menghadang.Hanya tiga pria kekar. Adu hantam tidak memakan waktu lama.Masuk ke pintu kedua, melewati lorong gelap."Ini bukan tempat karaoke, jelas perdagangan wanita malam," ucap Robin."Tapi, di mana tempat parkir dan sebelah mana pintu masuk pelanggan?" bingung Brox."Pasti ada dan akan kita cari!" sahut Leo.Tiba di area dalam. Seperti pusat hiburan para sultan. Meja bertender terbentang panjang. Ada yang memandu karaoke di sana, tapi masih ada lorong-lorong di sana."Ada penyusup!" teriak satu penjaga di dalam.Seketika berhambur mereka yan
Memicing dan begidik, Arabella tidak habis pikir dengan ide Vincent untuk makan di tempat seperti itu."Ini bersih?" bisik Arabella memajukan wajah pada Vincent.Vincent menahan nafas sekian detik, karena tersapu nafas Arabella."Kita serius mau makan tempat ini?" Arabella menoleh pada para pengunjung lain.Vincent agak memundurkan kursi plastik tanpa punggung itu. "Kamu boleh tunggu di mobil kalau tidak mau makan," ucap Vincent.Terdengar desahan kesal dari Arabella.Makanan datang. Aneka olahan seafood yang menggunggah selera. Vincent memesan lumayan banyak.Vincent memakai sarung tangan plastik. Dia mengambil lobster dan menyuapi Arabella."Coba dulu baru komentar. Jangan terbiasa membuat kesimpulan tanpa mengetahui isi masalah."Arabella menerima suapan yang agak dipaksa itu. Mengunyah pelan dengan merasakan ...."Lumayan!" Arabella kini memakai sarung tangan plastik dan segera merebut makanan itu.Pedas enak. Arabella dan Vincent menikmati sambil tertawa dan berebut."Vinc!" ser
Anak Tuan Kanigara jadi karyawan biasa? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam pikiran para karyawan saat Vincent mengantar Arabella ke meja kerjanya."Pak, Vincent.""Pak, Vinc."Banyak yang menyapa Vincent dengan senyum ramah. Namun, Vincent tetap berwajah datar.Tidak dengan Arabella. Dia mencebik dan mengumpat dalam hati."Ini meja kerjamu, soal tugas pekerjaanmu akan dijelaskan oleh manajer nanti. Aku pergi dulu, di luar sana sudah ada pengawal yang mengawasimu," jelas Vincent."Nanti makan siang aku ke ruanganmu."Vincent mengangguk, dia pergi."Mana manajernya, cepat bilang apa tugasku!" seru Arabella, tetap saja dia tidak bisa melepas identitas anak petinggi perusahaan ini.Yang katanya manajer malah takut dan sungkan pada Arabella. Dia menjelaskan dengan terbata dan gugup.Suasana ruangan menjadi tegang dan Arabella tidak peduli hal itu, dia hanya ingin cepat naik jabatan jadi manajer dalam waktu satu bulan dan membuat Vincent puas. Arabella fokus pada layar komputernya.Di rum