Apa rasa cinta menurutmu? Bergetar, melayang, seolah ada aliran tidak logis dalam pikiran. Jika ada yang bilang dia bodoh setelah jatuh cinta. Mungkin karena otak tidak selaras dengan hati. Tapi, tetap saja terasa indah meski terlihat konyol.Jovan merasa puas dan senang dengan pengakuan dirinya. Dia tidak perlu lagi bersembunyi dari kata elakan.Ayana merasa ada yang mendesak di area perut bawahnya. Dia bangun malas. Tapi ... dia membelalak. Ayana melihat Jovan ada di kamarnya."Jo van!" Ayana hanya menggerakan bibirnya. Dia memegang dadanya yang hampir meletup karena kaget.Pelan Ayana melepas tangannya dari pegangan Jovan, dia sangat senang, tapi juga kebelet pipis.Ayana menekan bibirnya. Takut Jovan terbangun. Pelan Ayana turun dan melangkah ke kamar mandi.Sekian detik. Mata Jovan terbuka, naluri atau rasa berbeda yang membuat dia terbangun."Ay!" Jovan kaget bingung. Tengah malam, Ayana tidak ada di atas ranjang, padahal tadi masih ada."Ay! Ay! Ayana kamu di mana, Ay?" Jovan
"Selamat siang Tuan Morgan," sapa Alex pada Vincent."Hem. Aku tidak suka pengusaha tidak menghargai waktu!" ketus Vincent."Maaf, Tuan Morgan. Saya ada kendala masalah sedikit tadi." Alex duduk di depan Vincent."Saya Frank, asisten Tuan Morgan. Kami datang karena ada yang merecomendasikan perusahaan Anda untuk berinvestasi, tapi Tuan saya tidak suka pimpinan tanpa konsisten yang jelas.""Itulah kenapa Anda harus memilih perusahaan saya. Saya agak terlambat karena saya harus mengurus beberapa laporan penting."Tiba-tiba ponsel Leo berdering. Brox memanggil. Leo mengangkat atas nama Frank."Apa yang terjadi, kenapa kamu mengganggu kami yang sedang ada pertemuan penting." Leo menambah volume agar bisa didengar yang lain.Di sana Brox bicara sambil mencubit lehernya."Ada kabar terbaru, Bos.""Katakan!""J Company sudah berpindah tangan. Menurut informasi, dia anak salah satu pendiri perusahaan yang hilang.""Hem.""Dan yang lebih penting. Kami sedang menyelidiki keberadaan Kanigara. Ji
Di depan gudang itu hanya tampak beberapa orang saja yang berjaga sambil minum ber4lkohol dan main kartu."Jo, kita bagi posisi. Brox, Robin, Leo, kalian naik dari sisi. Langsung masuk, tapi jangan menyerang dulu, tunggu kita masuk!" titah Vincent."Ok!"Vincent dan Jovan kini berlari dan melompati pagar. Set."Siapa kalian!" teriak salah satu penjaga. Sebagian maju, beberapa masuk memanggil bantuan."Kami teman malaikat maut!" seru Vincent."Aku tamu tak diundang. Mau menghabisi bosmu. Cepat panggilkan!" teriak Jovan.Dari arah dalam sudah berhambur keluar."Serang!" teriak salah salah satu mereka.Peraduan pukulan dan tendangan dimulai.Bugh. Set. Duk.Duk. Duk. Duk.Bugh. Bugh. Bugh.Mereka menyerang mengeroyok dua pria itu, tapi ... selang sekian puluh menit.Hanya ada dua pria yang berdiri, Jovan dan Vincent."Kita masuk!"Mereka meninggalkan mereka yang terkapar.Di dalam."Alex dan ketua bedeb*h ini ada di atas. Mereka masih tenang dengan serangan kita," jelas Leo lewat earphon
Belum pagi. Di kamar atas.Brak. Brak. Brak."Jo!! Jo!! Jo!!" teriak Arabella menggebrak kamar Jovan."Jo!! Jo!! Jo!!!!" Semakin melengking.Brak. Kini Vincent yang membuka kasar kamarnya."Aku lapor sama security biar kamu dilempar ke jalan malam-malam!" geram Vincent."Mana Jovan?""Kabur!""Ke mana? Kok Bisa? Kenapa dia pergi?" Arabella mendelik tajam."Bukan urusanku. Yang pasti kamu tutup rapat mulut kamu, agar aku masih punya naluri!" Vincent berbalik."Eitss! Jangan kabur juga!" Arabella cepat menangkap Vincent.Vincent mendengkus kesal. "Apa lagi?"Arabella kini tersenyum manis sekali. Dia menggerakkan bahunya."Vinc, aku tahu kamu baik banget. Aku minta tolong, ehm ... aku butuh sesuatu sangat penting dan urgent."Vincent mendecih. "Cepat katakan dan setelah itu jangan buat keributan!""Belikan aku pembalut!""Hah? Apa itu? Sepertinya pernah dengar." Vincent kurang paham."Yang buat tahan banjir darah!" Arabella kesal, menghentak kaki."Apa? Katakan saja!" "Yang ini!" lengki
Rey sudah menempatkan penjagaan di sepanjang koridor. Tidak hanya itu, sesuai perintah Jovan, Rey juga menempatkan tim bayangan di sekitar area farmasi, perawat, dan ruang dokter."Apa Jovan baik-baik saja di rumah itu, Rey?" tanya Kanigara."Sejak Jovan mengatakan identitasnya. Saya seperti tidak terlihat di depan Anda.""Kamu cemburu?"Rey diam."Kamu dan dia berbeda. Bukan karena dia pewaris tunggal dan kamu asisten kepercayaanku. Tapi, dia sudah lama aku tunggu, sedang kamu sudah lama ada di sisiku. Jadi, mengalahlah sedikit."Rey tersenyum.Di area basement rumah sakit. Satu tim masih ada di dalam mobil."Kita harus bagi tugas. Salah satu harus ada yang bisa masuk ke ruang perawat. Jangan sampai ceroboh, kita bekerja dalam hitungan detik dan menit," jelas salah satu mereka."Bagaimana info terbaru dari yang mengamati di dalam selama ini?""Mereka sudah mendapatkan waktu obat akan diberikan ke kamar Kanigara.""Bagus, kita sudah bekerja sejak kemarin dan pasti akan berhasil.""Sud
"Ini dua wanita yang ada di sekitar mereka. Satunya anak Kanigara dan satu lagi lengket dengan direktur baru J Company." Marko menyodorkan ponselnya.Alex melihat dengan tatapan kecut. "Kalau anak Kanigara, pasti saat ini sedang lebih ketat. Kita baru saja gagal mencelakainya. Wanita ini saja. Kita buat anak Addy itu hancur!" "Aku akan siapkan anak buah di sekitarnya. Asal kamu tahu sendiri, mereka tidak akan berangkat sebelum kamu transfer."Alex mendesis."Jangan lupa, kamu beri banyak ganti rugi pada keluarga mereka yang tertangkap!"Alex mendengkus kesal.-Pagi di apartemen.Arabella dilarang Kanigara kembali ikut.Sedang Ayana tidak mau masuk kamar. Dia bergelayut manja, sambil ngantuk di bahu Jovan."Ay, masuk. Kita masih harus membahas banyak hal. Termasuk soal kita."Ayana menggeleng. "Mau, kalau kamu temani.""Jangan!""Tidak!"seru bersahutan."Kenapa? Kita 'kan bentar lagi mau nikah. Masa nganter tidur aja nggak boleh?" heran Ayana."Aku tidak bisa memprediksi akan seperti
Di sebuah rumah tua. Ayana duduk meringkuk. Dia terisak tak dapat bersuara. Air matanya luruh membanjiri wajah, mulutnya juga disumpal. Tangan dan kakinya terikat. Dia terus bergerak mengeser pergelangan tangan agar bisa lepas, meski nihil.'Jo!' Dalam hari dia menjerit dan yakin jika kekasihnya akan datang.Ayana menyesal jika teringat hal tadi pagi. Saat itu, dia bangun dan apartemen sudah sepi. Perutnya sangat lapar dan dia sangat ingin makan bubur ayam.Saat dia hendak menyeberang jalan ada seorang ibu-ibu yang meminta bantuannya untuk menyeberang. Hanya hitungan menit, sebuah mobil berhenti di depannya dan ibu-ibu itu mendorong masuk di kursi belakang.Kini dia hanya bisa banyak berdo'a semoga malaikat penolongnya segera tiba."Bos udah kasih bonus. Kita disuruh buat wanita itu bunting!""Ha ha ha. Enak banget kita. Udah dikasih bonus, ditambahin nikmat surga dunia lagi.""Nggak nolak. Apalagi itu cewek cakep juga. Masih segel nggak ya?""Kayaknya masih seret.""Kita main kartu d
"Aku mau tidur sama Jovan, aku takut." Ayana terus mendekap Jovan."Tenangkan dirimu. Aku pastikan tidak akan meninggalkanmu sampai esok hari." Jovan memeluk Ayana.Di sofa dan disaksikan 4 pria lain dengan padangan heran, geli, dan kesal."Entah itu alasan atau modus. Kita tidak akan menahan. Semua ada di otakmu. Kamu mau jadi pria versi apa. Pengecut atau pecundang!" Vincent terkekeh kesal."Tidak usah kamu dengarkan ocehan orang iri," sahut Jovan."Slow down, Vinc. Kamu juga akan ada masanya." Robin terkekeh.Vincent berdecak. "Aku masih waras. Otakku tidak akan sampai pada titik terbodoh seperti dia!""Jo, kamu benar-benar tertular otak bodohku?" Ayana jadi cemas. "Kita periksa besok ke rumah sakit."Di sambut tawa geli."Benar, bodoh itu menular," ucap Vincent."Diam atau aku tutup mulut kalian!" seru Jovan."Ok, kita mengalah. Teruskan kebodohanmu!" Vincent mendengkus kesal."Besok, Brox dan Robin selesaikan urusan penculikan. Aku akan serang Alex dari sisi lain," jelas Leo."Jan