Rey sudah menempatkan penjagaan di sepanjang koridor. Tidak hanya itu, sesuai perintah Jovan, Rey juga menempatkan tim bayangan di sekitar area farmasi, perawat, dan ruang dokter."Apa Jovan baik-baik saja di rumah itu, Rey?" tanya Kanigara."Sejak Jovan mengatakan identitasnya. Saya seperti tidak terlihat di depan Anda.""Kamu cemburu?"Rey diam."Kamu dan dia berbeda. Bukan karena dia pewaris tunggal dan kamu asisten kepercayaanku. Tapi, dia sudah lama aku tunggu, sedang kamu sudah lama ada di sisiku. Jadi, mengalahlah sedikit."Rey tersenyum.Di area basement rumah sakit. Satu tim masih ada di dalam mobil."Kita harus bagi tugas. Salah satu harus ada yang bisa masuk ke ruang perawat. Jangan sampai ceroboh, kita bekerja dalam hitungan detik dan menit," jelas salah satu mereka."Bagaimana info terbaru dari yang mengamati di dalam selama ini?""Mereka sudah mendapatkan waktu obat akan diberikan ke kamar Kanigara.""Bagus, kita sudah bekerja sejak kemarin dan pasti akan berhasil.""Sud
"Ini dua wanita yang ada di sekitar mereka. Satunya anak Kanigara dan satu lagi lengket dengan direktur baru J Company." Marko menyodorkan ponselnya.Alex melihat dengan tatapan kecut. "Kalau anak Kanigara, pasti saat ini sedang lebih ketat. Kita baru saja gagal mencelakainya. Wanita ini saja. Kita buat anak Addy itu hancur!" "Aku akan siapkan anak buah di sekitarnya. Asal kamu tahu sendiri, mereka tidak akan berangkat sebelum kamu transfer."Alex mendesis."Jangan lupa, kamu beri banyak ganti rugi pada keluarga mereka yang tertangkap!"Alex mendengkus kesal.-Pagi di apartemen.Arabella dilarang Kanigara kembali ikut.Sedang Ayana tidak mau masuk kamar. Dia bergelayut manja, sambil ngantuk di bahu Jovan."Ay, masuk. Kita masih harus membahas banyak hal. Termasuk soal kita."Ayana menggeleng. "Mau, kalau kamu temani.""Jangan!""Tidak!"seru bersahutan."Kenapa? Kita 'kan bentar lagi mau nikah. Masa nganter tidur aja nggak boleh?" heran Ayana."Aku tidak bisa memprediksi akan seperti
Di sebuah rumah tua. Ayana duduk meringkuk. Dia terisak tak dapat bersuara. Air matanya luruh membanjiri wajah, mulutnya juga disumpal. Tangan dan kakinya terikat. Dia terus bergerak mengeser pergelangan tangan agar bisa lepas, meski nihil.'Jo!' Dalam hari dia menjerit dan yakin jika kekasihnya akan datang.Ayana menyesal jika teringat hal tadi pagi. Saat itu, dia bangun dan apartemen sudah sepi. Perutnya sangat lapar dan dia sangat ingin makan bubur ayam.Saat dia hendak menyeberang jalan ada seorang ibu-ibu yang meminta bantuannya untuk menyeberang. Hanya hitungan menit, sebuah mobil berhenti di depannya dan ibu-ibu itu mendorong masuk di kursi belakang.Kini dia hanya bisa banyak berdo'a semoga malaikat penolongnya segera tiba."Bos udah kasih bonus. Kita disuruh buat wanita itu bunting!""Ha ha ha. Enak banget kita. Udah dikasih bonus, ditambahin nikmat surga dunia lagi.""Nggak nolak. Apalagi itu cewek cakep juga. Masih segel nggak ya?""Kayaknya masih seret.""Kita main kartu d
"Aku mau tidur sama Jovan, aku takut." Ayana terus mendekap Jovan."Tenangkan dirimu. Aku pastikan tidak akan meninggalkanmu sampai esok hari." Jovan memeluk Ayana.Di sofa dan disaksikan 4 pria lain dengan padangan heran, geli, dan kesal."Entah itu alasan atau modus. Kita tidak akan menahan. Semua ada di otakmu. Kamu mau jadi pria versi apa. Pengecut atau pecundang!" Vincent terkekeh kesal."Tidak usah kamu dengarkan ocehan orang iri," sahut Jovan."Slow down, Vinc. Kamu juga akan ada masanya." Robin terkekeh.Vincent berdecak. "Aku masih waras. Otakku tidak akan sampai pada titik terbodoh seperti dia!""Jo, kamu benar-benar tertular otak bodohku?" Ayana jadi cemas. "Kita periksa besok ke rumah sakit."Di sambut tawa geli."Benar, bodoh itu menular," ucap Vincent."Diam atau aku tutup mulut kalian!" seru Jovan."Ok, kita mengalah. Teruskan kebodohanmu!" Vincent mendengkus kesal."Besok, Brox dan Robin selesaikan urusan penculikan. Aku akan serang Alex dari sisi lain," jelas Leo."Jan
"Jo, bolehkah aku juga ikut tinggal di rumahmu?" tanya Bastian. "Kamu boleh singgah.""Jo, aku baru saja dari luar negeri. Kenapa hanya singgah?""Karena kamu masih punya papa, jadi lebih baik gunakan waktumu untuk lebih banyak bersamanya.""Dia sangat cerewet." Bastian merengut."Aku bahkan sudah tidak punya yang bisa cerewet padaku."Bastian terdiam."Jangan jadi pecundang pada dirimu sendiri. Kamu tahu jika kamu masih banyak kekurangan, tapi kamu terus mengelak, dan akhirnya kamu tidak mau melakukan pembenahan diri. Kapan kemampuanmu akan meningkat?""Maaf, aku akan menurut padamu."Pagi menjelang siang di apartemen. Barang-barang mereka sudah diangkut sebagian besar tadi pagi.Kini mereka masih sangat gaduh di apartemen bawah."Jo, si cupu terus mengolokku!" teriak Arabella."Diam!" geram Vincent. Dia menyumpal mulut Arebella dengan roti."Ehmpp!" Arabella menghentak kakinya."Jo, dia ternyata sangat manis. Apalagi pas berkelahi dengan Vincent." Ayana menatap Arabella."Kamu juga
"Aaaaa ....!!" teriak Arabella. Kaki runcing heels-nya tidak bisa menopang loncatan kaki saat menangkap bunga bengantin yang Ayana lempar.Jantung Arabella berdegup kencang. Ternyata dia tidak jatuh. Seseorang telah menangkapnya. Pinggangnya dalam rengkuhan pria tampan, Vincent, dia yang sigap menangkap anak manja itu."Kok, cupu sih?" kesal Arabella sambil mendekap bunga di dada."Bodoh!" Vincent mengangkat Arabella tegap."Wuohh, sinyal makin kuat. Nggak sekalian aja kalian nikah? Mumpung dekor pelaminan masih ada," celetuk Brox."Kita juga masih cukup tampan menggiring satu pasang pengantin lagi," sahut Robin."Diam, aku hanya kebetulan ada di dekatnya. Anggap saja aku terpaksa jadi orang baik." Vincent menjauh dari Arabella.Arabella mendengkus kesal.Pesta yang tidak bergitu mewah, telah memulai pergelutan baru buat Jovan.Siratan mata nyalang tidak hanya dari satu sisi. Mereka memicing membuat praduga atas kemampuan Jovan dalam dunia bisnis."Belum pernah kita mendengar tentang
"Jo, aku mau ke kamar mandi!" teriakan dari dalam membuat Jovan melebarkan matanya."Ingat, jangan ada yang berani masuk!" Jovan cepat membuka dan menutup pintu kamarnya.Mereka saling pandang dan membolakan mata."Ganas!" Brox mengerutkan bibir."Sadis!" Robin menyorot tajam."Apa yang terjadi?" Leo menahan kekean."Sang Leopard melompat membawa itik ke bulan." Vincent berjalan pergi. "Apa kalian tidak lapar?" teriaknya."Akhirnya perutmu bunyi juga. Aku kira cupu makan batu, jadi keras kepala!" Arabella berjalan di belakang Vincent sambil menggerutu."Anak manja, jam segini udah laper. Biasanya main tunjuk aja makanan masuk perut. Tinggal di sini nggak laku modal ngomong." Vincent tetap menatap depan."Huh!" Arabella menerjang Vincent.Di kamar Jovan."Masih sakit? Sakit banget?" Jovan menggendong Ayana kembali ke ranjang."Sakit banget, Jo. Apa punyaku sobek panjang, ya?" Ayana meringis.Pelan Jovan meletakan di ranjang."Aku lihat dulu. Kalau parah kita ke rumah sakit." Jovan hend
"Lex, kamu mau ke mana malam begini?" tanya mama Sasmita."Aku harus mencari Marko, Ma. Dia sudah menipuku.""Biarkan saja, kalau jangan terpancing emosi lagi.""Ini kejahatan, Ma. Apalagi, aku sudah percaya penuh padanya."Mama Sasmita menarik nafas panjang. "Marko itu anak teman papa kamu. Dan asal kamu tahu, papanya Marko itu yang sudah memprovokasi papa kamu agar menjadi serakah."Alex membelalak. "Kenapa Mama baru cerita?""Karena mama tidak mau kamu berubah punya jiwa monster seperti papamu. Lepaskan masa lalu, kita tatap masa depan saja.""Aku bisa menatap masa depan, kalau masa lalu telah aku selesaikan." Alex pergi."Lex, Nak!" seru mama Sasmita.Alex belum bisa luluh dengan kata-kata mamanya. Dia malah semakin kesal dan kecewa akan nasibnya saat ini.Alex duduk di bawah pohon pinggir jalan menuju Vila itu."Marko! Jovan! Kanigara! Kalian semua terkutuk!"Jalan yang menanjak, Alex telah melihat mobil polisi ke arah villa, dia bergegas berlari ke villa.Brakk. Alex membuka pin
Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b
"Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang
Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S
Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil
Berangkat dengan beberapa mobil. Mereka menempuh jarak sekitar 1 jam. Hingga tiba di sebuah tempat di tengah bangunan tinggi. Dari depan tidak terlalu ramai dan tidak ada penjaga di pintu depan. Hanya tertulis tempat karaoke biasa. "Anak buahku sudah berjaga mengepung. Kita masuk!" ucap Rey.Mereka memakai pakaian serba hitam tanpa identitas. Masuk pintu utama, baru ada penjaga yang duduk sambil bermain kartu."Siapa kalian!" Para penjaga menghadang.Hanya tiga pria kekar. Adu hantam tidak memakan waktu lama.Masuk ke pintu kedua, melewati lorong gelap."Ini bukan tempat karaoke, jelas perdagangan wanita malam," ucap Robin."Tapi, di mana tempat parkir dan sebelah mana pintu masuk pelanggan?" bingung Brox."Pasti ada dan akan kita cari!" sahut Leo.Tiba di area dalam. Seperti pusat hiburan para sultan. Meja bertender terbentang panjang. Ada yang memandu karaoke di sana, tapi masih ada lorong-lorong di sana."Ada penyusup!" teriak satu penjaga di dalam.Seketika berhambur mereka yan
Memicing dan begidik, Arabella tidak habis pikir dengan ide Vincent untuk makan di tempat seperti itu."Ini bersih?" bisik Arabella memajukan wajah pada Vincent.Vincent menahan nafas sekian detik, karena tersapu nafas Arabella."Kita serius mau makan tempat ini?" Arabella menoleh pada para pengunjung lain.Vincent agak memundurkan kursi plastik tanpa punggung itu. "Kamu boleh tunggu di mobil kalau tidak mau makan," ucap Vincent.Terdengar desahan kesal dari Arabella.Makanan datang. Aneka olahan seafood yang menggunggah selera. Vincent memesan lumayan banyak.Vincent memakai sarung tangan plastik. Dia mengambil lobster dan menyuapi Arabella."Coba dulu baru komentar. Jangan terbiasa membuat kesimpulan tanpa mengetahui isi masalah."Arabella menerima suapan yang agak dipaksa itu. Mengunyah pelan dengan merasakan ...."Lumayan!" Arabella kini memakai sarung tangan plastik dan segera merebut makanan itu.Pedas enak. Arabella dan Vincent menikmati sambil tertawa dan berebut."Vinc!" ser
Anak Tuan Kanigara jadi karyawan biasa? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam pikiran para karyawan saat Vincent mengantar Arabella ke meja kerjanya."Pak, Vincent.""Pak, Vinc."Banyak yang menyapa Vincent dengan senyum ramah. Namun, Vincent tetap berwajah datar.Tidak dengan Arabella. Dia mencebik dan mengumpat dalam hati."Ini meja kerjamu, soal tugas pekerjaanmu akan dijelaskan oleh manajer nanti. Aku pergi dulu, di luar sana sudah ada pengawal yang mengawasimu," jelas Vincent."Nanti makan siang aku ke ruanganmu."Vincent mengangguk, dia pergi."Mana manajernya, cepat bilang apa tugasku!" seru Arabella, tetap saja dia tidak bisa melepas identitas anak petinggi perusahaan ini.Yang katanya manajer malah takut dan sungkan pada Arabella. Dia menjelaskan dengan terbata dan gugup.Suasana ruangan menjadi tegang dan Arabella tidak peduli hal itu, dia hanya ingin cepat naik jabatan jadi manajer dalam waktu satu bulan dan membuat Vincent puas. Arabella fokus pada layar komputernya.Di rum