Belum pagi. Di kamar atas.Brak. Brak. Brak."Jo!! Jo!! Jo!!" teriak Arabella menggebrak kamar Jovan."Jo!! Jo!! Jo!!!!" Semakin melengking.Brak. Kini Vincent yang membuka kasar kamarnya."Aku lapor sama security biar kamu dilempar ke jalan malam-malam!" geram Vincent."Mana Jovan?""Kabur!""Ke mana? Kok Bisa? Kenapa dia pergi?" Arabella mendelik tajam."Bukan urusanku. Yang pasti kamu tutup rapat mulut kamu, agar aku masih punya naluri!" Vincent berbalik."Eitss! Jangan kabur juga!" Arabella cepat menangkap Vincent.Vincent mendengkus kesal. "Apa lagi?"Arabella kini tersenyum manis sekali. Dia menggerakkan bahunya."Vinc, aku tahu kamu baik banget. Aku minta tolong, ehm ... aku butuh sesuatu sangat penting dan urgent."Vincent mendecih. "Cepat katakan dan setelah itu jangan buat keributan!""Belikan aku pembalut!""Hah? Apa itu? Sepertinya pernah dengar." Vincent kurang paham."Yang buat tahan banjir darah!" Arabella kesal, menghentak kaki."Apa? Katakan saja!" "Yang ini!" lengki
Rey sudah menempatkan penjagaan di sepanjang koridor. Tidak hanya itu, sesuai perintah Jovan, Rey juga menempatkan tim bayangan di sekitar area farmasi, perawat, dan ruang dokter."Apa Jovan baik-baik saja di rumah itu, Rey?" tanya Kanigara."Sejak Jovan mengatakan identitasnya. Saya seperti tidak terlihat di depan Anda.""Kamu cemburu?"Rey diam."Kamu dan dia berbeda. Bukan karena dia pewaris tunggal dan kamu asisten kepercayaanku. Tapi, dia sudah lama aku tunggu, sedang kamu sudah lama ada di sisiku. Jadi, mengalahlah sedikit."Rey tersenyum.Di area basement rumah sakit. Satu tim masih ada di dalam mobil."Kita harus bagi tugas. Salah satu harus ada yang bisa masuk ke ruang perawat. Jangan sampai ceroboh, kita bekerja dalam hitungan detik dan menit," jelas salah satu mereka."Bagaimana info terbaru dari yang mengamati di dalam selama ini?""Mereka sudah mendapatkan waktu obat akan diberikan ke kamar Kanigara.""Bagus, kita sudah bekerja sejak kemarin dan pasti akan berhasil.""Sud
"Ini dua wanita yang ada di sekitar mereka. Satunya anak Kanigara dan satu lagi lengket dengan direktur baru J Company." Marko menyodorkan ponselnya.Alex melihat dengan tatapan kecut. "Kalau anak Kanigara, pasti saat ini sedang lebih ketat. Kita baru saja gagal mencelakainya. Wanita ini saja. Kita buat anak Addy itu hancur!" "Aku akan siapkan anak buah di sekitarnya. Asal kamu tahu sendiri, mereka tidak akan berangkat sebelum kamu transfer."Alex mendesis."Jangan lupa, kamu beri banyak ganti rugi pada keluarga mereka yang tertangkap!"Alex mendengkus kesal.-Pagi di apartemen.Arabella dilarang Kanigara kembali ikut.Sedang Ayana tidak mau masuk kamar. Dia bergelayut manja, sambil ngantuk di bahu Jovan."Ay, masuk. Kita masih harus membahas banyak hal. Termasuk soal kita."Ayana menggeleng. "Mau, kalau kamu temani.""Jangan!""Tidak!"seru bersahutan."Kenapa? Kita 'kan bentar lagi mau nikah. Masa nganter tidur aja nggak boleh?" heran Ayana."Aku tidak bisa memprediksi akan seperti
Di sebuah rumah tua. Ayana duduk meringkuk. Dia terisak tak dapat bersuara. Air matanya luruh membanjiri wajah, mulutnya juga disumpal. Tangan dan kakinya terikat. Dia terus bergerak mengeser pergelangan tangan agar bisa lepas, meski nihil.'Jo!' Dalam hari dia menjerit dan yakin jika kekasihnya akan datang.Ayana menyesal jika teringat hal tadi pagi. Saat itu, dia bangun dan apartemen sudah sepi. Perutnya sangat lapar dan dia sangat ingin makan bubur ayam.Saat dia hendak menyeberang jalan ada seorang ibu-ibu yang meminta bantuannya untuk menyeberang. Hanya hitungan menit, sebuah mobil berhenti di depannya dan ibu-ibu itu mendorong masuk di kursi belakang.Kini dia hanya bisa banyak berdo'a semoga malaikat penolongnya segera tiba."Bos udah kasih bonus. Kita disuruh buat wanita itu bunting!""Ha ha ha. Enak banget kita. Udah dikasih bonus, ditambahin nikmat surga dunia lagi.""Nggak nolak. Apalagi itu cewek cakep juga. Masih segel nggak ya?""Kayaknya masih seret.""Kita main kartu d
"Aku mau tidur sama Jovan, aku takut." Ayana terus mendekap Jovan."Tenangkan dirimu. Aku pastikan tidak akan meninggalkanmu sampai esok hari." Jovan memeluk Ayana.Di sofa dan disaksikan 4 pria lain dengan padangan heran, geli, dan kesal."Entah itu alasan atau modus. Kita tidak akan menahan. Semua ada di otakmu. Kamu mau jadi pria versi apa. Pengecut atau pecundang!" Vincent terkekeh kesal."Tidak usah kamu dengarkan ocehan orang iri," sahut Jovan."Slow down, Vinc. Kamu juga akan ada masanya." Robin terkekeh.Vincent berdecak. "Aku masih waras. Otakku tidak akan sampai pada titik terbodoh seperti dia!""Jo, kamu benar-benar tertular otak bodohku?" Ayana jadi cemas. "Kita periksa besok ke rumah sakit."Di sambut tawa geli."Benar, bodoh itu menular," ucap Vincent."Diam atau aku tutup mulut kalian!" seru Jovan."Ok, kita mengalah. Teruskan kebodohanmu!" Vincent mendengkus kesal."Besok, Brox dan Robin selesaikan urusan penculikan. Aku akan serang Alex dari sisi lain," jelas Leo."Jan
"Jo, bolehkah aku juga ikut tinggal di rumahmu?" tanya Bastian. "Kamu boleh singgah.""Jo, aku baru saja dari luar negeri. Kenapa hanya singgah?""Karena kamu masih punya papa, jadi lebih baik gunakan waktumu untuk lebih banyak bersamanya.""Dia sangat cerewet." Bastian merengut."Aku bahkan sudah tidak punya yang bisa cerewet padaku."Bastian terdiam."Jangan jadi pecundang pada dirimu sendiri. Kamu tahu jika kamu masih banyak kekurangan, tapi kamu terus mengelak, dan akhirnya kamu tidak mau melakukan pembenahan diri. Kapan kemampuanmu akan meningkat?""Maaf, aku akan menurut padamu."Pagi menjelang siang di apartemen. Barang-barang mereka sudah diangkut sebagian besar tadi pagi.Kini mereka masih sangat gaduh di apartemen bawah."Jo, si cupu terus mengolokku!" teriak Arabella."Diam!" geram Vincent. Dia menyumpal mulut Arebella dengan roti."Ehmpp!" Arabella menghentak kakinya."Jo, dia ternyata sangat manis. Apalagi pas berkelahi dengan Vincent." Ayana menatap Arabella."Kamu juga
"Aaaaa ....!!" teriak Arabella. Kaki runcing heels-nya tidak bisa menopang loncatan kaki saat menangkap bunga bengantin yang Ayana lempar.Jantung Arabella berdegup kencang. Ternyata dia tidak jatuh. Seseorang telah menangkapnya. Pinggangnya dalam rengkuhan pria tampan, Vincent, dia yang sigap menangkap anak manja itu."Kok, cupu sih?" kesal Arabella sambil mendekap bunga di dada."Bodoh!" Vincent mengangkat Arabella tegap."Wuohh, sinyal makin kuat. Nggak sekalian aja kalian nikah? Mumpung dekor pelaminan masih ada," celetuk Brox."Kita juga masih cukup tampan menggiring satu pasang pengantin lagi," sahut Robin."Diam, aku hanya kebetulan ada di dekatnya. Anggap saja aku terpaksa jadi orang baik." Vincent menjauh dari Arabella.Arabella mendengkus kesal.Pesta yang tidak bergitu mewah, telah memulai pergelutan baru buat Jovan.Siratan mata nyalang tidak hanya dari satu sisi. Mereka memicing membuat praduga atas kemampuan Jovan dalam dunia bisnis."Belum pernah kita mendengar tentang
"Jo, aku mau ke kamar mandi!" teriakan dari dalam membuat Jovan melebarkan matanya."Ingat, jangan ada yang berani masuk!" Jovan cepat membuka dan menutup pintu kamarnya.Mereka saling pandang dan membolakan mata."Ganas!" Brox mengerutkan bibir."Sadis!" Robin menyorot tajam."Apa yang terjadi?" Leo menahan kekean."Sang Leopard melompat membawa itik ke bulan." Vincent berjalan pergi. "Apa kalian tidak lapar?" teriaknya."Akhirnya perutmu bunyi juga. Aku kira cupu makan batu, jadi keras kepala!" Arabella berjalan di belakang Vincent sambil menggerutu."Anak manja, jam segini udah laper. Biasanya main tunjuk aja makanan masuk perut. Tinggal di sini nggak laku modal ngomong." Vincent tetap menatap depan."Huh!" Arabella menerjang Vincent.Di kamar Jovan."Masih sakit? Sakit banget?" Jovan menggendong Ayana kembali ke ranjang."Sakit banget, Jo. Apa punyaku sobek panjang, ya?" Ayana meringis.Pelan Jovan meletakan di ranjang."Aku lihat dulu. Kalau parah kita ke rumah sakit." Jovan hend