"Jo, aku mau ke kamar mandi!" teriakan dari dalam membuat Jovan melebarkan matanya."Ingat, jangan ada yang berani masuk!" Jovan cepat membuka dan menutup pintu kamarnya.Mereka saling pandang dan membolakan mata."Ganas!" Brox mengerutkan bibir."Sadis!" Robin menyorot tajam."Apa yang terjadi?" Leo menahan kekean."Sang Leopard melompat membawa itik ke bulan." Vincent berjalan pergi. "Apa kalian tidak lapar?" teriaknya."Akhirnya perutmu bunyi juga. Aku kira cupu makan batu, jadi keras kepala!" Arabella berjalan di belakang Vincent sambil menggerutu."Anak manja, jam segini udah laper. Biasanya main tunjuk aja makanan masuk perut. Tinggal di sini nggak laku modal ngomong." Vincent tetap menatap depan."Huh!" Arabella menerjang Vincent.Di kamar Jovan."Masih sakit? Sakit banget?" Jovan menggendong Ayana kembali ke ranjang."Sakit banget, Jo. Apa punyaku sobek panjang, ya?" Ayana meringis.Pelan Jovan meletakan di ranjang."Aku lihat dulu. Kalau parah kita ke rumah sakit." Jovan hend
"Lex, kamu mau ke mana malam begini?" tanya mama Sasmita."Aku harus mencari Marko, Ma. Dia sudah menipuku.""Biarkan saja, kalau jangan terpancing emosi lagi.""Ini kejahatan, Ma. Apalagi, aku sudah percaya penuh padanya."Mama Sasmita menarik nafas panjang. "Marko itu anak teman papa kamu. Dan asal kamu tahu, papanya Marko itu yang sudah memprovokasi papa kamu agar menjadi serakah."Alex membelalak. "Kenapa Mama baru cerita?""Karena mama tidak mau kamu berubah punya jiwa monster seperti papamu. Lepaskan masa lalu, kita tatap masa depan saja.""Aku bisa menatap masa depan, kalau masa lalu telah aku selesaikan." Alex pergi."Lex, Nak!" seru mama Sasmita.Alex belum bisa luluh dengan kata-kata mamanya. Dia malah semakin kesal dan kecewa akan nasibnya saat ini.Alex duduk di bawah pohon pinggir jalan menuju Vila itu."Marko! Jovan! Kanigara! Kalian semua terkutuk!"Jalan yang menanjak, Alex telah melihat mobil polisi ke arah villa, dia bergegas berlari ke villa.Brakk. Alex membuka pin
Vincent menggebrak pintu kamar Jovan pagi-pagi. Dia tidak sabar ingin segera memberi kabar penting itu. Dugaannya adalah Jovan belum sempat membuka ponsel.Di dalam kamar, Jovan kaget dan mendesis. Dia mengangkat kepala Ayana pelan. Segera dia pungut pakaian yang bercecer di lantai."Dasar pengganggu!" gerutu Jovan.Pintu dibuka."Mau apa pagi-pagi buat keributan?" geram Jovan, dia masih memakai piyama atasnya.Vincent mendengkus kesal. "Bisakah kita bicara serius? Dan ambil ponsel milikmu dan Ayana." Dia pergi ke ruang tengah lantai atas.Jovan bergegas melakukan yang Vincent pinta, dia paham ada hal serius.Jovan bergabung dengan yang lain.Leo sedang fokus di depan layar, yang lain juga fokus melihat hasilnya."Aku sudah langsung hubungi Rey, agar dia bertindak dengan kekuatan Tuan Kanigara. Jika aku menunggu Jovan beranjak dari kemesraannya, aku tidak bisa menjamin semua akan baik-baik saja," jelas Vincent."Apa yang terjadi?"Vincent memperlihatkan berita bisnis terkini.Mata Jov
Di depan tempat itu tertulis sebuah papan nama Body spa. Mereka menelan ludah. "Di tempat seperti ini, ada tempat spa? Ini lebih ke jalan perkampungan, tapi dari kualitas bangunan, para pelanggan pasti bukan dari kalangan menengah." Leo berdecak."Apa kita masuk sebagai pelanggan saja, Vinc. Sepertinya tubuh kita juga butuh pijat spa?" Robin menaikkan alisnya."Otak kamu yang harus di spa!""Kita cari jalan pintas, dulu." Leo berjalan ke arah sisi."Siang hari, manjat jendela, apa kurang kerjaan?" heran Brox."Meski hendak beraksi nanti malam. Kita juga harus tahu tempat apa ini," jelas Leo."Leo, bisa kamu pastikan sekali lagi titik tempat yang kamu temukan?" Vincent sangat ragu masuk ke tempat itu.Leo membuka ponselnya lagi, lalu memperlihatkan pada Vincent."Apa ada yang punya rencana masuk dengan elegan saat ini?" tanya Leo.Mereka yang berada di sekitar 50 meter agak berbalik dan menyembunyikan wajah.Terlihat ada beberapa pria masuk ke tempat itu."Aku curiga dengan isi tempat
"Papa, kenapa kemari tidak mengajakku?" teriak Arabella. Dia datang dengan supir.Arabella ikut duduk di sofa."Ayana sedang sedih, kamu jangan berisik," ucap Kanigara."Aku tahu dan aku penasaran dengan semua itu, makanya aku datang.""Bella, jangan bahas hal itu lagi. Semua sudah berakhir!" seru Jovan. Dia merengkuh Ayana.Ayana menunduk."Ayana, jika kamu takut menghadapi dunia luar karena berita itu, sama saja kamu mengakui kebenaran berita itu, jika kamu wanita malam. Apa kamu hendak begitu?" Wajah Kanigara datar.Ayana menggeleng."Jika berita itu tidak benar. Kamu jangan takut keluar. Jika ada yang berani berbuat jahat padamu, kamu sudah punya Jovan.""Tapi, aku malu, Om. Mereka pasti susah hafal wajahku.""Gampang, pakai masker, topi saat keluar. Lagian, emangnya kamu itu artis? Berita artis saja klelep salam waktu sehari," ucap Bella."Dengarkan mereka, jangan nangis lagi." Jovan berbisik."Aku mendengarnya.""Ayana, kamu tahu siapa suamimu? Dia seorang direktur utama perusah
Rey telah memberi kabar jika Jovan dan yang lain terlambat satu langkah. Kini, pria paruh baya itu tidak bisa lagi memejam mata."Kenapa Om belum istirahat?" Jovan cepat mendekat pada Kanigara yang duduk di kursi roda ruang depan."Biar tim Rey yang atasi wanita itu. Jangan bertindak sendiri lagi!" "Kami terlambat, tapi saya mendapat beberapa hal. Yang intinya mengarah pada Febby. Kita bisa membuat bukti dan untuk mencari jejak," jelas Leo."Dari data yang kalian berikan kemarin, aku telah mencari data pelanggan lama Febby. Ada satu pengusaha yang sangat sering datang ke suite room hotel mitra Febby dan bertemu dengan anak buah Febby. Aku masih mengawasinya. Pasti pengusaha itu yang telah mengeluarkan Febby," jelas Rey."Jo, besok kamu juga harus membuat penjelasan di perusahaan. Bereskan semua kicauan mereka!"Jovan mengangguk.Mereka lanjut berdiskusi dengan melibatkan Rey dan Kanigara. --Hampir pagi, Jovan baru masuk ke kamar."Ay." Jovan langsung menelusup dalam selimut. Dia me
"Vinc!" seru Arabella mengejar Vincent yang pergi setelah mendengar kekonyolan itu."Sejak kapan aku tertular virus bodoh? Kenapa kamu bisa sampai di sini tanpa membawa otak?" gerutu Vincent."Vinc!" Arabella menghadang di depan.Vincent menggeram hingga bibirnya berkerut dengan mata lebar."Coba kamu pikir. Mana mungkin aku akan menari konyol memakai bikini di siaran langsung. Ataukah aku harus mencium sembarang pria? Ayolah, Vinc. Kita sama-sama dewasa. Bantu aku kali ini." Arabella memajukan bibirnya kesal.Ciuman? Otak Vincent menggerilya saat melihat ranum bibir itu."Vinc, aku tahu pria cupu sepertimu belum pernah ciuman. Makanya tolong aku. Setidaknya kamu tidak terlihat seperti pria kaku.""Ciuman saja dengan pria tampan yang tidak cupu!" kesal Vincent."Aku akan berhenti memanggilmu cupu."Vincent tetap pergi. "Aku memang bukan cupu!""Vinc!"Salah satu bodyguard mendekat. "Apa perlu saya paksa, Nona?""Tidak usah!" Arabella kembali pada teman-temannya.Vincent tidak benar-ben
"Kalian mau ke mana?" tanya Jovan pada tiga pria yang sudah siap pergi."Tentu saja mencari udara segar dan wanita," jawab Robin.Jovan mengernyit. "Jangan bilang mau ikut ke pesta.Leo menatap Vincent. "Tanya saja dia. Kami hanya mengikuti perintah.""Vinc." Jovan menunggu jawaban."Kita harus waspada saja. Jadi aku akan mengajak mereka, tapi tenang, mereka hanya akan ada di luar area.""Terserah, kita berangkat sekarang."Di sebuah ballroom hotel mewah dan dihadiri banyak kalangan pengusaha, yang sayangnya Kanigara tidak ikut serta.Jovan dan Ayana masuk berjalan di ret carpet, Vincent ada di sisi Jovan.Ayana sudah mulai membuat senyum elegen, tidak lebar dan dengan tatapan datar."Tuan, Jovan, selamat datang.""Selamat atas pernihakan putrimu." Vincent menyerahkan hadiah."Apa ini istri Anda yang ...." Ucapan pemilik pesta itu menggantung.Ayana paham apa yang ada di pikiran orang itu, mereka masih menyimpan memory soal berita itu."Benar, dia istri saya yang cantik." Jovan terse