Rey telah memberi kabar jika Jovan dan yang lain terlambat satu langkah. Kini, pria paruh baya itu tidak bisa lagi memejam mata."Kenapa Om belum istirahat?" Jovan cepat mendekat pada Kanigara yang duduk di kursi roda ruang depan."Biar tim Rey yang atasi wanita itu. Jangan bertindak sendiri lagi!" "Kami terlambat, tapi saya mendapat beberapa hal. Yang intinya mengarah pada Febby. Kita bisa membuat bukti dan untuk mencari jejak," jelas Leo."Dari data yang kalian berikan kemarin, aku telah mencari data pelanggan lama Febby. Ada satu pengusaha yang sangat sering datang ke suite room hotel mitra Febby dan bertemu dengan anak buah Febby. Aku masih mengawasinya. Pasti pengusaha itu yang telah mengeluarkan Febby," jelas Rey."Jo, besok kamu juga harus membuat penjelasan di perusahaan. Bereskan semua kicauan mereka!"Jovan mengangguk.Mereka lanjut berdiskusi dengan melibatkan Rey dan Kanigara. --Hampir pagi, Jovan baru masuk ke kamar."Ay." Jovan langsung menelusup dalam selimut. Dia me
"Vinc!" seru Arabella mengejar Vincent yang pergi setelah mendengar kekonyolan itu."Sejak kapan aku tertular virus bodoh? Kenapa kamu bisa sampai di sini tanpa membawa otak?" gerutu Vincent."Vinc!" Arabella menghadang di depan.Vincent menggeram hingga bibirnya berkerut dengan mata lebar."Coba kamu pikir. Mana mungkin aku akan menari konyol memakai bikini di siaran langsung. Ataukah aku harus mencium sembarang pria? Ayolah, Vinc. Kita sama-sama dewasa. Bantu aku kali ini." Arabella memajukan bibirnya kesal.Ciuman? Otak Vincent menggerilya saat melihat ranum bibir itu."Vinc, aku tahu pria cupu sepertimu belum pernah ciuman. Makanya tolong aku. Setidaknya kamu tidak terlihat seperti pria kaku.""Ciuman saja dengan pria tampan yang tidak cupu!" kesal Vincent."Aku akan berhenti memanggilmu cupu."Vincent tetap pergi. "Aku memang bukan cupu!""Vinc!"Salah satu bodyguard mendekat. "Apa perlu saya paksa, Nona?""Tidak usah!" Arabella kembali pada teman-temannya.Vincent tidak benar-ben
"Kalian mau ke mana?" tanya Jovan pada tiga pria yang sudah siap pergi."Tentu saja mencari udara segar dan wanita," jawab Robin.Jovan mengernyit. "Jangan bilang mau ikut ke pesta.Leo menatap Vincent. "Tanya saja dia. Kami hanya mengikuti perintah.""Vinc." Jovan menunggu jawaban."Kita harus waspada saja. Jadi aku akan mengajak mereka, tapi tenang, mereka hanya akan ada di luar area.""Terserah, kita berangkat sekarang."Di sebuah ballroom hotel mewah dan dihadiri banyak kalangan pengusaha, yang sayangnya Kanigara tidak ikut serta.Jovan dan Ayana masuk berjalan di ret carpet, Vincent ada di sisi Jovan.Ayana sudah mulai membuat senyum elegen, tidak lebar dan dengan tatapan datar."Tuan, Jovan, selamat datang.""Selamat atas pernihakan putrimu." Vincent menyerahkan hadiah."Apa ini istri Anda yang ...." Ucapan pemilik pesta itu menggantung.Ayana paham apa yang ada di pikiran orang itu, mereka masih menyimpan memory soal berita itu."Benar, dia istri saya yang cantik." Jovan terse
Vincent masih mengatur nafasnya, ada letupan gemuruh di dada. Tanpa sadar dia terus meneguk minuman ber*lkohol.Sedang Arabella mencari keberadaan Vincent, dia penasaran ingin melihat, tapi tidak berani mendekat. Arabella mengawasi Vincent dari jauh.Kini, Jovan dan Martin telah berdiri di sisi ruang dengan tingkat kebisingan rendah. Tidak lengah, Jovan terus memengang, kadang merengkuh Ayana."Silahkan Anda bicara, Tuan Martin. Saya kira Anda hanya pemilik restoran saja. Ternyata itu hanya selingan Anda.""Saya tidak berniat ikut andil di perusahaan papa, sampai saya melihat Ayana menikah dengan seorang pengusaha muda. Terima kasih atas motivasi Anda." Martin tersenyum miring."Kita bahas kerja sama apa yang Anda tawarkan." Jovan menyeret Ayana agak kebelakang.Ayana hanya tersenyum senang saat mendapat sikap posesif Jovan.Obrolan serius berlangsung. Jovan dan Martin dalam mode profesional. Mereka bicara dengan menekan ego masing-masing. Selama itu ada keuntungan perusahaan, kerja s
"Ay sayang. Aku akan mulai sibuk pergi ke luar kota nanti, apa kamu keberatan?" Jovan sedang mendekap istrinya, dengan berbaring di ranjang."Aku pasti akan kangen, tapi aku harus jadi istri direktur yang pengertian. Aku akan berd'oa agar kamu selamat dan lancar."Jovan tersenyum dan mengecup pucuk rambut."Jangan nakal di kantor, aku lihat banyak wanita cantik.""Benarkah, kenapa aku tidak melihatnya? Kurasa yang cantik hanya istriku saja."Ayana memukul pelan dada Jovan."Kita buat anak," bisik Jovan, langsung naik di atas Ayana.Di kamar Vincent."Sudah hidup lagi kamu, Vinc?" Robin mencebik, dia rebahan di ranjang Vincent.Vincent mendesah berat sambil merangkup wajahnya."Aku berniat mau rekam kamu saat terkapar, tapi Jovan marah," ujar Brox, dia selonjor di single sofa panjang."Kalau sudah on, kamu ingat sendiri apa yang kamu lakukan pada Arabella!" seru Leo, dia berbaring di sofa.Vincent membelalak, dia lekas mengingat apa yang terjadi. Memutar memory otaknya dan dia menemuka
"Aku paling bosan kalau terus di rumah begini. Bisakah kita ke mana gitu, Ayana?" Arabella terus uring-uringan di dalam kamar."Jovan menyuruhku tetap di rumah.""Lalu, kenapa dia menyuruhku datang. Sudah jelas aku tidak suka dikurung begini.""Kalau bergitu kita bilang yang lain dulu, jika mau jalan-jalan."Arabella dan Ayana mencari tiga pria. Brox, Robin, Leo sedang ada di ruang fitnes."Hey semua. Kita jalan, yuk. Ke mana aja, shopping, kulineran, terserah. Aku nggak suka mager begini di rumah "Tiga pria saling pandang. Dari hasil pergerakan mereka, Alex ada di sekitar lingkup mereka saja, tapi tidak tahu titik keberadaannya. Mereka sedang merencanakan untuk memancing dia keluar, tapi tidak sekarang. Harus tunggu Jovan dan Vincent kembali.Jika Arabella dan Ayana keluar, itu hanya akan memancing Alex. Itu praduga mereka."Ayo lah! Kita bawa banyak pengawal. Kita pergi ke tempat ramai. Apa masih akan ada bahaya?" rengek Arabella."Cuma sebentar saja, tidak masalah." Ayana ikut me
Ikatan hati yang terpaut, seolah memberi sebuah firasat pada Jovan.Vincent telah menghubungi Rey, dia terpaku dengan pandangan kosong. Apa yang telah dia dengar tidak tahu bagaimana caranya mengatakan pada Jovan.Vincent segera memesan helikopter, tanpa bertanya Jovan."Vinc, ada apa?" Mereka masih ada di hotel, dan sedang membahas strategi besok."Kamu kembalilah sekarang. Soal tender, aku yang akan maju sendiri."Jovan memicing dengan dahi berkerut. "Vinc, jangan bercanda!""Aku sudah memesan heli dan akan datang tidak lama lagi.""Vinc!" seru Jovan."Aku akan mengemasi barang-barangmu." Vincent hendak pergi, tapi cekal oleh Jovan. Jovan lantas mencengkeram kerah baju Vincent."Katakan apa yang terjadi!" Suara Jovan parau, dengan mata tajamnya.Vincent menghela nafas, matanya berkaca dan dia membuang muka."Aakkh!" Jovan menghempas Vincent.Vincent luruh di lantai."Kita pergi bersama!" Jovan sudah merasa ada hal besar yang terjadi."Tender ini sangat berarti bagimu, biar aku tin
Ayana tersungkur lemah dalam mobil itu. Siksaan itu membuat dia tak berdaya. Hanya hatinya yang terus menyebut nama Jovan.'Aku harus melakukan sesuatu, aku masih ingin melihat Jovan lagi,' batin Ayana.Ayana teringat, dia telah belajar cara membela diri, tapi apa berguna untuk melawan para pria kekar itu?'Harus dengan cara otak juga, tapi aku sangat bodoh. Bagaimana caranya aku bisa lepas dari mereka?'Ayana terus mencoba berpikir. 'Aku pernah bisa lepas dari Febby dulu, Jovan juga bilang jika aku pintar. Aku pasti bisa,' batinnya, dia meyakinkan diri.Ayana mencoba bangkit ingin duduk, tapi masih sangat susah karena goncangan mobil yang melaju di jalan terjal.'Di mana ini?' Ayana membuat terkaan.Mobil itu telah melewati tengah perkebunan dan hampir sampai di ujung desa. Rencana mereka akan membawa Ayana ke gudang tempat pangkalan para anak buah Febby Ayana kini duduk dan menggedor sekuatnya di bagian depan. Dia berharap mobil itu akan berhenti.Sekian lama berusaha, akhirnya har