Di sisi sana, Jovan sengaja meletakan mobil agak jauh. Dia memakai masker dan topi.Dari sana, dia melihat Ayana bicara dengan pria cukup tampan dan elegan.Dada Jovan seketika panas, dia bergemuruh. "Siapa dia, kenapa bicara akrab pada Ayana?""Kenapa juga Ayana mau bicara pada pria itu. Apa dia tidak tahu jika ini malam, dan bahaya?"Jovan mendekat. Dia tajamkan telinganya."Ini sudah malam Ayana, tidak baik buat perempuan sendiri di tengah jalan." Martin membujuk."Ehm ... ehm, saya." Ayana masih bingung."Saya antar kamu, jangan menolak. Ini juga demi keamanan karyawan.""Tidak perlu, Anda bisa pergi dengan tenang. Karena Ayana itu tanggung jawabku. Soal kepulangan karyawan, sepertinya Anda terlalu berlebihan." Jovan muncul dari arah belakang.Martin kaget heran, seorang pria dengan masker dan sengaja menyembunyikan wajahnya.Dua pasang manik mata pria itu beradu, cukup lama."Jo, kenapa baru datang? Lihat, Direktur sampai kasian padaku.""Dia hanya mengambil kesempatan, dan itu s
Mata binar Ayana kembali terpatri, tapi berbanding terbalik dengan mata nyalang Jovan.Jovan masih kesal dengan perilaku teman Ayana, dia jadi menaruh dugaan jika Ayana sering diperlakukan tidak baik di tempat ini."Mau pesan apa?" Ayana berlagak waitress di depan mereka."Apa saja, terserah gadis manis ini. Asal semua tersaji penuh cinta." Brox membual."Kami sangat terpesona dengan salah satu pelayan di sini. Apakah kamu sudah punya pacar?"Ayana sangat senang."Nanti saat pulang, jangan lama keluar. Aku menunggumu!" Jovan tak melihat Ayana. "Jangan mau kalau disapa Direktur itu lagi. Jangan melewati batas tugas pekerjaan kamu sebagai waitress!""Ya!" Ayana cemberut dan pergi, mengambil pesanan mereka, sesuai rekomendasinya.-"Apa Anda tidak curiga sama sekali dengan Jovan, ketua. Saya merasa dia mengincar sesuatu dari Anda." Rey gelisah akan kehadiran Jovan yang semakin masuk privasi Tuannya."Apa kamu mau bilang aku bodoh? Justru aku akan mengungkap apa tujuan dia. Semakin dia me
Jovan berjongkok di antara dua nisan itu. Dia mengusap nisan papa dan mamanya.'Pa, Ma. Aku datang untuk menang. Kini telah bersanding dengan Kanigara untuk mengulingkannya. Pa, apa pandangan mataku saat itu benar? Apa maksud yang Kanigara katakan tadi? Dia kawan atau lawan? Aku minta restu kalian untuk membuka tabirnya,' batin Jovan."Addy, hari ini aku akan membuat kerjasama proyek baru. Tentu saja untuk anakmu. Anakmu, akan jadi anakku juga. Dan aku yakin, dia masih hidup, dia pasti setangguh dirimu." Kanigara berdiri.Jovan lantas menyusul beranjak.Mobil kembali melaju. Mereka menuju lapangan golf.Kanigara masuk hanya dengan Rey dan Jovan. Kanigara berganti dengan pakaian kasual untuk bermain golf."Kita akan bertemu dengan kawan lama. Dia orang yang tahu perjuangan J Company. Jaga sikap kalian nanti!" Kanigara lebih menekan sorot mata pada Jovan.Jovan menganguk."Kita bergabung dengannya!"Seseorang telah membawa tas peralatan golf.Jovan melangkah seiring Rey. Mereka menaiki
"Apa aku boleh pulang? Ada hal sangat penting yang harus aku lakukan. Seseorang menungguku." Tatapan Jovan serius."Apa kamu punya kekasih?" Kanigara menebak hampir tepat.Jovan membulatkan matanya. "Tidak, dia hanya seseorang dalam tanggung jawabku saja.""Pergilah!"Jovan langsung berbalik, dan melangkah cepat."Lihat Rey, anak itu juga punya wanita. Hatinya terikat pada seseorang. Apa kamu tidak tertarik pada wanita?" Kanigara terkekeh."Saya masih ingin di sisi Anda, Ketua.""Rey, kamu perketat penjagaan makam Addy."Rey menganguk.-Jovan melaju cepat, melesat membelah kegelapan."Berani dia bertingkah! Awas, kamu." Menekan roda stir.[Jo, aku akan pulang sama Direktur saja. Kamu tidak udah menjemput.]Pesan dari Ayana, yang membuat darah Jovan mendidih seketika.Tidak selang lama, Jovan telah tiba di depan restauran, tapi belum waktunya jam pulang karyawan.Jovan menepi. Dia melihat arloji. "Sebentar lagi." Terus menatap arah pintu keluar karyawan. Jovan memainkan jarinya.Berka
Jovan tersentak. "Jo, sepertinya kita dikepung."Jovan menyudahi drama hatinya. Dia menarik nafas panjang. "Kita menyingkir pelan." Jovan dan Vincent saling angguk. Mereka berjalan dengan berjongkok pelan, menjauh dari makam itu.Sorot cahaya dari berbagai arah mempersulit gerakan mereka.Jovan dan Vincent bahkan agak menunduk."Itu mereka!" teriak salah satunya.Jovan dan Vincent cepat berguling mencari tempat aman."Kita lawan mereka, Jo.""Mereka pasti anak buat Kanigara. Lihatlah dari pakaian mereka.""Seketat ini, dia menjaga makam papa kamu, Jo. Kamu harus senang, tapi tidak untuk saat ini. Kita lawan mereka, aku malas berjongkok lama di semak.""Siapa takut, aku juga harus segera ke rumah sakit."Jovan dan Vincent beranjak. Yang pasti dengan topi dan masker."Hey bocah, kami di sini!" teriak Vincent."Itu mereka!" seruan, disusul serbuan.Jovan dan Vincent berlari menggiring ke tanah lapang.Jovan dan Vincent berdiri saling membelakangi. Mereka dikepung sekitar 10 orang.Tan
Di lantai bawah. Arabella tersenyum dengan mata binar. Akhirnya dia mendapati Jovan kembali."Hay, Jo. Kamu tampan sekali." Arabella mendekat, dia meraih lengan Jovan, tapi Jovan menghindar."Maaf, sebaiknya Anda bersikap baik.""Jo!" Menghentak kaki kesal. "Jo, temani aku di pesta punya teman akhir pekan nanti.""Setiap akhir pekan Anda selalu sibuk ke pesta, mungkin lain kali akhir pekan." Jovan berlalu.Rey turun. "Jo, kamu ditunggu ketua di ruangannya. Kenapa kamu terlambat?""Aku punya urusan. Jika ada masalah aku bisa pergi."Rey mendengkus, dia selalu kalah argumen.Jovan masuk ke ruang kerja Kanigara."Maaf, aku terlambat." Jovan mendekat.Kanigara tersenyum. "Kamu pasti belum sarapan. Apa temanmu baik-baik saja?"Jovan mendesah. "Bisakah aku bergerak bebas dari Anda?""Jangan berpikir lebih, aku hanya memastikan kalau kamu baik-baik saja." Lalu, mengambil gagang telepon. Menekan tombol. "Bawa sarapan ke ruang kerja!""Aku tidak lapar, kemana jadwal Anda hari ini?""Tenang, ha
"Sekretaris?" Ayana malah nyengir ngeri. Jelas, dia paham kemampuan dirinya sendiri.Tiga pria lain menyusul duduk di sofa. Kepo. Mereka duduk tegap di seberang Martin."He ... Direktur. Saya nyerah kalau kerja pakai jurus mikir. Otak saja terbatas, saya sangat yakin jika saya tidak akan mampu," jelas Ayana."Benar, dia tidak akan mampu." Brox mengacungkan jari."Jangan memaksakan posisi yang tidak sesuai." Leo tersenyum dengan sorot mata menekan pada Martin."Kekuasaan tidak selamanya berlaku. Silahkan jika Anda ingin pekerjaan berantakan." Robin ikut bicara."Aku akan mengajarimu. Jangan dengarkan mereka. Jika kamu terus membatasi diri, kapan kamu akan berkembang?" Martin memaksa pelan.Otak Ayana tersentak. "Anda benar, Direktur. Kapan saya jadi pintar kalau tidak mau belajar. Kalau begitu, saya mau belajar jadi sekretaris." Meyakinkan diri, dalam pikirannya, dia tak mau terus dipandang rendah Jovan.Martin menarik dua sudut bibirnya, seraya melirik tiga pria itu."Sebaiknya kamu t
One Light Restaurant.Jovan berdiri di sisi Arabella. Berkali-kali dia mengeram sesal. Bagiamana jika Ayana melihatnya?Suara riuh sudah terdegar dari arah luar.Mereka menggunakan dua lantai untuk berpesta."Ayo, Jo." Arabella berusaha meraih lengan Jovan, tapi belum berhasil."Silahkan berjalan di depan." Jovan mengangkat tangan rendah. Namun, sorot matanya tajam pada Arabella."Jo, jangan membuatku malu. Berpura-puralah untuk malam ini saja.""Tidak harus bergandeng tangan. Aku bisa berdiri di sisimu saja.""Jangan jauh-jauh!"Jovan menganguk.Arabella dan Jovan memasuki Restaurant."Hey semuanya!" seru Arabella mengangkat tangan."Siapa, Bel. Baru?""Bagaimana, apa kita cocok?" Arabella tersenyum menoleh Jovan."Aku iri padamu, dari mana kamu mendapat pria tampan, cool mempesona seperti itu?"Arabella melingkarkan tangan di lengan Jovan. Jovan hendak menolak. 'Aku akan bilang pada papa, kamu mangkir tugas,' bisiknya.Jovan mengeram."Yang pasti, dia hanya untukku." Arabella tersen