Vincent ikut serta duduk di antara mereka."Aku senang kamu datang secepat ini." Bastian menatap binar.Dia datang bersama Luky sang asisten.Jovan hanya menarik satu sudut bibirnya, dia duduk bersandar di sofa, dengan memainkan gelas berisi wine.Luky sangat tidak menyukai Jovan, dia bertingkah sesuka hati di depan Tuan mudanya."Apa pekerjaanku, apa aku akan menjadi anjing seperti dia?" Manik mata Jovan mengarah tajam pada Luky."Jaga bicaramu, kamu harus tahu berhadapan dengan siapa saat ini!" Luky geram meninggi.Bastian menatap tajam Luky. "Kendalikan dirimu, jika masih ingin bersamaku!" Jovan terkekeh. "Sepertinya kedudukan bukan tercipta dari kapan kamu mulai mengekor.""Dalam belantara, siapa saja berhak membuat wilayah kekuasaan." Vincent terkekeh."Apa temanmu ini juga akan ikut serta denganmu?" tanya Bastian."Anggap saja dia asistenku. Dia temanku yang akan menemaniku di tempat ini. Dia juga bukan lawannya." Kembali Jovan memprovokasi Luky, dengan tatapan sinisnya."Kami
Rey, berdiri di sisi Kanigara agak jauh. Dia menatap tajam kedatangan Jovan. Memorinya masih terekam jelas wajah Jovan dengan tatapan nyalang saat itu.Luky berhenti agak jauh. Dia lalu diam berdiri, menunggu mereka selesai makan."Kenapa kamu berhenti?" Jovan menoleh pada Luky sinis."Tidakkah kamu lihat mereka sedang sarapan?!" geram Luky."Aku tidak buta, tapi aku tidak mau menunggu lama, apalagi berdiri di sini."Jovan melangkah maju. Luky membelalakkan matanya.Hampir dekat. Rey mencegat."Di sini, tidak ada yang bisa membuat keributan. Berdiri pada posisimu yang benar!" Memberi tatapan menghunus."Menurutmu, dimana posisiku?" Membalas tatapan tajam dengan senyum ejek.Bastian mendengar jelas, tapi dia tak bergerak. Papanya memberi tatapan tajam."Biarkan saja dia, Rey!" seru Kanigara. "Kami juga telah selesai makan."Rey membuka blokirannya. Kini Jovan dapat melihat jelas wajah Kanigara.Jovan mengepalkan tangan kuat, agar tetap tegak. Namun, tatapannya tak bisa dia kendalikan.
Kanigara menatap intens. Dia melihat jiiwa pemimpin yang tegas dan kuat dari sosok Jovan. Kanigara berharap Jovan tidak lepas darinya. Juga bukan ancamannya."Itu sangat mudah.""Tuan Besar, mohon pertimbangkan lagi keputusan Anda. Jangan cepat menilai orang asing itu." Rey gusar.Kanigara tidak menangapi ujaran Rey. Rey sangat geram, tangannya mengepal kuat.'Awas, kamu Jo!' Rey menggeram dalam hati."Apa kamu tertarik padaku juga?" tanya Kanigara."Sudah kubilang aku akan membunuhmu!" jelas Jovan tanpa ragu."Jaga mulutmu! Tak akan kubiarkan kamu menyentuh Tuan Besar." Lantang Rey."Ha ha ha ha ha. Aku semakin bersemangat pagi ini." Kanigara malah tertawa."Aku tidak suka bercanda. Kamu berani membawaku masuk. Artinya membiarkan singa mengaung di tempatmu. Jangan pernah menyesal!" datar Jovan."Rey kamu urus akses khusus untuknya. Di kantor dan di rumah!" titah Kanigara."Namun, Tuan ...," protes Rey.Kanigara mengangkat tangannya. "Lakukan saja!"Bastian sangat senang. "Sudah kubil
Di sisi lain.Ayana sangat girang. Menggeser layar dan menyandarkan ponsel di meja rias.Di layar, Jovan terlihat sedang duduk di tepi king size. Ayana melambaikan dua tangannya."Pagi, Jo. Apa kamu baru bangun?""Hem."Ayana tidak masalah dengan jawaban itu."Lihat, apa aku sudah sempurna?"Jovan hanya mengulas senyum tipis."Jo, aku selalu takut kamu akan melupakanku. Apa kamu sangat sibuk, kamu kerja di mana, bagaimana dengan tempat kerjamu, apa mereka baik? apa ...," oceh Ayana.Semakin lama suara Ayana semakin kabur. Entah kenapa seakan mendapat sugesti, Jovan merasakan kantuk.Perlahan Jovan merebahkan dirinya. Ponsel itu tetap menyala di tangannya dan masih menghadap wajah Jovan.Jovan merebah miring. Masih berusaha mendengar sayup suara Ayana.Rasa kantuk dan penat sangat nyata dan tak tertahan. Jovan terlelap."Jo!" Ayana melihat Jo menutup matanya."Apa aku seperti pendongeng. Dia tidur cepat sekali. Bukankah ini waktunya berangkat kerja?"Ayana mematikan sepihak sambungan i
Vincent lekas menatap layar laptop. Dia membuat apa yang Jovan minta.Vincent dan Jovan, mereka juga lulusan Sarjana Ekonomi. Black Skull, mereka tidak mengesampingkan pendidikan. Setelah mereka bersama, mereka belajar sambil melakukan misi. Hanya kadar otak mereka saja yang berbeda.Bastian masuk ke ruangan itu, Luky mengekor."Aku kira kamu tidak datang." Bastian berdiri di sisi Jovan.Jovan hanya sebentar mendongak. "Aku punya banyak pekerjaan, terutama menggali otakmu!"Luky menyerahkan id card pada Jovan, dia letakkan di meja."Sopanlah sedikit pada Tuan muda!" geram Luky.Jovan hanya tersenyum sinis, sambil menatap layar. Vincent seolah tak terusik.Bastian mendekat pada Jovan. "Apa yang kamu kerjakan?""Bukankah aku harus membuatmu memenangkan beberapa tender? Minggu depan akan ada tender dari Swan Company. Kamu harus bersiap!""Luky sudah mempersiapkan semuanya. Proposal juga telah siap. Apa lagi?" bingung Bastian."Maksudmu, proposal sampah ini?" tukas Vincent. "Aku sedang pe
Vincent sudah memarkir mobilnya di depan.Jovan langsung naik, mobil melaju."Bagaimana hasilnya?" ujar Vincent sambil menyetir."Ada harapan tinggi. Aku mencoba dengan kemampuan maksimalku.""Bagus.""Apa mereka sudah bersiap?" tanya Jovan konyol."Kita tunggu saja mereka! Ingat, ada Ayana yang tak bisa mereka ajak melesat cepat!"Jovan mendesah bersandar pada punggung kursi."Kamu lihat, mobil itu sejak tadi telah mengikutiku!" Vincent terkekeh."Ajak saja dia bersenang-senang!"Vincent langsung menancap gas, dia melesat dan berkelok melewati beberapa mobil."Menyenangkan, Jo!"---Di basecamp pesisir."Benarkah kita akan menyusul, Jo?" Ayana binar berjingkrak."Cepat, kamu tidak punya banyak waktu. Kita harus sampai secepatnya!""Aku akan segera kembali. Aku akan mengemasi semua barangku." Ayana berlari ke kamarnya.Selang beberapa waktu."Aku sudah siap!" seru Ayana.Dia membawa paling banyak barang.Para pria mendesah."Kita berangkat!"Mereka berangkat dengan 2 mobil. Barang pen
"Bagaimana perkembangan Bastian?""Tuan muda jauh lebih baik. Dia kini tidak lagi menunduk pada eksekutif lain. Dia lebih percaya diri. Kemampuannya juga jauh berbeda dari dulu. Tuan muda mampu berkomunikasi lebih lugas. Langkahnya makin tegas, dan auranya berbeda," jelas Rey.Kanigara mengulas senyum tipis. "Soal Jovan.""Belum ada jejak soal pekerjaannya dulu. Soal riwayat, kami menyusuri beberapa saksi. Namun, sayang mereka sudah tiada. Kebanyakan dari daerah Jovan tumbuh tidak tahu soal anak itu." Kanigara mendesah. "Siapa sebenarnya dia? Aku yakin dia punya tujuan lain.""Dia selalu bisa menghindar dari pengintaian. Di sini, dia bersama dengan seorang teman. Dalam pekerjaan, Jovan juga menunjuk sebagai asistennya.""Ha ha ha ha. Asisten yang mempunyai asisten."Rey diam."Awasi saja dia lebih baik. Jangan sampai kamu kalah dengannya!""Sepertinya dia berbahaya untuk Tuan muda." Rey sangat kesal, dia belum bisa melumpuhkan Jovan."Dia sangat terlatih, siapa yang telah melatihnya
Langkah riang dari sosok gadis manis yang selalu membuat Jovan cemas.Vincent juga menyadari. Dia mulai cemas, jika Ayana akan melupakan pesan Jovan.Ayana baru saja keluar dari dalam kantor manajer. Melangkah dengan senyum lebar, jelas terlihat jika dia telah diterima bekerja.Berada di arah berbeda dan langkah keduanya menyudut pada satu arah, pintu keluar.Mata Ayana binar, senyumnya makin mengembang saat dia bertemu tatap dengan Jovan. Dia seolah hendak berlari dan berteriak. Dia ingin mengabarkan jika dia diterima bekerja.Ayana mulai membuka bibirnya hendak berseru memanggil. Namun, tercekat. Senyumnya berangsur menciut, dan kecewa.Jovan menekan sorot mata tajam. Dia menekan rahang, takut jika otak Ayana tak berjalan dengan baik.Ayana sejak kemarin marah karena dilarang bertemu Jovan. Jovan juga tidak menemuinya. Dia kesal sangat sulit melihat pria yang selalu dinantikan setiap saat. Kini bertemu tak sengaja. Rasa marah telah menguap sejenak, Ayana yang ingin melompat memeluk