Vincent lekas menatap layar laptop. Dia membuat apa yang Jovan minta.Vincent dan Jovan, mereka juga lulusan Sarjana Ekonomi. Black Skull, mereka tidak mengesampingkan pendidikan. Setelah mereka bersama, mereka belajar sambil melakukan misi. Hanya kadar otak mereka saja yang berbeda.Bastian masuk ke ruangan itu, Luky mengekor."Aku kira kamu tidak datang." Bastian berdiri di sisi Jovan.Jovan hanya sebentar mendongak. "Aku punya banyak pekerjaan, terutama menggali otakmu!"Luky menyerahkan id card pada Jovan, dia letakkan di meja."Sopanlah sedikit pada Tuan muda!" geram Luky.Jovan hanya tersenyum sinis, sambil menatap layar. Vincent seolah tak terusik.Bastian mendekat pada Jovan. "Apa yang kamu kerjakan?""Bukankah aku harus membuatmu memenangkan beberapa tender? Minggu depan akan ada tender dari Swan Company. Kamu harus bersiap!""Luky sudah mempersiapkan semuanya. Proposal juga telah siap. Apa lagi?" bingung Bastian."Maksudmu, proposal sampah ini?" tukas Vincent. "Aku sedang pe
Vincent sudah memarkir mobilnya di depan.Jovan langsung naik, mobil melaju."Bagaimana hasilnya?" ujar Vincent sambil menyetir."Ada harapan tinggi. Aku mencoba dengan kemampuan maksimalku.""Bagus.""Apa mereka sudah bersiap?" tanya Jovan konyol."Kita tunggu saja mereka! Ingat, ada Ayana yang tak bisa mereka ajak melesat cepat!"Jovan mendesah bersandar pada punggung kursi."Kamu lihat, mobil itu sejak tadi telah mengikutiku!" Vincent terkekeh."Ajak saja dia bersenang-senang!"Vincent langsung menancap gas, dia melesat dan berkelok melewati beberapa mobil."Menyenangkan, Jo!"---Di basecamp pesisir."Benarkah kita akan menyusul, Jo?" Ayana binar berjingkrak."Cepat, kamu tidak punya banyak waktu. Kita harus sampai secepatnya!""Aku akan segera kembali. Aku akan mengemasi semua barangku." Ayana berlari ke kamarnya.Selang beberapa waktu."Aku sudah siap!" seru Ayana.Dia membawa paling banyak barang.Para pria mendesah."Kita berangkat!"Mereka berangkat dengan 2 mobil. Barang pen
"Bagaimana perkembangan Bastian?""Tuan muda jauh lebih baik. Dia kini tidak lagi menunduk pada eksekutif lain. Dia lebih percaya diri. Kemampuannya juga jauh berbeda dari dulu. Tuan muda mampu berkomunikasi lebih lugas. Langkahnya makin tegas, dan auranya berbeda," jelas Rey.Kanigara mengulas senyum tipis. "Soal Jovan.""Belum ada jejak soal pekerjaannya dulu. Soal riwayat, kami menyusuri beberapa saksi. Namun, sayang mereka sudah tiada. Kebanyakan dari daerah Jovan tumbuh tidak tahu soal anak itu." Kanigara mendesah. "Siapa sebenarnya dia? Aku yakin dia punya tujuan lain.""Dia selalu bisa menghindar dari pengintaian. Di sini, dia bersama dengan seorang teman. Dalam pekerjaan, Jovan juga menunjuk sebagai asistennya.""Ha ha ha ha. Asisten yang mempunyai asisten."Rey diam."Awasi saja dia lebih baik. Jangan sampai kamu kalah dengannya!""Sepertinya dia berbahaya untuk Tuan muda." Rey sangat kesal, dia belum bisa melumpuhkan Jovan."Dia sangat terlatih, siapa yang telah melatihnya
Langkah riang dari sosok gadis manis yang selalu membuat Jovan cemas.Vincent juga menyadari. Dia mulai cemas, jika Ayana akan melupakan pesan Jovan.Ayana baru saja keluar dari dalam kantor manajer. Melangkah dengan senyum lebar, jelas terlihat jika dia telah diterima bekerja.Berada di arah berbeda dan langkah keduanya menyudut pada satu arah, pintu keluar.Mata Ayana binar, senyumnya makin mengembang saat dia bertemu tatap dengan Jovan. Dia seolah hendak berlari dan berteriak. Dia ingin mengabarkan jika dia diterima bekerja.Ayana mulai membuka bibirnya hendak berseru memanggil. Namun, tercekat. Senyumnya berangsur menciut, dan kecewa.Jovan menekan sorot mata tajam. Dia menekan rahang, takut jika otak Ayana tak berjalan dengan baik.Ayana sejak kemarin marah karena dilarang bertemu Jovan. Jovan juga tidak menemuinya. Dia kesal sangat sulit melihat pria yang selalu dinantikan setiap saat. Kini bertemu tak sengaja. Rasa marah telah menguap sejenak, Ayana yang ingin melompat memeluk
K Company, pagi ini.Jovan berangkat bersama Vincent, langsung ke ruangan Bastian."Jo, apa kamu begitu penasaran dengan Papaku, sepagi ini kamu sudah ingin datang padanya?" Bastian kesal, cemburu."Aku tidak suka menunda hal yang memang ingin aku lakukan."Bastian mendesah kesal. "Pergilah! Aku tidak akan menahanmu." Merajuk."Hem." Jovan pergi.Melajukan ke J Company. Vincent ada di kursi kemudi."Bagaimana perasaanmu saat ini, Jo?" Vincent menoleh sebentar."Jujur sedikit gemuruh dan meletup di sini." Jovan memegang dadanya. "Aku akan masuk ke perusahaanku sendiri, dengan identitas lain.""Aku yakin perusahaan itu akan jatuh ke tanganmu lagi. Kita akan selidiki lebih dalam, kenapa Kanigara bertahan di sana."Tiba di J Company.Jovan sudah dicegat dengan urusan Kanigara."Ketua menunggu Anda di atas."Jovan dibawa ke ruangan Kanigara. Sepanjang jalan, dia menebar pandangan. Sorot matanya menelisip pada setiap celah."Perusahaan ini cukup tertip dan rapi, Jo," bisik Vincent.Hingga t
Martin, dia terkenal sangat garang. Bahkan tidak ada kata datar, hampir setiap kalimat yang tertuju pada bawahan selalu membentak.Ayana kini akan berhadapan dengannya. Dia masuk."Pak, eh Mas. Ehm ... Direktur." Akhirnya Ayana ingat kata itu.Martin mendongak, dia mengernyit menatap Ayana. 'Pegawai baru,' batinnya."Maaf, Ditektur ... Mar ... tin. Saya membawa makan siang." Ayana membaca papan nama di atas meja Martin, dia hampir lupa karena grogi.Martin belum menyahut, dia masih menatap lekat wajah Ayana.Ayana melambaikan tangannya, di titik pandang Martin. "Direktur, apa Anda melamun?""Ehem!" Martin menegangkan pikirannya. 'Lumayan, dia cantik dan unik. Kenapa baru datang di depanku saat ini?' batinnya."Ini ditaruh di mana ya?" Martin menatap meja sofa, sebagai jawaban. Namun, Ayana tidak paham."Direktur, ini ditaruh di mana. Anda mau makan di mana?" Mengulang tanya.Martin mendesah, juga malah penasaran dengan Ayana."Di sana!" Menunjuk kesal."Oh, ya." Ayana segera menata d
Jovan juga telah mengamati Kanigara kemarin. Ada sisi ragu, tapi tersingkir oleh gemuruh amarah."Aku ragu, dia tenang karena sangat terbiasa dengan kejahatan, atau ada hal lain yang aku lewatkan." Jovan kembali berpikir."Kamu coba taruh emosimu di titik nol. Agar kamu bisa mengambil kesimpulan lebih baik," saran Vincent."Aku tidak yakin.""Vinc, apa kalung yang seperti ini masih ada?" tanya Jovan."Leo bisa membuatnya lagi, untuk siapa?""Ayana, kita harus selalu memantaunya.""Kita? Sepertinya kamu yang cemas." Brox terkekeh.Mereka mengobrol hingga larut."Kalian tidurlah, aku akan tidur di sofa ini." Jovan bersandar, dan memejam."Hey, kenapa di sini. Kami bisa berbagi tempat tidur," heran Robin."Aku akan di sini, lagi pula aku tidak bisa tidur. Hanya mataku saja yang terpejam."Yang lain saling pandang."Ok kalau begitu, aku akan tidur dengan Leo malam ini." Vincent tersenyum.Yang lain berkedip berkali-kali sambil melirik Jovan.Semua masuk kamar.Kini Jovan mencoba untuk ter
Arabella datang mencari Jovan. Dia sangat penasaran dengan pria dingin ini. Sudah berkali-kali mencoba bertemu, tapi Jovan selalu menghindar.Arebella berjalan di depan dengan iringan pengawal.3 Pria berjalan di belakang mereka, dengan salah satu bawahan Bastian yang disuruh menjemput."Siapa dia?" bisik Robin."Dia menyebut, Jo," sahut bisik Brox."Sepertinya akan ada kendala nanti. Wanita itu pasti akan jadi antagonis antara Jovan dan sweet girl," Leo menduga.Mereka dibawa ke ruangan Jovan terlebih dahulu.Langkah mereka terhenti saat ada kegaduhan di ruangan Jovan."Jo, kenapa kamu nggak ke rumah lagi. Terus kamu juga menghindar terus dariku?" Arabella merengek."Bawa dia pergi dari sini!" seru Jovan."Tidak mau. Aku mau kamu temani aku ke pesta malam ini. Ayolah, Jo." Arabella meraih tangan Jovan.Jovan mengghempas kuat. "Lepas! Pergi dari hadapanku!" geramnya. Jovan keluar dari ruangannya.Dia menemui Leo dan yang lain.Arabella terus mendesak. "Jo, aku akan bilang sama Papa. K