"Bagaimana perkembangan Bastian?""Tuan muda jauh lebih baik. Dia kini tidak lagi menunduk pada eksekutif lain. Dia lebih percaya diri. Kemampuannya juga jauh berbeda dari dulu. Tuan muda mampu berkomunikasi lebih lugas. Langkahnya makin tegas, dan auranya berbeda," jelas Rey.Kanigara mengulas senyum tipis. "Soal Jovan.""Belum ada jejak soal pekerjaannya dulu. Soal riwayat, kami menyusuri beberapa saksi. Namun, sayang mereka sudah tiada. Kebanyakan dari daerah Jovan tumbuh tidak tahu soal anak itu." Kanigara mendesah. "Siapa sebenarnya dia? Aku yakin dia punya tujuan lain.""Dia selalu bisa menghindar dari pengintaian. Di sini, dia bersama dengan seorang teman. Dalam pekerjaan, Jovan juga menunjuk sebagai asistennya.""Ha ha ha ha. Asisten yang mempunyai asisten."Rey diam."Awasi saja dia lebih baik. Jangan sampai kamu kalah dengannya!""Sepertinya dia berbahaya untuk Tuan muda." Rey sangat kesal, dia belum bisa melumpuhkan Jovan."Dia sangat terlatih, siapa yang telah melatihnya
Langkah riang dari sosok gadis manis yang selalu membuat Jovan cemas.Vincent juga menyadari. Dia mulai cemas, jika Ayana akan melupakan pesan Jovan.Ayana baru saja keluar dari dalam kantor manajer. Melangkah dengan senyum lebar, jelas terlihat jika dia telah diterima bekerja.Berada di arah berbeda dan langkah keduanya menyudut pada satu arah, pintu keluar.Mata Ayana binar, senyumnya makin mengembang saat dia bertemu tatap dengan Jovan. Dia seolah hendak berlari dan berteriak. Dia ingin mengabarkan jika dia diterima bekerja.Ayana mulai membuka bibirnya hendak berseru memanggil. Namun, tercekat. Senyumnya berangsur menciut, dan kecewa.Jovan menekan sorot mata tajam. Dia menekan rahang, takut jika otak Ayana tak berjalan dengan baik.Ayana sejak kemarin marah karena dilarang bertemu Jovan. Jovan juga tidak menemuinya. Dia kesal sangat sulit melihat pria yang selalu dinantikan setiap saat. Kini bertemu tak sengaja. Rasa marah telah menguap sejenak, Ayana yang ingin melompat memeluk
K Company, pagi ini.Jovan berangkat bersama Vincent, langsung ke ruangan Bastian."Jo, apa kamu begitu penasaran dengan Papaku, sepagi ini kamu sudah ingin datang padanya?" Bastian kesal, cemburu."Aku tidak suka menunda hal yang memang ingin aku lakukan."Bastian mendesah kesal. "Pergilah! Aku tidak akan menahanmu." Merajuk."Hem." Jovan pergi.Melajukan ke J Company. Vincent ada di kursi kemudi."Bagaimana perasaanmu saat ini, Jo?" Vincent menoleh sebentar."Jujur sedikit gemuruh dan meletup di sini." Jovan memegang dadanya. "Aku akan masuk ke perusahaanku sendiri, dengan identitas lain.""Aku yakin perusahaan itu akan jatuh ke tanganmu lagi. Kita akan selidiki lebih dalam, kenapa Kanigara bertahan di sana."Tiba di J Company.Jovan sudah dicegat dengan urusan Kanigara."Ketua menunggu Anda di atas."Jovan dibawa ke ruangan Kanigara. Sepanjang jalan, dia menebar pandangan. Sorot matanya menelisip pada setiap celah."Perusahaan ini cukup tertip dan rapi, Jo," bisik Vincent.Hingga t
Martin, dia terkenal sangat garang. Bahkan tidak ada kata datar, hampir setiap kalimat yang tertuju pada bawahan selalu membentak.Ayana kini akan berhadapan dengannya. Dia masuk."Pak, eh Mas. Ehm ... Direktur." Akhirnya Ayana ingat kata itu.Martin mendongak, dia mengernyit menatap Ayana. 'Pegawai baru,' batinnya."Maaf, Ditektur ... Mar ... tin. Saya membawa makan siang." Ayana membaca papan nama di atas meja Martin, dia hampir lupa karena grogi.Martin belum menyahut, dia masih menatap lekat wajah Ayana.Ayana melambaikan tangannya, di titik pandang Martin. "Direktur, apa Anda melamun?""Ehem!" Martin menegangkan pikirannya. 'Lumayan, dia cantik dan unik. Kenapa baru datang di depanku saat ini?' batinnya."Ini ditaruh di mana ya?" Martin menatap meja sofa, sebagai jawaban. Namun, Ayana tidak paham."Direktur, ini ditaruh di mana. Anda mau makan di mana?" Mengulang tanya.Martin mendesah, juga malah penasaran dengan Ayana."Di sana!" Menunjuk kesal."Oh, ya." Ayana segera menata d
Jovan juga telah mengamati Kanigara kemarin. Ada sisi ragu, tapi tersingkir oleh gemuruh amarah."Aku ragu, dia tenang karena sangat terbiasa dengan kejahatan, atau ada hal lain yang aku lewatkan." Jovan kembali berpikir."Kamu coba taruh emosimu di titik nol. Agar kamu bisa mengambil kesimpulan lebih baik," saran Vincent."Aku tidak yakin.""Vinc, apa kalung yang seperti ini masih ada?" tanya Jovan."Leo bisa membuatnya lagi, untuk siapa?""Ayana, kita harus selalu memantaunya.""Kita? Sepertinya kamu yang cemas." Brox terkekeh.Mereka mengobrol hingga larut."Kalian tidurlah, aku akan tidur di sofa ini." Jovan bersandar, dan memejam."Hey, kenapa di sini. Kami bisa berbagi tempat tidur," heran Robin."Aku akan di sini, lagi pula aku tidak bisa tidur. Hanya mataku saja yang terpejam."Yang lain saling pandang."Ok kalau begitu, aku akan tidur dengan Leo malam ini." Vincent tersenyum.Yang lain berkedip berkali-kali sambil melirik Jovan.Semua masuk kamar.Kini Jovan mencoba untuk ter
Arabella datang mencari Jovan. Dia sangat penasaran dengan pria dingin ini. Sudah berkali-kali mencoba bertemu, tapi Jovan selalu menghindar.Arebella berjalan di depan dengan iringan pengawal.3 Pria berjalan di belakang mereka, dengan salah satu bawahan Bastian yang disuruh menjemput."Siapa dia?" bisik Robin."Dia menyebut, Jo," sahut bisik Brox."Sepertinya akan ada kendala nanti. Wanita itu pasti akan jadi antagonis antara Jovan dan sweet girl," Leo menduga.Mereka dibawa ke ruangan Jovan terlebih dahulu.Langkah mereka terhenti saat ada kegaduhan di ruangan Jovan."Jo, kenapa kamu nggak ke rumah lagi. Terus kamu juga menghindar terus dariku?" Arabella merengek."Bawa dia pergi dari sini!" seru Jovan."Tidak mau. Aku mau kamu temani aku ke pesta malam ini. Ayolah, Jo." Arabella meraih tangan Jovan.Jovan mengghempas kuat. "Lepas! Pergi dari hadapanku!" geramnya. Jovan keluar dari ruangannya.Dia menemui Leo dan yang lain.Arabella terus mendesak. "Jo, aku akan bilang sama Papa. K
Di sisi sana, Jovan sengaja meletakan mobil agak jauh. Dia memakai masker dan topi.Dari sana, dia melihat Ayana bicara dengan pria cukup tampan dan elegan.Dada Jovan seketika panas, dia bergemuruh. "Siapa dia, kenapa bicara akrab pada Ayana?""Kenapa juga Ayana mau bicara pada pria itu. Apa dia tidak tahu jika ini malam, dan bahaya?"Jovan mendekat. Dia tajamkan telinganya."Ini sudah malam Ayana, tidak baik buat perempuan sendiri di tengah jalan." Martin membujuk."Ehm ... ehm, saya." Ayana masih bingung."Saya antar kamu, jangan menolak. Ini juga demi keamanan karyawan.""Tidak perlu, Anda bisa pergi dengan tenang. Karena Ayana itu tanggung jawabku. Soal kepulangan karyawan, sepertinya Anda terlalu berlebihan." Jovan muncul dari arah belakang.Martin kaget heran, seorang pria dengan masker dan sengaja menyembunyikan wajahnya.Dua pasang manik mata pria itu beradu, cukup lama."Jo, kenapa baru datang? Lihat, Direktur sampai kasian padaku.""Dia hanya mengambil kesempatan, dan itu s
Mata binar Ayana kembali terpatri, tapi berbanding terbalik dengan mata nyalang Jovan.Jovan masih kesal dengan perilaku teman Ayana, dia jadi menaruh dugaan jika Ayana sering diperlakukan tidak baik di tempat ini."Mau pesan apa?" Ayana berlagak waitress di depan mereka."Apa saja, terserah gadis manis ini. Asal semua tersaji penuh cinta." Brox membual."Kami sangat terpesona dengan salah satu pelayan di sini. Apakah kamu sudah punya pacar?"Ayana sangat senang."Nanti saat pulang, jangan lama keluar. Aku menunggumu!" Jovan tak melihat Ayana. "Jangan mau kalau disapa Direktur itu lagi. Jangan melewati batas tugas pekerjaan kamu sebagai waitress!""Ya!" Ayana cemberut dan pergi, mengambil pesanan mereka, sesuai rekomendasinya.-"Apa Anda tidak curiga sama sekali dengan Jovan, ketua. Saya merasa dia mengincar sesuatu dari Anda." Rey gelisah akan kehadiran Jovan yang semakin masuk privasi Tuannya."Apa kamu mau bilang aku bodoh? Justru aku akan mengungkap apa tujuan dia. Semakin dia me
Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b
"Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang
Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S
Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil
Berangkat dengan beberapa mobil. Mereka menempuh jarak sekitar 1 jam. Hingga tiba di sebuah tempat di tengah bangunan tinggi. Dari depan tidak terlalu ramai dan tidak ada penjaga di pintu depan. Hanya tertulis tempat karaoke biasa. "Anak buahku sudah berjaga mengepung. Kita masuk!" ucap Rey.Mereka memakai pakaian serba hitam tanpa identitas. Masuk pintu utama, baru ada penjaga yang duduk sambil bermain kartu."Siapa kalian!" Para penjaga menghadang.Hanya tiga pria kekar. Adu hantam tidak memakan waktu lama.Masuk ke pintu kedua, melewati lorong gelap."Ini bukan tempat karaoke, jelas perdagangan wanita malam," ucap Robin."Tapi, di mana tempat parkir dan sebelah mana pintu masuk pelanggan?" bingung Brox."Pasti ada dan akan kita cari!" sahut Leo.Tiba di area dalam. Seperti pusat hiburan para sultan. Meja bertender terbentang panjang. Ada yang memandu karaoke di sana, tapi masih ada lorong-lorong di sana."Ada penyusup!" teriak satu penjaga di dalam.Seketika berhambur mereka yan
Memicing dan begidik, Arabella tidak habis pikir dengan ide Vincent untuk makan di tempat seperti itu."Ini bersih?" bisik Arabella memajukan wajah pada Vincent.Vincent menahan nafas sekian detik, karena tersapu nafas Arabella."Kita serius mau makan tempat ini?" Arabella menoleh pada para pengunjung lain.Vincent agak memundurkan kursi plastik tanpa punggung itu. "Kamu boleh tunggu di mobil kalau tidak mau makan," ucap Vincent.Terdengar desahan kesal dari Arabella.Makanan datang. Aneka olahan seafood yang menggunggah selera. Vincent memesan lumayan banyak.Vincent memakai sarung tangan plastik. Dia mengambil lobster dan menyuapi Arabella."Coba dulu baru komentar. Jangan terbiasa membuat kesimpulan tanpa mengetahui isi masalah."Arabella menerima suapan yang agak dipaksa itu. Mengunyah pelan dengan merasakan ...."Lumayan!" Arabella kini memakai sarung tangan plastik dan segera merebut makanan itu.Pedas enak. Arabella dan Vincent menikmati sambil tertawa dan berebut."Vinc!" ser
Anak Tuan Kanigara jadi karyawan biasa? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam pikiran para karyawan saat Vincent mengantar Arabella ke meja kerjanya."Pak, Vincent.""Pak, Vinc."Banyak yang menyapa Vincent dengan senyum ramah. Namun, Vincent tetap berwajah datar.Tidak dengan Arabella. Dia mencebik dan mengumpat dalam hati."Ini meja kerjamu, soal tugas pekerjaanmu akan dijelaskan oleh manajer nanti. Aku pergi dulu, di luar sana sudah ada pengawal yang mengawasimu," jelas Vincent."Nanti makan siang aku ke ruanganmu."Vincent mengangguk, dia pergi."Mana manajernya, cepat bilang apa tugasku!" seru Arabella, tetap saja dia tidak bisa melepas identitas anak petinggi perusahaan ini.Yang katanya manajer malah takut dan sungkan pada Arabella. Dia menjelaskan dengan terbata dan gugup.Suasana ruangan menjadi tegang dan Arabella tidak peduli hal itu, dia hanya ingin cepat naik jabatan jadi manajer dalam waktu satu bulan dan membuat Vincent puas. Arabella fokus pada layar komputernya.Di rum