Martin, dia terkenal sangat garang. Bahkan tidak ada kata datar, hampir setiap kalimat yang tertuju pada bawahan selalu membentak.Ayana kini akan berhadapan dengannya. Dia masuk."Pak, eh Mas. Ehm ... Direktur." Akhirnya Ayana ingat kata itu.Martin mendongak, dia mengernyit menatap Ayana. 'Pegawai baru,' batinnya."Maaf, Ditektur ... Mar ... tin. Saya membawa makan siang." Ayana membaca papan nama di atas meja Martin, dia hampir lupa karena grogi.Martin belum menyahut, dia masih menatap lekat wajah Ayana.Ayana melambaikan tangannya, di titik pandang Martin. "Direktur, apa Anda melamun?""Ehem!" Martin menegangkan pikirannya. 'Lumayan, dia cantik dan unik. Kenapa baru datang di depanku saat ini?' batinnya."Ini ditaruh di mana ya?" Martin menatap meja sofa, sebagai jawaban. Namun, Ayana tidak paham."Direktur, ini ditaruh di mana. Anda mau makan di mana?" Mengulang tanya.Martin mendesah, juga malah penasaran dengan Ayana."Di sana!" Menunjuk kesal."Oh, ya." Ayana segera menata d
Jovan juga telah mengamati Kanigara kemarin. Ada sisi ragu, tapi tersingkir oleh gemuruh amarah."Aku ragu, dia tenang karena sangat terbiasa dengan kejahatan, atau ada hal lain yang aku lewatkan." Jovan kembali berpikir."Kamu coba taruh emosimu di titik nol. Agar kamu bisa mengambil kesimpulan lebih baik," saran Vincent."Aku tidak yakin.""Vinc, apa kalung yang seperti ini masih ada?" tanya Jovan."Leo bisa membuatnya lagi, untuk siapa?""Ayana, kita harus selalu memantaunya.""Kita? Sepertinya kamu yang cemas." Brox terkekeh.Mereka mengobrol hingga larut."Kalian tidurlah, aku akan tidur di sofa ini." Jovan bersandar, dan memejam."Hey, kenapa di sini. Kami bisa berbagi tempat tidur," heran Robin."Aku akan di sini, lagi pula aku tidak bisa tidur. Hanya mataku saja yang terpejam."Yang lain saling pandang."Ok kalau begitu, aku akan tidur dengan Leo malam ini." Vincent tersenyum.Yang lain berkedip berkali-kali sambil melirik Jovan.Semua masuk kamar.Kini Jovan mencoba untuk ter
Arabella datang mencari Jovan. Dia sangat penasaran dengan pria dingin ini. Sudah berkali-kali mencoba bertemu, tapi Jovan selalu menghindar.Arebella berjalan di depan dengan iringan pengawal.3 Pria berjalan di belakang mereka, dengan salah satu bawahan Bastian yang disuruh menjemput."Siapa dia?" bisik Robin."Dia menyebut, Jo," sahut bisik Brox."Sepertinya akan ada kendala nanti. Wanita itu pasti akan jadi antagonis antara Jovan dan sweet girl," Leo menduga.Mereka dibawa ke ruangan Jovan terlebih dahulu.Langkah mereka terhenti saat ada kegaduhan di ruangan Jovan."Jo, kenapa kamu nggak ke rumah lagi. Terus kamu juga menghindar terus dariku?" Arabella merengek."Bawa dia pergi dari sini!" seru Jovan."Tidak mau. Aku mau kamu temani aku ke pesta malam ini. Ayolah, Jo." Arabella meraih tangan Jovan.Jovan mengghempas kuat. "Lepas! Pergi dari hadapanku!" geramnya. Jovan keluar dari ruangannya.Dia menemui Leo dan yang lain.Arabella terus mendesak. "Jo, aku akan bilang sama Papa. K
Di sisi sana, Jovan sengaja meletakan mobil agak jauh. Dia memakai masker dan topi.Dari sana, dia melihat Ayana bicara dengan pria cukup tampan dan elegan.Dada Jovan seketika panas, dia bergemuruh. "Siapa dia, kenapa bicara akrab pada Ayana?""Kenapa juga Ayana mau bicara pada pria itu. Apa dia tidak tahu jika ini malam, dan bahaya?"Jovan mendekat. Dia tajamkan telinganya."Ini sudah malam Ayana, tidak baik buat perempuan sendiri di tengah jalan." Martin membujuk."Ehm ... ehm, saya." Ayana masih bingung."Saya antar kamu, jangan menolak. Ini juga demi keamanan karyawan.""Tidak perlu, Anda bisa pergi dengan tenang. Karena Ayana itu tanggung jawabku. Soal kepulangan karyawan, sepertinya Anda terlalu berlebihan." Jovan muncul dari arah belakang.Martin kaget heran, seorang pria dengan masker dan sengaja menyembunyikan wajahnya.Dua pasang manik mata pria itu beradu, cukup lama."Jo, kenapa baru datang? Lihat, Direktur sampai kasian padaku.""Dia hanya mengambil kesempatan, dan itu s
Mata binar Ayana kembali terpatri, tapi berbanding terbalik dengan mata nyalang Jovan.Jovan masih kesal dengan perilaku teman Ayana, dia jadi menaruh dugaan jika Ayana sering diperlakukan tidak baik di tempat ini."Mau pesan apa?" Ayana berlagak waitress di depan mereka."Apa saja, terserah gadis manis ini. Asal semua tersaji penuh cinta." Brox membual."Kami sangat terpesona dengan salah satu pelayan di sini. Apakah kamu sudah punya pacar?"Ayana sangat senang."Nanti saat pulang, jangan lama keluar. Aku menunggumu!" Jovan tak melihat Ayana. "Jangan mau kalau disapa Direktur itu lagi. Jangan melewati batas tugas pekerjaan kamu sebagai waitress!""Ya!" Ayana cemberut dan pergi, mengambil pesanan mereka, sesuai rekomendasinya.-"Apa Anda tidak curiga sama sekali dengan Jovan, ketua. Saya merasa dia mengincar sesuatu dari Anda." Rey gelisah akan kehadiran Jovan yang semakin masuk privasi Tuannya."Apa kamu mau bilang aku bodoh? Justru aku akan mengungkap apa tujuan dia. Semakin dia me
Jovan berjongkok di antara dua nisan itu. Dia mengusap nisan papa dan mamanya.'Pa, Ma. Aku datang untuk menang. Kini telah bersanding dengan Kanigara untuk mengulingkannya. Pa, apa pandangan mataku saat itu benar? Apa maksud yang Kanigara katakan tadi? Dia kawan atau lawan? Aku minta restu kalian untuk membuka tabirnya,' batin Jovan."Addy, hari ini aku akan membuat kerjasama proyek baru. Tentu saja untuk anakmu. Anakmu, akan jadi anakku juga. Dan aku yakin, dia masih hidup, dia pasti setangguh dirimu." Kanigara berdiri.Jovan lantas menyusul beranjak.Mobil kembali melaju. Mereka menuju lapangan golf.Kanigara masuk hanya dengan Rey dan Jovan. Kanigara berganti dengan pakaian kasual untuk bermain golf."Kita akan bertemu dengan kawan lama. Dia orang yang tahu perjuangan J Company. Jaga sikap kalian nanti!" Kanigara lebih menekan sorot mata pada Jovan.Jovan menganguk."Kita bergabung dengannya!"Seseorang telah membawa tas peralatan golf.Jovan melangkah seiring Rey. Mereka menaiki
"Apa aku boleh pulang? Ada hal sangat penting yang harus aku lakukan. Seseorang menungguku." Tatapan Jovan serius."Apa kamu punya kekasih?" Kanigara menebak hampir tepat.Jovan membulatkan matanya. "Tidak, dia hanya seseorang dalam tanggung jawabku saja.""Pergilah!"Jovan langsung berbalik, dan melangkah cepat."Lihat Rey, anak itu juga punya wanita. Hatinya terikat pada seseorang. Apa kamu tidak tertarik pada wanita?" Kanigara terkekeh."Saya masih ingin di sisi Anda, Ketua.""Rey, kamu perketat penjagaan makam Addy."Rey menganguk.-Jovan melaju cepat, melesat membelah kegelapan."Berani dia bertingkah! Awas, kamu." Menekan roda stir.[Jo, aku akan pulang sama Direktur saja. Kamu tidak udah menjemput.]Pesan dari Ayana, yang membuat darah Jovan mendidih seketika.Tidak selang lama, Jovan telah tiba di depan restauran, tapi belum waktunya jam pulang karyawan.Jovan menepi. Dia melihat arloji. "Sebentar lagi." Terus menatap arah pintu keluar karyawan. Jovan memainkan jarinya.Berka
Jovan tersentak. "Jo, sepertinya kita dikepung."Jovan menyudahi drama hatinya. Dia menarik nafas panjang. "Kita menyingkir pelan." Jovan dan Vincent saling angguk. Mereka berjalan dengan berjongkok pelan, menjauh dari makam itu.Sorot cahaya dari berbagai arah mempersulit gerakan mereka.Jovan dan Vincent bahkan agak menunduk."Itu mereka!" teriak salah satunya.Jovan dan Vincent cepat berguling mencari tempat aman."Kita lawan mereka, Jo.""Mereka pasti anak buat Kanigara. Lihatlah dari pakaian mereka.""Seketat ini, dia menjaga makam papa kamu, Jo. Kamu harus senang, tapi tidak untuk saat ini. Kita lawan mereka, aku malas berjongkok lama di semak.""Siapa takut, aku juga harus segera ke rumah sakit."Jovan dan Vincent beranjak. Yang pasti dengan topi dan masker."Hey bocah, kami di sini!" teriak Vincent."Itu mereka!" seruan, disusul serbuan.Jovan dan Vincent berlari menggiring ke tanah lapang.Jovan dan Vincent berdiri saling membelakangi. Mereka dikepung sekitar 10 orang.Tan