Bagaimana hati ini tidak hancur setelah apa yang aku korbankan hanyalah sia-sia saja. Ternyata aku hanya di manfaatkan oleh mereka.
Untung saja setelah mendapatkan gawai baru dari majikan lama-ku. Aku segera menginstal aplikasi biru dan juga aplikasi hijau. Aku sengaja membedakan nomer seluler yang biasanya aku pergunakan untuk menghubungi suami dengan nomer perpesanan dari aplikasi hijau. Aku tahu jika mas Rudi mengetahui aku memilih android canggih pasti dia akan marah karena aku menyisihkan uang hasil jerih payah-ku untuk kepentingan pribadiku. Nyatanya hampir tiga tahun ini aku yang telah di bodohi oleh mereka.Untung saja Allah telah membukakan pintu petunjuknya dengan mengirimkan mbak Yani untuk membongkar kedok para benalu itu.Satu bulan lebih aku sudah tidak lagi mengirimkan uang untuk mereka. Percuma, uang ku itu hanya mereka pergunakan untuk kesenangan mereka sendiri. Bagaimana dengan Zaki bayi kecilku. Yang sepat di di ceritakan oleh Mbak Yani. Bahwa ayah dan neneknya telah tega memperalat anakku untuk di jadikan pengemis. Iya, dengan sengaja Zaki merek sewakan kepada para pengemis yang membutuhkan anakku untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Apa tidak cukup uang yang tiap bulannya aku kirimkan kepada mereka itu. Dari penurunan mbak Yani juga, ternyata tanah yang sempat kami ingin beli dari Wak haji Yusuf yang uangnya adalah dari bapak ibu di kampung yang sudah menjual sepetak sawahnya untuk aku membeli tanah di samping ibu mertua. Ternyata telah menjadi milik orang lain. Dan memang dari pihak mas Rudi juga tidak membayarkan uang pemberian dari bapak-ku.Mereka telah sangat melukai-ku. Akan aku buat mereka menyesal dan membayar semuanya. Anak yang sedari kecil aku tinggalkan demi mencari peruntungan untuk masa depan kami. Nyatanya mereka sia-siakan. Dan teganya mereka jadikan anakku sebagai pengemis. Lihat saja akan aku buat kejutan untuk kamu dan keluargamu, Mas. Kalian akan membayar mahal. Dan akan aku buat kalian merasakan dan menjadi seperti Zaki-ku saat ini. Maafkan ibu ini, Nak. Ibu janji, setelah ini ibu akan menjaga Zaki. Dan tidak akan ibu biarkan orang lain menyakiti kita lagi.🌺🌺🌺"Hua...Hua...Hua..." suara tangis Zaki sedari semalam belum juga reda."Aduh, itu si buluk kenapa lagi, si Rud!" omel ibu yang baru saja keluar dari kamarnya."Iya, tu si buluk bikin berisik saja!" Eni juga ikut menyalahkan aku."Makanya ibu bantuin Rudi buat nenangin si Zaki. Ini sedari tadi panasnya gak turun-turun makanya rewel!" ucapku tak kalah kesalahannya. "Uangnya aja kalian mau dan kalian habiskan. Giliran sakit, kalian gak ada yang peduli sama anak ini.""Ogah, Bang. Nanti kulit perawatan-ku ini terkontaminasi sama buluknya anak kamu itu." ucap Eni menghina bayi kecil yang tidak berdosa ini."Eni! Jaga itu mulut kamu!" bentak-ku. Aku sudah kecapekan dari tadi tak ada yang menggantikan menjaga si Zaki. Malah dia semakin memojokkan dan menghina anakku ini. "Awas saja, kalau aku sudah dapat kiriman uang dari si Rani. Gak bakalan aku bagi sepeserpun sama kalian. Biar kalian tahu rasa. Aku juga akan melarang Zaki untuk ikut mengemis lagi." ancamku pada ibu dan adikku."Ya, gak bisa gitu dong, Bang.""Iya, kamu itu, Rud. Kamu mau ngancem kita. Kalau anak kecil panas segera kasih minum obat. Beli obat warung saja gak usah yang mahal sayang uangnya. Palingan itu panas akibat kena panasan tadi siang." ucap ibu dan dia segera berlalu kembali ke kamarnya.Dasar mereka, kalau masalah uang cepat sekali tanggapnya tanpa aku beritahu pun insting mereka sudah sangat kuat. Giliran anakku sakit mereka acuh. Padahal bayi ini yang menafkahi mereka selama ini selain kiriman uang dari ibunya.Malam ini gagal acara kencanku bersama Lasmi. Padahal aku sudah tidak sabar ingin kembali memadu kasih. Tapi aku harus sabar beberapa Minggu lagi dia akan aku miliki seutuhnya.Sudah tengah malam, tangis Zaki belum juga berhenti meski tak sekuat tadi. Namun kenapa seiring dengan melemahnya suara tangisnya panas di tubuhnya semakin tinggi dan juga bibirnya mulai berubah warna menjadi kebiru-biruan.Sudah badan dan pikiran lelah gegara Rani yang tak kunjung membalas pesan dan juga tidak ada uangnya yang masuk ke dalam rekeningku. Datang lagi masalah dengan sakitnya si Zaki. Bagaimana mau kasih minum obat, uang hasil mengemis seharian sudah di ambil ibu semua. Niatan untuk membelikannya obat warung pun urung aku lakukan di tambah hujan semakin lebat di luar sana.Aku berusaha memberikannya kompresan untuk sedikit menurunkan panasnya. Tak lupa segera aku seduhkan air gula untuk sedikit memberikan tenaga untuk Zaki-ku. Sedari kecil ibu memang melarang ku untuk memberikannya susu formula. Padahal ibu juga tahu yang seharusnya Zaki masih ASI harus rela di sapih karena ibunya harus pergi untuk membatu ekonomi keluarga kami. Alasan susu formula yang mahal harganya yang membuat ibuku tidak mengijinkanku membelikan susu untuk anakku sendiri. Sedangkan uang yang ibunya kirimkan jelas-jelas di pakai ibu dan juga kedua saudaraku untuk bersenang-senang sendiri. Bahkan uang pemberian dari bapak mertuaku untuk membeli tanah kosong pun mereka yang menghabiskannya. Alasannya lebih baik uang kiriman dari si Rani untuk merenovasi rumah ibuku sendiri dan untuk rumah ku sendiri. Rani bisa memperpanjang kontraknya untuk kembali mengumpulkan pundi-pundi rupiah.Setelah sekian lama akhirnya tangis si Zaki rendah juga. Namun dengan seiring redahnya tangisan tersebut, badan Zaki yang semula panas berangsur turun tapi bibir mungilnya semakin biru dan warna kulitnya terlihat memucat. Tak ingin pikir panjang lagi. Segera bayi ini aku turunkan ke atas kasur dari yang semula berada pada gendonganku. Badanku juga terasa sangat lelah, ingin secepatnya merebahkan diri ini di sebelah putra kecilku. Semoga saja dia baik-baik saja. Dan bisa beraktivitas seperti biasanya agar dia bisa kembali menghasilkan uang lagi untuk kami. Walau bagaimanapun dia adalah tulang punggung bagi kami setelah ibunya. Dari hasilnya yang setiap hari ia dapat itu uang membantu menutupi kebutuhan dapur rumah ibuku.Brak... Brak...Brak...!Mata ini masih sangat mengantuk, tetapi telinga ini sangat terganggu dengan suara pukulan pintu yang aku yakin itu suara dari pintu kamar yang aku tempati ini."Rud, Rudi. Cepat bangun. Itu di depan sudah di tungguin penyewa Zaki!" tak salah lag
"Cepat kamu ganti baju Zaki dengan baju yang biasanya!" titah ibu memintaku segera mengganti baju Zaki dengan pakaian yang sudah Kumal dan bisa di bilang layaknya kain serbet."Iya, Bu, bentaran. Ini Rudi masih nyari gantinya. Yang kemaren kan belum sempat di cuci." Aku berada di depan keranjang pakain tempatku menyimpan baju ganti untuk Zaki. Hampir diri ini belum pernah membelikannya pakaian yang layak. Selama ini, pakaian yang di kenakan oleh Zaki adalah pemberian dari mbak Lestari, dan pakaian itu merupakan baju bekas dari anaknya. Dari pada tidak di pakai kan lebih baik di gunakan boleh Zaki. Jadi bisa mengirit uang jatah hanya sekedar untuk membeli baju untuknya. Toh Rani juga tidak akan tahu. "Halah, kamu itu kelamaan. Mending juga kamu ganti dengan pakaian yang kemarin saja. Emang siapa juga yang mau nyuci." Ibu segera mengambil baju yang tergantung di balik daun pintu kamar ini, yang kemarin di pakai oleh Zaki. Benar juga ucapan ibu, aku juga tidak punya waktu untuk mencuci
"Kami mohon maaf sebelumnya, Pak. Anak bapak sudah tidak dapat terselamatkan. Sepertinya Anak ini sudah beberapa waktu yang lalu meninggalnya. Apa anda atau ibunya tidak ada yang mengetahuinya kalau anak anda ini telah tiada?" ucapan dari seorang petugas medis dengan menatap selidik pada ku juga ibuku. Tentu saja aku sangat kaget dengan berita yang baru saja di sampaikan petugas perempuan tersebut. Bagaimana mungkin sakit panas yang semalam bisa sampai membuat nyawa dari anak semata wayangku ini melayang. Sedari pagi sebelum ia ikut penyewanya dia baik-baik saja. Dan waktu aku beri minum obat seperti biasanya juga dia menurut saja. Tidak mungkin juga karena telat makan. Karena aku kesiangan dan ibuku juga lupa untuk membuatkan makanan untuknya. Hanya air gula sebagai pengganjal sebelum Zaki aku beri minum obat agar dia tidak rewel pada waktu ikut penyewanya."Ba--bagaimana mungkin anak saya bisa meninggal, Sus? Anak saya ini hanya sakit panas saja kemarin." Aku mencoba menjelaskan ba
Akhirnya keuangan kami sudah lebih membaik dari sebelumnya. Ternyata sangat mudah untuk bisa mendapatkan sejumlah uang dari menjaminkan surat motor. Aku kira uang sebesar sepuluh juta dari dua surat motor yang ku gadai paling tidak cukup untuk satu mingguan ke depan. Aku harus segera menemui Lasmi. Aku sudah rindu dengan dirinya. Aku tahu dia pasti masih marah karena aku sempat memenuhi permintaannya. Aku akan memberikannya kejutan. Karena hari pernikahan kami pula sudah semakin dekat, hanya tinggal menghitung hari. Kami akan segera mempersiapkan pernikahan kami."Huek..., huek..., huek...," saat kaki ini hendak melangkah keluar kamar tiba-tiba terdengar suara seperti orang mabuk. Aku segera keluar kamar untuk mengecek sumber suara tersebut. Dan benar saja Eni yang ku dapati sedang bersama dengan ibuku, yang mana ibu sedang memijat pundak adik bungsuku."Eni kenapa, Bu?" tanyaku sambil menyelidik ke arah perempuan yang berstatus adik bagiku."Ibu juga gak tahu. Palingan juga masuk an
'Ini baru awal. Akan ada hal yang tidak akan pernah kalian duga sebelumnya. Aku pastikan kalian akan membayarnya tuntas dan jauh lebih mahal dari setiap tetes keringat dan air mataku juga putraku!' gumam Rani dalam hati setelah membaca pesan yang beberapa waktu lalu yang masuk di aplikasi hijau miliknya. "Aku akan memulai permainan ini, semoga kalian bisa menikmati setiap permainan yang kita perankan masing-masing." Rani berucap sambil tersenyum miring.[Iya, Mbak. Terimakasih atas informasinya. Nanti akan aku kabari lagi.] balasan pesan dari Rani untuk seseorang.Benar-benar sudah mati hati nurani suami dan keluarganya. Ternyata selain mereka menipu dan memanfaatkanku. Mereka juga telah ingkar untuk menjaga dan merawat darah dagingku. Mereka tega berbuat ke*i pada bayi sekecil itu. Dan sangat aku herankan kenapa sebagai seorang ayah, mas Rudi justru membiarkan bahkan lebih ke arah mendukung dan ikut mendukung Menikmati.[Assalamualaikum.][Maaf, apa benar pemilik akun ini adalah Mah
Aku mulai menyusun rencana. Tentu saja untuk menjalankan rencanaku ini, aku membutuhkan bantuan seseorang. Untung saja dengan tangan terbuka mbak Yani menawarkan serta dengan sepenuh hati akan membantuku untuk menuntut keadilan bagiku juga Zaki.Sebenarnya setelah mendapatkan pesan pertama dari Mbak Yani. Aku sudah memutuskan untuk segera kembali ke tanah air. Namun majikan-ku menyayangkan akan keputusan yang aku ambil. Katanya lebih baik aku sedikit bersabar dan satu bulan lagi masa kontrakku sudah habis karena saat ini hanya melanjutkan kontrak yang sebelumnya.Namun setelah mendapatkan pesan yang berikutnya, lebih tepatnya beberapa hari yang lalu mengenai keadaan Zaki. Aku tidak pikir panjang lagi. Aku segera menemui majikan-ku dan menceritakan semua yang tengah terjadi di tanah air. Karena dasarnya mereka tipe orang yang berhati baik dan menghargai orang lain. Mereka pun mengijinkan bahkan jika terjadi sesuatu aku mereka tidak akan segan-segan untuk menolongku. Esok harinya kedua
Aku yakin saat ini mas Rudi dan keluarganya bakal gelabakan tanpa uang kiriman dariku. Selama ini mereka hidup dan bersenang diatas penderitaanku. Aku yang banting tulang, tapi mereka yang memanen hasilnya. Bodohnya aku. Sejak mendapatkan pesan dari Mbak Yani waktu itu. Saat itu pula aku mulai tidak menanggapi pesan-pesan yang mereka kirimkan ke nomerku. Aku juga menghentikan mengirimi mereka uang hasil jerih payah-ku. Sengaja memang. Daripada mereka yang menikmati hasil jerih payah-ku mendingan aku simpan sendiri untuk masa depanku. Aku ingin menjadikannya modal usaha dan juga mbeli sebidang tanah untuk aku bangun rumah sebagai tempat tinggalku nanti.Mendengar penuturan dan cerita dari Mbak Yani mengenai masalah yang sedang terjadi di dalam rumah ibu mertuaku. Aku jadi kepikiran dan menyusun rencana bersama dengan saudari ipar dari suamiku itu. Masalah keuangan yang tentu saja sedang mereka alami saat ini. Sering kali mbak Yani mendengar yang mereka keluhkan adalah uang dan uang se
"Bu, Eni mau ngomong penting." ucap Eni yang baru saja keluar dari kamarnya dan mendekat pada ibunya yang sedang duduk dan menikmati acara kesukaannya di televisi. Setelah ia mendapatkan balasan dari Yani atas story WA yang di updatenya pagi tadi."Mau bicara apa kamu? Bicara saja." balas Bu Ningsih dengan pandangan masih tidak lepas dari layar kaca yang ada di depannya."Ini masalah serius, Bu. Demi masa depanku juga keluarga ini." sambil beranjak dan mendekatkan dirinya pada sang ibu."Iya, buruan mau ngomong apa.""Ibu, matiin dulu deh TV nya." tukas Eni sambil mengambil paksa remot kontrol yang ada di tangan ibunya."Kamu apa-apaan sih, En." sungut ibunya. "Habisnya ibu sih, aku ngomong serius tapi ibu fokusnya ke TV.""Bu, Eni mau bilang. Kalau Eni sudah nemuin jalan keluar untuk masalah kita." ujarnya di sertai senyum sumringah."Maksud kamu jalan keluar apa?" Bu Ningsih menatap serius pada putrinya." Gimana kalau kita gadaikan surat tanah dan rumah ini untuk menyanggupi permi