"Ah, si*l!" rutukku. Baru juga bisa terhubung kembali dengan Rani. Kini nomer tersebut sudah tidak bisa aku hubungi lagi. Atau mungkin di sengaja olehnya."Bang, kamu ini apa-apaan, sih. Teriak-teriak gak jelas. Lho, ibu kemana? Bukannya tadi mau ngomong penting sama kamu, Bang?""Pentingnya buat kamu." jawabku kesal sambil menatap tajam pada Eni."Ini penting untuk kita semua. Kalau gak gara-gara mbak Rani kita pasti tidak akan kelimpungan seperti ini, Bang." sungutnya."Gak usah bawa-bawa Rani, kamu. Kalau kamu gak ngelakuin hal bo**h pasti kita gak akan buang-buang duit banyak cuma buat bayar orang yang mau nikah sama kamu. Mending buat aku modal nikah sendiri sama si Lasmi." tukasku."Kamu itu saudara laki-lakiku satu-satunya yang aku punya. Jadi sudah kewajiban kamu itu, Bang.""Gimana, kamu setuju kan, Bang buat jaminin surat rumah ini untuk mengambil pinjaman. Lumayan lho kata temenku kita bisa dapat pinjaman 200 juta dari surat tanah dan rumah ini. Itu bisa kita bagi dua. Dan
"Gimana, sudah kalian bawa itu uangnya?" tanya Bu Ningsih yang buru-buru menghampiri kedua anaknya di depan pintu yang baru saja pulang."Ini," jawab Eni semringah sambil menunjukkan tas ransel warna maroon yang ia bawa dari rumah sebelumnya."Sini, cepet ibu juga mau lihat." Bu Ningsih berjalan cepat sambil menarik lengan putrinya. "Mana, coba ibu lihat ibu juga mau hitung lagi benar apa tidak. Takutnya kurang, rugi kita nanti.""Gak mungkinlah, Bu. Wong tadi sudah di hitung lagi di depan kita, ya kan, En?" sahut Rudi yang berjalan dari arah depan dan kemudian ikut bergabung dengan ibu dan juga adiknya."Iya, kan kita mau jaga-jaga juga. Terus ini kapan mau kamu kasih sama Toni? Lebih baik pernikahan kamu segera dipercepat kalau bisa sekalian saja sama kakak mu.""Iya, nanti Eni mau mencoban menghubungi Toni lagi.""Kalau bisa suruh dia dan keluarganya segera datang ke sini untuk membicarakan masalah pernikahan kalian." titah Bu Ningsih pada Eni."Iya, betul itu kata ibu. Lebih baik
"Sayang, kamu ngapain ngelihat dia sampai seperti itu." Terdengar suara perempuan yang bersanding dengan suamiku itu mendengus ke arahnya."Gak, lah sayang. Aku cuma heran saja. Aku juga gak kenal kok sama dia." Mas Rudi berbisik pada perempuan di sampingnya nun masih terdengar oleh telinga ini."Kini giliranku dan mbak Yani menyalami mempelai yang berada di atas pelaminan ini." Aku segera beranjak dari hadapan suamiku dan juga istri barunya sebelum dia menyadari keberadaanku saat ini serta mengenali penampilanku yang sudah berubah drastis seperti saat ini."Ran, kamu tahu gak. Aku jadi pengen ketawa lihat suamimu dan istri barunya itu. Si wanitanya itu cemburu melihat Rudi yang tidak berkedip mandangin kamu yang catik bengini. Jelas nyesel dia. Kamu jauh lebih cantik dari perempuan yang bersanding dengannya itu. Tapi memang dianya saja yang belum nyadar." bisik mbak Yani ketika kami sudah berada jauh dari pelaminan."Iya, Mbak. Apalagi pas waktu kita naik ke atas pemainan tadi. Merek
[Halo! Assalamualaikum. Mas, ini aku istrimu.]Pagi ini sengaja aku menghubungi nomer suamiku. Aku pasti saat ini dia sedang menikmati harinya bersama istri yang baru dia nikahi walaupun sudah lama mereka menjalin hubungan terlarang di belakangku.[Ri--rina. Tumben kamu pagi-pagi gini telpon aku. Ada perlu apa]Benar saja. Dia pasti merasa kaget akan panggilan telepon dariku itu.[Kok kamu sepertinya tidak suka ya, Mas, aku hubungi. Ini kan hari Minggu. Aku baru bisa telepon kamu kalo hari Minggu saja.]Aku pura-pura merajuk. Merasa dia tidak senang mendapati telepon dari istrinya ini. Yang memang aku tahu dia memang tidak suka dan pasti merasa bahwa aku telah menganggu waktunya.[Eh, enggak kok. Justru aku senang sekali kamu telepon. Aku juga sudah kangen sekali sama kamu, pastinya Zaki, putra kita yang merindukan ibunya.] Ternyata dia, suamiku masih mempunyai rasa takut dan khawatir akan diri ini yang merajuk padanya. Tentu saja bukan aku yang ia takuti. Melainkan karena takut bila
Tok....tok....tok...!Ku ketuk daun pintu kamar ibuku."Bu, ibu. Ini Rudi, Bu. Ini sudah siang. Rudi ada perlu sama ibu." karena belum ada sahutan dari dalam aku mencoba memanggil ibuku. Dan lagi-lagi belum ada jawaban darinya. Tidak bisanya ibu seperti ini. Apa karena terlalu capek acara nikahan kemarin."Gimana, Bang. Ibumu belum bangun juga. Tidur apa ngebo si ibumu itu." celetuk Lasmi yang tiba-tiba saja muncul dari dalam kamar kami yang memang letaknya bersebelahan dengan kamar milik ibu."Hush! Kamu ngomong apa si, Yang. Masak ibuku tidur kamu bilang ngebo. Mungkin ibu kecapekan karena acara kemarin." tegurku pada Lasmi untuk membela ibuku sendiri."Kalau ngak ngebo apa namanya, coba? Kamu ketuk pintu dan teriak dari tadi juga gak ada sahutan dari dalam." sungut istriku itu. Aku tahu pasti karena rasa laparnya ia menjadi emosi seperti ini."Iya, sabar dulu. Ibu mungkin memang benar-benar capek, Yang. Kamu tahu sendiri tamu kemarin yang datang kan banyak. Lagian umur ibu juga kan
Kini aku telah berkumpul kembali dengan kedua orang tuaku. Tadi pagi tepatnya bapak dan ibu telah sampai sedangkan Bayu, adikku meski tadi mereka berangkat bersama namun di terminal tadi mereka berpisah. Bayu telah di jemput oleh temannya yang juga mendaftar di perguruan tinggi yang sama.Karena tidak ingin mengulur waktu juga. Bapak yang sebelumnya sempat aku hubungi untuk menemaniku ke tempat pemborong yang akan mengerjakan rumahku nanti.Minggu depan pengerjaan rumahku akan segera di mulai. Dan untuk sementara ini kami tinggal bersama di rumah yang telah aku kontrak untuk beberapa waktu. Aku hampir saja kelupaan untuk mengambil gawai yang sedari tadi aku cash di meja rias kamar yang aku tempati. Kebetulan rumah yang aku tempati ini terdapat tiga buah kamar yang berukuran tidak begitu besar. Ruang tamu ruang keluarga yang bersebelahan dengan dapur juga kamar mandi. Kebetulan aku menempati kamar yang paling depan sedangkan untuk bapak dan ibuku akan menempati kamar bagian tengah. Se
Satu bulan selepas acara pernikahanku dengan Lasmi. Semakin hari kondisi keluargaku kian terpuruk. Pernah ada ungkapan bahwa tiap pasangan yang telah menikah dan berumah tangga itu membawa rejeki masing-masing. Sebelumnya aku percaya saat sebelum menikah dengan Lasmi dan hanya Rani seorang yang menjadi pendampingku. Aku rasa kehidupan kami justru jauh lebih baik dari pada saat aku belum menikahinya. Aku pikir dengan menikah kembali untuk yang kedua kalit dan dengan wanita pujaanku rejekiku akan semakin bertambah. Justru ini malah sebaliknya. Aku telah berkorban banyak demi Istriku yang baru ini. Namun apa yang kudapatkan justru kondisi keuangan kami semakin runyam. Kesialan kerap kali menghampiri kami. Aku tidak menyesali telah menikah dengan Lasmi. Mungkin ini hanya kebetulan saja.Aku masih menunggu kabar dari Raniku yang kembali menghilang tanpa kabar yang menyisakan gunda gulana di hati ini. Rasanya hidupku semakin tak tenang dibuatnya. Aku kira bahagia setelah benar-benar mendap
Sebenarnya aku tidak ingin menjadi orang jahat seperti mereka. Aku juga bukan tipe orang yang bisa berbuat tega kepada siapapun. Namun karena teringat perlakuan mereka kepadaku terutama kepada putra semata wayangku hingga sampai meregang nyawa. Tiba-tiba ambisi untuk membalas perbuatan mereka selalu membisiki telinga ini.Aku juga yang meminta para preman suruhanku untuk memberi peringatan pada mereka akan uang yang telah mereka pinjam. Juga memberi ancaman dengan mengusir mereka keluar dari rumah itu, jika mereka belum juga bisa membayar pinjaman yang sudah mereka ambil sesuai perjanjian yang sudah mereka sepakati dan tandatangani di atas materai. Kali ini orang suruhanku sudah berhasil membawa motor milik mas Rudi yang ia beli dari uang bapak yang seharusnya untuk membeli tanah yang akan kami dirikan rumah di atasnya. Namun ternyata mereka lalai dan kalap sehingga uang yang seharusnya menjadi hak-ku mereka pergunakan untuk menyenangkan diri mereka sendiri. Aku juga masih mengincar
"Rud, kita gagal lagi. Ibu pikir harusnya kamu itu tinggalkan saja si Lasmi dan mencoba untuk mendekati Rani lagi. Karena kalau kamu berhasil dapatin si Rina itu sana artinya kamu bisa merubah hidup kita. Ibu bosan hidup miskin dan susah. Makan saja susah." Ibunya Rudi berusaha menghasut putranya."Tapi apa Lasmi mau Rudi tinggal, Bu? Kita saja numpang hidup sama dia." "Ya kamu pinter-pinter cari cara dong. Masa gitu saja harus tanya sama ibu kamu ini."Rudi dan ibunya sedang berada di kamar yang ditempati oleh ibunya Rudi. Tanpa sepengetahuan keduanya, Lasmi yang tadinya berpamitan untuk pergi sebentar ia urungkan karena ada sesuatu yang tertinggal. Dan benar saja, Lasmi mendengar dengan telinganya sendiri jika ternyata ibu mertua dan suami sedang bersekongkol untuk menyingkirkan dirinya.Mendengar percakapan di dalam kamar yang posisinya tidak tertutup dengan sempurna. Dari balik pintu terdengar gigi gemeletuk milik Lasmi."Oh, ini ternyata rencana kalian. Baiklah ternyata aku saat
"Wah, besar juga toko milik si Rani," ujar ibunya Rudi menatap takjub. Rudi sengaja memarkirkan motor miliknya agak jauh dari tempat istrinya tersebut."Alah..., biasa juga kali, Bu!" sewot Lasmi pada ibu mertuanya."Tunggu sebentar!" panggil Rudi pada kedua perempuan yang sudah terlebih dahulu melangkah di depannya.Rudi melangkah lebih maju agar bisa mengimbangi posisi mereka. "Sebaiknya Rudi nunggu di sini saja. Lihat ada dua penjaga di depan toko itu," ujar Rudi sambil menunjuk pada dua orang yang sedang terduduk di emperan toko."Emang ada masalah apa sama kamu, Bang?" tanya Lasmi penasaran. Matanya menyorot tajam ke arah suaminya."Pokoknya kalian saja yang masuk ke sana dari pada kena masalah," titah Rudi pada kedua perempuan beda generasi tersebut."Sudalah, Las. Kamu gak usah banyak protes. Yang penting sekarang kita itu bisa belanja banyak tanpa harus keluar duit," sahut ibu mertua Lasmi.Akhirnya keduanya pun bergerak dan meninggalkan Rudi yang berada beberapa meter dari t
Setelah kejadian kemarin. Keluarga Rani tidak ingin lagi kecolongan dengan keberhasilan Rudi yang menyelinap di kediaman miliki putri mereka.Sebelum perceraian antara Rani dan Rudi benar-benar disah-kan oleh pengadilan agama. Orang tua Rani sangat berhati-hati dalam menjaga keselamatan putri mereka terlebih aksi nekat yang telah dilakukan oleh laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan menantu keluarga mereka.Kedua orang tua Rani sangat menyesalkan sikap mereka karena telah memberikan restunya pada laki-laki yang ternyata benar-benar tidak bertanggung-jawab. Bukan hanya melimpahkan kewajibannya sebagai tulang punggung keluarga. Keluarga dari menantunya pula yang telah membuat cucu mereka harus meregang nyawa tanpa ada kesempatan bagi mereka untuk menatap kepergian cucu mereka untuk yang terakhir kalinya. Keluarga Rudi sengaja menyembunyikan kematian putranya dari keluarga istrinya.Tidak hanya putri mereka yang diperas keringatnya oleh keluarga dari besan melainkan persekongko
Mas, kamu itu dari mana saja? Masih pagi bukannya kerja malah keluyuran. Terus itu kakimu kenapa? Kok kamu jalannya pincang gitu?" Rudi yang baru sampai di rumah. Di depan teras tempat mereka tinggal sudah menanti istri yang sudah menunggunya dengan muka yang sudah tidak bersahabat."Cerewet! Aku ini juga sudah usaha. Memang belum rejekiku hari ini." ucapnya tanpa memperdulikan wanita di depannya itu. Terus melangkah hingga masuk kedalam rumah milik Lasmi."Kalian itu numpang di rumahku harusnya tau diri, dong!" cerca Lasmi sambil mengekor di belakang suaminya itu. "Aku sudah capek masak ibu sama ibumu enak dari tadi kerjanya cuma tiduran." keluhnya pada sang suami."Bisa diem gak! Aku ini juga capek!" hardik Rudi sambil memijat bagian tubuhnya yang sakit itu."Gimana mau diem kalau di rumah gak ada apa-apa. Aku ini juga butuh menyenangkan diriku sendiri. Aku sudah stres. Semua yang aku punya sudah aku jual. Tapi mana janjimu yang mau balikin itu semua?" "Itu semua juga dulunya aku y
Sudah satu Minggu dari kejadian kerusuhan yang diperbuat oleh keluarga Mas Rudi. Tak ada kabar lagi dari mereka semua. Surat gugatan pun telah terdaftar di pengadilan agama, tinggal menunggu surat panggilan untuk sidang perdana kami. Semoga selepas semua urusan ini selesai. Aku bisa kembali mendapatkan ketenangan dan menjalani hidup dengan tenang pun menata hidup dan masa depan. Untuk kembali menjalin hubungan, aku tidak membatasi. Mengikuti alur yang sudah diskenariokan oleh Sang Maha Pengatur dan Pemilik kehidupan.Rencanaku hari ini adalah bertemu dengan pembeli rumah itu sekaligus pelunasan dari sisa uang yang belum terbayar."Tunggu!" terdengar suara bariton yang sangat aku kenali.Iya, Mas Rudi yang berteriak memanggil namaku. Mau apa lagi dia datang kemari. Kenapa nyaliku jadi menciut begini. Tiba-tiba jantungku berdegup dengan kencangnya.Aku takut karena Mas Rudi bisa saja berbuat nekad seperti kemaren. Sedangkan di rumah hanya aku seorang dan dua orang karyawan yang berjag
"Mbak, Bayu tadi kayaknya lihat seseorang yang mirip banget sama Mas Rudi." "Apa, bener, Le, yang kamu lihat tadi itu suaminya, Mbakmu si Rudi itu.""Iya, Bu. Bayu yakin. Soalnya tadi orang itu juga merhatiin kita terus pas kita bagi-bagi nasi kotak di depan." ucap Bayu dengan mimik seriusnya."Apa mungkin Mas Rudi sudah tahu tempat ini ya, Yu?" "Bayu juga gak tahu, Mbak. Mungkin tadi juga dia pas lihat kitanya gak sengaja. Mungkin saja kan karena kita tadi di jalan pas Mas Rudi juga melintas di sana. Terus lihat kita.""Iya, juga, ya." di sambut anggukan oleh Ibu juga Bapak."Terus kemaren bagaimana pas kalian menyita rumah ibu mertuamu itu, Nduk? Bagaimana reaksi dari mereka?" tanya bapak karena penasaran."Iya, Nduk. Ibu juga penasaran. Akan tinggal di mana kalau mereka keluar dari rumah itu?""Rani juga gak tahu, Bu. Itu sudah bukan urut kita lagi.""Kemaren sempat bersitegang si, Pak. Mereka mencoba beralasan. Tapi karena gertakan dari preman yang di bawa oleh Pak Indra dan jug
"Cepat bereskan semua barang-barang kalian sekarang juga!" teriak dari salah satu preman bayaran Rani."Tolong jangan usir kami." ucap Rudi dengan memelas."Kemana kami akan pergi kalau kalian mengusir kami." Bu Ningsih juga memohon pada para pereman agar tidak mengusirnya keluar dari rumah yang telah mereka gadaikan itu."Itu bukan urusan kami. Makanya kalau gak gablek duit, k*r*, gak usah sok-sokan pinjem duit banyak. Nganggur pake bergaya pinjem duit, gak bisa bayar. Ini konsekuensi yang kalian dapat." kata dari preman yang berkepala plontos."Akibat memperalat orang baik yang sudah baik sama kalian. Sudah dikasih enak masih saja kurang. Dasar serakah kalian." keluarga itu hanya bisa pasrah menerima cibiran dari para preman yang akan menyita rumah mereka. Karena memang benar adanya semua yang keluar dari mulut para preman tersebut. Malu. Tertunduk."Baik. Kami akan beri kalian waktu selama satu jam untuk berkemas. Kami tunggu segera." Indra memberikan interupsinya."Tolong. Beri wa
Ketika perdebatan di antara Bu Ningsih dan juga para penagih hutang masih berlangsung. Nampak dari arah depan rumah tersebut seorang laki-laki dengan kuda besinya yang mulai memasuki pekarangan."Ini, ada apa?" nampak raut bingung dari seorang tersebut, yang tidak lain ada Rudi suami Rani. Setelah selesai memarkirkan kendaraannya, suami dari Rani tersebut segera mendekat pada orang-orang yang masih berada di tempatnya semula. Yaitu di teras tepat di depan pintu rumah tersebut."Bang, Rud!" teriak Lasmi dan mertuanya yang hampir bersamaan menyebut nama laki-laki dan mengharapnya untuk bisa mengatasi masalah yang sedang mereka hadapi."Ini, ada apa sebenarnya?" Rudi masih bertanya dengan nada yang masih terdengar antara cemas dan bingung."Mereka ini mau menyita rumah ini, Rud. Mereka bilang utang kamu belum pernah dibayar dan dicicil sekalipun.""Rani gak mungkin bohong, Bu. Dia bilang dia akan membantu untuk melunasi pinjaman kita." Rudi masih kekeh dengan pemikirannya sendiri."Tapi
"Iya, Pak. Lebih awal lebih baik. Sekali lagi saya ucapkan banyak terimakasih. Dan juga saya minta maaf sebelumnya karena sudah mengganggu waktunya, Pak Indra.""Gak pa-pa Mbak Rani. Saya tidak merasa direpotkan. Mbak masih saudara sama Rahman. Dan Rahman itu teman baik saya. Sudah sewajarnya kita saling membantu kepada sesama.""Iya, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih banyak.""Assalamualaikum ...,""Waalaikumsalam ...,"Baru saja Pak Indra menghubungiku melalui sambungan telepon seluler. Memastikan kedatangannya dan juga orang-orang yang dulu aku sewa untuk menagih hutang ke rumah ini.Sebelumnya aku memang meminta tolong padanya untuk membantu mengeluarkan penghuni rumah ini, karena tidak lama lagi tempat ini akan di ambil alih oleh pemiliknya yang baru. Tentunya sudah tertulis di atas surat perjanjian yang pernah Mas Rudi dan Eni tanda tangani saat peminjaman uang beberapa waktu yang lalu.Aku menjadi lebih tega dan sengaja memajukan waktu dari yang telah direncanakan. Di k