"Kamu benar, Alexei! Da, nikakikh vyvodov, vtorykh neudach i moshennichestva. Vy po-prezhnemu prodolzhayete vypolnyat' svoi obyazannosti za odin raz. Yesli u vas ne poluchitsya, my zaberem vashego rebenka, a kuda vy khotite poyti, zavisit ot vas s Arunoy!" (Ya, tidak ada pengunduran diri, tidak ada kegagalan kedua, dan kecurangan. Kamu tetap bisa melanjutkan tugasmu. Jika kamu gagal, kami akan mengambil anakmu. Terserah kamu dan Aruna pergi ke mana!)"Shit!" umpat Alexei sambil melempar batu sebesar kepalan tangan ke tengah danau setengah beku.Alexei mengusap kepalanya kasar. Kesepakatan dan kesempatan kedua itu, membuatnya tidak punya pilihan. Alexei terpaksa mengangguk karena dia paham sifat papanya. Percuma dia melawan, bisa-bisa Ruslanov Yevgeny kembali mengirimnya ke penjara bawah tanah. Alexei tidak ingin terjebak dalam peristiwa konyol itu lagi."Miris sekali nasibmu Alexei! Kamu tidak ubahnya seperti boneka orang tuamu! Haaah!" teriak pria tampan bermanik kebiruan itu. Selanj
"Apa yang kamu ketahui dari peristiwa itu, Janes? Apakah kamu tahu orang yang terlibat?" tanya Aruna mulai khawatir.Tiba-tiba Aruna mengkhawatirkan Bagaskara. Meskipun laki-laki itu bukan ayah kandungnya, tetapi Aruna tidak ingin sang ayah terlibat kasus hukum. Akan tetapi, penemuan beberapa angka rahasia itu selalu menghantui benak Aruna. Siapa sebenarnya pembunuh Alenadra dan apa hubungannya dengan angka itu?Janes tersenyum kecut. "Kalau saya tahu, kasus ini sudah terungkap tiga tahun yang lalu, Nona. Bahkan, detektif dari negara ini saja gagal menemukan keberadaan orang itu. Maka dari itu, Tuan Ruslanov memintaku tetap di sini. Mereka tidak ingin saya menjadi korban orang jahat itu!" jawabnya terdengar serak."Semoga Alexei bisa menemukan mereka, Janes!""Saya harap juga begitu, Nona. Tanggal lima Mei adalah hari yang tidak bisa dilupakan keluarga ini. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa Nona Alenadra berkencan dengan pria itu. Mereka seperti pasangan paling bahagia. Tetapi anehny
"Wait, Miss Aruna Yevgeny! Just one minute!" Aruna menghentikan langkah, bukan karena semata panggilan itu. Akan tetapi, Aruna tidak ingin dipandang semakin aneh karena berwajah sembab.Gorgory segera mendekat. Dia mengulurkan sebuah amplop pada Aruna yang masih bergeming. Aruna memalingkan wajah dari pria berbadan tinggi besar itu. Sekali lagi, Gorgory menyodorkan amplop tersebut lebih mendekat."Di sini Anda akan tahu alasannya kenapa saya bicara begitu, Nona. Hati-hati, semoga perjalanan Anda ke Kota Volgograd menyenangkan." Aruna menatap Gorgory. Aneh, laki-laki itu sekarang menyunggingkan senyum, tidak seperti tadi yang bersikap bengis. Aruna tidak ingin terjebak oleh perubahan sikap orang di depannya ini. Dia sekarang benar-benar tidak bisa lagi membedakan mana orang baik dan munafik."Maafkan saya, Nona. Sampai jumpa," ucap Gorgory menyentak lamunan Aruna.Wanita itu tersenyum kaku. Kemudian tanpa bicara sepatah kata pun mengambil amplop dari tangan Gorgory. Aruna menatap seki
"Belinda masuk dalam kehidupan kami, memporak-porandakan semuanya, Sayang. Tapi bukan hanya Belinda yang membuat Mama pergi hanya membawa Bayu." "Apa itu, Ma?" tanya Aruna lirih. Kinasih tersenyum kecut dan meminta Aruna untuk tidur. Akan tetapi, rasa kantuk dan lelah itu telah menguap entah ke mana. Aruna lebih tertarik mendengar cerita masa lalu orang tuanya dari sisi yang berbeda."Bagaskara tidak yakin jika kamu anaknya. Padahal, demi Allah, Runa, Mama tidak pernah selingkuh. Mama berusaha menjadi istri yang setia. Meskipun pernikahan kami awalnya karena keterpaksaan setelah mengorbankan rumah tangga Mama dan papanya Kak Bayu. Mama berusaha menuruti keinginan kakekmu, tapi itu ternyata belum cukup, Sayang!""Maksud Mama apa? Kenapa cerita yang aku dapatkan berbeda-beda?" tanya Aruna lirih.Kinasih menarik napas panjang lalu mengusap perut buncit Aruna. Aruna mengikuti pergerakan tangan wanita itu. Lalu, usapan tangan Kinasih berhenti pada tangan sang putri. Kinasih meraih telapa
"Nggak ada yang bisa menghalangiku mendapatkanmu lagi, Kinasih. Kita bisa memulai lagi dari awal bersama anak-anak kita."Bagaskara menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Bibir laki-laki itu melengkung membentuk senyum. Senyum penuh harapan akan kembalinya mantan istri padanya. Bagaskara memang sudah mengetahui jika Kinasih menikah lagi dengan pria warga negara asing. Justru itulah yang membuat Bagaskara semakin yakin bisa merebut kembali Kinasih dari suaminya sekarang. Jika dulu dia bisa menyingkirkan Hendra Langit untuk mendapatkan Kinasih, tentu sekarang dia juga bisa mendapatkan Kinasih lagi meskipun harus menyingkirkan suaminya sekarang. Apalagi, ada Aruna di antara mereka.Bagaskara terkekeh menyadari khayalannya itu. Rasa cintanya yang besar pada Kinasih membuatnya sanggup menghalalkan segala cara untuk mendapatkan wanita itu kembali."Nggak ada kata menyerah dan kalah bagi seorang Bagaskara!" Kembali dia berkata sendiri dengan jumawa.Bagaskara melirik
Jakarta, Indonesia....Elang mendengus kasar dan kembali mengumpat berkali-kali, setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Alexei beberapa jam lalu. Saat itu Alexei mengabarkan sudah berada di Qatar dan meminta dijemput di Bandara Soekarno-Hatta sembilan jam lagi."Julio! Ke sini!" panggil Elang dengan suara lantang.Setelah mendengar jawaban dari seberang, Elang menghempaskan punggungnya di kursi. Wajah laki-laki itu menahan geram ditambah lambatnya Julio.Dengan basa-basi, Julio mengetuk pintu ruang kerja Elang. Laki-laki itu paham dirinya akan mendapatkan kemarahan lagi dari sahabatnya. Benar saja, baru saja Julio hendak membuka mulut, Elang sudah menyambutnya dengan lemparan ballpoint."Siap, Bos. Ada kabar apa?" tanya Julio tidak mengerti.Elang berdecak jengkel, disusul umpatan lirih, "Sialan, gara-gara kamu ini, Alexei dalam perjalanan ke Indonesia. Coba kamu nggak berpikir bodoh memberitahu Ruslanov, pasti sekarang Alexei sudah bertemu Aruna di Volgograd!" semburnya tanp
Whu Li kembali bersumpah, "Aku orang yang tidak pernah mengingkari apa yang aku tahu. Demi arwah leluhur, juga Papa, Mamaku!" Alexei ingin menolak kebenaran ini, tetapi itulah fakta tentang sang adik. Tidak pernah terbersit sedikit pun di benak jika Alenadra bertindak sejauh itu. Alenadra berhubungan dengan pria pimpinan mafia dan hamil? Hal tersebut jelas sangat memukul telak batin Alexei. Keluarga Ruslanov Yevgeny bukan hanya keluarga terpandang karena jabatan Ruslanov dan Catarina, akan tetapi, mereka adalah orang-orang penganut muslim taat.Laki-laki berwajah rupawan itu menunduk. Ingatan Alexei kembali tertuju pada Alenadra beberapa waktu sebelum meninggal. Alenadra sering menghabiskan waktu di luar rumah, bahkan tanpa Janes. Padahal saat itu Janes adalah asisten Alenadra. Alexei memang tidak bisa setiap waktu memantau adiknya itu karena dia sendiri sibuk dengan kuliah. Berulang kali Alexei menghela napas lelah menyadari kebodohannya yang tidak peka akan sikap sang adik."Baikl
Bagaskara mengusap kasar wajahnya. Laki-laki itu memalingkan wajah dari Alenadra kemudian bangkit dengan gerakan perlahan. Ruslanov Yevgeny dan Catarina Aliev ....Dua nama itu, di Russia, siapa yang tidak mengenalnya?Berulang kali, Bagaskara ingin mengingkari kenyataan itu jika dirinya bisa. Namun, apa dikata, semua sudah terjadi. Alenadra hamil, menuntut kepastian mengenai hubungan mereka. Banyak pertimbangan yang membuat Bagaskara tidak ingin terikat gadis itu. Keberadaan sang putri yang kini tengah berjuang di panggung kontes ratu kecantikan. Juga, keberadaan Belinda meskipun berstatus istri simpanan, juga Dita, kekasihnya yang lain. Belum lagi tentang keberadaan Gerald, anak laki-laki hasil pernikahannya dengan Belinda. Tentu, pertimbangan terbesar Bagaskara adalah orang tua Alenadra."Alenadra, apa harus bertemu orang tuamu?" tanya Bagaskara bodoh.Alenadra yang telah menatapnya kecewa, mendengar pertanyaan itu hatinya semakin hancur. Dia beringsut, meraih kimono yang berserak
Dor!Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu."Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar."Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya.Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya."Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!" teria
Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana."Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati.Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu."Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin jika
"Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara."Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!"Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia."Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's me g
Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama?Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna."Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau.Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna."Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Ruslanov tah
"Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters
"Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!""Satu ... dua ... tiga!"Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong.Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!"Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga.Tok ... tok ... tok!Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah!Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu masih sa
Mendengar tembakan itu, Bagaskara tertegun. Laki-laki itu kembali turun dari mobil dan melangkah cepat menuju ke tempat di mana Alenadra merengang nyawa.Di tumpukan kardus itu, Alenadra meringkuk sambil terus memegangi perutnya. "Mne zhal', chto ya ne smog zashchitit' tebya. Pozzhe rasskazhi svoyemu Angelu, kto eto s nami sdelal." (Maafkan aku tidak bisa melindungimu. Kelak katakan pada malaikat, siapa yang melakukan ini pada kita.") Bibir Alenadra bergerak pelan. Suara lirih itu mampu ditangkap telinga Bagaskara."Alenadra!" Bagaskara menatap nanar ke arah gadis di depannya. Alenadra menatapnya sayu, lalu menyunggingkan senyum. "Thanks for loving me!" ucapnya lalu memejamkan mata. "Moy brat podberet menya i spaset nas," (Kakakku akan datang menjemputku, dia akan menyelamatkan kami) lanjutnya sangat lemah.Bagaskara dan anak buahnya kompak saling pandang. "Tuan, ada mobil ke sini. Kita tinggalkan tempat ini. We go now!" seru salah satu dari mereka.Bagaskara menatap sekali lagi pad
"Aku tadinya nggak percaya, Alex. Tapi itulah fakta yang terkuak tentang mertuamu." "Kasihan sekali Elang dan Aruna," sesal Alexei lirih. Julio mengangguk samar, lalu menepuk pelan bahu Alexei. Julio segera membereskan beberapa barangnya ke dalam ransel. Dia kembali membantu Alexei untuk berbaring. "Alex, aku pergi dulu. Aku harus mengurus beberapa dokumenmu. Setelah kamu kuat, cepat kembalilah ke Russia.""Spasibo, Julio."Julio kembali mengangguk dan menoleh sekali lagi pada sahabatnya. Laki-laki itu menggantung ransel ke bahunya kemudian benar-benar pergi dari ruang perawatan Alexei."Kamu harus menerima semua yang kamu perbuat, Bagaskara. Aku tidak menyangka kamu adalah iblis. Alenadra dan Hendra Langit tidak akan tenang selama kamu masih berkeliaran."Alexei mengambil handphone yang sejak tadi dianggurkan di atas nakas. Alexei segera membuka galeri foto. Hal pertama yang dicari adalah foto Aruna. Namun, Alexei tidak punya keberanian untuk menghubungi istrinya itu meskipun rasa
"Hidupnya siapa, Mama? Coba aku lihat, Mama lagi bicara sama siapa?" tanya Aruna dengan tangan terulur.Tatapan mata wanita itu tertuju pada kantong baju Kinasih. Kinasih yang tidak bisa berkelit lagi, menarik napas pelan dan mengambil handphone. Diberikannya benda berwarna hitam itu dengan ragu.Aruna membuka log panggilan. Tidak menemukan hal yang dicari di situ. Lalu, jari telunjuk Aruna membuka room chat. Elang sedang mengetik pesan....Aruna segera membuka pesan singkat dari kakaknya itu. Dua baris kalimat yang mengabarkan Bagaskara dan Alexei sama-sama berada di rumah sakit. Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aruna. "Alexei? Jadi, jadi ... dia ...." Jari-jari Aruna masih mengambang di atas handphone.Aruna menatap Kinasih dengan tatapan menuntut jawaban. Kinasih hanya menggeleng lemah karena memang dirinya tidak tahu menahu tentang kepergian Alexei ke Indonesia. "Mama juga tidak tahu, Sayang. Sepertinya ada sesuatu sehingga Alexei pergi ke sana. Mama juga heran, kenapa dia