"Nona Aruna, sudah waktunya makan malam. Tuan dan Nyonya menunggu Anda!" Janes melongokkan kepala di ambang pintu. Aruna yang sejak tadi berdiri di tepi jendela, tersentak lalu mengangguk."Thank you, Janes. Aku segera turun!" jawab Aruna pelan.Janes mengangguk, kemudian kembali pamit. Sepeninggal perempuan itu, Aruna kembali menatap ke luar jendela. Dari situ, Aruna bisa melihat ke arah pekarangan depan.Sekali dua kali, terlihat mobil melintas. Tidak ada satu pun motor yang melintas semenjak tadi. Sangat jauh berbeda dengan Indonesia. Aruna menarik napas panjang, berharap salah satu mobil yang melintas itu berbelok ke pekarangan rumah ini. "Sebenarnya kamu di mana, Alexei? Kenapa mereka membawaku ke sini dan nggak memberitahu di mana keberadaanmu?" tanya Aruna lirih sambil mengusap kedua sudut matanya yang mengembun.Suasana makan malam terasa hening. Hanya dentingan sendok, garpu, dan pisau sesekali terdengar lirih beradu dengan piring. Catarina melirik Aruna yang duduk tepat di
"Kamu benar, Alexei! Da, nikakikh vyvodov, vtorykh neudach i moshennichestva. Vy po-prezhnemu prodolzhayete vypolnyat' svoi obyazannosti za odin raz. Yesli u vas ne poluchitsya, my zaberem vashego rebenka, a kuda vy khotite poyti, zavisit ot vas s Arunoy!" (Ya, tidak ada pengunduran diri, tidak ada kegagalan kedua, dan kecurangan. Kamu tetap bisa melanjutkan tugasmu. Jika kamu gagal, kami akan mengambil anakmu. Terserah kamu dan Aruna pergi ke mana!)"Shit!" umpat Alexei sambil melempar batu sebesar kepalan tangan ke tengah danau setengah beku.Alexei mengusap kepalanya kasar. Kesepakatan dan kesempatan kedua itu, membuatnya tidak punya pilihan. Alexei terpaksa mengangguk karena dia paham sifat papanya. Percuma dia melawan, bisa-bisa Ruslanov Yevgeny kembali mengirimnya ke penjara bawah tanah. Alexei tidak ingin terjebak dalam peristiwa konyol itu lagi."Miris sekali nasibmu Alexei! Kamu tidak ubahnya seperti boneka orang tuamu! Haaah!" teriak pria tampan bermanik kebiruan itu. Selanj
"Apa yang kamu ketahui dari peristiwa itu, Janes? Apakah kamu tahu orang yang terlibat?" tanya Aruna mulai khawatir.Tiba-tiba Aruna mengkhawatirkan Bagaskara. Meskipun laki-laki itu bukan ayah kandungnya, tetapi Aruna tidak ingin sang ayah terlibat kasus hukum. Akan tetapi, penemuan beberapa angka rahasia itu selalu menghantui benak Aruna. Siapa sebenarnya pembunuh Alenadra dan apa hubungannya dengan angka itu?Janes tersenyum kecut. "Kalau saya tahu, kasus ini sudah terungkap tiga tahun yang lalu, Nona. Bahkan, detektif dari negara ini saja gagal menemukan keberadaan orang itu. Maka dari itu, Tuan Ruslanov memintaku tetap di sini. Mereka tidak ingin saya menjadi korban orang jahat itu!" jawabnya terdengar serak."Semoga Alexei bisa menemukan mereka, Janes!""Saya harap juga begitu, Nona. Tanggal lima Mei adalah hari yang tidak bisa dilupakan keluarga ini. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa Nona Alenadra berkencan dengan pria itu. Mereka seperti pasangan paling bahagia. Tetapi anehny
"Wait, Miss Aruna Yevgeny! Just one minute!" Aruna menghentikan langkah, bukan karena semata panggilan itu. Akan tetapi, Aruna tidak ingin dipandang semakin aneh karena berwajah sembab.Gorgory segera mendekat. Dia mengulurkan sebuah amplop pada Aruna yang masih bergeming. Aruna memalingkan wajah dari pria berbadan tinggi besar itu. Sekali lagi, Gorgory menyodorkan amplop tersebut lebih mendekat."Di sini Anda akan tahu alasannya kenapa saya bicara begitu, Nona. Hati-hati, semoga perjalanan Anda ke Kota Volgograd menyenangkan." Aruna menatap Gorgory. Aneh, laki-laki itu sekarang menyunggingkan senyum, tidak seperti tadi yang bersikap bengis. Aruna tidak ingin terjebak oleh perubahan sikap orang di depannya ini. Dia sekarang benar-benar tidak bisa lagi membedakan mana orang baik dan munafik."Maafkan saya, Nona. Sampai jumpa," ucap Gorgory menyentak lamunan Aruna.Wanita itu tersenyum kaku. Kemudian tanpa bicara sepatah kata pun mengambil amplop dari tangan Gorgory. Aruna menatap seki
"Belinda masuk dalam kehidupan kami, memporak-porandakan semuanya, Sayang. Tapi bukan hanya Belinda yang membuat Mama pergi hanya membawa Bayu." "Apa itu, Ma?" tanya Aruna lirih. Kinasih tersenyum kecut dan meminta Aruna untuk tidur. Akan tetapi, rasa kantuk dan lelah itu telah menguap entah ke mana. Aruna lebih tertarik mendengar cerita masa lalu orang tuanya dari sisi yang berbeda."Bagaskara tidak yakin jika kamu anaknya. Padahal, demi Allah, Runa, Mama tidak pernah selingkuh. Mama berusaha menjadi istri yang setia. Meskipun pernikahan kami awalnya karena keterpaksaan setelah mengorbankan rumah tangga Mama dan papanya Kak Bayu. Mama berusaha menuruti keinginan kakekmu, tapi itu ternyata belum cukup, Sayang!""Maksud Mama apa? Kenapa cerita yang aku dapatkan berbeda-beda?" tanya Aruna lirih.Kinasih menarik napas panjang lalu mengusap perut buncit Aruna. Aruna mengikuti pergerakan tangan wanita itu. Lalu, usapan tangan Kinasih berhenti pada tangan sang putri. Kinasih meraih telapa
"Nggak ada yang bisa menghalangiku mendapatkanmu lagi, Kinasih. Kita bisa memulai lagi dari awal bersama anak-anak kita."Bagaskara menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Bibir laki-laki itu melengkung membentuk senyum. Senyum penuh harapan akan kembalinya mantan istri padanya. Bagaskara memang sudah mengetahui jika Kinasih menikah lagi dengan pria warga negara asing. Justru itulah yang membuat Bagaskara semakin yakin bisa merebut kembali Kinasih dari suaminya sekarang. Jika dulu dia bisa menyingkirkan Hendra Langit untuk mendapatkan Kinasih, tentu sekarang dia juga bisa mendapatkan Kinasih lagi meskipun harus menyingkirkan suaminya sekarang. Apalagi, ada Aruna di antara mereka.Bagaskara terkekeh menyadari khayalannya itu. Rasa cintanya yang besar pada Kinasih membuatnya sanggup menghalalkan segala cara untuk mendapatkan wanita itu kembali."Nggak ada kata menyerah dan kalah bagi seorang Bagaskara!" Kembali dia berkata sendiri dengan jumawa.Bagaskara melirik
Jakarta, Indonesia....Elang mendengus kasar dan kembali mengumpat berkali-kali, setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Alexei beberapa jam lalu. Saat itu Alexei mengabarkan sudah berada di Qatar dan meminta dijemput di Bandara Soekarno-Hatta sembilan jam lagi."Julio! Ke sini!" panggil Elang dengan suara lantang.Setelah mendengar jawaban dari seberang, Elang menghempaskan punggungnya di kursi. Wajah laki-laki itu menahan geram ditambah lambatnya Julio.Dengan basa-basi, Julio mengetuk pintu ruang kerja Elang. Laki-laki itu paham dirinya akan mendapatkan kemarahan lagi dari sahabatnya. Benar saja, baru saja Julio hendak membuka mulut, Elang sudah menyambutnya dengan lemparan ballpoint."Siap, Bos. Ada kabar apa?" tanya Julio tidak mengerti.Elang berdecak jengkel, disusul umpatan lirih, "Sialan, gara-gara kamu ini, Alexei dalam perjalanan ke Indonesia. Coba kamu nggak berpikir bodoh memberitahu Ruslanov, pasti sekarang Alexei sudah bertemu Aruna di Volgograd!" semburnya tanp
Whu Li kembali bersumpah, "Aku orang yang tidak pernah mengingkari apa yang aku tahu. Demi arwah leluhur, juga Papa, Mamaku!" Alexei ingin menolak kebenaran ini, tetapi itulah fakta tentang sang adik. Tidak pernah terbersit sedikit pun di benak jika Alenadra bertindak sejauh itu. Alenadra berhubungan dengan pria pimpinan mafia dan hamil? Hal tersebut jelas sangat memukul telak batin Alexei. Keluarga Ruslanov Yevgeny bukan hanya keluarga terpandang karena jabatan Ruslanov dan Catarina, akan tetapi, mereka adalah orang-orang penganut muslim taat.Laki-laki berwajah rupawan itu menunduk. Ingatan Alexei kembali tertuju pada Alenadra beberapa waktu sebelum meninggal. Alenadra sering menghabiskan waktu di luar rumah, bahkan tanpa Janes. Padahal saat itu Janes adalah asisten Alenadra. Alexei memang tidak bisa setiap waktu memantau adiknya itu karena dia sendiri sibuk dengan kuliah. Berulang kali Alexei menghela napas lelah menyadari kebodohannya yang tidak peka akan sikap sang adik."Baikl