"Apa yang kamu ketahui dari peristiwa itu, Janes? Apakah kamu tahu orang yang terlibat?" tanya Aruna mulai khawatir.Tiba-tiba Aruna mengkhawatirkan Bagaskara. Meskipun laki-laki itu bukan ayah kandungnya, tetapi Aruna tidak ingin sang ayah terlibat kasus hukum. Akan tetapi, penemuan beberapa angka rahasia itu selalu menghantui benak Aruna. Siapa sebenarnya pembunuh Alenadra dan apa hubungannya dengan angka itu?Janes tersenyum kecut. "Kalau saya tahu, kasus ini sudah terungkap tiga tahun yang lalu, Nona. Bahkan, detektif dari negara ini saja gagal menemukan keberadaan orang itu. Maka dari itu, Tuan Ruslanov memintaku tetap di sini. Mereka tidak ingin saya menjadi korban orang jahat itu!" jawabnya terdengar serak."Semoga Alexei bisa menemukan mereka, Janes!""Saya harap juga begitu, Nona. Tanggal lima Mei adalah hari yang tidak bisa dilupakan keluarga ini. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa Nona Alenadra berkencan dengan pria itu. Mereka seperti pasangan paling bahagia. Tetapi anehny
"Wait, Miss Aruna Yevgeny! Just one minute!" Aruna menghentikan langkah, bukan karena semata panggilan itu. Akan tetapi, Aruna tidak ingin dipandang semakin aneh karena berwajah sembab.Gorgory segera mendekat. Dia mengulurkan sebuah amplop pada Aruna yang masih bergeming. Aruna memalingkan wajah dari pria berbadan tinggi besar itu. Sekali lagi, Gorgory menyodorkan amplop tersebut lebih mendekat."Di sini Anda akan tahu alasannya kenapa saya bicara begitu, Nona. Hati-hati, semoga perjalanan Anda ke Kota Volgograd menyenangkan." Aruna menatap Gorgory. Aneh, laki-laki itu sekarang menyunggingkan senyum, tidak seperti tadi yang bersikap bengis. Aruna tidak ingin terjebak oleh perubahan sikap orang di depannya ini. Dia sekarang benar-benar tidak bisa lagi membedakan mana orang baik dan munafik."Maafkan saya, Nona. Sampai jumpa," ucap Gorgory menyentak lamunan Aruna.Wanita itu tersenyum kaku. Kemudian tanpa bicara sepatah kata pun mengambil amplop dari tangan Gorgory. Aruna menatap seki
"Belinda masuk dalam kehidupan kami, memporak-porandakan semuanya, Sayang. Tapi bukan hanya Belinda yang membuat Mama pergi hanya membawa Bayu." "Apa itu, Ma?" tanya Aruna lirih. Kinasih tersenyum kecut dan meminta Aruna untuk tidur. Akan tetapi, rasa kantuk dan lelah itu telah menguap entah ke mana. Aruna lebih tertarik mendengar cerita masa lalu orang tuanya dari sisi yang berbeda."Bagaskara tidak yakin jika kamu anaknya. Padahal, demi Allah, Runa, Mama tidak pernah selingkuh. Mama berusaha menjadi istri yang setia. Meskipun pernikahan kami awalnya karena keterpaksaan setelah mengorbankan rumah tangga Mama dan papanya Kak Bayu. Mama berusaha menuruti keinginan kakekmu, tapi itu ternyata belum cukup, Sayang!""Maksud Mama apa? Kenapa cerita yang aku dapatkan berbeda-beda?" tanya Aruna lirih.Kinasih menarik napas panjang lalu mengusap perut buncit Aruna. Aruna mengikuti pergerakan tangan wanita itu. Lalu, usapan tangan Kinasih berhenti pada tangan sang putri. Kinasih meraih telapa
"Nggak ada yang bisa menghalangiku mendapatkanmu lagi, Kinasih. Kita bisa memulai lagi dari awal bersama anak-anak kita."Bagaskara menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Bibir laki-laki itu melengkung membentuk senyum. Senyum penuh harapan akan kembalinya mantan istri padanya. Bagaskara memang sudah mengetahui jika Kinasih menikah lagi dengan pria warga negara asing. Justru itulah yang membuat Bagaskara semakin yakin bisa merebut kembali Kinasih dari suaminya sekarang. Jika dulu dia bisa menyingkirkan Hendra Langit untuk mendapatkan Kinasih, tentu sekarang dia juga bisa mendapatkan Kinasih lagi meskipun harus menyingkirkan suaminya sekarang. Apalagi, ada Aruna di antara mereka.Bagaskara terkekeh menyadari khayalannya itu. Rasa cintanya yang besar pada Kinasih membuatnya sanggup menghalalkan segala cara untuk mendapatkan wanita itu kembali."Nggak ada kata menyerah dan kalah bagi seorang Bagaskara!" Kembali dia berkata sendiri dengan jumawa.Bagaskara melirik
Jakarta, Indonesia....Elang mendengus kasar dan kembali mengumpat berkali-kali, setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Alexei beberapa jam lalu. Saat itu Alexei mengabarkan sudah berada di Qatar dan meminta dijemput di Bandara Soekarno-Hatta sembilan jam lagi."Julio! Ke sini!" panggil Elang dengan suara lantang.Setelah mendengar jawaban dari seberang, Elang menghempaskan punggungnya di kursi. Wajah laki-laki itu menahan geram ditambah lambatnya Julio.Dengan basa-basi, Julio mengetuk pintu ruang kerja Elang. Laki-laki itu paham dirinya akan mendapatkan kemarahan lagi dari sahabatnya. Benar saja, baru saja Julio hendak membuka mulut, Elang sudah menyambutnya dengan lemparan ballpoint."Siap, Bos. Ada kabar apa?" tanya Julio tidak mengerti.Elang berdecak jengkel, disusul umpatan lirih, "Sialan, gara-gara kamu ini, Alexei dalam perjalanan ke Indonesia. Coba kamu nggak berpikir bodoh memberitahu Ruslanov, pasti sekarang Alexei sudah bertemu Aruna di Volgograd!" semburnya tanp
Whu Li kembali bersumpah, "Aku orang yang tidak pernah mengingkari apa yang aku tahu. Demi arwah leluhur, juga Papa, Mamaku!" Alexei ingin menolak kebenaran ini, tetapi itulah fakta tentang sang adik. Tidak pernah terbersit sedikit pun di benak jika Alenadra bertindak sejauh itu. Alenadra berhubungan dengan pria pimpinan mafia dan hamil? Hal tersebut jelas sangat memukul telak batin Alexei. Keluarga Ruslanov Yevgeny bukan hanya keluarga terpandang karena jabatan Ruslanov dan Catarina, akan tetapi, mereka adalah orang-orang penganut muslim taat.Laki-laki berwajah rupawan itu menunduk. Ingatan Alexei kembali tertuju pada Alenadra beberapa waktu sebelum meninggal. Alenadra sering menghabiskan waktu di luar rumah, bahkan tanpa Janes. Padahal saat itu Janes adalah asisten Alenadra. Alexei memang tidak bisa setiap waktu memantau adiknya itu karena dia sendiri sibuk dengan kuliah. Berulang kali Alexei menghela napas lelah menyadari kebodohannya yang tidak peka akan sikap sang adik."Baikl
Bagaskara mengusap kasar wajahnya. Laki-laki itu memalingkan wajah dari Alenadra kemudian bangkit dengan gerakan perlahan. Ruslanov Yevgeny dan Catarina Aliev ....Dua nama itu, di Russia, siapa yang tidak mengenalnya?Berulang kali, Bagaskara ingin mengingkari kenyataan itu jika dirinya bisa. Namun, apa dikata, semua sudah terjadi. Alenadra hamil, menuntut kepastian mengenai hubungan mereka. Banyak pertimbangan yang membuat Bagaskara tidak ingin terikat gadis itu. Keberadaan sang putri yang kini tengah berjuang di panggung kontes ratu kecantikan. Juga, keberadaan Belinda meskipun berstatus istri simpanan, juga Dita, kekasihnya yang lain. Belum lagi tentang keberadaan Gerald, anak laki-laki hasil pernikahannya dengan Belinda. Tentu, pertimbangan terbesar Bagaskara adalah orang tua Alenadra."Alenadra, apa harus bertemu orang tuamu?" tanya Bagaskara bodoh.Alenadra yang telah menatapnya kecewa, mendengar pertanyaan itu hatinya semakin hancur. Dia beringsut, meraih kimono yang berserak
Napas Aruna tersengal. "Papa, Papa ... Mama. Aku bermimpi Papa jatuh dari gedung tinggi! Ada Alexei di sana, Mama!" ucapnya lalu menangis.Kinasih menarik napas panjang kemudian duduk di samping putrinya. Lalu, Kinasih mengusap rambut berantakan Aruna. Aruna menoleh, menatap Kinasih dengan air mata berlinang."Itu hanya mimpi buruk, Sayang. Kamu jangan memikirkan hal itu."Aruna menggeleng kuat. "Tapi aku takut, Ma. Aku takut Alexei melakukan sesuatu pada Papa," lirihnya sambil terus menangis."Atas dasar apa Alexei melakukan hal itu? Dia tidak punya masalah kan, sama Papamu?" tanya Kinasih heran.Aruna hanya bisa mengangguk lemah. Dia mencoba berpikir positif jika itu memang hanya mimpi buruk semata. Apalagi yang dia tahu, Alexei masih bertugas di Kota Rostov. "Mungkin saja, tapi aku nggak tahu juga, Ma." Akhirnya, Aruna menjawab frustasi.Wanita itu terdiam menatap langit sore yang telah gelap karena musim dingin. Aruna mengerutkan kening, lalu tertawa kecil karena tak terasa mengh