"Nggak ada yang bisa menghalangiku mendapatkanmu lagi, Kinasih. Kita bisa memulai lagi dari awal bersama anak-anak kita."Bagaskara menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu memejamkan mata. Bibir laki-laki itu melengkung membentuk senyum. Senyum penuh harapan akan kembalinya mantan istri padanya. Bagaskara memang sudah mengetahui jika Kinasih menikah lagi dengan pria warga negara asing. Justru itulah yang membuat Bagaskara semakin yakin bisa merebut kembali Kinasih dari suaminya sekarang. Jika dulu dia bisa menyingkirkan Hendra Langit untuk mendapatkan Kinasih, tentu sekarang dia juga bisa mendapatkan Kinasih lagi meskipun harus menyingkirkan suaminya sekarang. Apalagi, ada Aruna di antara mereka.Bagaskara terkekeh menyadari khayalannya itu. Rasa cintanya yang besar pada Kinasih membuatnya sanggup menghalalkan segala cara untuk mendapatkan wanita itu kembali."Nggak ada kata menyerah dan kalah bagi seorang Bagaskara!" Kembali dia berkata sendiri dengan jumawa.Bagaskara melirik
Jakarta, Indonesia....Elang mendengus kasar dan kembali mengumpat berkali-kali, setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Alexei beberapa jam lalu. Saat itu Alexei mengabarkan sudah berada di Qatar dan meminta dijemput di Bandara Soekarno-Hatta sembilan jam lagi."Julio! Ke sini!" panggil Elang dengan suara lantang.Setelah mendengar jawaban dari seberang, Elang menghempaskan punggungnya di kursi. Wajah laki-laki itu menahan geram ditambah lambatnya Julio.Dengan basa-basi, Julio mengetuk pintu ruang kerja Elang. Laki-laki itu paham dirinya akan mendapatkan kemarahan lagi dari sahabatnya. Benar saja, baru saja Julio hendak membuka mulut, Elang sudah menyambutnya dengan lemparan ballpoint."Siap, Bos. Ada kabar apa?" tanya Julio tidak mengerti.Elang berdecak jengkel, disusul umpatan lirih, "Sialan, gara-gara kamu ini, Alexei dalam perjalanan ke Indonesia. Coba kamu nggak berpikir bodoh memberitahu Ruslanov, pasti sekarang Alexei sudah bertemu Aruna di Volgograd!" semburnya tanp
Whu Li kembali bersumpah, "Aku orang yang tidak pernah mengingkari apa yang aku tahu. Demi arwah leluhur, juga Papa, Mamaku!" Alexei ingin menolak kebenaran ini, tetapi itulah fakta tentang sang adik. Tidak pernah terbersit sedikit pun di benak jika Alenadra bertindak sejauh itu. Alenadra berhubungan dengan pria pimpinan mafia dan hamil? Hal tersebut jelas sangat memukul telak batin Alexei. Keluarga Ruslanov Yevgeny bukan hanya keluarga terpandang karena jabatan Ruslanov dan Catarina, akan tetapi, mereka adalah orang-orang penganut muslim taat.Laki-laki berwajah rupawan itu menunduk. Ingatan Alexei kembali tertuju pada Alenadra beberapa waktu sebelum meninggal. Alenadra sering menghabiskan waktu di luar rumah, bahkan tanpa Janes. Padahal saat itu Janes adalah asisten Alenadra. Alexei memang tidak bisa setiap waktu memantau adiknya itu karena dia sendiri sibuk dengan kuliah. Berulang kali Alexei menghela napas lelah menyadari kebodohannya yang tidak peka akan sikap sang adik."Baikl
Bagaskara mengusap kasar wajahnya. Laki-laki itu memalingkan wajah dari Alenadra kemudian bangkit dengan gerakan perlahan. Ruslanov Yevgeny dan Catarina Aliev ....Dua nama itu, di Russia, siapa yang tidak mengenalnya?Berulang kali, Bagaskara ingin mengingkari kenyataan itu jika dirinya bisa. Namun, apa dikata, semua sudah terjadi. Alenadra hamil, menuntut kepastian mengenai hubungan mereka. Banyak pertimbangan yang membuat Bagaskara tidak ingin terikat gadis itu. Keberadaan sang putri yang kini tengah berjuang di panggung kontes ratu kecantikan. Juga, keberadaan Belinda meskipun berstatus istri simpanan, juga Dita, kekasihnya yang lain. Belum lagi tentang keberadaan Gerald, anak laki-laki hasil pernikahannya dengan Belinda. Tentu, pertimbangan terbesar Bagaskara adalah orang tua Alenadra."Alenadra, apa harus bertemu orang tuamu?" tanya Bagaskara bodoh.Alenadra yang telah menatapnya kecewa, mendengar pertanyaan itu hatinya semakin hancur. Dia beringsut, meraih kimono yang berserak
Napas Aruna tersengal. "Papa, Papa ... Mama. Aku bermimpi Papa jatuh dari gedung tinggi! Ada Alexei di sana, Mama!" ucapnya lalu menangis.Kinasih menarik napas panjang kemudian duduk di samping putrinya. Lalu, Kinasih mengusap rambut berantakan Aruna. Aruna menoleh, menatap Kinasih dengan air mata berlinang."Itu hanya mimpi buruk, Sayang. Kamu jangan memikirkan hal itu."Aruna menggeleng kuat. "Tapi aku takut, Ma. Aku takut Alexei melakukan sesuatu pada Papa," lirihnya sambil terus menangis."Atas dasar apa Alexei melakukan hal itu? Dia tidak punya masalah kan, sama Papamu?" tanya Kinasih heran.Aruna hanya bisa mengangguk lemah. Dia mencoba berpikir positif jika itu memang hanya mimpi buruk semata. Apalagi yang dia tahu, Alexei masih bertugas di Kota Rostov. "Mungkin saja, tapi aku nggak tahu juga, Ma." Akhirnya, Aruna menjawab frustasi.Wanita itu terdiam menatap langit sore yang telah gelap karena musim dingin. Aruna mengerutkan kening, lalu tertawa kecil karena tak terasa mengh
Alexei menatap geram pada Julio. Dia sedikit mengendorkan cengkeramannya pada Bagaskara. Hal itu tentu tidak disia-siakan oleh Bagaskara untuk melepaskan diri. Bagaskara balas menendang dada Alexei sehingga laki-laki itu terjengkang.Dengan tertatih, Bagaskara berlari ke teras rumah. Salah satu bodyguard Bagaskara keluar rumah melewati pintu garasi dan membantu bosnya itu. Bagaskara merebut senjata bodyguardnya dan mengarahkan pada Alexei."Pergilah Alex, percuma kamu memaksaku!" Klek! Terdengar suara kokangan senjata di tangan Bagaskara. Alexei segera berguling sambil meraih dua buah pistol dari balik pinggangnya, kemudian mengarahkan tepat pada Bagaskara.Menantu dan mertua itu dalam posisi sama-sama siap menembak. Di beberapa sudut, anak buah Bagaskara mengarahkan senjatanya pada satu titik. Alexei!Melihat hal itu, Julio kembali memperingatkan. Dia tidak ingin terjadi pertumpahan darah di situ. Terlebih dari pihak Alexei. "Tuan Bagaskara! Saya bilang hentikan! Alexei, dengarkan
"Hidupnya siapa, Mama? Coba aku lihat, Mama lagi bicara sama siapa?" tanya Aruna dengan tangan terulur.Tatapan mata wanita itu tertuju pada kantong baju Kinasih. Kinasih yang tidak bisa berkelit lagi, menarik napas pelan dan mengambil handphone. Diberikannya benda berwarna hitam itu dengan ragu.Aruna membuka log panggilan. Tidak menemukan hal yang dicari di situ. Lalu, jari telunjuk Aruna membuka room chat. Elang sedang mengetik pesan....Aruna segera membuka pesan singkat dari kakaknya itu. Dua baris kalimat yang mengabarkan Bagaskara dan Alexei sama-sama berada di rumah sakit. Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aruna. "Alexei? Jadi, jadi ... dia ...." Jari-jari Aruna masih mengambang di atas handphone.Aruna menatap Kinasih dengan tatapan menuntut jawaban. Kinasih hanya menggeleng lemah karena memang dirinya tidak tahu menahu tentang kepergian Alexei ke Indonesia. "Mama juga tidak tahu, Sayang. Sepertinya ada sesuatu sehingga Alexei pergi ke sana. Mama juga heran, kenapa dia
"Aku tadinya nggak percaya, Alex. Tapi itulah fakta yang terkuak tentang mertuamu." "Kasihan sekali Elang dan Aruna," sesal Alexei lirih. Julio mengangguk samar, lalu menepuk pelan bahu Alexei. Julio segera membereskan beberapa barangnya ke dalam ransel. Dia kembali membantu Alexei untuk berbaring. "Alex, aku pergi dulu. Aku harus mengurus beberapa dokumenmu. Setelah kamu kuat, cepat kembalilah ke Russia.""Spasibo, Julio."Julio kembali mengangguk dan menoleh sekali lagi pada sahabatnya. Laki-laki itu menggantung ransel ke bahunya kemudian benar-benar pergi dari ruang perawatan Alexei."Kamu harus menerima semua yang kamu perbuat, Bagaskara. Aku tidak menyangka kamu adalah iblis. Alenadra dan Hendra Langit tidak akan tenang selama kamu masih berkeliaran."Alexei mengambil handphone yang sejak tadi dianggurkan di atas nakas. Alexei segera membuka galeri foto. Hal pertama yang dicari adalah foto Aruna. Namun, Alexei tidak punya keberanian untuk menghubungi istrinya itu meskipun rasa