(Cepat hajar mereka!!)
(Buat mulut yang tidak sopan itu bungkam!!) (Cepat!!) (Pukul mereka!!) (Habisi mereka!!) (Jangan diam saja, anak bodoh!!) Suara itu hanya satu, namun terdengar begitu ramai, membuat Arash merasa pusing. Seingatnya ini bukanlah hari bulan darah, bahkan masih terlampau terang untuk mengatakan kalau sekarang sudah malam. "Brukh!!" Arash menjatuhkan diri, kepalanya terasa sangat pusing hingga membuatnya mual. "Lihatlah manusia yatim terkutuk ini sangat lemah, membuatku muak melihatnya!!" kata Wan Yunan lagi, semua murid cilik yang membela Wan Yunan tentunya ikut mentertawakan kelemahan Arash. "Bie Xulai, urus dia kalau kamu mau jadi temannya!! Kurasa kalian akan sangat cocok!!" ejek Wan Yunan lagi. Dia lalu pergi dengan tawa yang menggelegar bersama kedua temannya. Sementara Arash akan muntah, ia harus segera pergi dari ruang asrama. Jadi Arash berlari keluar dari ruang asrama murid cilik, ia pergi ke taman untuk memenangkan diri. Menghilangkan rasa pusing dan suara-suara yang mengganggunya. Arash terlentang dan menutup matanya dengan sebelah tangan. Kini pusing itu mulai reda, suara-suara yang tadi mengganggunya juga perlahan menghilang, ini adalah kejadian pertama kali bagi Arash. Selama ini ia hanya mengalami pusing dan mual, baru kali ini ia mendengar suara di kepalanya. "Haruskah aku bilang kepada paman Fatta soal suara-suara di pikiranku ini?" gumam Arash. Sedetik kemudian Arash menggeleng, mengurungkan kembali niatnya. "pasti paman Fatta akan lebih khawatir!! Tapi suara apa itu tadi?" "Arash, apa yang kamu lakukan di sini?" Fatta datang dengan banyak belanjaan di tangannya. "Woaaa!!" Arash terkejut melihat Fatta tiba-tiba ada di dekatnya. "Kapan paman datang?" tanya Arash, sedangkan Fatta menatapnya dengan tatapan curiga. Arash takut jika Fatta mendengar apa yang tadi ia katakan. "Baru saja, apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu sakit Arash?" tanya Fatta, ia bahkan memastikan wajah dan seluruh tubuh Arash dan terhenti ketika melihat kening Arash lecet. "Apa ini? Kamu berkelahi?" tanya Fatta lagi, tapi bukan wajah marah melainkan bangga yang tersirat dari wajah Fatta. "Apa kamu melawan?" "Paman, aku hanya tersandung dan membentur sesuatu!!" sahut Arash dengan tangan Fatta yang masih menangkup kedua pipinya. "Jadi lepaskan tanganmu!!" "Haish!! Paman kira kamu mengalami kemajuan karena sudah masuk perguruan!!" "Nggak bisa seperti itu, baru hari pertama!! Besok baru latihan!!" sahut Arash tidak terima, ia tau Fatta ingin ia bisa melawan para murid cilik yang membullynya. "Arash, saat berlatih jangan terlalu memaksakan diri, pelan-pelan saja!! Asalkan konsisten, maka kamu pasti berhasil!!" "Uhm... Uhm...!!" Arash mengangguk lalu berjalan menjauh. "Kamu mau kemana?" tanya Fatta melihat Arash menjauh. "Kembali ke asrama, lebih lama di sini hanya akan mendengar ceramah paman!!" sahut Arash dari kejauhan, Fatta hanya bisa tersenyum. Wajah Fatta kemudian berubah menjadi serius ketika memastikan Arash sudah benar-benar jauh, ia jelas mendengar kata-kata Arash tadi, ada suara di kepalanya. 'Sudah pasti itu adalah suara Raja Iblies, apa jiwa Raja Iblies mulai mempengaruhi Arash? Aku harus segera mencari tau!!' Fatta kemudian kembali kerumah, ia mengunci pintu dan jendela rumah. Dulu ada beberapa barang yang Rama berikan kepadanya, barang-barang itu tidak pernah ia pakai karena akan aman jika selalu bersama Rama. Fatta membuka sebuah penutup lantai, dibawahnya ada pintu yang sangat samar jika tidak begitu diperhatikan. Fatta mengangkat pintu itu, terdapat kotak penyimpanan."Klak!!" Fatta membuka kotak itu, ia melihat beberapa botol cairan dan cincin penyimpanan milik Melisa, ibu Arash yang telah meninggal. "Disaat yang tepat, aku akan menyerahkan semua ini kepadamu Arash!!" kata Fatta, ia kemudian menyimpan kembali kotak itu setelah memastikan isinya tetap aman. *** "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bie Xulai. Arash menatap Bie Xulai, anak itu memakai ikat kepala merah dengan lambang keluarga Bie di tengahnya, gambar cakar Harimau. "Iya, aku baik-baik saja." sahut Arash dengan nada datar. Wajah Bie Xulai terlihat muram, keluarganya terlebih ibunya mengajarkan kebaikan, untuk selalu melawan kejahatan. Namun Bie Xulai malah terdiam saat Arash mendapatkan perlakuan tidak adil di depan matanya. Apa kata ibunya jika mengetahui ini, Bie Xulai tentu akan malu karena tidak bisa mengamalkan apa yang ibunya ajarkan. "Maaf, aku nggak membantumu tadi..." kata Bie Xulai dengan muram. "Nggak masalah, ayahmu benar!! seharusnya aku bisa menolong diriku sendiri, mohon bantuannya Xulai, aku anak yang nggak mampu menciptakan Mana, kudengar kamu mampu melakukan itu di usia sekarang. Siapa tau kamu mau mengajariku!!" kata Arash dengan tangan di tengkuk, ia malu dan belum pernah meminta tolong seperti ini kepada orang lain. Namun Bie Xulai malah berbinar, ia senang bisa membantu dan memanfaatkan kekuatannya untuk menolong orang lain. "Tentu saja, aku akan mengajarimu!!" sahut Bie Xulai dengan bersemangat. Bie Xulai lalu mengulurkan tangannya, Arash menatap tangan itu. "Mari kita berteman!! siapa namamu?" tanya Bie Xulai, karena ia belum mengetahui nama Arash dengan benar selain julukan yang ditempelkan kepadanya. Tap!! Arash menerima uluran tangan itu, wajahnya juga berbinar ceria. Arash senang ketika mendengar Bie Xulai mengatakan akan berteman dengannya. "Arash!! Arash Adipati!!" Kedua murid cilik itu kemudian tersenyum, sementara Wan Yunan semakin murka. Dia sudah menyebarkan berita tentang Arash, Arash malah berteman dengan Bie Xulai. Entah bagaimana caranya agar tidak ada satupun orang yang mau menjadi teman Arash? Sedetik kemudian Wan Yunan tersenyum, rencana gila mulai terpikirkan di kepalanya."Priiiiittt!!" Sebuah peluit dibunyikan, para murid cilik terbangun dengan sigap. Beberapa murid cilik yang masih baru seperti Arash masih mengusap matanya. Sementara murid cilik lainnya mulai bersiap memakai seragam mereka. "Cepat bersiap!! Dalam hitungan 1 menit kalian semua harus sudah ada di lapangan!!" guru Yao membangunkan semua murid cilik dengan suara yang menggema. Membuat semua murid cilik segera tersadar dari rasa kantuk yang mendera. "Dimana seragamku?" Arash terlihat bingung karena ia tidak menemukan seragamnya, sementara Wan Yunan tersenyum senang dengan wajah panik yang Arash tunjukkan. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa belum memakai seragam? Nggak dengar tadi guru Yao sudah memberi perintah?" tanya Bie Xulai sembari mengenakan seragam miliknya. "Aku nggak menemukan seragamku!!" kata Arash lagi, ia benar-benar panik. "Dimana kamu meletakannya?" tanya Bie Xulai lagi. "Di sini, tapi sekarang nggak ada!!" sahut Arash terlihat mulai frustasi. "Kamu yakin?"
"Paman!!" "Arash, bukankah seharusnya kamu sedang berlatih saat ini?" tanya Fatta, ia terkejut saat Arash mendobrak pintu rumah dengan kasar. "Paman, katakan yang sejujurnya kepadaku..." Arash terlihat menjeda perkataannya. Arash takut apa yang akan ia dengar kemudian akan merubah segala pandangannya terhadap Rama, ayahnya. "Ada apa Arash?" tanya Fatta khawatir. "Apa benar ayah menyegel Raja Iblies di dalam tubuhku, bahkan sebelum aku lahir?" Begitu mendengar pertanyaan yang Arash tanyakan, Fatta tercekat! Ia bahkan tak berdaya untuk menjawab, ia bingung apakah harus jujur atau bagaimana? Karena menurut Fatta, Arash masih terlalu muda untuk memahami mengapa ayahnya melakukan itu. "Paman jawablah... Kalau kamu diam, itu hanya akan membenarkan pertanyaanku!!" Arash terlihat marah, ia bahkan mulai membentak. "Arash, ayahmu punya alasan!! Saat itu Tuan Muda tidak punya pilihan, ia harus secepatnya menyegel Raja Iblies yang akan bangkit ke dalam tubuh suci, kebetulan saat itu h
Arash berdiri dalam satu kali hentakan. Udara di sekitarnya berubah. Tatapan Arash yang polos berubah menjadi sangat kejam. "Yatim sial*n!! Akan kubuat kau menyesal!!" Wan Yunan maju, ia juga mengerahkan Mananya dalam bentuk pedang cahaya. "Hiaaatt!!" "Wush!!""Wush!!"Wan Yunan mengerahkan senjata cahaya yang telah ia buat dari Mana untuk menyerang Arash, Arash menatap Wan Yunan dengan senyum yang mengerikan, ia kemudian mengelak dari setiap serangan yang Wan Yunan kerahkan. "Kurang ajar!!"Wan Yunan terlihat frustasi, ia bahkan belum bisa menyentuh Arash, anak itu terlihat bergerak dengan cepat tidak seperti biasanya. "Panggil guru Yao!! Yatim busuk itu kerasukan Raja Iblies!!" teriak Halim Chao. Arash berbalik menatapnya, kemudian melompat ke arah Halim Chao dan langsung memukulnya dengan bringas. Beberapa murid cilik lainnya berusaha menghalangi Arash. Namun Arash malah memukuli murid cilik yang mencoba menahannya. "Akh!!""Brakh!!""Brukh!!"Beberapa murid cilik mulai ket
"Anak itu berbahaya ketua Wan, aku tau ia anak dari kenalanmu, tapi apa kamu akan membiarkan sesuatu yang berbahaya seperti itu berada di dalam perguruan kita? Bahkan banyak murid cilik yang terluka karenanya, kita sampai harus meliburkan beberapa dari mereka karena terluka!!" jelas Tetua Yuen Yie, beberapa tetua lainnya setuju. Tetua Wan menghela napas dengan berat, "kalian sudah tau apa yang ada di dalam diri anak muda itu, bayangkan jika diluar sana rumor ini menyebar, maka sekte golongan hitam akan mencoba memanfaatkan anak muda itu, apa kalian tidak berpikir sampai ke sana?" Kata-kata Tetua Wan barusan membuat Tetua Yuan Yue terdiam. Bahkan Tetua lainnya juga ikut terdiam, kemudian Tetua Bian Cha angkat bicara. "Apa yang Tetua Wan katakan ada benarnya, tapi aku ingin menyarankan ia dilatih secara terpisah oleh seorang guru, setidaknya ada yang harus mengawasinya bukan?" kata Tetua Bian Cha. "Lalu siapa yang mau kamu sarankan menjadi guru dari anak itu? Kamu lihat bukan,
"Petua Lei Quo, ini tehnya..." Fatta menyiapkan teh melati untuk Petua Lei Quo. Sementara Arash berada di balik tubuh Fatta dengan raut wajah takut, awalnya Arash senang karena Petua Lei Quo mengajaknya bicara dan bercanda. Tapi ketika Petua Lei Quo menawarkan akan menjadikan ia murid, di saat itulah Arash ingat pesan Fatta. Harus berhati-hati kepada orang yang menawarkan kebaikan secara tiba-tiba, karena banyak penipu di dunia ini! "Hahaha!! Hahaha!! Fatta, kau mengajarinya banyak hal, aku suka ketika dia terlihat waspada seperti itu." kata Petua Lei Quo lagi, ia kemudian menyesap teh yang Fatta siapkan dengan nikmat. Fatta telah menjelaskan kenapa Arash bersikap waspada, beruntung Petua Lei Quo tidak tersinggung. "Arash, Petua Lei Quo adalah guru besar dari Tetua Wan Bingwen. Kamu tidak boleh bersikap tidak sopan, beri penghormatan kepadanya." kata Fatta lagi. Arash kemudian menangkupkan tangannya dengan kepala menunduk hormat. "Maafkan aku Petua Lei, aku kira kamu pe
"Wan Sera, kakak nggak pernah mengajarimu menindas anak yang lemah. Rama, ayahnya Arash adalah orang yang sangat berjasa, sehingga membuatku bisa mengangkat derajat keluarga kita. Karena ialah aku bisa memiliki hewan spiritual Phoenix api. Karena ia juga aku mampu menduduki jabatan sebagai Tetua perguruan!! Selain itu apa kamu tau, Arash bukan sengaja memukul Wan Yunan, ia dalam pengaruh Raja Iblies yang berada di dalam tubuhnya!!" Wan Bingwen terlihat menghela napas yang berat, "kalau saja Raja Iblies nggak di segel di dalam tubuh Arash, kita semua yang ada di dunia ini sudah pasti mati!!" Wan Sera tertegun mengingat kata-kata Wan Bingwen, kakaknya. Wan Sera bahkan melamun dan menatap tangan yang ia gunakan memukul wajah Arash tanpa belas kasihan. Betapa ia telah dibutakan amarah hingga tidak berpikir saat menyakiti Arash. Bahkan lebam di pipi Arash karena pukulannya membuat Wan Sera merasa teramat bersalah. "Haaahh..." Wan Sera menghela napas, berusaha mengurangi rasa bersalah
Meski kebingungan, Arash mulai menatap pohon tinggi yang akan ia naiki, batang pohon itu tidak memiliki pijakan yang dekat dengan tinggi badannya. Batangnya juga terlihat licin, Arash mencoba menaikinya. Namun ia tergelincir dengan cepat. Berulang kali ia lakukan hal yang sama, berulang kali pula ia tergelincir. "Bagaimana cara menaikinya?" gumam Arash, ia terlihat berpikir keras. Batang pohon itu memiliki lingkar batang yang besar, bahkan perlu 3 orang dewasa untuk membentangkan tangan kemudian saling mengaitkan jemari. Arash masih kecil, bahkan jika ia harus membentangkan tangan memeluk batang pohon utama, maka usahanya hanya akan sia-sia. "Haish!! Menaikinya saja begitu sulit, coba lagi besok!!" kata Petua Lei Quo. Membuat Arash merasa sangat sedih. "Mengapa melamun?" tanya Fatta ketika melihat Arash hanya mengacak-acak makanannya. Hari ini Arash mampir kerumah sebelum akhirnya nanti pulang ke asrama. "Paman, bagaimana caranya menaiki pohon besar yang ada di halaman d
Setiap hari Arash berlatih dengan giat, meski ia berusaha menaiki pohon besar dan belum membuahkan hasil, Arash pantang menyerah! Dengan tubuh kecilnya itu ia masih berusaha menaklukkan pohon besar yang kini ia namai Daba! "Daba!! Hari ini aku pasti akan menaikimu!!" tunjuk Arash kepada Daba si pohon besar. Setiap hari Arash akan menaiki Daba dan tergelincir berulang kali. Bahkan Petua Lei Quo hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengarkan percakapan yang Arash lakukan kepada Daba, si pohon besar! "Arash, berjuanglah! Besok bebanmu akan bertambah!" kata Petua Lei Quo ketika Arash sedang menantang Daba di depannya. Jika pagi hingga sore hari Arash berlatih dengan Petua Lei Quo, maka malamnya Arash akan berlatih bersama Bie Xulai untuk menciptakan Mana. Sudah sebulan Arash melakukan itu, belum ada peningkatan pada Mana yang ia ciptakan. Setiap energi Mana akan tercipta, maka sesuatu di dalam tubuhnya langsung memblokir energi tersebut. "Arash, ada berita baik!" kata Bie Xulai
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.