"Wan Sera, kakak nggak pernah mengajarimu menindas anak yang lemah. Rama, ayahnya Arash adalah orang yang sangat berjasa, sehingga membuatku bisa mengangkat derajat keluarga kita. Karena ialah aku bisa memiliki hewan spiritual Phoenix api. Karena ia juga aku mampu menduduki jabatan sebagai Tetua perguruan!! Selain itu apa kamu tau, Arash bukan sengaja memukul Wan Yunan, ia dalam pengaruh Raja Iblies yang berada di dalam tubuhnya!!" Wan Bingwen terlihat menghela napas yang berat, "kalau saja Raja Iblies nggak di segel di dalam tubuh Arash, kita semua yang ada di dunia ini sudah pasti mati!!" Wan Sera tertegun mengingat kata-kata Wan Bingwen, kakaknya. Wan Sera bahkan melamun dan menatap tangan yang ia gunakan memukul wajah Arash tanpa belas kasihan. Betapa ia telah dibutakan amarah hingga tidak berpikir saat menyakiti Arash. Bahkan lebam di pipi Arash karena pukulannya membuat Wan Sera merasa teramat bersalah. "Haaahh..." Wan Sera menghela napas, berusaha mengurangi rasa bersalah
Meski kebingungan, Arash mulai menatap pohon tinggi yang akan ia naiki, batang pohon itu tidak memiliki pijakan yang dekat dengan tinggi badannya. Batangnya juga terlihat licin, Arash mencoba menaikinya. Namun ia tergelincir dengan cepat. Berulang kali ia lakukan hal yang sama, berulang kali pula ia tergelincir. "Bagaimana cara menaikinya?" gumam Arash, ia terlihat berpikir keras. Batang pohon itu memiliki lingkar batang yang besar, bahkan perlu 3 orang dewasa untuk membentangkan tangan kemudian saling mengaitkan jemari. Arash masih kecil, bahkan jika ia harus membentangkan tangan memeluk batang pohon utama, maka usahanya hanya akan sia-sia. "Haish!! Menaikinya saja begitu sulit, coba lagi besok!!" kata Petua Lei Quo. Membuat Arash merasa sangat sedih. "Mengapa melamun?" tanya Fatta ketika melihat Arash hanya mengacak-acak makanannya. Hari ini Arash mampir kerumah sebelum akhirnya nanti pulang ke asrama. "Paman, bagaimana caranya menaiki pohon besar yang ada di halaman d
Setiap hari Arash berlatih dengan giat, meski ia berusaha menaiki pohon besar dan belum membuahkan hasil, Arash pantang menyerah! Dengan tubuh kecilnya itu ia masih berusaha menaklukkan pohon besar yang kini ia namai Daba! "Daba!! Hari ini aku pasti akan menaikimu!!" tunjuk Arash kepada Daba si pohon besar. Setiap hari Arash akan menaiki Daba dan tergelincir berulang kali. Bahkan Petua Lei Quo hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengarkan percakapan yang Arash lakukan kepada Daba, si pohon besar! "Arash, berjuanglah! Besok bebanmu akan bertambah!" kata Petua Lei Quo ketika Arash sedang menantang Daba di depannya. Jika pagi hingga sore hari Arash berlatih dengan Petua Lei Quo, maka malamnya Arash akan berlatih bersama Bie Xulai untuk menciptakan Mana. Sudah sebulan Arash melakukan itu, belum ada peningkatan pada Mana yang ia ciptakan. Setiap energi Mana akan tercipta, maka sesuatu di dalam tubuhnya langsung memblokir energi tersebut. "Arash, ada berita baik!" kata Bie Xulai
jura "Uhmm!! Uhmm!!" seseorang menutup mulut Arash. Serta menutup kepalanya dengan sebuah kain. Arash dibawa dengan paksa oleh tubuh besar yang takkan sanggup ia lawan! Asrama dalam keadaan gelap, semua murid cilik sedang tertidur pulas, takkan ada yang sadar karena semuanya sedang dalam keadaan lelah sehabis dihajar dengan pelatihan yang begitu menguras tenaga. "Brught!!" Arash dibanting dan ditendang dengan kuat, Arash bahkan menangis menahan rasa sakit yang kini ia rasakan. Tubuh kecilnya hanya bisa pasrah karna tangan serta kakinya dalam keadaan terikat. "Kita apakan anak ini?" salah satu suara terdengar begitu berat, suara orang dewasa bukan suara anak-anak. "Tuan Muda meminta kita membuangnya ke hutan larangan!" sahut suara lainnya, terdengar lebih muda dari suara pertama. "Sangat berbahaya memasuki hutan larangan terlebih di malam hari!" sahut suara pertama. "Begini saja, bukit sebelah sana dekat dengan hutan larangan, kalau ia kita jatuhkan dari atas, maka ia akan terle
Sementara itu Tetua Wan Bingwen dan Wan Sera harus bicara di luar asrama murid cilik, mereka tidak ingin pembicaraan dewasa terdengar para murid. "Benarkah Wan Yunan berada di rumah?" tanya Wan Bingwen memastikan. Wan Sera mengangguk, meski ia seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya, Wan Sera takkan biarkan Wan Yunan melakukan kejahatan besar seperti itu. "Wan Yunan masih harus menjalani terapi karena lukanya saat bertarung dengan Arash, jadi aku berani menjamin kalau bukan Yunan yang melakukannya." sahut Wan Sera. Melihat sorot mata yang Wan Sera perlihatkan tentu adiknya itu takkan berbohong. Berarti Wan Yunan bukanlah pelaku yang berkaitan dengan menghilangnya Arash secara tiba-tiba. "Wan Yunan, benarkah ini bukan bagian dari rencanamu?" tanya Lao Bao dengan wajah menyelidik begitu para orang dewasa tidak ada di sekitar mereka, ia ikut senang mendengar Arash menghilang. "Bukan, aku memang berencana akan menyingkirkannya, tapi bukan dengan cara pengecut main belakang
"Yang Mulia kamu mau kemana sebenarnya?" tanya Badara dengan nada yang ramah. "Benar, kalau mau kembali ke kota bukan lewat situ jalannya Yang Mulia." kali ini Cacao ikut menimpali. Arash tidak menyahut ia hanya berjalan ke tempat yang ia tuju, sebenarnya Arash juga tidak tau tujuan pastinya. Arash sedang mencari kristal Mana, ia pernah mendengar rumor kalau di hutan larangan ada kristal Mana. Meski Arash tidak tau pasti dimana tempat kristal Mana tersebut. "Apa kalian pernah melihat kristal Mana di dalam hutan ini?" tanya Arash akhirnya, mereka telah berjalan sangat jauh, tapi belum jua menemukan tanda-tanda keberadaan kristal Mana. Mumpung sudah ada di sini makanya Arash menggunakan kesempatan mencari kristal Mana, meskipun berbahaya namun Badara dan Cacao membuatnya merasa aman. Tidak ada tanda-tanda mereka akan menyakitinya. "Kristal Mana? Kristal untuk meningkatkan energi sihir?" tanya Cacao. "Benar, aku memerlukan kristal itu." sahut Arash. Cacao dan Badara lalu
Arash menatap 2 buah kristal Mana yang kini berada di tangannya, "apa kamu membunuh kedua siluman ular tadi?" tanya Arash. Badara tak menjawab, ia hanya menatap Arash dengan tatapan datar. Melihat itu Arash tau jawabannya, meski ia masih kecil Arash sudah mulai paham mengenai kekuasaan. Karena itulah ia ingin beranjak menjadi kuat. Arash tak mau dirinya menjadi rantai kehidupan yang berada paling bawah! "Bagaimana caraku menyerap Mana?" tanya Arash lagi, ia belajar menciptakan Mana. Namun belum belajar cara menyerap Mana, terlebih Mana milik orang lain. Cacao dan Badara kembali bertatapan, mereka juga tidak tau cara menyerap Mana. "Yang Mulia, kami nggak tau cara menyerap Mana dari kristal Mana orang lain. Jadi maaf jika jawabanku membuatmu kecewa!" sahut Cacao. "Begitu pula aku Yang Mulia, aku nggak tau apa-apa soal kristal Mana." sahut Badara memberi penjelasan. Arash menghela napas, ia menatap lagi kristal Mana itu kemudian menyimpannya di dalam kantong celana. Mereka ke
7 tahun Kemudian... "Fatta!! Arash kembali berbuat onar!! Lihatlah apa yang anak itu lakukan!! Padahal besok adalah hari latih tanding dengan perguruan Dragon" seru Tetua Yuen Yi, sedari awal ia sudah tidak menyukai Arash, terlebih karena anak itu memiliki Raja Iblies di dalam tubuhnya, semakin hari citra perguruan Wunan semakin menurun di mata masyarakat. Pendaftaran Murid cilik mulai berkurang karena rumor tersebut. Latih tanding dengan perguruan Dragon adalah upaya untuk kembali meningkatkan nama perguruan Wunan, tapi Arash malah menggambar semua dinding dengan bentuk "kotoran" dan berbagai gambar lainnya. "Maaf Tetua Yuen Yi, aku akan membersihkannya nanti dan aku akan menghukum Arash!! Anak itu bukannya berlatih malah mencoret-coret dinding!!" Fatta terlihat geram dan segera mengambil sapunya untuk mencari Arash. "Baiklah, kuserahkan kepadamu! Jangan sampai orang lain yang menghukumnya!!" "Wushhh!!" Fatta sengaja memutar sapunya dan hampir mengenai kepala Tetua Yuen
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.