"Papi jahat! Tega sama aku! Kenapa pein lebih sayang sama dia dibanding aku? Aku anak kandungmu, Pi. Kenapa kamu biarkan perempuan miskin itu menikmati semua hartamu sedangkan aku gak?"Ibra hanya geleng-geleng kepala mendengar penuturan putrinya itu. Matanya telah tertutup oleh uang. Segala sesuatu diukirnya dengan benda itu."Papi bukannya jahat, Fiona. Tapi, kamu bukan lagi tanggung jawab papi. Sekarang kamu tanggung jawab Fahri," ucap Ibra melirik sekilas ke arah Fahri yang masih berdiri mematung di tempatnya. "Dan soal siapa yang bisa menikmati harta papi, semua itu tergantung papi, dong," imbuh Ibra dengan begitu santainya.Fiona mengalihkan pandangan ke arah Fahri dan menatapnya dengan tajam. Mungkin dia tidak pernah mengira jika keputusannya untuk menikahi pria itu justru menutup salah satu pintu rezekinya. Memang akta orang, jika pintu satu tertutup maka pintu lain akan terbuka. Akan tetapi, di mana dia bisa menemukan yang seperti papinya?Ibra menatap Fahri. "Bukannya kamu
"Kamu mau bilang apa pun, keputusan papi gak akan berubah. Daripada teriak-teriak di sini dan habis energi, mending kamu putar otak biar kebutuhanmu dan Fahri bisa tercukupi."Ibra menggenggam tangan Ayra dan segera meninggalkan ruang keluarga. Langkahnya menyusuri anak tangga dengan cepat, setapak demi setapak. Tidak peduli meski Fiona tetap memanggilnya.Fiona yang masih tidak terima dengan keputusan Ibra akhirnya menyusul menaiki tangga. Namun, entah dari mana seorang security tiba-tiba saja menghalangi jalannya bersamaan dengan Ibra yang menjentikkan jari."Maaf, non. Tuan bilang tidak ingin diganggu," ucap security itu dengan sopan. Meski takut akan kemarahan Fiona, tetapi perintah Ibra jauh lebih penting bagi mereka. Ya, secara papinya Fiona yang menggaji mereka dan bukan anaknya."Lepaskan! Berani betul kau menyentuh istriku!" sentak Fahri menarik segitu itu menjauh dari Fiona. Hampir saja security itu jatuh dari tangga.Ibra berdecak sembari menampilkan seringai. Memandang mir
"Halah! Gitu aja takut. Tapi kamu berani selingkuh. Kamu pikir dosanya gedean yang mana, ha?!"Fahri jadi serba salah jadinya. Mengiyakan atau tidak tetap saja dia salah di mata Fiona."Justru itu. Kamu gak perlu mempertanyakan gimana besarnya cintaku ke kamu. Aku rela ngelakuin dosa besar demi dapetin kamu, loh, Sayang."Seketika amarah Fiona luruh. Ya, meski tidak sepenuhnya menghilang. Akan tetapi perkataan manis yang tiba-tiba dilontarkan oleh Fahri membuatnya merasa sangat spesial dan merasa sangat dicintai.Fiona tampak tersipu malu dengan wajah yang bersemu kemerahan yang segera menjalari seluruh wajahnya."Ih, kamu kok malah ngegombalin aku sih, Mas." Fiona melayangkan pukulan lembut ke arah lengan Fahri dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan yang lain menutupi wajahnya yang malu.Ah, tidak ada ruginya Fahri belajar menggombal dari Juki teman tongkrongannya dulu. Meski garing, bolehlah ya. Untuk membuat Fiona senang, bahkan kegaringan akan dibuatnya krenyes.Setidaknya gomba
"Ibu yakin bisa bikin Mas Fahri ganti motornya, 'kan?"Ibunya Fahri membalikkan tubuh dan menatap anak perempuannya itu. Satu tangannya bertolak pinggang, sedang tangan lainnya menunjuk tubuh dengan ibu jarinya. "Jangan panggil aku Ibu kalau aku gak bila luluhkan kakakmu itu."Wanita paruh baya itu berkata dengan begitu percaya dirinya. Tanpa tahu apa yang telah menimpa menantunya dan mereka pun pasti akan terkena imbasnya. Mungkin tidak akan lama lagi Fahri akan memangkas uang bulanan ibunya atau yang paling parah mungkin menghentikannya.Ah, tetapi rasanya itu tidak akan mungkin terjadi. Bisa terjadi perang dunia ketiga antara Fahri dan ibunya nanti.****Hari baru saja berganti dan matahari baru saja beranjak dari peraduannya. Akan tetapi Fiona telah terjaga semenjak tadi. Semua karena mimpi buruk hidup miskin. Hingga membuatnya memutar otak untuk mencari cara agar papinya kembali memberikan uang jatah bulanan untuknya."Aha! Aku tahu jika berpikir saat tenang dan damai pasti akan
Fiona seketika menghentikan tangisan palsunya. Matanya membelikan menatap ke arah maminya."Mami jangan sembarangan ya. Fahri gak akan pernah selingkuh atau KDRT sama aku. Kalau itu sampai terjadi, akan kubanting dia sampai masuk rumah sakit!" Penuh emosi Fiona mengepalkan kedua tangannya. Membayangkan jika Fahri benar-benar melakukan hal itu kepadanya.Reni malah tergelak melihat reaksi anaknya itu. Dengan santainya dia menghempaskan tubuh di sofa panjang berwana abu-abu yang tidak jauh dari tempat Fiona berdiri."Aku percaya Fahri gak akan berani ngelakuin itu sama kamu. Yang ada, justru kamu yang aniaya dia. Jadi kenapa kamu ke sini?"Fiona ikut duduk di samping maminya. "Ah, terserah Mami deh. Pokoknya Mami harus bantuin aku. Ini urgent. Super super penting dan mendesak."Rina mengubah posisi duduknya. Sedikit memiringkan tubuh hingga menghadap ke Fiona. "Apa sih?" tanya wanita paruh baya yang mulai penasaran itu."Masa Papi menstop uang jatah bulanan Fiona, Mi. Kan gak adil bang
"Jangan-jangan mereka sekongkol," celetuk Nazwa yang berhasil membuat ibunya naik darah.Bukannya membantu menenangkan, Nazwa justru menyiram bensin pada kobaran kemarahan ibunya. Akan tetapi, dia memang sengaja melakukannya agar motor jeleknya bisa segera terganti dengan motor impiannya."Awas saja kalau sampai hal itu terjadi. Mereka kan udah janji mau kasih apa pun yang ibu mau dan bikin ibu senang. Kalau sampai Fiona dan Fahri ingkar janji, Ibu akan bikin perhitungan sama sama mereka," geram ibunya Fahri dengan penuh emosi.Selama ini Fahri selalu yg akut dan menuruti semua keinginan ibunya. Jadi, kali ini pun Nazwa yakin jika kakaknya itu akan mengabulkan keinginannya. Dia hanya perlu menunggu dengan tenang.****Sesaat setelah memarkirkan mobilnya, Fiona dan Rini segera menuruni kendaraan tersebut. Tanpa bertanya pemilik rumah ada di tempat atau tidak."Papi! Papi!" teriak Fiona penuh semangat."Kamu benar-benar gak tahu sopan santun, ya. Kalau bertamu ke rumah orang itu harusny
"Sakit banget. Panggilin ambulans dan polisi, Fiona. Ayra sudah menganiaya Mami. Huhuhu," titah Reni yang tidak bisa menggerakkan tubuhnya karena terlalu sakit."Mami bertahan, ya. Aku akan buat perhitungan sama perempuan itu.""Ada apa ini?" tanya seorang security yang segera datang saat mendengar keributan dari dalam rumah. Pria itu tampak terkejut melihat Reni yang kesakitan di lantai dan Fiona yang berada di sampingnya."Bagus kamu datang. Cepat telepon ambulans dan polisi. Mami harus dibawa ke rumah sakit buat visum. Ayra udah menganiaya Mami, Pak!""Hah! Apa?" Security itu menatap Ayra dan Reni secara bergantian. Sepertinya dia tidak percaya jika wanita cantik dan anggun yang belum lama menjadi majikannya itu berbuat demikian."Tunggu apa lagi? Ayo, cepetan telepon polisi!" desak Fiona saat melihat pria itu kebingungan."Tapi ...." Lagi dan lagi pria itu memandang kebingungan ke arah Ayra."Telepon aja, Pak. Biar mereka ditangkap," ujar Ayra melipat kedua tangannya di depan dada
"Fiona! Apa yang kamu lakukan! Ayo kitw pulang! Jangan sampai nanti Papimu datang lalu kamu mendapatkan masalah." Fahri tiba-tiba saja datang dan menarik tangan Fiona. Fiona menatap tidak suka pada Fahri karena merasa Fahri terlalu ikut campur. "Kamu apa-apaan sih, Mas! Kamu ngapain malah nyusulin aku ke sini! Tau darimana kamu kalau aku di sini?""Feeling aja. Dan ternyata benar kamu di sini. Kamu tuh ngapain acara berantem gitu sama Ayra? Aku gak mau nanti kamu kena masalah. Masalah kita yang kemarin saja belum selesai.""Biang masalah itu kan mantan istri kamu, Mas! Memangnya salah kalau aku meluapkan kekesalanku?""Ya salah karena dia itu istri Papimu. Kalau nanti dia ngadu sama Papi gimana? Apa kamu mau nanti Papimu semakin marah dan semakin gak mau memberikan apa yang kamu minta?!" Fiona terdiam sejenak dan berpikir kalau apa yang Fahri katakan barusan sedikit ada benarnya. "Lalu gimana? Papi gak mau kasih uang sama aku lagi. Sedangkan keluargamu selalu saja merongrong keuan