KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 1"Ayyara Kartika aku talak kamu, aku talak kamu, aku talak kamu. Mulai hari ini kamu bukan lagi istriku dan aku haramkan dirimu bagiku." Sakit? Jelas, siapa sih seorang istri yang tidak sakit jika dicerai tepat di depan gundik suaminya?Yah, istri yang malang itu adalah aku. Mas Fahri menceraikanku di depan gundiknya, Fiona Zea. "Mengapa kamu tega seperti ini padaku, Mas? Apa kesalahanku?" tanyaku dengan suara bergetar meski tidak sampai mengeluarkan air mata. Entah kenapa aku sudah sangat mengantisipasi akan hal ini. Sudah cukup banyak air mataku yang terbuang sia-sia karena menangisi mas Fahri yang tega mengkhianatiku dengan anak bosnya itu. Yah, Fiona Zea adalah anak dari bos tempat mas Fahri bekerja. Aku sangat tahu itu karena beberapa kali aku ikut mas Fahri dalam menghadiri acara besar yang diadakan perusahaan tempat mas Fahri bekerja. "Kamu tidak ada kesalahan, Ayra, tapi kamu memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah kamu tak bisa me
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 2"Akhirnya kamu datang juga. Sini aku kenalin sama anakku. Fiona, kenalin ini Ayyara Kartika. Biasa dipanggil Ayra, dia adalah calon istri Papi." Aku menatap dengan seringaian puas pada Fiona dan Fahri yang tampak pias saat mas Ibrahim mengenalkanku sebagai calon istrinya. "Apa? C-calon istri Papi? Enggak! Papi jangan bercanda deh sama yang kayak beginian? Gak lucu tau, Pi!" hardik Fiona meski lirih tapi aku tahu dari cara dia menekankan ucapannya. Aku masih mencoba tersenyum dengan sangat manis. Terlebih lagi terhadap Fahri si mantan suamiku yang sialan itu. Aku sangat puas melihat reaksi mereka terhadap rencana yang kujalankan ini. Shock, terkejut, tidak percaya oh atau justru malah takut. Huuuu jelaslah mereka takut jika aku jadi menikah dengan mas Ibra, begitulah aku memanggilnya. Maka, aku pastikan mereka tak akan berkutik denganku. Yess, rupanya ideku ini selain gila juga sangat manjur. Selama hampir sebulan di saat mereka sibuk menyia
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 3Sudah pasti Papi akan mencincangnya hidup-hidup dan sampai mati Papi gak akan pernah merestui hubungan kalian," ucap mas Ibra dengan semangat seolah-olah dia tengah berorasi. Dan lucunya wajah Fiona maupun Fahri tentu saja sudah pucat seputih kapas. Yess, satu kata untuk mas Ibra. I love you full forever! Hahahaha. "Ah, y-ya jelas saja Mas Fahri enggak seperti itu dong. Kan Papi tahu kalau Mas Fahri istrinya meninggal. Lagian aku juga gak mau kalau Mas Fahri masih memiliki istri. Mana tega aku menghancurkan rumah tanga orang lain, Pi," jawab Fiona yang membuatku menggelengkan kepala samar.Bagaimana dia masih bisa bersandiwara padahal jelas di depannya sekarang ada aku mantan istri pria yang sekarang menjadi suaminya. Hemm, sangat menarik. Sepertinya permainan akan lebih menyenangkan kali ini. Baiklah kalau begitu aku akan ikuti cara bermain kalian. Dan akan aku pastikan kalian yang akan mendapatkan hadiah dari permainan yang kalian buat sned
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 4"Boleh banget dong Sayang, bahkan kalau perlu kamu ambil ini giginya Mas dan letakkan di samping tempat tidurmu biar bisa setiap hari liatin Mas tertawa di sampingmu." Eh …. Kok jadi horor? ***Pov 3Ibra senyum-senyum sendiri setelah bermanja-manja ria dengan Ayra di telepon tadi. serasa jiwa mudanya kembali setelah bertemu Ayra. "Oh Ayraku Sayang. Kenapa sih kita gak ketemu sejak dulu saat wajahku masih kinyis-kinyis kayak baby? Ho ho ho tentu tidak! Kalau aku ketemu Ayra saat wajahku masih mulus bak pantat bayi tentu saja wajah Ayra nya yang masih bayi. Hahahahaha!" Ibra tergelak dengan ocehan yang ia buat sendiri. Betapa lucu Ibra merasakan dirinya yang sedang dirundung puber ke-lima. Hahaha, ups. Ibra berjanji pada Ayra akan datang melamarnya secara resmi lusa. Di dalam otaknya sudah ada beberapa rencana yang akan dia lakukan agar acara lamarannya dapat berjalan dengan lancar. Yah, meskipun Ayra sebatang kara tapi tetap saja bagi Ib
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 5"Oke nanti malam kita kasih tau sama Papi soal ini ya?" Fahri mengangguk mantap sembari tersenyum yang disusul Fiona yang juga menarik kedua sudut bibirnya secara sempurna. ***"Pi! Fio mau ngomong sebentar sama Papi." Ibra mengernyitkan dahinya dan mengalihkan pandangan dari ponsel yang sedang dipegangnya ke wajah Fiona. Ibra membuka kacamata yang bertengger di hidung mancungnya dan bertanya pada Fiona. "Ada apa? Serius amat kelihatannya?""Ya serius lah, Pi, kalau enggak ya gak mungkin wajahku seperti ini," jawab Fiona sedikit ketus namun tetap ia tahan. Bagaimanapun Fiona masih sangat takut dengan Ibra karena hidup dan masa depannya benar-benar ada di tangan Ibra. Fiona memang anak Ibra satu-satunya tapi segala sesuatunya tetaplah atas persetujuan Ibra. Sekalipun itu masalah keuangan maupun perusahaan Ibra tidak pernah membiarkan Fiona memutuskannya sendirian. Entah kenapa Ibra selalu menganggap Fiona itu masih gadis kecilnya yang apa-apa
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUSetelah mengatakan itu Ibra pun pergi meninggalkan Fiona dan juga Fahri yang wajahnya sudah memucat dan memutih seputih dempul rumah tetangga. "Mas, gimana dong?!" tanya Fiona dengan wajah paniknya. Hening. Fahri tidak menjawab ucapan Fiona. "Mas! Kok diem aja sih?! Ngomong dong!" ucap Fiona lagi dengan sedikit memekik karena ia takut kalau terlalu keras akan terdengar di telinga Ibra. "Apaan sih? Aku lagi mikir nih!" ketus Fahri. "Mikir apa ngelamun? Dipanggil gak nyaut.""Ck! Mikir lah.""Mikir apa coba?" "Ya mikirin gimana caranya ngebatalin niat Papi untuk menikah dengan Ayra. Memangnya kamu mau kalau Ayra nanti jadi ibu tiri kamu dan jadi ibu tiri mertuaku?""Ya enggak lah enak aja!" "Yaiya makanya lagi mikir ini. Ah, sialan bener si Ayra itu. Aku gak pernah nyangka kalau dia begitu licik.""Itu kan mantan istri kamu, Mas, jadi kamu lah yang lebih paham bagaimana Ayra," sungut Fiona yang juga kesal dengan penuturan Fahri. "Ya makanya aku
"Mau apa kalian kesini?" tanya Ayra datar dan ketus. Wajah yang biasa terlihat ceria itu saat ini tampak sangat dingin. Kalah dinginnya kulkas sama wajahnya Ayra. "Baiklah sepertinya kamu sudah tidak sabar ingin tahu apa yang kami inginkan. Dengarkan baik-baik ini bukan permintaan tapi ini perintah. Dan kamu harus menurutinya." Ayra menautkan kedua alisnya dengan kening yang berkerut. "Menuruti perintahmu? Hello memangnya kamu siapa? Dan apa kamu pikir aku akan menuruti apa yang kamu perintahkan padaku? Oh tentu tidak." Ayra terkekeh seolah-olah dia tengah mengajak lawan bicara yang duduk di depannya saat ini. "Jangan main-main sama aku kamu Ayra! Apa kamu gak tau siapa aku ha!" pekik Fiona dengan suara tertahan. Ia berang dengan kekehan Ayra karena ia merasa jika Ayra tengah menertawakannya. "Bukankah bermain-main itu enak ya? Kan bisa bikin awet muda. Lagian aku gak peduli kamu itu siapa," ucap Ayra lagi dengan santainya. Bahkan, Ayra sudah melipat tangannya di dada dan ia menaik
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUKalau kalian mau silahkan kalian minta Mas Ibra yang meninggalkanku dan itu pun kalau dia mau. Ups, tapi aku yakin kalau dia tidak akan pernah mau meninggalkanku sebab apa? Sebab dia sangat mencintaiku." "Hei! Lancang sekali kamu mengusirku! Kamu berani mengancamku? Kamu pikir aku takut?" pekik Fiona tiba-tiba. Namun, Ayra hanya memandangnya sinis menyunggingkan senyuman datarnya. "Yah aku mengusirmu. Kenapa? Ini rumahku jadi hakku mau mengusirmu atau bahkan tak menganggapmu di sini. Lagian kenapa aku harus takut padamu memangnya kamu itu siapa?" "Ya karena aku banyak duit. Seharusnya kamu itu menghormatiku. Lihat suamimu! Bahkan aku bisa merebutnya darimu dalam sekejap mata." Fiina membusungkan dadanya. Dengan sombongnya dia mengatakan hal itu di depan Ayra juga Fahri. Bahkan, Fahri benar-benar tidak punya nyali di depan Fiona. Padahal apa yang Fiona ucapkan barusan itu benar-benar membuat harga diri Fahri sebagai seorang pria jatuh hingga hancur
Ayra beranjak dari tempat duduknya, menghampiri wanita itu, lalu memeluknya. Ia berusaha penuh untuk membuat Fiona nyaman saat berada di keluarga ini. Ibra yang melihat pemandangan itu pun ikut bahagia. Ia senang karena Fiona sudah menyadari kekeliruannya dan berjanji untuk memperbaiki diri. “Fiona.” Panggil Ibra. “Iya?” “Kamu boleh tinggal di sini lagi jika berkenan,” tukas Ibra tulus. “Benarkah?” Fiona menatap tak percaya. Ini seperti sebuah kemustahilan. “Tentu saja. Karena kamu masih anak angkatku,” sahut Ibra seraya menganggukkan kepala. “Terima kasih, Papi.” Keesokan paginya, mereka semua bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Sakit jiwa di mana bapak kandung Fiona berada. Sesampainya di sana, Fiona terlihat sedih melihat kondisi bapaknya yang masih dalam proses penyembuhan. Ibra menepuk pundak Fiona. “Sudah, jangan menangis lagi. Doakan yang terbaik untuk bapakmu.” “Iya, Papi. Aku hanya ingin bapakku sembuh. Itu saja.” Fiona menghapus air matanya. Di lain sisi, saat Fiona
Kini Fiona berada di depan rumah Ayra dan Ibra. Wanita itu terlihat sangat gugup dan juga malu. Cemas jika permintaan maafnya tidak diterima. Ya, memang kesalahannya begitu besar. Jadi, wajar saja bila nantinya Ayra dan Ibra tidak memberikan pintu maaf tersebut kepada dirinya. Fiona juga hanya bisa pasrah jika hal demikian sampai terjadi. Dia tak akan marah apalagi sakit hati untuk respons yang akan diterima. Fiona mencoba menghilangkan rasa gugup dan cemasnya sebelum mengetuk pintu rumah Ayra dan Ibra. Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Fiona lakukan berulang kali sampai sudah merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Walaupun permintaan maafnya diterima relatif kecil, ia tetap berusaha. Lagi pula, tidak ada salahnya bila Fiona mencoba. Karena bila tidak berusaha, dia tak akan tahu hasilnya.Fiona mengetuk pintu itu dengan dua ketukan. Selang beberapa menit, pintu segera terbuka. Pandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik Ayra. Secara bersamaan, pasang
"Ah! Tolong katakan itu di kantor, sekarang mari ikut kami untuk memenuhi prosedur," jelas polisi tersebut dengan lantas menarik tangan Fahri dan mulai memborgolnya.Fahri tentu meronta, ia berusaha menjelaskan semuanya namun kedua polisi itu tak mendengar dan seakan-akan menutup kedua telinganya.Sementara itu, Hilwa mulai meraung-raung memohon untuk tidak membawa anaknya ke kantor polisi."Tolong lepaskan anak saya! Kalian tidak pantas membawanya atas tuduhan tidak dilakukannya!" titah Hilwa dengan berteriak tak karuan, bahkan wanita itu sampai tak segan-segan untuk mencaci petugas polisi tersebut.Keributan itu jelas terdengar sampai ke dalam kamar pribadi milik Nazwa. Gadis yang tengah asyik memainkan gadgetnya merasa terganggu dengan kebisingan yang terjadi di rumahnya.Nazwa pun bangkit dari tempat tidurnya dan berdecih, "Ada apa sih!? Kenapa ribut sekali!?"Tanpa berpikir panjang Nazwa pun lekas beranjak dan keluar dari kamar untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.Hingga
"Apa-apaan ini!?" pekik Fahri saat ia mengetahui bahwa dirinya telah mendapat surat pemecatan dari HRD.Ya! Ketika Fahri tengah sibuk di ruang kerjanya ia tiba-tiba dikejutkan oleh sosok sekretaris yang mendatangi ruangannya dan menyerahkan secarik kertas yang berisikan sebuah surat pemecatan.Hal itu lantas membuat Fahri naik pitam, ia sama sekali tak terima diperlakukan seperti itu oleh Ibra, yang merupakan ayah mertuanya sendiri."M-maaf, Pak. Saya hanya menyampaikannya saja, selebihnya saya tidak tahu pasti," ucap sekretaris itu dengan menundukkan kepalanya. Wanita itu terlihat takut dengan temperamen atasannya yang tiba-tiba naik.Fahri pun berdecih kesal, lalu kembali membaca isi surat tersebut. Hingga ia kembali terkejut saat membaca pernyataan yang menyatakan bahwa Ibra tidak hanya akan memecatnya, namun lelaki itu juga akan melaporkan Fahri kepada pihak berwajib atas tindakan penggelapan dana yang ia lakukan pada perusahaan.Mengetahui hal itu, Fahri semakin geram, amarahnya
“Fahri pulang! Dia akhirnya pulang setelah berhari-hari,” sorak Fiona yang merasa memiliki secercah harapan dengan kepulangan pria itu.Beberapa hari belakangan, Fiona sama sekali tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Hari-harinya dipenuhi oleh fisik lesu dan perasaan lelah dan tekanan batin.Namun, begitu mendapati bahwa Fahri akhirnya kembali pulang membuat Fiona merasa bersemangat dan berharap-harap cemas. Akankah lelaki itu pulang karena sadar dan ingin meminta maaf, ataukah jangan-jangan ingin melakukan hal lain yang membuat Fiona semakin terpuruk? Itu lah pertanyaan yang memenuhi benak Fiona sekarang ini.Wanita itu langsung bangkit dari sofa dan berjalan beberapa langkah untuk membukakan pintu. Sebelum muncul di ambang pintu, Fiona sedikit merapikan rambut dan kondisi pakaiannya agar terlihat lebih layak untuk menyambut kepulangan suaminya.Fahri pun turun dari mobilnya begitu mesin mobil sudah dia matikan. Wajah pria itu tampak datar dan bahkan tanpa ekspresi. Dari sudu
Fiona masih tak kuasa menahan dadanya yang justru semakin sesak. Dia terus memukul-mukulnya dengan kepalan tangan saking sakit dan perih hatinya saat ini.“Fahri, kamu benar-benar kejam!” isaknya yang sejak ditinggal Fahri tadi sudah menangis dengan lelehan air mata berurai di kedua pipinya yang bening. Fiona bahkan tidak peduli bila saat ini dirinya hanya terduduk di lantai saking gontai dan lemas kedua lututnya mendengar untaian kalimat demi kalimat yang dilontarkan Fahri.Lantai keramik di ruang tengah yang dingin itu menjadi saksi pertengkaran keduanya beberapa saat yang lalu serta menjadi saksi pula betapa hancurnya perasaan Fiona saat ini.“Bisa-bisanya kamu bilang bahwa selama ini kamu hanya memanfaatkanku saja, Fahri!” Fiona masih tidak menyangka. “Padahal, waktu itu wajah kamu begitu tulus saat menyatakan perasaanmu. Kita bahkan harus menghadapi berbagai lika-liku sampai-sampai kau bercerai dengan Ayra.”“Perjuangan kita begitu panjang dan berat. Tapi kenapa … kamu malah ber
Fahri masih diam saja. Dia asik memilih pakaian apa yang akan dirinya kemas. Fahri terdiam karena dia malas meladeni Fiona. Sampai pada akhirnya telinganya muak mendengar pekikan Fiona.Brak!Saat itu juga Fahri menggebrak meja."Brisik! Kamu gak lihat aku lagi ngapain?!" bentak Fahri yang kini sudah menatap Fiona tajam."Ya makanya kalau ada orang tanya itu dijawab!" balas Fiona tak mau kalah."Kalau aku diam saja itu tandanya aku tidak mau menjawab pertanyaan kamu. Sadar diri dong dari tadi, berisik tau gak!" marah Fahri yang kini sudah mengepalkan kedua tangannya.Ditatap seperti itu sukses membuat Fiona sedih. Fiona hampir saja meneteskan air matanya, tetapi dia cegah dengan mendongak cepat-cepat.Sedangkan Fahri sudah mengalihkan pandangannya ke lain arah. Setelah itu Fahri kembali membereskan pakaian yang sejak tadi menjadi tujuan utamanya datang ke rumah ini."Jahat kamu Mas. Berani-beraninya kamu bentak aku seperti itu," lirih Fiona merasa sedih.Tidak ingin ambil pusing, Fahr
Saat ini Fahri dan Alina meminta waktu berduaan. Mereka memilih untuk tidak diam rumah. Mereka berjalan-jalan sejenak mencari angin. Hubungan yang baru pertama kali terjalin itu benar-benar sangat menyenangkan bagi Alina. Begitupun dengan Fahri yang tidak bisa tidak tersenyum ketika menatap wanita di sebelahnya itu.Orangtua Fahri sangat menyukai Alina juga. Jadi, sudah tidak ada batasan bagi keduanya untuk tidak dekat. Fahri benar-benar merasa bahagia. Bahkan untuk menjalin hubungan ini mereka tidak perlu pikir panjang lagi."Aku benar-benar bahagia bisa mengenalmu, aku bahkan ingin mengenalmu lebih dalam lagi. Seiring berjalannya waktu aku pasti tau semua tentangmu," celetuk Fahri begitu serius.Alina yang malu-malu hanya bisa tersenyum manis. Entah mengapa hatinya juga terasa hangat bisa berduaan dengan Fahri."Jangan ditahan kalau mau senyum atau ketawa," ujar Fahri ketika melihat Alina yang entah mengapa menahan semua itu."Kapan kita jalan?" "Ini kan sekarang lagi jalan," ledek
"Benar-benar menyebalkan. Sepertinya aku tak bisa kalau harus terus-menerus bertahan dengannya. Bukannya jadi kaya, yang ada lama-lama aku malah jadi Jatuh Miskin karena Fiona sendiri sekarang selalu minta uang denganku gara-gara tua bangka itu sudah tak ingin memberikan banyak uang untuknya. Masa Fiona hanya dijatah satu bulan tiga juta saja. Dapat apa uang segitu? Untuk keperluan sehari-hari saja pasti tidak akan cukup!" Fahri kian merasa kesal kita kembali mengingat perdebatannya dengan Ibra beberapa hari lalu.Sejenak terdengar ibu Fahri berdecak. "Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi. Kalau memang sudah tidak berguna ya sudah, buang saja. Dan kita bisa langsung segera mencari yang baru, yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan wanita itu," papar ibu Fahri dengan santainya."Iya, Bu. Aku tahu. Tetapi memangnya siapa yang harus aku kejar? Kemarin-kemarin aku terlalu fokus dan menikmati waktuku dengan Fiona sampai-sampai aku lupa untuk mencari target yang baru saat Fiona s