KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU
BAB 4"Boleh banget dong Sayang, bahkan kalau perlu kamu ambil ini giginya Mas dan letakkan di samping tempat tidurmu biar bisa setiap hari liatin Mas tertawa di sampingmu." Eh …. Kok jadi horor? ***Pov 3Ibra senyum-senyum sendiri setelah bermanja-manja ria dengan Ayra di telepon tadi. serasa jiwa mudanya kembali setelah bertemu Ayra. "Oh Ayraku Sayang. Kenapa sih kita gak ketemu sejak dulu saat wajahku masih kinyis-kinyis kayak baby? Ho ho ho tentu tidak! Kalau aku ketemu Ayra saat wajahku masih mulus bak pantat bayi tentu saja wajah Ayra nya yang masih bayi. Hahahahaha!" Ibra tergelak dengan ocehan yang ia buat sendiri. Betapa lucu Ibra merasakan dirinya yang sedang dirundung puber ke-lima. Hahaha, ups. Ibra berjanji pada Ayra akan datang melamarnya secara resmi lusa. Di dalam otaknya sudah ada beberapa rencana yang akan dia lakukan agar acara lamarannya dapat berjalan dengan lancar. Yah, meskipun Ayra sebatang kara tapi tetap saja bagi Ibra semuanya harus perfect. Terlebih lagi itu hari penting baginya agar sang pujaan hati tidak ilfeel dan merasa dihargai sebagai seorang wanita. Ibra memang telah jatuh hati pada sosok Ayra. Wanita yang menurutnya lucu, suka bercanda, riang dan ceria meski sedikit varbar. Akan tetapi, yang jelas Ibra tertarik pada Ayra karena wanita itu memiliki hati yang tulus. Bagaimana Ibra bisa menilai Ayra seperti itu? Waktu itu Ibra tidak sengaja melihat momen di mana Ayra membantu seorang nenek tua yang hendak menyebrang jalan. Padahal saat itu Ibra melihat kalau Ayra tengah kerepotan dengan barang belanjaannya. Meski memakai baju yang bersih, rapi dan juga wangi tidak lantas membuat Ayra risih dan jijik berinteraksi dengan nenek tua itu. Ayra memegang tangan nenek tua itu dan menuntunnya hingga berhasil menyebrang jalan. Saat itu memang dia dan juga Ayra berjanjian untuk kembali makan siang karena Ibra yang ingin berterima kasih pada Ayra sebab sudah mengembalikan dokumen penting perusahaan milik Ibra yang terjatuh di jalan. Tanpa Ibra ketahui saat itu Ayra memang sudah membuntutinya jadi, Ayra yang melihat dokumen Ibra jatuh di jalan tentu saja seperti mendapatkan peluang dan ia tidak menyia-nyiakan hal itu. Sejak saat itulah Ibra memiliki rasa lain terhadap Ayra hingga akhirnya benih-benih cinta itu pun muncul seiring Ibra yang sering bertemu dengan Ayra selama dua minggu terakhir. Ditambah lagi Ibra yang sering menghubungi Ayra meski hanya sekadar mengobrol biasa melalui sambungan telepon. Ibra pun akhirnya memejamkan mata sembari tersenyum berharap Ayra datang ke dalam mimpinya dan menggapai tangannya lantas menggenggam untuk melangkah menuju masa depan yang indah. ***"Senangnya dalam hati, aku mau kawin lagi. Uhuy, akhirnya si duren ini laku juga setelah sekian purnama dan ratusan belokan juga ribuan tanjakan hati ini sudah mati dibawa almarhum istriku pergi. Kini rasa itu kembali bersemi di dalam hati ini." Ibra bermonolog sembari bersiul dan berjalan keluar dari kamarnya melewati Fiona dan Fahri yang sedang menyuap roti bakar, menu sarapan mereka. "Pagi begini keliahatan girang banget, Pi, kasih tahu aku dong apa yang sudah membuat Papiku tersayang ini bahagia? Boleh kan aku tahu?" tanya Fiona yang penasaran dengan sebyun yang selalu mengembang i wajah papinya itu. "Tentu saja boleh dong. Kita sarapan sekalian membicarakan hal ini ya. Karena hal ini adakah penting dan tentu saja Papi akan membaginya denganmu," jawab Ibra lagi masih dengan kedua sudut bibirnya yang naik sempurna ke atas sehingga tercipta lengkungan manis di wajah tampan Ibra di usianya yang sudah tidak lagi muda. "Wah, apa tuh? Mau dong aku dikasih tahu," tabya Fiona tidak sabar dengan ucapan sang ayah. "Lho, kok kamu lupa? Kan baru saja ketemu kemarin?"Fiona mengerutkan dahinya dan ia menatap Fahri dengan tatapan tanya. Namun, Fahri mengedikkan bahunya tanda tidak mengerti. "Apaan sih, Pi? Aku beneran deh lupa. Kasih tau lah, namanya manusia kalau lupa ya wajar saja kan, Pi?""Oke deh, karena Papi lagi bahagia jadi gak masalah kalau Papi ceritakan lagi. Emmm kamu masih invat Ayra yang Papi kenalin ke kamu di pernikahanmu kemarin kan?" Fiona menganggukkan kepalanya dengan cepat. Dan ia masih menatap Ibra dengan tatapan bingung. "Terus kenapa sama Ayra?""Papi lusa mau melamar Ayra secara resmi ke rumahnya." Prfffttt. Tiba-tiba saja Fahri menyemburkan jus jeruk yang ada di dalam mulutnya ke wajah Fiona. Sontak saja mata Fiona mendelik karena wajahnya kini dari glowing berubah menjadi kotor. "Mas! Kamu apa-apaan sih! Kok aku disembur? Kamu pikir kamu itu dukun dan aku pasien apa?!" "M-maaf Sayang, aku gak sengaja soalnya tadi tiba-tiba tersedak pas lagi minum." Fiona mendelik ke arah Fahri. Karena ia tahu kalau itu hanya alasan Fahri saja. Tentu saja Fiona sangat tahu kalau Fahri terkejut dengan berita kalau papinya mau melamar Ayra. Seketika Fiona kembali teringat dan fokus pada Ibra yang mengatakan akan melamar Ayra secara resmi ke rumahnya. "papi bilang apa tadi? Mau ngelamar Ayra ke rumahnya?" Ibra mengangguk yakin dengan seulas senyum yang tidak luntur dari wajahnya. Ibra pun memasukkan roti yang ada di tangannya ke dalam mulut lantas ia mengunyah roti tersebut dan menelannya. "Kenapa? Kok kaget? Harusnya kan kamu senang akhirnya Papi laku juga.""Bukan begitu maksudnya, Pi. Tapi apa gak terlalu cepat? Memangnya Papi kenal sama Ayra berapa lama?" "Tiga mingguan kenal tapi menjalin hubungan sekitar dua mingguan," jawab Ibra dengan santainya. "Tiga minggu kenal dan dua minggu menjalin hubungan dan Papi mau langsung melamar? Bahkan sebulan saja belum genap, Pi." "Ya memangnya kenapa? Bukankah niat baik tidak boleh ditunda-tunda?" "Ya iya, Pi, tapi enggak secepat itu juga kan? Kalau dia niatnya mau nipu Papi gimana? Memangnya Papi gak curiga gitu?""Curiga? Curiga kenapa? Ayra baik sangat baik makanya Papi mau cepat menghalalkannya takut keduluan orang.""Ya logika aja lah, Pi, Papi kan udah tua dan dia masih muda bahkan aku yakin umur Ayra gak jauh beda sama aku. Kenapa dia mau sama Papi kalau bukan karena ada apa-apanya.""Ada apa-apanya gimana? Yang jelas dong kalau ngomong." Ibra mulai menatap Fiona intens. Dia sangat penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Fiona. "Ya mana tau si Ayra itu cuma ngincer harta Papi secara Papi itu kaya raya. Logika ajalah, Pi, dia yang muda mau sama Papi yang udah tuir.""Lalu maunya kamu apa?" "Ya Papi mendingan cari deh yang seumuran sama Papi. Bukan yang muda begitu.""Kalau Papi gak mau gimana? Ini masalah hati, Fio, bukan perkara umur atau harta. Ini perkara hati dan hati Papi sudah terpaut sama Ayra.""Jadi, maksudnya Papi akan tetap menikahi Ayrw meski Fiona keberatan gitu?""Yah seperti itu. Mau setuju atau tidak Papi tetap akan menikahi Ayra. Papi membicarakan ini sama kamu bukan karena ingin meminta persetujuanmu tapi hanya ingin memberitahumu yah, setidaknya agar kamu merasa Papi masih menghargaimu. Lihatlah kamu sudah memiliki pasangan tentu tugas dan kewajiban Papi sudah selesai padamu. Jadi, kini waktunya Papi untuk menyenangkan diri Papi karena waktu Papi juga tidak akan lama lagi.""Tapi, Pi, kalau misal aku berhasil memberikan satu bukti kalau Ayra bukan perempuan baik-baik gimana? Apa Papi masih nekat mau menikahinya?""Apa maksud kamu?""Ya aku tetep gak percaya kalau Ayra itu perempuan baik-baik. Dia itu tak lebih dari perempuan matre yang hanya mengincar uang pasangannya.""Lhi, bukannya itu wajar seorang perempuan menginginkan laki-laki yang matang dan mapan untuk masa depan hidupnya? Terlebih lagi Ayra itu cantik dan juga cerdas. Dia baik dan suka menolong. Papi rasa kalau dia memiliki kriteria dalam memilih pasangan hidupnya itu sangatlah wajar.""Terserah apa kata Papi tapi yang jelas aku akan mencari bukti kalau Ayra bukanlah perempuan baik-baik. Dan jika bukti itu sudah ada maka aku tidak akan pernah setuju Papi menikah dengan dia.""Kamu kenapa sih kok kayak benci banget sama Ayra? Padahal kalian kan enggak saling kenal?" tanya Ibra dengan kening berkerut dan tangan yang saling bertaut di atas meja. Ibra baru saja menyelesaikan sarapan paginya. "Feeling. Bukankah makhluk yang memiliki feeling paling kuat itu adalah wanita? Dan aku memiliki feeling yang tidak enak terhadap Ayra. Dia hanya ingin memanfaatkan Papi saja dan ingin merebut Papi dariku." "Terserah kamu. Yang jelas selama Papi tahu dia baik selama itu juga Papi akan tetap menginginkannya." Ibra pun pergi meninggalkan Fiona dan Fahri yang terpaku di kursi yang mereka duduki masing-masing. ****"Mas, ini gimana dong? Masa iya mantan istri kamu mau jadi Ibu tiriku sih? Yang bener aja kan?" Fiona gelisah sebab memikirkan dan membayangkan saat Ayra resmi menjadi ibu tirinya. Betapa aka tersiksanya nanti hari-hari yang akan dia jalani di rumah itu. "Ya gimana? Itu sudah menjadi keinginan Papi kamu. Aku ini kan hanya orang luar mana bisa aku terlalu ikut campur?""Ck! Ya kamu kasi ide kek, apa kek masa iya diam saja?""Ya aku lagi gak ada ide. Tapi seperti yang kamu bikang tadi sama Papi kalau kamu mau cari bukti kalau Ayrw bukan perempuan baik-baik.""Terus?""Yeeee kok terus. Aku itu malah mau nanya apa maksud kamu mau cari bukti tentang itu?"." Aku tadi hanya gertak Papi saja, Mas. Hehehe," ucap Fiona sembari mengmyengir sedangkan Fahri hanya garuk-garuk kepalanya yang tidak gatak itu. "Ah, aku ada ide!" ucao Fahri tiba-tiba dengan mata berbinar. "Ide apa? Cepat kasih tau?""Tinggal kasih aja tunjuk foto Ayra yang sedang memegang tanganku. Aku ada sih beberapa foto waktu masih prewedding dulu tapi pake baju biasa bukan baju prewed jadi gak akan kelihatan kalau kita memang ada hubungan.""Terus maksud kamu gimana? Mau apa sama foto itu?""Ya kasih ke Papi kamu dan bilang kalau Ayra itu suka sama aku dan berusaha mengejar-ngejar aku tapi sayangnya aku milih kamu dan Ayra dendam makanya dia berniat mau deketin Papi kamu. Gimana?" "Yah, kamu benar itu ide yang bagus. Duh kenapa aku gak kepikirwn sampe kesana sih.""Iya dong Fahri gitu lho.""Oke nanti malam kita kasih tau sama Papi soal ini ya?" Fahri mengangguk mantap sembari tersenyum yang disusul Fiona yang juga menarik kedua sudut bibirnya secara sempurna.KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUBAB 5"Oke nanti malam kita kasih tau sama Papi soal ini ya?" Fahri mengangguk mantap sembari tersenyum yang disusul Fiona yang juga menarik kedua sudut bibirnya secara sempurna. ***"Pi! Fio mau ngomong sebentar sama Papi." Ibra mengernyitkan dahinya dan mengalihkan pandangan dari ponsel yang sedang dipegangnya ke wajah Fiona. Ibra membuka kacamata yang bertengger di hidung mancungnya dan bertanya pada Fiona. "Ada apa? Serius amat kelihatannya?""Ya serius lah, Pi, kalau enggak ya gak mungkin wajahku seperti ini," jawab Fiona sedikit ketus namun tetap ia tahan. Bagaimanapun Fiona masih sangat takut dengan Ibra karena hidup dan masa depannya benar-benar ada di tangan Ibra. Fiona memang anak Ibra satu-satunya tapi segala sesuatunya tetaplah atas persetujuan Ibra. Sekalipun itu masalah keuangan maupun perusahaan Ibra tidak pernah membiarkan Fiona memutuskannya sendirian. Entah kenapa Ibra selalu menganggap Fiona itu masih gadis kecilnya yang apa-apa
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUSetelah mengatakan itu Ibra pun pergi meninggalkan Fiona dan juga Fahri yang wajahnya sudah memucat dan memutih seputih dempul rumah tetangga. "Mas, gimana dong?!" tanya Fiona dengan wajah paniknya. Hening. Fahri tidak menjawab ucapan Fiona. "Mas! Kok diem aja sih?! Ngomong dong!" ucap Fiona lagi dengan sedikit memekik karena ia takut kalau terlalu keras akan terdengar di telinga Ibra. "Apaan sih? Aku lagi mikir nih!" ketus Fahri. "Mikir apa ngelamun? Dipanggil gak nyaut.""Ck! Mikir lah.""Mikir apa coba?" "Ya mikirin gimana caranya ngebatalin niat Papi untuk menikah dengan Ayra. Memangnya kamu mau kalau Ayra nanti jadi ibu tiri kamu dan jadi ibu tiri mertuaku?""Ya enggak lah enak aja!" "Yaiya makanya lagi mikir ini. Ah, sialan bener si Ayra itu. Aku gak pernah nyangka kalau dia begitu licik.""Itu kan mantan istri kamu, Mas, jadi kamu lah yang lebih paham bagaimana Ayra," sungut Fiona yang juga kesal dengan penuturan Fahri. "Ya makanya aku
"Mau apa kalian kesini?" tanya Ayra datar dan ketus. Wajah yang biasa terlihat ceria itu saat ini tampak sangat dingin. Kalah dinginnya kulkas sama wajahnya Ayra. "Baiklah sepertinya kamu sudah tidak sabar ingin tahu apa yang kami inginkan. Dengarkan baik-baik ini bukan permintaan tapi ini perintah. Dan kamu harus menurutinya." Ayra menautkan kedua alisnya dengan kening yang berkerut. "Menuruti perintahmu? Hello memangnya kamu siapa? Dan apa kamu pikir aku akan menuruti apa yang kamu perintahkan padaku? Oh tentu tidak." Ayra terkekeh seolah-olah dia tengah mengajak lawan bicara yang duduk di depannya saat ini. "Jangan main-main sama aku kamu Ayra! Apa kamu gak tau siapa aku ha!" pekik Fiona dengan suara tertahan. Ia berang dengan kekehan Ayra karena ia merasa jika Ayra tengah menertawakannya. "Bukankah bermain-main itu enak ya? Kan bisa bikin awet muda. Lagian aku gak peduli kamu itu siapa," ucap Ayra lagi dengan santainya. Bahkan, Ayra sudah melipat tangannya di dada dan ia menaik
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUKalau kalian mau silahkan kalian minta Mas Ibra yang meninggalkanku dan itu pun kalau dia mau. Ups, tapi aku yakin kalau dia tidak akan pernah mau meninggalkanku sebab apa? Sebab dia sangat mencintaiku." "Hei! Lancang sekali kamu mengusirku! Kamu berani mengancamku? Kamu pikir aku takut?" pekik Fiona tiba-tiba. Namun, Ayra hanya memandangnya sinis menyunggingkan senyuman datarnya. "Yah aku mengusirmu. Kenapa? Ini rumahku jadi hakku mau mengusirmu atau bahkan tak menganggapmu di sini. Lagian kenapa aku harus takut padamu memangnya kamu itu siapa?" "Ya karena aku banyak duit. Seharusnya kamu itu menghormatiku. Lihat suamimu! Bahkan aku bisa merebutnya darimu dalam sekejap mata." Fiina membusungkan dadanya. Dengan sombongnya dia mengatakan hal itu di depan Ayra juga Fahri. Bahkan, Fahri benar-benar tidak punya nyali di depan Fiona. Padahal apa yang Fiona ucapkan barusan itu benar-benar membuat harga diri Fahri sebagai seorang pria jatuh hingga hancur
"Apa kamu bilang? Kamu mau cari perempuan yang lebih cantik dari aku?!" pekik Fiona dengan wajahnya yang memerah persis seperti emak-emak yang marah akibat sang anak yang susah jika disuruh mandi. Bahkan, harus dikejar-kejar menggunakan rotan terlebih dahulu hingga si anak akhirnya mau mandi. "Ya, ya bukan begitu maksudku Sayang. Itu kan hanya ibarat saja lagian kamu itu selalu yang tercantik buatku. Gak ada yang bisa ngalahin kecantikan kamu maka itulah sebabnya aku lebih milih kamu daripada Ayra. Iya kan?""Alah! Itu alasan kamu aja karena aku sadar sama ucapanmu barusan coba kalau aku gak sadar dan iya-iya aja. Pasti kamu beneran lakukan. Iya kan?""Ya enggak mhnfkinkah. Satu istri aja gak abis. Ngapain Mas mau sok-sok nambah lagi. Udah ah jangan ngambek ntar aku cium nih karena gemas sama imut dan cantiknya kamu." Seketika wajah Fiona menghangat dan ia tersenyum malu-malu meong akibat gombalan yang dilontarkan oleh Fahri. "Au ah gelap." Fiona melipat tangannya di dada sembari mem
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU"Lebih muda apanya?! Keren apanya? Yang ada Papi tuh kayak tukang minta-minta yang di pinggir jalan tuh tinggal pake kacamata hitam aja udah deh ntar biar Mas Fahri yang nuntun Papi minta-minta di jalan sana!" "Eh kok jadi aku sih?!""Lha terus siapa? Aku? Ya gak mungkinlah seorang Fiona ngemis. Ih kamu mah suka aneh-aneh deh," sungut Fiona dengan bibir mengerucut. " Jadi Papi penampilan kayak begini gak bagus?" tanya Ibra pada Fiona. "Ya enggak lah, Pi, sama sekali gak ada bagus-bagusnya. Tapi kalau Papi mau si Ayra itu ilfeel sama Papi sih ya gak masalah juga toh sejatinya aku juga kurang setuju Papi sana dia.""Yeee enak aja, ya gak bisa begitulah.""Yaudah kalau mau Ayra suka sama Papinya penampilan yang bener dong." "Eh kok kamu malah mendukung Papi? Bukannya kemarin-kemarin kamu nolak Papi seriusan sama si Ayra?" tanya Ibra dengan kening berkerut. "Yah kalaupun aku menolak Papi mentah-mentah buat nikah sama Ayra apa Papi setuju? Nggak kan?
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUAku akan pastikan kalau acara lamaran kali ini bukanlah acara lamaran impianmu tetapi acara lamaran terburuk yang paling tidak ingin kamu alami. Bahkan, kurasa mimpi pun kamu tidak akan berani."***Fiona dengan wajah ceria dan mata berbinar keluar dari kamar Ibra. Ia berjalan seolah-olah tubuhnya terasa ringan dan tanpa beban menuju ke kamarnya. Fahri yang sedang asik dengan ponselnya pun mengernyitkan dahi melihat wajah sumringah istrinya itu. "Kamu kenapa kok kayak yang seneng banget? Abis ketiban durian runtuh?""Ini lebih dari sekedar durian runtuh, Mas!" ucap Fiona yang terpekik tertahan. "Apa sih? Kok aku kepo.""Habis ini pasti kamu bakal bangga sama aku, Mas.""Yaudah buruan kasih tau memangnya ada apa. Kan aku jadi penasaran.""Mas lihat deh ini apa?" Fahri mengernyit melihat sesuatu yang dipegang oleh Fiona dengan jari telunjuk dan jempol yang saling menjepit. "Itu kredit card?" Fiona mengangguk cepat masih dengan senyuman di kedua sudut
KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMUIa masih terus menatap punggung Dika yang mulai menjauh dengan tatapan tajamnya. Hingga akhirnya punggung pria dengan tinggi badan 170 cm itu hilang dari hadapannya barulah Fahri dan Fiona meninggalkan cafe sepoi-sepoi tempat mereka bertemu. ***"Kamu ngapain sih centil-centil ke temen kamu itu," sungut Fahri sembari sesekali matanya melihat ke arah Fiona yang duduk di sampingnya. Sementara Fahri tangannya tengah sibuk memegang kemudi mobil milik Fiona. "Maksud kamu Dika?""Ya iya siapa lagi? Kan tadi kita habis ketemu sama Dika.""Terus maksud kamu centil gimana sih? Perasan aku biasa aja deh.""Ya begitu tadi duduknya sok-sok deketan sampai aku dikacangin di sana.""Enak lagi jadi kacang, Mas, tinggal hap," seloroh Fiona yang membuat Fahri mencebik. "Ya kali kayak iklan sosis sonike yang satu kali langsung hap.""Hemm terserah kamu aja deh, Mas, lagian kamu kenapa sih aku perhatikan dari tadi kok kayaknya yang kesel banget?""Gimana aku gak kesel
Ayra beranjak dari tempat duduknya, menghampiri wanita itu, lalu memeluknya. Ia berusaha penuh untuk membuat Fiona nyaman saat berada di keluarga ini. Ibra yang melihat pemandangan itu pun ikut bahagia. Ia senang karena Fiona sudah menyadari kekeliruannya dan berjanji untuk memperbaiki diri. “Fiona.” Panggil Ibra. “Iya?” “Kamu boleh tinggal di sini lagi jika berkenan,” tukas Ibra tulus. “Benarkah?” Fiona menatap tak percaya. Ini seperti sebuah kemustahilan. “Tentu saja. Karena kamu masih anak angkatku,” sahut Ibra seraya menganggukkan kepala. “Terima kasih, Papi.” Keesokan paginya, mereka semua bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Sakit jiwa di mana bapak kandung Fiona berada. Sesampainya di sana, Fiona terlihat sedih melihat kondisi bapaknya yang masih dalam proses penyembuhan. Ibra menepuk pundak Fiona. “Sudah, jangan menangis lagi. Doakan yang terbaik untuk bapakmu.” “Iya, Papi. Aku hanya ingin bapakku sembuh. Itu saja.” Fiona menghapus air matanya. Di lain sisi, saat Fiona
Kini Fiona berada di depan rumah Ayra dan Ibra. Wanita itu terlihat sangat gugup dan juga malu. Cemas jika permintaan maafnya tidak diterima. Ya, memang kesalahannya begitu besar. Jadi, wajar saja bila nantinya Ayra dan Ibra tidak memberikan pintu maaf tersebut kepada dirinya. Fiona juga hanya bisa pasrah jika hal demikian sampai terjadi. Dia tak akan marah apalagi sakit hati untuk respons yang akan diterima. Fiona mencoba menghilangkan rasa gugup dan cemasnya sebelum mengetuk pintu rumah Ayra dan Ibra. Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Fiona lakukan berulang kali sampai sudah merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Walaupun permintaan maafnya diterima relatif kecil, ia tetap berusaha. Lagi pula, tidak ada salahnya bila Fiona mencoba. Karena bila tidak berusaha, dia tak akan tahu hasilnya.Fiona mengetuk pintu itu dengan dua ketukan. Selang beberapa menit, pintu segera terbuka. Pandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik Ayra. Secara bersamaan, pasang
"Ah! Tolong katakan itu di kantor, sekarang mari ikut kami untuk memenuhi prosedur," jelas polisi tersebut dengan lantas menarik tangan Fahri dan mulai memborgolnya.Fahri tentu meronta, ia berusaha menjelaskan semuanya namun kedua polisi itu tak mendengar dan seakan-akan menutup kedua telinganya.Sementara itu, Hilwa mulai meraung-raung memohon untuk tidak membawa anaknya ke kantor polisi."Tolong lepaskan anak saya! Kalian tidak pantas membawanya atas tuduhan tidak dilakukannya!" titah Hilwa dengan berteriak tak karuan, bahkan wanita itu sampai tak segan-segan untuk mencaci petugas polisi tersebut.Keributan itu jelas terdengar sampai ke dalam kamar pribadi milik Nazwa. Gadis yang tengah asyik memainkan gadgetnya merasa terganggu dengan kebisingan yang terjadi di rumahnya.Nazwa pun bangkit dari tempat tidurnya dan berdecih, "Ada apa sih!? Kenapa ribut sekali!?"Tanpa berpikir panjang Nazwa pun lekas beranjak dan keluar dari kamar untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.Hingga
"Apa-apaan ini!?" pekik Fahri saat ia mengetahui bahwa dirinya telah mendapat surat pemecatan dari HRD.Ya! Ketika Fahri tengah sibuk di ruang kerjanya ia tiba-tiba dikejutkan oleh sosok sekretaris yang mendatangi ruangannya dan menyerahkan secarik kertas yang berisikan sebuah surat pemecatan.Hal itu lantas membuat Fahri naik pitam, ia sama sekali tak terima diperlakukan seperti itu oleh Ibra, yang merupakan ayah mertuanya sendiri."M-maaf, Pak. Saya hanya menyampaikannya saja, selebihnya saya tidak tahu pasti," ucap sekretaris itu dengan menundukkan kepalanya. Wanita itu terlihat takut dengan temperamen atasannya yang tiba-tiba naik.Fahri pun berdecih kesal, lalu kembali membaca isi surat tersebut. Hingga ia kembali terkejut saat membaca pernyataan yang menyatakan bahwa Ibra tidak hanya akan memecatnya, namun lelaki itu juga akan melaporkan Fahri kepada pihak berwajib atas tindakan penggelapan dana yang ia lakukan pada perusahaan.Mengetahui hal itu, Fahri semakin geram, amarahnya
“Fahri pulang! Dia akhirnya pulang setelah berhari-hari,” sorak Fiona yang merasa memiliki secercah harapan dengan kepulangan pria itu.Beberapa hari belakangan, Fiona sama sekali tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Hari-harinya dipenuhi oleh fisik lesu dan perasaan lelah dan tekanan batin.Namun, begitu mendapati bahwa Fahri akhirnya kembali pulang membuat Fiona merasa bersemangat dan berharap-harap cemas. Akankah lelaki itu pulang karena sadar dan ingin meminta maaf, ataukah jangan-jangan ingin melakukan hal lain yang membuat Fiona semakin terpuruk? Itu lah pertanyaan yang memenuhi benak Fiona sekarang ini.Wanita itu langsung bangkit dari sofa dan berjalan beberapa langkah untuk membukakan pintu. Sebelum muncul di ambang pintu, Fiona sedikit merapikan rambut dan kondisi pakaiannya agar terlihat lebih layak untuk menyambut kepulangan suaminya.Fahri pun turun dari mobilnya begitu mesin mobil sudah dia matikan. Wajah pria itu tampak datar dan bahkan tanpa ekspresi. Dari sudu
Fiona masih tak kuasa menahan dadanya yang justru semakin sesak. Dia terus memukul-mukulnya dengan kepalan tangan saking sakit dan perih hatinya saat ini.“Fahri, kamu benar-benar kejam!” isaknya yang sejak ditinggal Fahri tadi sudah menangis dengan lelehan air mata berurai di kedua pipinya yang bening. Fiona bahkan tidak peduli bila saat ini dirinya hanya terduduk di lantai saking gontai dan lemas kedua lututnya mendengar untaian kalimat demi kalimat yang dilontarkan Fahri.Lantai keramik di ruang tengah yang dingin itu menjadi saksi pertengkaran keduanya beberapa saat yang lalu serta menjadi saksi pula betapa hancurnya perasaan Fiona saat ini.“Bisa-bisanya kamu bilang bahwa selama ini kamu hanya memanfaatkanku saja, Fahri!” Fiona masih tidak menyangka. “Padahal, waktu itu wajah kamu begitu tulus saat menyatakan perasaanmu. Kita bahkan harus menghadapi berbagai lika-liku sampai-sampai kau bercerai dengan Ayra.”“Perjuangan kita begitu panjang dan berat. Tapi kenapa … kamu malah ber
Fahri masih diam saja. Dia asik memilih pakaian apa yang akan dirinya kemas. Fahri terdiam karena dia malas meladeni Fiona. Sampai pada akhirnya telinganya muak mendengar pekikan Fiona.Brak!Saat itu juga Fahri menggebrak meja."Brisik! Kamu gak lihat aku lagi ngapain?!" bentak Fahri yang kini sudah menatap Fiona tajam."Ya makanya kalau ada orang tanya itu dijawab!" balas Fiona tak mau kalah."Kalau aku diam saja itu tandanya aku tidak mau menjawab pertanyaan kamu. Sadar diri dong dari tadi, berisik tau gak!" marah Fahri yang kini sudah mengepalkan kedua tangannya.Ditatap seperti itu sukses membuat Fiona sedih. Fiona hampir saja meneteskan air matanya, tetapi dia cegah dengan mendongak cepat-cepat.Sedangkan Fahri sudah mengalihkan pandangannya ke lain arah. Setelah itu Fahri kembali membereskan pakaian yang sejak tadi menjadi tujuan utamanya datang ke rumah ini."Jahat kamu Mas. Berani-beraninya kamu bentak aku seperti itu," lirih Fiona merasa sedih.Tidak ingin ambil pusing, Fahr
Saat ini Fahri dan Alina meminta waktu berduaan. Mereka memilih untuk tidak diam rumah. Mereka berjalan-jalan sejenak mencari angin. Hubungan yang baru pertama kali terjalin itu benar-benar sangat menyenangkan bagi Alina. Begitupun dengan Fahri yang tidak bisa tidak tersenyum ketika menatap wanita di sebelahnya itu.Orangtua Fahri sangat menyukai Alina juga. Jadi, sudah tidak ada batasan bagi keduanya untuk tidak dekat. Fahri benar-benar merasa bahagia. Bahkan untuk menjalin hubungan ini mereka tidak perlu pikir panjang lagi."Aku benar-benar bahagia bisa mengenalmu, aku bahkan ingin mengenalmu lebih dalam lagi. Seiring berjalannya waktu aku pasti tau semua tentangmu," celetuk Fahri begitu serius.Alina yang malu-malu hanya bisa tersenyum manis. Entah mengapa hatinya juga terasa hangat bisa berduaan dengan Fahri."Jangan ditahan kalau mau senyum atau ketawa," ujar Fahri ketika melihat Alina yang entah mengapa menahan semua itu."Kapan kita jalan?" "Ini kan sekarang lagi jalan," ledek
"Benar-benar menyebalkan. Sepertinya aku tak bisa kalau harus terus-menerus bertahan dengannya. Bukannya jadi kaya, yang ada lama-lama aku malah jadi Jatuh Miskin karena Fiona sendiri sekarang selalu minta uang denganku gara-gara tua bangka itu sudah tak ingin memberikan banyak uang untuknya. Masa Fiona hanya dijatah satu bulan tiga juta saja. Dapat apa uang segitu? Untuk keperluan sehari-hari saja pasti tidak akan cukup!" Fahri kian merasa kesal kita kembali mengingat perdebatannya dengan Ibra beberapa hari lalu.Sejenak terdengar ibu Fahri berdecak. "Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi. Kalau memang sudah tidak berguna ya sudah, buang saja. Dan kita bisa langsung segera mencari yang baru, yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan wanita itu," papar ibu Fahri dengan santainya."Iya, Bu. Aku tahu. Tetapi memangnya siapa yang harus aku kejar? Kemarin-kemarin aku terlalu fokus dan menikmati waktuku dengan Fiona sampai-sampai aku lupa untuk mencari target yang baru saat Fiona s