Home / Pernikahan / KARMA PERSELINGKUHAN AYAH / BAB 97. Ternyata Tante Rima.

Share

BAB 97. Ternyata Tante Rima.

Author: Kencana Ungu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Jadi, kamu takut kalau nanti kakek jadi hantu?” tanyaku memastikan.

“Iya, Kak. Aku takut kakek jadi setan gentayangan nanti jadi hantuin aku,” jawabnya polos.

“Masih hidup aja permainan rahasianya bikin mulut dan tenggorokanku sakit apa lagi sudah jadi setan. Aku takut dibunuh setan kakek, Kak,” imbuhnya. Kini raut wajah Cici memang terlihat sekali ketakutan.

“Astaghfirullahal’adhiim ... Ci, orang yang sudah meninggal itu tidak akan pernah jadi setan. Makanya kamu mulai sekarang harus rajin berdoa salatnya jangan bolong-bolong, ya?” Kubingkai wajah chubby Cici, dia meringis memperlihatkan gigi kelincinya. Gemes sekali.

“Iya, Kak. Aku akan rajin salat dan mengaji. Kak, apa kakek nekat bunuh diri begitu karena tidak main permainan rahasia lagi denganku? Kakak lihat kan, itu lidah kakek menjulur begitu. Aku takut sekali.”

“Bukan Ci, kakek begitu karena enggak ada iman. Sudah jangan dipikirkan lagi. Lebih baik kamu do’akan untuk kakek.”

“Baik, Kak. Ya Allah, semoga kakek tidak jadi seta
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 98. Menghajar Tante Rima.

    “Eh, Neng. Mangga,” ucap ibu yang sedang menyiangi sayuran. Aku menanggapinya dengan anggukan kepala.“Kamu itu gimana Mama Ganis? Mbak ini kan, cucunya almarhum. Memangnya kamu enggak tahu?”“Gimana mau tahu, dia kan, pelakor!” timpal ibu yang menata piring disambut gelak tawa yang lain.Tante Rima tambah pucat. Dia diam seribu bahasa.“Aku kenal sama Tante Rima kok, Bu. Dia kemarin baru dari rumahku, tapi dia bilangnya istri almarhum ayahku bukan istri opa.” Mendengar pengakuanku tentu saja mereka kaget.“Astaghfirullah, Rima. Kamu kapan sadarnya! Awas loh, kena karma!” ucap ibu yang duduk tepat di depan Tante Rima seraya menepuk bahu Tante Rima.“Orang kalau udah berkelakuan buruk memang begini susah insyafnya,” sahut yang lain.Aku tersenyum sinis memandang Tante Rima sedang dia sama sekali tidak berani melihatku.“Lama sekali, Al. Devi sudah berhenti nangisnya?” Nenek menyusulku ke dapur.“Bukan Tante Devi ataupun Nindi yang nangis, Nek. Tuh!” Aku menunjuk Tante Rima.“Loh, kamu

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 99. Oma meninggal.

    🌸🌸🌸🌸“Syukurlah ... kamu sudah sadar, Al.” Om Ardi membantuku untuk duduk bersandar.“Sudah jangan sedih gitu setiap yang bernyawa pasti akan mati. Doakan yang terbaik untuk opa dan omamu.” Kali ini Om Ardi memberiku teh hangat dan juga ponselku.“Tadi Nindi telepon ke HP-ku akhirnya aku katakan padanya kalau kamu pingsan.” Angga ikut menimpali.“Kakak, jangan ikut mati nanti aku tidak punya Kakak lagi.” Cici menghambur ke pelukanku.“Kakak, enggak mati Ci. Tadi hanya pingsan saja. Jangan sedih, ya?” Cici mengangguk seraya mengusap air matanya.Gara-gara aku pingsan seisi rumah ini jadi panik dan malah sibuk mengurusku. Kulirik jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Para pelayat juga sudah sepi hanya ada beberapa bapak-bapak yang duduk di teras dan tenda.“Kamu tidurlah Ngga, sudah malam besok kamu pulang kan, bawa motor takut kenapa-napa,” titahku.“Aman itu Al, kalau aku ngantuk tinggal telepon aja anak buah papa suruh jemput,” jawab Angga matanya fokus ke benda pipih di tanganny

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 100. Kesedihan Tante Devi.

    “Ssttt ... subuhan dulu nanti Nenek kasih tahu,” jawab nenek aku mengiyakan saja.Aku salat tidak bisa konsentrasi penuh anak Tante Rima terus saja merengek entah apa yang salah dengannya.Selesai salat Bik Siti langsung menggendong anak itu, tapi tetap saja tidak mau diam.“Ini Mbak, aku buatkan teh untuk si Ganis. Mungkin dia haus.” Tetangga yang membantu kami membawakan dot berisi air teh hangat untuk Ganis.“Terima kasih, Bu. Tapi, apa dia minum teh?” Bik Siti seperti ragu untuk memberikannya pada Ganis.“Tiap hari minumnya teh manis kalau ditinggal ibunya kerja, Mbak. Jangan khawatir dia akan baik-baik saja,” jawab ibu itu.Ajaib dia langsung diam dan lahap minumnya. Kasihan sekali hanya dikasih teh manis biasanya anak segini minum susu.“Em ... bau asem! Mandi sana, Nak. Malah bengong,” ujar nenek mencium pipiku.“Nanti, Nek, masih dingin. Tante Rima kenapa, Nek?”“Kepleset di depan pintu dapur itu kan licin, ternyata dia sedang hamil muda, tapi enggak tahu. Pendarahan dan kegug

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 101. Mengaku sodara Omah.

    “Mbak Alya, kenapa lihat saya begitu?” tanya seseibu yang mengaku bernama Mei ini.“Enggak apa-apa kok, aku hanya seperti melihat ... ah, sudahlah.”“Iih, Mbak Alya bikin takut saya aja,” ucapnya lagi seraya merapatkan tubuhnya padaku. Ternyata penakut!Teriakan orang di depan sudah tidak terdengar lagi. Nindi? Dia masih berdiri elegan seperti tidak terjadi sesuatu padahal kusak-kusuk para tetangga mulai bikin kuping panas.“Apa benar itu Nindi pelakor?”“Ssstt ... jangan berisik kita fokus berdoa aja.”“Pelakor atau bukan itu tidak mempengaruhi hidup kita.”“Kata siapa tidak mempengaruhi? Ini loh kompleks perumahan kita ngeri kalau suami kita kepincut juga.”“Service yang baik kalau suaminya enggk mau kepincut pelakor.”“Pelakornya masih kinyis-kinyis. Belasan tahun.”“Ibarat mangga masih ranum-ranumnya itu.”“Kalau aku sih, suami mau sama pelakor buang aja enggak usah ditangisi.”“Bener tuh, suami yang baik tidak akan pernah tergoda perempuan di luar.”“Sayangnya langka suami begitu

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 102. Nindi dilabrak.

    Kini aku paham. Aku biarkan saja mereka bicara ini dan itu. Toh, aku bukan ahli waris oma jadi tidak berkewajiban membayarkan utang oma. Masih ada Tante Devi dialah yang berkewajiban membayarkan utang-utang orang tuanya.“Utangnya berapa?” tanyaku pada akhirnya.“15 juta rupiah, Mbak Alya. Itu uang saya mau dipakai untuk mupuk kebun jagung. Katanya janji satu bulan belum ada satu bulan orangnya sudah meninggal dunia,” sahut Bu Mei lagi.Sebenarnya aku lumayan terkejut karena nominal utang oma. Untuk apa oma utang segitu banyak.“Perkara utang memang sangat sulit. Maka dari itu saya mau tanya, adakah saksi satu bukti bahwa almarhumah berhutang pada ibu Mei?” tanya Ustaz.Aku ingin ketawa melihat ekspresi Bu Mei, dia seperti cacing kepanasan.“Kalau saksi memang tidak ada Pak Ustaz karena kami kan, keluarga jadi saling percaya saja begitu.” Om Yuda ikut menimpali. Duh, dia sudah seperti juru bicara saja.“Iya, benar Pak Ustaz. Saya berani bersumpah kalau saya tidak bohong,” ucap Bu Mei

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 103. Siapa yang menjual rumah Opah?

    “Kalau aku tidak mau?”“A—ku ... aku akan laporkan kalian ke istrinya.” Mendengar itu justru Nindi tertawa terbahak-bahak. Mengerikan sekali.“Lapor saja aku sama sekali tidak takut!” jawab Nindi dan berlalu pergi.“Dasar tidak punya hati! Pelakor! Murahan!” maki perempuan itu lagi.“Apa bedanya aku dengan kamu!? Jangan ganggu aku lagi kalau tidak mau hidupmu tambah berantakan!” Ancam Nindi.“Nindi, tunggu!” Kutarik lengan Nindi kuat sekali hingga dia mengaduh kesakitan.“Gika kamu, ya, Nind! Otakmu di mana? Sudahi semua!” pintaku.“Jangan atur hidupku, Al. Aku tahu mana yang terbaik untuk diriku sendiri! Jangan pernah ikut campur!” bentak Nindi, dia mendorongku.Aku benar-benar tidak paham jalan pikiran Nindi. Entah setan apa yang sudah meracuni otaknya . Hatinya telah mati.“Mbak, sebaiknya pulang saja. Mungkin saat ini sepupuku belum bisa diajak bicara aku akan bantu bilang padanya.” Perempuan itu tidak menjawab. Dia terus saja menangis dan beranjak pergi.Kasihan sekali. Ternyata

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 104. Menasihati Nindi.

    🌸🌸🌸"Jangan mengada-ada kamu! Mana bisa begitu? Jual rumah itu tidak segampang jualan tempe!” Tante Devi memukulkan majalah yang ada di atas meja ke bahu Tante Rima.“Ka—lau itu saya tidak tahu, Mbak. Tapi, beneran aku dan Ganis diminta pergi dari sana.” Tante Rima terlihat sangat ketakutan sekali.“Apa yang menempati memberi tahu tanda bukti penjualannya, Rim?” tanya kakek menengahi.“Aku pun tidak menanyakan itu, Pak. Aku tidak paham.” Tante Rima sepertinya berkata jujur. Dia sesekali menghela nafas berat.“Kamu ikut aku ke sana! Awas kalau kamu bohong!”“Ba—ik, Mbak.”“Rim, sarapan dulu sana pasti kamu lelah dan lapar. Biar Bik Siti yang antar kamu,” ucap nenek.“Enggak ada waktu kita berangkat sekarang!”“Enggak bisa gitu, Dev! Dia punya anak perjalanan jauh pasti capek dan lapar!” bentak nenek.Tante Devi mendengus kesal lalu masuk kamar.“Nin, mau sekolah enggak?” tanyaku pada Nindi yang sedari tadi sama sekali tidak peduli pada keributan yang terjadi dia sibuk dengan ponseln

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 105. Mendatangi rumah opah.

    “Bahagia atau tidak itu juga tidak penting bagiku, yang penting orang tuaku senang itulah yang bisa buat aku senang. Opa memang sudah mati, tapi aku masih ada orang tua yang harus aku bahagiakan.”“Kerjaanmu terlalu beresiko, Nind. Kalau kamu ketahuan dan diviralkan seluruh dunia akan tahu siapa dirimu.”“Aku sudah memikirkan itu matang-matang, Al. Kamu jangan khawatir aku sudah katakan padamu aku tidak peduli penilaian orang yang penting aku kerja dapat duit beres! Mulut mereka juga enggak bisa ‘tuh ngasih kehidupan layak untuk aku. Jadi, aku tidak perlu repot-repot malu ataupun peduli dengan omongan orang.”“Ya, sudah, Nin. Kamu susah dibilangin. Terserah kamu aja, kalau kamu kenapa-kenapa jangan ....”“Cari kamu? Tenang Al, aku akan punya uang banyak aku tidak akan merepotkan siapa pun dengan uang banyak aku bisa melakukan apa pun. Jadi, aku tidak cari kamu,” cerocos Nindi memotong ucapanku.“Ampun, deh! Ini kuping dengerin dulu kalau orang lagi ngomong!” kataku seraya kujewer kupi

Latest chapter

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 189. TAMAT. Pelabuhan hati.

    Sejujurnya aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menerima Angga karena aku tidak ingin menyakiti hati Lusi. Ya, walaupun sekarang Lusi sudah bahagia bersama suami dan anak-anaknya, tapi aku yakin jika dia tahu aku menikah dengan Angga pasti di dalam dasar lubuk hatinya ada rasa kecewa padaku dan aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak ingin menyakiti hati orang lain apalagi itu Lusi, sahabatku sendiri walaupun itu setitik nila.“Aku tahu Al, kalau kamu pun sebenarnya mencintai aku. Semua kutahu itu dari Lusi dan aku tahu kamu menolakku pasti karena Lusi. Al, Lusi, sudah bahagia dengan suaminya dan anak-anaknya bahkan Lusi merasa sangat bersalah karena telah menuliskan perasaannya di dalam buku diary-nya yang akhirnya kamu baca. Kalau kamu tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan ini kamu bisa tanyakan sendiri pada Lusi. Tolong jangan tinggalkan aku lagi, Al. Aku sangat mencintaimu dari dulu hingga kini.”“Angga, tapi aku, aku ....”“Tidak perlu kamu jawab Alya karena aku ta

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 188. Meyakinkanku.

    “Alya, tunggu! Kamu mau ke mana?” Angga menarik ujung jilbabku. Seketika aku menghentikan langkahku.“Kamu pikir aku mau ke mana Ngga? Pulanglah, ngapain aku di sini? Jagain Cafe kamu?” jawabku ketus.“Ya, kali aja mau juga kamu jagain cafeku. Jangan jagain kafekulah, jagain hatiku aja,” jawab Angga lagi. Dia ini benar-benar membuat aku salah tingkah.“Apaan, sih, Ngga ... sudahlah aku mau pulang. Lain kalu aku main ke sini lagi, oke ... aku ada banyak kerjaan yang harus aku selesaikan,” pamitku pada Angga. Sejujurnya aku sangat malu padanya karena bukan hanya sekali ini saja Angga memergokiku gagal bertemu dengan seseorang. Dulu bahkan saat pernikahanku gagal dan Anggalah yang tahu pertama kali setelah keluargaku.Kenapa harus dia aku kan, jadi malu seolah aku ini adalah gadis terkutuk yang tidak bisa mendapatkan jodoh. Apalagi umurku sekarang menjelang kepala tiga bulan depan. Kalau perempuan di luaran sana mungkin sudah punya anak dua ataupun tiga, sedangkan aku boro-boro punya

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 187. Bukan laki-laki baik.

    “Hilda!” Suara bariton seseorang memanggil perempuan di depanku.Ternyata perempuan di depanku ini namanya Hilda. Lantas dia tahu namaku dari mana?“Oh, jadi ini, Put, yang kamu lakukan di belakangku? Diam-diam kamu cari perempuan lain untuk jadi pendamping hidupmu, lalu aku ini kamu anggap apa, Put! 8 tahun aku nemenin kamu dari nol, giliran kamu sudah sukses kamu cari perempuan lain yang kata kamu lebih soliha dan lebih cantik dari aku! Picik kamu, Put! Dan kamu Alya, asal kamu tahu bahwa 2 hari ini yang menghubungimu bukan Putra, tapi aku. Hilda Widyani, calon istri Putra yang entah kenapa laki-laki brengsek itu tergoda oleh kamu. Aku yakin kamu tidak menggoda Putra, tapi aku minta sama kamu sebagai sesama perempuan jauhi dia kalau tidak aku akan hancurkan nama baikmu,” ucap perempuan itu berapi-api.“Hilda, kamu ngomong apa, sih! kita sudah putus dan kita sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan kita. Lalu kenapa sekarang kamu mau merusak hubunganku dengan perempuan lain? Ingat ya

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 186. Ekstra Part. Pertemuan tak terduga.

    Ekstra part.“Hai! Ngalamun aja serius banget kayaknya. Lagi mikirin aku, ya?” Aku dikagetkan dengan kedatangan Angga yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku.Aku merasa entah kenapa dunia ini begitu sempit. Aku melalang buana ke mana pun pasti ujung-ujungnya bertemu dengan Angga. Padahal jujur bertahun-tahun aku berusaha untuk melupakan dia.“Enggak .... kok, kamu bisa di sini, ngikutin aku, ya?” tebakku asal. Habisnya aku bingung mau bilang apa.“Ye, ge-er banget, deh! Ngapain juga ngikutin kamu enggak penting kayaknya. Eh, tapi sepertinya waktu dan keadaanlah yang mempertemukan kita. mungkin kita berjodoh,” jawab Angga. Senyum khasnya membuatku ingat tentang masa lalu.“Angga, ihh, ngaco, deh! Ngomong-ngomong apa kabar? Terus kamu di sini ada kegiatan apa?” tanyaku. Sebenarnya aku sedikit salah tingkah, tapi ya, Angga tidak boleh tahu. Kalau sampai dia tahu yang ada nanti aku akan dibully dia habis-habisan.Sejujurnya aku sangat bahagia bertemu dengan Angga karena selama 2 t

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 185. Tamat.

    POV Alya. “Otewe mulu, kapan dong, sampainya?”“Nanti, Ngga ... jika Allah sudah berkehendak.” Angga hanya mengangguk saja.Entah kenapa kami merasa canggung sebenarnya ingin bersikap seperti biasanya saja, tapi tidak bisa. Seperti ada jarak yang memisahkan antara kami berdua.Angga memang terlihat semakin berwibawa mungkin itu yang membuatku merasa canggung dan juga dia suami orang maka dari itu aku harus jaga image jangan sampai nantinya ada kesalahpahaman di antara kami.“Non, ada Mas Akmal di luar.” Mbok memberi tahuku.“Em, kalau begitu aku permisi ya, Al. Takut ganggu. Kalau ada waktu main ke rumah ya, Gulsen pasti senang sepertinya memang dia sudah menyukaimu buktinya tadi langsung akrab,” pamit Angga. Aku mengiyakan.“Gulsen, pulang, yuk! Sudah siang nanti Kakek nyariin kita, loh,” ajak Angga. Gulsen menggeleng lucu sekali.“Gulseeenn ....” Lagi-lagi anak itu hanya menggeleng.“Biar nanti aku yang mengantar Gulsen,” sahutku.“Beneran?”“Iya, Ngga ... bolehkan?”“Oke, boleh-bo

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 184. Mustahil Angga tidak tahu.

    POV ALYA.Hati yang bimbang.“Tante boleh minta tolong ambilkan bola itu. Bolanya kotor aku jijik mau ambilnya,” pinta anak kecil di depanku seraya menarik-narik ujung jilbabku. Aku yang sedang fokus menatap layar HP terpaksa memandangnya. Ekspresinya menggemaskan sekali.“Please ....” pintanya lagi. Senyumnya menampilkan deretan gigi kecil-kecil yang rapi.“Boleh, tunggu sebentar.”Aku mengambil bola yang tercebur pada kubangan lumpur bekas hujan semalam.“Tante cuci dulu ya, di kran sebelah situ. Kamu bisa menunggu Tante di sini?” Anak kecil itu mengangguk.Oke, fine Alya. Ini sungguh menggelikan karena untuk pertama kalinya aku dipanggil tante oleh orang lain. Anak kecil pula. Biasanya mereka akan memanggilku kakak dan yang memanggilku tante hanya Alika anak tante Eni dan adik-adiknya saja. Ke mana orang tua anak itu kenapa dibiarkan main sendirian di taman. Meski taman kompleks perumahan tetap saja bahaya.Akan tetapi lucu juga anak kecil itu. Keberaniannya membuatku berhasil meni

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 183. Kembali.

    POV Nindi. Ternyata omongannya hanya bualan semata untuk memperdayaku. Pernikahan yang baru seumur jagung menjadi taruhannya.Kurasakan pergerakan dipan. Mas Aris memelukku dalam tidurnya setelah menciumku berkali-kali.Aku biarkan saja dia menciumku mungkin ini untuk yang terakhir kalinya. Barang kali esok aku sudah pergi dari sini dan kembali ke rumahku seorang diri. Jujur aku tidak siap dimadu. Aku tidak siap berbagi suami. Tidak! Aku tidak siap.Membayangkannya saja hatiku begitu ngilu dan sakit apa lagi menjalaninya. Pastilah aku kurus kering karena setiap hari makan hati. Perempuan itu salah satu anak dari guru ngajinya Mas Aris. Aku pun mengenalnya. Usianya 5 tahun lebih muda dariku. Namanya Yesi, meski tidak secantik dan semenarik diriku, tapi dia perempuan subur yang siap melahirkan banyak anak demi baktinya pada seorang suami. Itu yang dia katakan padaku juga pada Mas Aris.Aku akui keberanian dan juga misi hidupnya patut diacungi jempol, tapi kenapa harus rumah tanggaku y

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 182. Berpisah.

    POV Nindi.POV Nindi.“Apa tidak ada cara lain, Mas? Apa kamu setega itu padaku?” tanyaku pada Mas Aris, suamiku.Lelaki yang terkenal bijak dan baik hati itu perlahan membelai rambutku.“Maafkan aku, Dik. Aku tak kuasa menolak permintaan Ibu,” jawab Mas Aris.“Kamu benar, Mas, mungkin ini jalan yang terbaik untuk rumah tangga kita. Aku bisa apa? Rahimku bermasalah dan kita tidak bisa punya keturunan, tapi please lepaskan aku dulu sebelum kamu menikahi perempuan pilihan ibumu,” tegasku.Mata Mas Aris berkaca-kaca. Manik hitam itu dalam hitungan detik dipenuhi air mata. Lalu lolos. Kembali aku direngkuh dalam pelukannya.“Tidak, Dik. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak sanggup. Aku sudah berjanji pada mamahmu untuk menjagamu seumur hidupku. Aku mencintaimu Dik, ada atau tidaknya anak bagiku hanya pelengkap saja. Cintaku padamu tulus, Dik. Tolong jangan pernah katakan perkataan yang sangat aku benci. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Dik,” ucap Mas Aris seraya mempererat pelukannya.

  • KARMA PERSELINGKUHAN AYAH    BAB 181.

    POV Angga.Alyaku, aku tahu dia masih sendiri di usianya yang ke 29 tahun. Aku tahu semuanya dari Lusi dan juga Nindi.Entah seberapa berat hidup yang dijalaninya, tapi Alya masih tetap seperti dulu. Ayu dan masih muda. Mungkin karena dia tidak pernah menyikapi permasalahan dengan berlebihan. Dia tetap bersikap manis pada siapa pun meski aku tahu luka di hatinya sangatlah dalam.Alya, tetap baik pada bundaku, adikku, dan orang-orang di sekelilingnya termasuk pada keluarga mantan calon suaminya. Aku salut padanya. Aku tahu semua itu tentu saja dari cerita orang-orang terdekatku.Hari ini pertama kali aku menginjakkan kakiku ke lapak pecel buk Siti sejak 4 tahun yang lalu pergi ke Kalimantan. Pecel legendaris kenanganku bersama Alya. Ya, aku kembali pulang untuk tujuan hidup agar lebih baik lagi.Sedang Dita tetap di Kalimantan mengembangkan bisnis orang tuanya. Tak ada drama tangis perpisahan antara Gulsen dan ibunya. Biasa saja seperti hari-hari biasa. Gulsen pun tidak pernah menanyak

DMCA.com Protection Status