Home / Horor / KAMPUNG HALIMUN / BAB 1 - PENJARA

Share

KAMPUNG HALIMUN
KAMPUNG HALIMUN
Author: pujangga manik

BAB 1 - PENJARA

last update Last Updated: 2021-10-11 09:45:48

“ABDI BANGUN!!!!”

Trang trang trang

Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.

“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”

Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.

BLAM!

Aaaaakh

Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.

Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.

BLAM!

AKH..

Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.

Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.

Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan  ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.

Sreeet Sreett

Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.

Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.

Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.

“Di mana ini?” Pikirku.

Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.

Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.

Namun tiba-tiba,

Arrrrrghhhhhhhhhh

BLAM..!

Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.

Tap tap tap

Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.

“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”

BRUAAAAAK

Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.

“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.

“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”

Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,

“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”

Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.

Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.

Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.

Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.

Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.

"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."

DUG DUG DUG

"AHAHAHAHA."

Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.

Tap tap tap

Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,

Duag

Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,

Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.

“HAHAHAHAHAHAHA.”

Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.

“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”

Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.

Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.

Dan akhirnya....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Endang Susilowati
akhirnya lanjut.. Semangat thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 2 - KEMBALI PULANG

    “Kang, Kang, Kang, Hudang Kang! (Kang, Kang, Kang bangun Kang!).” Ada suara yang terdengar di telingaku, juga suara tepukan di bahuku yang membuat aku tersadar. “Ini sudah sampe di perbatasan Kabupaten Bandung.” Aku seketika membuka mataku, dan menengok ke sebelah kanan, terlihat seorang supir truk yang membangunkanku, dan memberitahuku bahwa truk yang dia kendarai sudah sampai ke lokasi yang aku tuju. Aku baru sadar bahwa aku hari ini baru saja keluar dari penjara di kota, penjara yang selama ini menjadi tempat tinggalku selama tiga tahun kebelakang, dan sekarang adalah hari kebebasanku dan selepas aku bebas, aku memutuskan untuk kembali pulang, pulang ke kampung halamanku yang dulu. “Eh sudah sampai ya Pak?” Jawabku. Sopir itu mengangguk, aku lalu turun dari truk secara perlahan dan mengambil tas yang aku simpan di jok depan sebelah tempatku duduk tadi. "Pak, Terima kasih banyak sudah memberikan tumpangan," kataku kepada sopir tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih aku pu

    Last Updated : 2021-10-11
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 3 - KEPANIKAN

    Aku yang tidak mengerti atas kepanikan ini hanya bisa terdiam, teriakan dari seorang pemuda itu juga aku tidak tahu maksudnya apa, dia berlari kesana kemari berkeliling kampung secara berkelompok, dia memberi peringatan kepada semua orang yang sedang beraktifitas di sore itu, semuanya terasa riuh, mereka dengan terburu-buru menyelamatkan dirinya dan masuk ke rumahnya masing-masing. Aku baru kali ini melihat pemandangan seperti ini, pemandangan para warga yang berlarian ketika pertama kali aku pulang ke rumah, aku tidak tahu tentang apa yang terjadi saat ini. Yang aku tahu saat ini adalah aku sudah sampai ke Kampung Halimun dan aku akan segera pulang ke rumah. Tik... Tok... Tik... Tok... Pukul 17:58 dan aku masih berdiri melihat para warga yang berlarian menuju rumahnya masing-masing, aku merasa heran atas perilaku warga sekarang, biasanya di jam segini para warga masih asyik berkumpul di depan rumah sembari mengobrol atau beraktifitas dengan warga lain, namun kali ini seketika be

    Last Updated : 2021-10-11
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 4 - BERLARI

    Aku seketika mengarahkan pandanganku ke atas, tepat disana ku kulihat wanita yang sedang duduk, wanita itu duduk dengan kaki yang menggantung di atas ranting-ranting pohon yang besar itu, dengan rambut yang menutupi wajahnya dia menatap tajam ke arahku yang ada di bawahnya. Hihihihihi.... Tercium aroma bunga melati yang menyeruak tetapi penampilannya tidak seindah wanginya dengan mulutnya seketika terbuka, dengan tertawa yang menyeramkan dia tertawa menertawakanku yang sedang panik di bawah sini. Giginya yang tajam sedikit terlihat dari sela-sela rambut yang terurai dari wajahnya, juga baju putih yang terlihat kotor dan lusuh, juga noda-noda darah merah yang sepertinya sudah mengering terlihat dari bajunya yang putih itu. “Itu kuntilanak kan?” pikirku. Aku mundur beberapa langkah, berusaha menjauh dari pohon di pinggir jurang tempat kuntilanak itu duduk dan menertawakanku malam itu. “Aya korban hiji deui. (Ada korban satu lagi.)” Hihihihihihihi Wussshh Tiba-tiba kuntilanak itu

    Last Updated : 2021-10-12
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 5 - BERTEMU

    "Awas itu kepalanya!!" "Geser geser ke kanan sedikit." "Pelan-pelan." Terdengar suara-suara di telingaku banyak sekali suara gaduh yang terdengar, suara dari orang-orang yang seperti sedang sibuk akan sesuatu, aku secara perlahan tersadar dan membuka mataku, terlihat di sana aku seperti sedang di gotong oleh para warga kampung yang berbondong-bondong membawaku dengan tandu yang dibuat secara darurat. “Bawa ke Puskesmas, awas minggir, ada orang yang selamat,” teriak seseorang yang sedang menanduku. Jari-jari tanganku mulai bisa digerakkan dan mataku mulai terbuka sedikit demi sedikit, terlihat cahaya matahari pagi kini menyinari tubuhku, aku menengok ke sebelah kiri dan terlihat rumah-rumah besar yang berjejer dengan mewahnya di kampung tersebut, juga beberapa motor trail yang terparkir berjejer di rumah-rumah tersebut, pemandangan ini adalah pemandangan yang tidak asing bagiku, karena apa yang kulihat ini adalah Kampung Halimun yang aku kenal. Tubuhku sangat lemas, aku belum bisa

    Last Updated : 2021-10-12
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 6 - PENYEBAB

    Aku terdiam melihat Ibu menangis siang itu, kulihat orang-orang yang berlalu lalang kini tidak sesemangat seperti dahulu. Terlihat dari kepanikan wajah-wajah mereka yang seolah-olah menginginkan hal yang terjadi ini akan segera berakhir. “Ibu tidak tahu kapan persisnya Abdi,” kata Ibuku sembari memegang tanganku. “Ini dimulai sejak empat hari yang lalu, semuanya tampak normal, Ibu dan Bapakmu seperti biasa pergi ke ladang untuk berkebun dan memanen sayuran yang nantinya akan diberikan ke pengepul di jalan besar dekat hutan perbatasan.” Kulihat wajahnya Ibu tampak sedih ketika dia menceritakan tentang hal yang sebenarnya, aku yang masih belum mengerti tentang semua ini hanya bisa terdiam melihat Ibuku bercerita tentang apa yang dia ketahui selama ini. “Ibu tidak tahu bagaimana awalnya terjadi seperti ini, Ibu dan Bapak pulang dari kebun sore hari, dan melihat aktivitas kampung seperti biasa.” “Namun ketika magrib menjelang, tiba-tiba terdengar teriakan orang yang berada dari luar,

    Last Updated : 2021-11-12
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 7 - BANGUNAN

    Waktu sudah beranjak siang di Kampung Halimun, sinar matahari menyinari Kampung Halimun, sinarnya dengan sangat terang. Juga angin hutan yang sejuk membuat hawa di Kampung Halimun sangat sejuk. Setelah beristirahat cukup dan makan sarapan yang dibuatkan ibu, aku pun mulai menyiapkan diri untuk mengungkap misteri hilangnya Bapak. Aku yang saat itu berdiam diri di kamar mengetahui tempat yang akan Bapak tuju sewaktu menghilang, dan akupun mencoba mencari tahu dengan menggambar peta sederhana di sebuah kertas untuk patokanku mencari Bapak. “Bu!” kataku. “Apabila aku belum pulang ketika sore tiba, kunci pintunya! Jangan menungguku! “ “Aku akan mencari tempat untuk berlindung di dekatku ketika sore tiba.” aku tersenyum kepada Ibu. Ibuku sempat melarang aku untuk berangkat kembali, karena belum satu hari dia bertemu anak satu-satunya. Namun dia akan kembali keluar untuk mencari Bapaknya yang sudah menghilang selama tiga hari ini. Namun aku meyakinkan Ibuku bahwa aku akan baik-baik saj

    Last Updated : 2021-11-13
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 8 - RUANGAN

    “Akhirnya aku menemukan pintu masuknya, tapi apa benar Bapak kesini?” Aku masih memikirkan tentang Bapak, Bapak yang bertubuh gemuk pasti akan kesulitan untuk melewati semak-semak ini. Apalagi pintu depan yang seharusnya dimasuki kini tertutup bilik bambu, sehingga aku harus memutar menyusuri dinding hingga sampai di belakang bangunan tersebut. Dan terlihat sebuah pintu belakang yang sudah rusak dan bisa dibuka sehingga aku bisa melangkahkan kakiku ke dalam. Baru kali ini aku melangkahkan kaki di bangunan ini, sedari kecil aku tidak diperbolehkan masuk ke dalam beberapa bangunan yang biasanya dipakai untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu di Kampung Halimun, salah satu nya bangunan ini. Ibu dan Bapak selalu menyuruhku untuk tidak memandangi bangunan ini terlalu lama ketika aku melintas di bangunan ini untuk ke sawah. Dan itu tidak berlaku untukku saja, namun itu juga berlaku untuk anak-anak kecil yang berada di Kampung Halimun. Mereka diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak ber

    Last Updated : 2021-11-13
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 9-LORONG

    Aku yang sudah tiga tahun berada di luar kampung kini merasakan kebingungan yang luar biasa, apalagi seumur hidupku aku baru pertama kali masuk ke bangunan ini. Namun, aku lebih merasa heran dengan kedua orang tadi yang mengobrol dengan santai bahkan gelagat mereka justru terlihat biasa saja, saat dimana orang lain sedang panik karena mereka tidak bisa keluar kampung dan terjebak disini entah sampai kapan. Aku pun akhirnya menuruni tangga tersebut secara perlahan. Aku sengaja memelankan suara langkahku karena aku takut diketahui oleh mereka berdua, karena aku merasa tempat yang akan mereka tuju mempunyai sesuatu yang disembunyikan yang tidak diketahui oleh warga. Dibawah tangga tersebut terdapat lorong yang sangat panjang, sebuah lorong yang terlihat seperti sebuah gua, seperti gua belanda dengan dinding yang sudah diberi semen sehingga dindingnya terlihat sangat mulus. Juga, ada beberapa lampu lima watt yang menyala di dalam lorong tersebut sehingga tidak menyulitkanku untuk meliha

    Last Updated : 2022-09-08

Latest chapter

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 60-AWAL YANG BARU (TAMAT)

    Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 59-GELAP

    Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 58-NEGOSIASI

    Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 57-TIDAK PERCAYA

    “Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 56-BERBICARA

    Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 55-KEMUNCULAN

    “Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 54-BERPINDAH

    Kejadian yang terjadi di Kampung Halimun semakin membuat gempar, bahkan hal itu dirasakan oleh salah satu kampung yang letaknya paling dekat dengan Kampung Halimun, sebuah kampung yang bernama Bale Leutik yang tepat berada di sisi hutan selepas perbatasan dari hutan perbatasan yang menjadi penghubung Kabupaten Bandung dan Cianjur.Sebuah kampung yang sangat besar, karena dilalui oleh jalanan provinsi yang menghubungkan kedua kabupaten sehingga masih banyak orang yang berlalu lalang meskipun malam sudah semakin larut.Mereka merasakan bahwa pada malam ini, terasa sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hawa dingin pegunungan yang biasanya bisa mereka atasi dengan suhu tubuh mereka yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, kini merasa kedinginan. Bahkan mereka melapis tubuh mereka dengan baju dalam dan jaket tebal serta sarung yang mereka kenakan.Apalagi, malam itu terdengar sangat gaduh, suara-suara dari hewan hutan yang tiba-tiba muncul dan berlarian seperti ketakutan o

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 53-ASAP

    Mataku benar-benar terbelalak, itu benar-benar Toni yang muncul di antara suara-suara yang sedang menggebrak pintu di tempat ini pada saat ini.Dia hanya berjalan sendirian dan tanpa ada ekspresi apapun pada saat itu. Sehingga membuat semua orang yang ada disana tiba-tiba terdiam dan menoleh ke arah Toni secara bersamaan. Bahkan, Maman yang dari tadi berlari dengan sekuat tenaga pun heran, karena yang muncul dari arah pintu bukanlah para makhluk yang meneror dirinya, melainkan seseorang yang dia kenal.“Bu, bukannya itu anak Pak Ayi?” kata Pak Emen yang tiba-tiba kaget ketika melihat Toni berjalan ke arah mereka.“Kenapa anaknya Pak Ayi berada disini?”Mereka yang berada disana terheran-heran atas apa yang terjadi kepada Toni pada saat itu. Mungkin saja seorang anak kecil yang tiba-tiba datang di hadapan mereka di tengah-tengah teror yang menakutkan yang mengelilingi mereka.Sontak, Para warga yang mengetahui bahwa anak itu adalah Toni, langsung mendekati Toni yang kini berdiri di dek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 52-DATANG

    Teriakan, demi teriakan menggema di seluruh kampung. Mereka sekarang sudah tidak bisa membedakan lagi alam manusia dan alam gaib yang diliputi oleh kabut merah.Para warga yang seharusnya aman ketika bersembunyi di rumah-rumah mereka, kini tidak bisa kabur kemana-mana lagi. Karena para makhluk yang ada di dalam kabut tersebut sekarang bisa masuk ke dalam rumah-rumah warga dan mencabut nyawa mereka.Suasana tampak sangat kacau, suara berisik dan suara cekikikan terdengar di dalam kabut, bahkan anak-anak yang menangis, yang belum sempat hidup lama di kampung ini pun tak luput dari teror mereka.Parah makhluk yang sudah menunggu setelah beratus-ratus tahun lamanya, kini bisa berpesta pora. Meneror semua manusia yang ada di dalamnya, mencabut nyawa mereka satu persatu dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya hingga kondisi mereka terlihat sangat mengenaskan.Terlihat, darah-darah merah merona muncul di antara dinding-dinding rumah, darah itu mengucur secara perlahan dari

DMCA.com Protection Status