Home / Horor / KAMPUNG HALIMUN / BAB 4 - BERLARI

Share

BAB 4 - BERLARI

last update Last Updated: 2021-10-12 10:55:07

Aku seketika mengarahkan pandanganku ke atas, tepat disana ku kulihat wanita yang sedang duduk, wanita itu duduk dengan kaki yang menggantung di atas ranting-ranting pohon yang besar itu, dengan rambut yang menutupi wajahnya dia menatap tajam ke arahku yang ada di bawahnya.

Hihihihihi....

Tercium aroma bunga melati yang menyeruak tetapi penampilannya tidak seindah wanginya dengan mulutnya seketika terbuka, dengan tertawa yang menyeramkan dia tertawa menertawakanku yang sedang panik di bawah sini. Giginya yang tajam sedikit terlihat dari sela-sela rambut yang terurai dari wajahnya, juga baju putih yang terlihat kotor dan lusuh, juga noda-noda darah merah yang sepertinya sudah mengering terlihat dari bajunya yang putih itu.

“Itu kuntilanak kan?” pikirku.

Aku mundur beberapa langkah, berusaha menjauh dari pohon di pinggir jurang tempat kuntilanak itu duduk dan menertawakanku malam itu.

“Aya korban hiji deui. (Ada korban satu lagi.)”

Hihihihihihihi

Wussshh

Tiba-tiba kuntilanak itu seketika terbang dia seperti mengelilingiku yang sedang ada di bawah sana, akhirnya mau tidak mau aku harus kembali ke dalam kampung, kampung yang tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, tepat setelah aku sampai di sore itu.

Tap

Tap

Tap

Aku berlari sekuat tenaga, berusaha menghindari wanita itu, dia terus-menerus tertawa dengan menyeramkan mengikutiku dari atas sana, dengan tertawanya yang khas membuatku semakin merinding.

Hihihi.....

Hihihi.....

Hihihi.....

Meskipun takut dan sedikit ragu, aku beberapa kali melompati retakan-retakan tanah yang berasap di sekitaran kampung, dengan bau belerang yang sangat menyengat, aku menutup hidungku sembari berlari ke dalam kampung untuk mencari tempat untuk berlindung.

Hosh hosh hosh... Nafasku terasa berat.

Aku panik, sangat panik, aku terus-menerus berlari sambil melihat di sekelilingku, berusaha mencari tempat yang bisa membuatku tidak dikejar-kejar lagi oleh kuntilanak itu.

“Apakah ini masih mimpi?” pikirku sembari berusaha mencubit kulitku.

Aw

Namun rasa sakit yang kurasakan ini menyakinkan aku bahwa ini bukanlah mimpi, Aku pun akhirnya terus-menerus berlari hingga,

Tap tap tap tap tap...

"Sepertinya aku harus coba mengetuk rumah-rumah, mungkin akan ada yang membukakan pintunya untukku," dengan sedikit berharap aku pun mencoba menghampiri setiap rumah yang aku lewati dan mengetuknya.

Tok tok tok

"Tolong buka pintu nya!" Aku berteriak meminta pertolongan penghuni rumah.

Tidak ada yang menjawab, aku berlari lagi ke rumah lainnya sambil terus berlari.

Tok tok tok

"Tolong buka pintu nya!"

Tok tok tok

"TOLONG AKU MOHON BUKA PINTUNYA BIARKAN AKU MASUK!"

Aku mengetuk ke setiap pintu rumah, berharap akan ada yang menjawab dan membiarkanku masuk ke dalam rumah mereka, namun hasilnya nihil, tidak ada jawaban apapun dari dalam rumah, dalam keadaan panik aku menengok ke belakang.

Hihihi.... Hihihi..

Suara kuntilanak itu ternyata masih terdengar, kuntilanak itu terbang dari atas dan masih mengikutiku.

Aku begitu putus asa, makhluk itu terus mengikutiku sambil menertawakan ku yang tidak bisa bersembunyi, ke mana pun aku coba menghindar makhluk itu terus saja ada di belakang ku.

DAKKK..

Aku menabrak sebuah dinding, sebuah dinding rumah besar yang ada di dalam kampung, rumah itu tampak menyeramkan apabila melihatnya dari luar, sebuah rumah besar dengan pagar-pagar tinggi di sekelilingnya, juga beberapa tiang besar di luar rumah itu yang berwarna merah, di sela-sela dinding itu terdapat beberapa tumbuhan yang merambat namun kondisinya layu, juga tangkainya yang berduri melilit pagar yang mengelilingi rumah itu.

Aku seketika terjatuh, namun kulihat ada retakan kecil yang berlubang di bawah dinding tersebut, sebuah retakan yang bisa kumasuki, mungkin ketika aku memasuki lubang itu, aku terhindar dari kuntilanak yang mengejarku.

Secara spontan aku merangkak melewati lubang itu, rasa takut ini masih saja ku rasakan. Aku hanya berpikir bagaimana aku bisa keluar dari situasi ini, karena baru pertama kali aku mengalami kejadian yang menyeramkan seperti ini.

Hah, hah, hah,

Aku berhasil masuk dalam retakan itu, ternyata di balik tembok itu terdapat banyak tumbuhan yang merambat yang menutupi badanku, sehingga ketika aku masuk aku tertutup oleh tumbuhan tersebut.

Jantungku masih berdegup kencang, aku sengaja menutup mulutku dengan tanganku di balik lubang kecil itu, berharap makhluk itu tidak menemukanku sekarang ini.

Tiba-tiba,

Hihihihihi

Aku melihat wanita terbang tepat di atasku, dia mengelilingi halaman rumah itu untuk mencariku, kali ini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, wajah yang pucat dengan beberapa luka darah yang sudah mengering semakin membuat wanita itu sangat mengerikan.

Aku berusaha sekuat tenaga menyandarkan tubuhku di balik tembok itu, berharap tubuhku yang tertutup oleh tumbuhan tersebut bisa membuat diriku tidak terlihat oleh kuntilanak tersebut.

Butuh waktu hingga 10 menit aku berdiam diri di sana, sampai akhirnya aku tidak mendengar lagi suara makhluk tersebut, aku memastikan bahwa makhluk itu benar-benar tidak ada, dengan melihat ke sekeliling rumah besar itu, hingga akhirnya aku perlahan-lahan keluar dari tumbuhan yang merambat tersebut, dan berjalan menuju rumah besar yang ada di depanku.

Aku sudah tidak heran dengan rumah-rumah besar yang berdiri di Kampung Halimun, karena hampir seluruh penduduk Kampung Halimun kaya raya, para tetua kampung mengatakan bahwa semua warga Kampung Halimun diberkahi oleh kekayaan yang melimpah dari zaman dahulu hingga sekarang, juga kemudahan dalam menjalani kehidupannya dari lahir hingga meninggal.

Termasuk aku dan keluargaku, banyak para warga Kampung Halimun yang berdagang di luar kampung dan kerja di kota dan sukses di sana, namun mereka tidak bisa tinggal di luar kampung, mereka harus kembali ketika sudah selesai dengan pekerjaannya di luar kampung, karena itu adalah syarat mutlak yang diamanatkan oleh para tetua kampung.

Aku melihat rumah besar itu, berharap aku bisa berlindung dari makhluk yang mengerikan malam ini, aku melihat suatu simbol di atas rumah tersebut salah satu simbol yang menjadi simbol keluarga yang ada di Kampung Halimun.

“Aku berlari hingga ke wilayah keluarga Mandala ternyata, aku tak sadar melewati rumahku ketika aku berlari,” pikirku sembari melangkah maju ke arah rumah tersebut.

Tok

Tok

Tok

“Kang,, punteunn, Kanggggg! (Kang,,, permisi,,, Kangg!)” Aku mengetuk pintu dalam keadaan panik, sesekali aku menengok ke arah belakang, aku takut makhluk wanita itu muncul lagi dan akan mengejarku lagi.

“Kang, Kang, punnnn....” Aku mencoba mengetuk pintu sembari mencoba membuka engsel pintu di rumah itu, namun ternyata rumah tersebut tidak dikunci sama sekali.

Drrrrkkkkkkk

Pintu rumah besar itu tiba-tiba terbuka, keadaanya sangat gelap gulita di dalam, namun pikiranku saat ini, daripada aku harus berada diluar dengan kabut merah dan makhluk yang mengejarku, aku lebih baik masuk rumah dan mencari tempat perlindungan di dalam.

Seketika aku masuk, aku melangkahkan kakiku secara perlahan-lahan, dan aku menutup kembali pintu itu, rumah itu sangat gelap, tidak ada penerangan sama sekali sehingga aku meraba-raba di sekitar dinding rumah tersebut, untuk mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu di ruangan tersebut.

Clak

Aku berhasil menyalakan saklar di dalam rumah itu, tak lama lampu dari rumah itu menyala, namun nyala lampu tersebut ternyata redup, setidaknya aku bisa melihat isi dalam rumah tersebut.

"Punten Kang?"

Aku berusaha memanggil pemilik rumah, salah satu pemilik rumah dari keluarga Mandala, namun tidak ada yang menjawab panggilanku, yang ada hanya foto besar leluhur keluarga Mandala dengan baju kerajaan zaman dulu yang berdiri tegak dalam bingkai yang besar menempel di dinding ruang tamu, tempat ku berdiri saat ini.

"Punten, aya jalmi teu? (Permisi, ada orang tidak?)"

Aku mencoba berkeliling di rumah itu, untuk memastikan bahwa rumah tersebut aman, dan aku juga tak henti-hentinya memanggil para pemilik rumah itu, namun tidak ada satupun jawaban yang keluar, seperti hanya aku saja seorang yang sedang berada di rumah itu saat ini.

Butuh waktu setengah jam aku berkeliling untuk memastikan aku aman untuk beristirahat di malam ini, karena aku takut apabila aku kembali keluar, aku akan dikejar-kejar kembali oleh wanita yang terbang itu.

Hingga akhirnya aku pun duduk dibalik pintu depan, mencoba menghalangi mereka apabila mereka memaksa masuk ke dalam rumah untuk mencari ku, aku mencoba duduk dan tertunduk, karena rasa kantuk sudah mulai menyerangku. Aku berpikir tentang banyak hal selama aku duduk di sana, hal yang aku tidak mengerti selama aku berada di kampung ini, karena semuanya tiba-tiba berubah, berubah menjadi menyeramkan ketika aku datang.

Aku larut dalam lamunanku malam itu, rasa kantukpun semakin menyerang, beberapa kali aku ketiduran di sana, namun aku mencoba untuk bangun dan waspada, karena aku merasa aku belum sepenuhnya aman.

Brak

Brak

BRAKKKK

Sebuah tangan besar terlihat di sebelahku menembus pintu rumah itu secara tiba-tiba, dia dengan sekuat tenaga memukul pintu di dalam rumah itu hingga akhirnya tangan itu masuk, seketika pintu rumah itu rusak, aku yang sedang duduk sembari menutupi pintu itu terpental beberapa meter.

Krak

Krak

Krak

Brak

Tangan besar itu mencoba meraba-raba, lalu seketika tangan itu menarik pintu tersebut, sehingga membuatnya hancur berantakan ketika ditarik kembali.

Cahaya merah yang tadinya tidak terlihat kini terlihat kembali, cahaya yang tertutup kabut merah itu tertutup oleh salah satu bayangan yang hitam dan besar yang menutupi pintu masuk dari rumah tersebut.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA..... "

Aku sontak berteriak, berteriak sekeras-kerasnya pada malam itu, terlihat makhluk itu mendekat secara perlahan, lalu secara tak sadar badanku mulai lemas dan pandanganku secara perlahan menjadi gelap gulita, aku tersungkur tidak berdaya di dalam rumah itu dengan beberapa makhluk yang mengelilingiku malam itu.

Related chapters

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 5 - BERTEMU

    "Awas itu kepalanya!!" "Geser geser ke kanan sedikit." "Pelan-pelan." Terdengar suara-suara di telingaku banyak sekali suara gaduh yang terdengar, suara dari orang-orang yang seperti sedang sibuk akan sesuatu, aku secara perlahan tersadar dan membuka mataku, terlihat di sana aku seperti sedang di gotong oleh para warga kampung yang berbondong-bondong membawaku dengan tandu yang dibuat secara darurat. “Bawa ke Puskesmas, awas minggir, ada orang yang selamat,” teriak seseorang yang sedang menanduku. Jari-jari tanganku mulai bisa digerakkan dan mataku mulai terbuka sedikit demi sedikit, terlihat cahaya matahari pagi kini menyinari tubuhku, aku menengok ke sebelah kiri dan terlihat rumah-rumah besar yang berjejer dengan mewahnya di kampung tersebut, juga beberapa motor trail yang terparkir berjejer di rumah-rumah tersebut, pemandangan ini adalah pemandangan yang tidak asing bagiku, karena apa yang kulihat ini adalah Kampung Halimun yang aku kenal. Tubuhku sangat lemas, aku belum bisa

    Last Updated : 2021-10-12
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 6 - PENYEBAB

    Aku terdiam melihat Ibu menangis siang itu, kulihat orang-orang yang berlalu lalang kini tidak sesemangat seperti dahulu. Terlihat dari kepanikan wajah-wajah mereka yang seolah-olah menginginkan hal yang terjadi ini akan segera berakhir. “Ibu tidak tahu kapan persisnya Abdi,” kata Ibuku sembari memegang tanganku. “Ini dimulai sejak empat hari yang lalu, semuanya tampak normal, Ibu dan Bapakmu seperti biasa pergi ke ladang untuk berkebun dan memanen sayuran yang nantinya akan diberikan ke pengepul di jalan besar dekat hutan perbatasan.” Kulihat wajahnya Ibu tampak sedih ketika dia menceritakan tentang hal yang sebenarnya, aku yang masih belum mengerti tentang semua ini hanya bisa terdiam melihat Ibuku bercerita tentang apa yang dia ketahui selama ini. “Ibu tidak tahu bagaimana awalnya terjadi seperti ini, Ibu dan Bapak pulang dari kebun sore hari, dan melihat aktivitas kampung seperti biasa.” “Namun ketika magrib menjelang, tiba-tiba terdengar teriakan orang yang berada dari luar,

    Last Updated : 2021-11-12
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 7 - BANGUNAN

    Waktu sudah beranjak siang di Kampung Halimun, sinar matahari menyinari Kampung Halimun, sinarnya dengan sangat terang. Juga angin hutan yang sejuk membuat hawa di Kampung Halimun sangat sejuk. Setelah beristirahat cukup dan makan sarapan yang dibuatkan ibu, aku pun mulai menyiapkan diri untuk mengungkap misteri hilangnya Bapak. Aku yang saat itu berdiam diri di kamar mengetahui tempat yang akan Bapak tuju sewaktu menghilang, dan akupun mencoba mencari tahu dengan menggambar peta sederhana di sebuah kertas untuk patokanku mencari Bapak. “Bu!” kataku. “Apabila aku belum pulang ketika sore tiba, kunci pintunya! Jangan menungguku! “ “Aku akan mencari tempat untuk berlindung di dekatku ketika sore tiba.” aku tersenyum kepada Ibu. Ibuku sempat melarang aku untuk berangkat kembali, karena belum satu hari dia bertemu anak satu-satunya. Namun dia akan kembali keluar untuk mencari Bapaknya yang sudah menghilang selama tiga hari ini. Namun aku meyakinkan Ibuku bahwa aku akan baik-baik saj

    Last Updated : 2021-11-13
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 8 - RUANGAN

    “Akhirnya aku menemukan pintu masuknya, tapi apa benar Bapak kesini?” Aku masih memikirkan tentang Bapak, Bapak yang bertubuh gemuk pasti akan kesulitan untuk melewati semak-semak ini. Apalagi pintu depan yang seharusnya dimasuki kini tertutup bilik bambu, sehingga aku harus memutar menyusuri dinding hingga sampai di belakang bangunan tersebut. Dan terlihat sebuah pintu belakang yang sudah rusak dan bisa dibuka sehingga aku bisa melangkahkan kakiku ke dalam. Baru kali ini aku melangkahkan kaki di bangunan ini, sedari kecil aku tidak diperbolehkan masuk ke dalam beberapa bangunan yang biasanya dipakai untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu di Kampung Halimun, salah satu nya bangunan ini. Ibu dan Bapak selalu menyuruhku untuk tidak memandangi bangunan ini terlalu lama ketika aku melintas di bangunan ini untuk ke sawah. Dan itu tidak berlaku untukku saja, namun itu juga berlaku untuk anak-anak kecil yang berada di Kampung Halimun. Mereka diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak ber

    Last Updated : 2021-11-13
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 9-LORONG

    Aku yang sudah tiga tahun berada di luar kampung kini merasakan kebingungan yang luar biasa, apalagi seumur hidupku aku baru pertama kali masuk ke bangunan ini. Namun, aku lebih merasa heran dengan kedua orang tadi yang mengobrol dengan santai bahkan gelagat mereka justru terlihat biasa saja, saat dimana orang lain sedang panik karena mereka tidak bisa keluar kampung dan terjebak disini entah sampai kapan. Aku pun akhirnya menuruni tangga tersebut secara perlahan. Aku sengaja memelankan suara langkahku karena aku takut diketahui oleh mereka berdua, karena aku merasa tempat yang akan mereka tuju mempunyai sesuatu yang disembunyikan yang tidak diketahui oleh warga. Dibawah tangga tersebut terdapat lorong yang sangat panjang, sebuah lorong yang terlihat seperti sebuah gua, seperti gua belanda dengan dinding yang sudah diberi semen sehingga dindingnya terlihat sangat mulus. Juga, ada beberapa lampu lima watt yang menyala di dalam lorong tersebut sehingga tidak menyulitkanku untuk meliha

    Last Updated : 2022-09-08
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 10-LIMA SORE

    “Berhentiii!” kata salah satu orang yang mengejarku pada saat itu. Beberapa orang yang ada di depannya mendadak berhenti, tepat ketika langkah kaki mereka akan melewati lorong gelap yang sudah aku lewati sebelumnya pada saat itu. “Sepertinya tidak mungkin lari ke sebelah sini, karena disini ada lorong gelap yang kita sendiri pun tidak tahu ujungnya seperti apa, karena lorong ini sudah ada dari zaman leluhur kita dulu. Kita harus waspada karena banyak sekali tempat yang bisa membahayakan kita di kampung ini.” “Lebih baik kita balik lagi ke belakang dan memberitahu bahwa orang yang menguping pembicaraan kita tidak lewat sini.” Beberapa orang yang mendengar ucapan itu akhirnya mengangguk, mereka akhirnya membalikan badannya dan berjalan kembali ke sebuah ruangan kecil tempat yang menjadi pintu keluar dari lorong ini. Tampak, beberapa orang yang lain sedang duduk dan berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke arah dinding di ruangan kecil tersebut. Mereka terlihat menunggu sambil menghis

    Last Updated : 2022-09-08
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 11-MAYAT

    “Arggghhhhh, dimana ini?” Mataku yang awalnya terpejam kini terbuka secara perlahan, tubuhku basah kuyup dengan beberapa luka memar yang aku rasakan sangat pedih ketika aku rasakan. Aku tergeletak tak berdaya dengan tubuhku yang menyentuh tanah yang berpasir pada saat itu, bahkan wajahku sendiri menyentuh pasir sehingga menempel di rambut dan di pipi sebelah kananku pada saat itu. Aku benar-benar tidak ingat ketika aku terjatuh dari lorong yang gelap itu, yang aku ingat hanyalah terjatuh dari atas dan aku baru tersadarkan sekarang dengan baju yang basah kuyup dan beberapa luka memar yang ada di sekitar tubuhku pada saat itu. Zraaaaaaas Aku mencoba mengangkat wajahku, dan aku melihat aliran air yang sangat deras seperti sungai mengalir di belakangku, sepertinya aku jatuh dan terbawa arus sungai bawah tanah hingga akhirnya aku sampai di tempat ini. Sebuah tempat yang sepertinya semacam gua yang gelap, namun kini gua tersebut berubah secara perlahan karena mungkin waktu sudah mulai

    Last Updated : 2022-09-09
  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 12-LUMPUR

    Siapa yang akan menyangka, di dalam sebuah lorong panjang dengan lebar sepanjang dua meter dengan dinding yang berwarna merah darah dan memancarkan cahaya redup di beberapa titik. Aku akan menemukan mayat-mayat yang berdiri menghalangiku dengan jumlah yang banyak. Mayat-mayat tersebut kondisinya sangat mengenaskan, sepertinya dia sudah berada disana dalam waktu yang lama, tinggal di lorong yang lembab dan menyeramkan ini. Namun, siapa yang membawa mayat-mayat itu kemari, mereka berdiri tidak beraturan menghadapku dengan tatapan yang kosong. Jujur, aku baru kali ini melihat pemandangan yang seperti ini, sudah cukup aku di kejar-kejar oleh para makhluk yang mengejarku ketika aku pertama kali pulang ke kampung ini, tapi itu tidak sebanding dengan pemandangan yang aku lihat sekarang. Karena mereka terlihat seperti mayat-mayat dari orang-orang yang sudah lama meninggal di kampung ini. Namun semuanya tidak bisa aku kenali karena wajah-wajah mereka terlihat hancur seperti ada benda keras

    Last Updated : 2022-09-10

Latest chapter

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 60-AWAL YANG BARU (TAMAT)

    Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 59-GELAP

    Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 58-NEGOSIASI

    Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 57-TIDAK PERCAYA

    “Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 56-BERBICARA

    Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 55-KEMUNCULAN

    “Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 54-BERPINDAH

    Kejadian yang terjadi di Kampung Halimun semakin membuat gempar, bahkan hal itu dirasakan oleh salah satu kampung yang letaknya paling dekat dengan Kampung Halimun, sebuah kampung yang bernama Bale Leutik yang tepat berada di sisi hutan selepas perbatasan dari hutan perbatasan yang menjadi penghubung Kabupaten Bandung dan Cianjur.Sebuah kampung yang sangat besar, karena dilalui oleh jalanan provinsi yang menghubungkan kedua kabupaten sehingga masih banyak orang yang berlalu lalang meskipun malam sudah semakin larut.Mereka merasakan bahwa pada malam ini, terasa sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hawa dingin pegunungan yang biasanya bisa mereka atasi dengan suhu tubuh mereka yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, kini merasa kedinginan. Bahkan mereka melapis tubuh mereka dengan baju dalam dan jaket tebal serta sarung yang mereka kenakan.Apalagi, malam itu terdengar sangat gaduh, suara-suara dari hewan hutan yang tiba-tiba muncul dan berlarian seperti ketakutan o

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 53-ASAP

    Mataku benar-benar terbelalak, itu benar-benar Toni yang muncul di antara suara-suara yang sedang menggebrak pintu di tempat ini pada saat ini.Dia hanya berjalan sendirian dan tanpa ada ekspresi apapun pada saat itu. Sehingga membuat semua orang yang ada disana tiba-tiba terdiam dan menoleh ke arah Toni secara bersamaan. Bahkan, Maman yang dari tadi berlari dengan sekuat tenaga pun heran, karena yang muncul dari arah pintu bukanlah para makhluk yang meneror dirinya, melainkan seseorang yang dia kenal.“Bu, bukannya itu anak Pak Ayi?” kata Pak Emen yang tiba-tiba kaget ketika melihat Toni berjalan ke arah mereka.“Kenapa anaknya Pak Ayi berada disini?”Mereka yang berada disana terheran-heran atas apa yang terjadi kepada Toni pada saat itu. Mungkin saja seorang anak kecil yang tiba-tiba datang di hadapan mereka di tengah-tengah teror yang menakutkan yang mengelilingi mereka.Sontak, Para warga yang mengetahui bahwa anak itu adalah Toni, langsung mendekati Toni yang kini berdiri di dek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 52-DATANG

    Teriakan, demi teriakan menggema di seluruh kampung. Mereka sekarang sudah tidak bisa membedakan lagi alam manusia dan alam gaib yang diliputi oleh kabut merah.Para warga yang seharusnya aman ketika bersembunyi di rumah-rumah mereka, kini tidak bisa kabur kemana-mana lagi. Karena para makhluk yang ada di dalam kabut tersebut sekarang bisa masuk ke dalam rumah-rumah warga dan mencabut nyawa mereka.Suasana tampak sangat kacau, suara berisik dan suara cekikikan terdengar di dalam kabut, bahkan anak-anak yang menangis, yang belum sempat hidup lama di kampung ini pun tak luput dari teror mereka.Parah makhluk yang sudah menunggu setelah beratus-ratus tahun lamanya, kini bisa berpesta pora. Meneror semua manusia yang ada di dalamnya, mencabut nyawa mereka satu persatu dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya hingga kondisi mereka terlihat sangat mengenaskan.Terlihat, darah-darah merah merona muncul di antara dinding-dinding rumah, darah itu mengucur secara perlahan dari

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status