MELAHIRKAN LEWAT MULUT

MELAHIRKAN LEWAT MULUT

last updateLast Updated : 2024-06-23
By:  Lady ArgaLaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
45Chapters
1.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Nasib tragis menimpa sang kembang desa, bayi yang seharusnya lahir dengan sehat dan selamat justru lahir dari jalan yang tidak seharusnya. Bagaimana mungkin bayi itu bisa keluar dari ... Mulut?

View More

Chapter 1

BAB 1.

"Eh, Neng Mirna. Ya Allah, makin cantik ya semenjak hamil," celetuk salah satu tetangga Mirna, Leha namanya seorang janda yang tidak punya anak.

Mirna tersenyum lembut, wajah manisnya selalu bisa menghipnotis semua mata yang melihat.

"Alhamdulillah, Mbak Leha. Semoga nanti bayinya ketularan cantik," balas Mirna ramah.

Sambil mengelus perut yang sudah membesar, Mirna berjalan pulang ke rumah setelah jalan-jalan pagi seperti yang di sarankan bidan desa.

Hawa dingin membelai wajah putih nan mulus Mirna, senyum berhias lesung pipi berkali-kali tersungging kala berpapasan dengan warga setempat. Rambutnya yang panjang, indah tergerai memanjakan mata sifatnya yang lemah lembut dan penyayang pun menjadi nilai plus di mata masyarakat. Tak salah jika Mirna di juluki sebagai kembang desa yang membawa keberuntungan.

Pernyataan itu pun semakin menguat kala beberapa waktu lalu Mirna di lamar oleh seorang lelaki kaya dari kota, pesta mewah mewarnai kampung hingga tiga hari lamanya. Membuat banyak gadis yang ingin bernasib sama seperti Mirna. Cantik, pintar, di sayangi banyak orang, dan kini menjadi istri orang kaya pula. Siapa yang tidak mau?

"Assalamualaikum," ucap Mirna sambil masuk ke dalam rumah orang tuanya, rumah permanen yang baru beberapa bulan lalu di renovasi oleh sang suami, Andika namanya. Seorang lelaki tampan dengan wajah bak rembulan dan tubuh seperti binaragawan, sangat pas menggambarkan seorang Andika.

"Waalaikumsalam, baru pulang, nak?" Bu Kemala menghampiri putri semata wayangnya yang tampak kesusahan saat hendak duduk.

"Iya, bu. Habis ke kebun yang baru itu, liat pohon nangka," celoteh Mirna setelah di bantu duduk oleh ibunya.

"Tsk, kamu itu loh, Mir. Kamu kan mau lahiran masa sempat sempatnya ngidam nangka, kalau kata orang tua jaman dulu nggak boleh loh, Mir. Takut lengket nanti perutnya," seloroh Bu Mala sambil lalu ke dapur.

Mirna hanya tersenyum menanggapi walau sebenarnya dia tidak begitu percaya dengan yang seperti itu, baginya ibu hamil dan menyusui itu boleh saja makan apa saja selama tidak berlebihan.

Bu Mala kembali sambil membawa sebuah nampan berisi teh hangat.

"Ini, minum dulu. Biar hangat perut nya, biar cucu ibu nggak kedinginan." tangan Bu Mala terulur mengelus lembut perut buncit Mirna.

"Mas Dika kemana, Bu?" tanya Mirna sambil menyesap teh.

"Lagi di kamar mandi, suamimu itu kok ya baiknya kebangetan. Masa tadi pulang dari pasar yang ibu minta tolong beliin bumbu, kamu tahu dia bawa apa?"

Mirna menggeleng bingung. "Memangnya Mas Dika bawa apa, bu?"

"Bawa kue sama bakul bakulnya, tahu kamu. Katanya kasian sama nenek nenek yang jual biar bisa pulang jadi di borong semua sama dia."

Mirna tergelak. "Terus sekarang kuenya mana, bu?"

"Ya ibu suruh bagiin sama tetangga, kue sebanyak itu mana habis kita sekeluarga aja yang makan," jelas Bu Mala sambil menggeleng pelan mengingat kekonyolan menantunya.

"Bu, ini sisa kuenya tadi kok nggak di makan?" tiba-tiba yang di bicarakan sejak tadi muncul, dengan senyum lembut dan wajah tampan yang memikat.

"Eh, iya ibu lupa. Siniin kuenya, Dika biar di makan sama sama." bu Mala melambai pada sang menantu kesayangan yang membawa sepiring kue basah aneka warna.

"Iya, Mas. Adek juga mau dong kuenya," timpal Mirna manja, semenjak hamil Mirna memang sangat manja dengan suaminya terlebih sang suami selalu siap siaga dengan semua tingkahnya membuat Mirna semakin jatuh cinta berkali kali pada Andika.

Andika mendekat lalu meletakan piring berisi kue itu ke meja.

"Ini, ratuku pilih aja yang kamu mau ya, biar anak kita seneng," ucap Dika lembut sambil mengelus sayang perut buncit sang istri. Membuat wajah Bu Mala mesam mesem melihat tingkah anak dan menantunya yang tak segan bermesraan di depannya.

"Oalah, Pak! Pak! Sini tho, Pak!" seru Bu Mala sambil mesem mesem lalu berlalu dari sana mencari suaminya.

Andika dan Marni saling pandang dengan wajah memerah.

"Mas sih, jadi malu kan sama ibuk," lirik Marni mendorong pelan tubuh suaminya.

Namun Andika justru mendekat dan merangkul Marni erat.

"Nggak papa, kan udah sah ini."

Marni tertawa senang lalu kembali melanjutkan makan sambil bersenda gurau dengan Andika.

*

*

*

Malam harinya.

"Dek, Mas di masjid sampe isya ya. Nanti kalau ada apa apa langsung telpon, jangan kemana mana ya, sayang."

"Iya, Mas. Hati hati ya."

Andika mengecup kening Marni lalu berlalu keluar menjumpai bapak mertuanya yang telah menunggu untuk sholat maghrib di masjid.

"Masuk, nduk. Tutup pintunya," titah Bu Mala kemudian.

Marni mengangguk dan menutup pintu utama rumah, baru melangkah masuk Marni mendadak merasakan perutnya mengencang.

"Kenapa, nduk? Kok mukanya tegang begitu?" tanya Bu Mala khawatir, wanita paruh baya yang hanya mempunyai satu anak itu mendekat lalu memegang perut anaknya.

Marni menarik nafas dalam sampai perutnya mengendur kembali, barulah menjawab pertanyaan ibunya.

"Nggak papa, bu. Tadi mendadak kenceng tapi sekarang udah nggak papa, kan memang wajar kata bidan, bu."

"Ya sudah kalau begitu, kamu istirahat di kamar, nduk. Ibu mau sholat maghrib dulu, kamu kalau susah sholatnya sambil duduk saja ya."

Marni mengangguk lalu masuk ke kamarnya, namun sesampai nya di dalam Marni malah berbaring dan memejamkan mata. Salah satu hal buruk yang terjadi semenjak menikah, Marni yang dulunya sangat rajin beribadah menjadi sangat malas melaksanakan nya terlebih semenjak hamil. Seperti ada sesuatu yang menahannya melakukan kewajibannya tersebut.

Tepat saat azan isya berkumandang, Marni tersentak bangun. Keringat dingin membanjiri wajah cantiknya hingga sebagian rambutnya basah oleh keringat.

"Buu ....," rintih Marni kala merasakan sakit yang luar biasa menyerang bagian perutnya.

Bu Mala yang baru saja selesai mengambil wudhu langsung berlari menghampiri kamar anaknya, firasatnya sebagai seorang ibu mengatakan jika Marni akan melahirkan malam ini.

"Ya Allah, nduk. Kenapa? Perutnya sudah mulai mules ya?" cepat Bu Mala duduk di sisi Marni sambil mengelus perut dan punggungnya.

Marni mengangguk tipis dengan wajah mengencang menahan sakit, bahkan ia sampai tidak sadar jika bibir bawahnya berdarah saking kuatnya ia menggigil demi menahan sakit.

"Ibu telpon bapak sama suamimu dulu, tahan ya, nduk."

Bu Mala buru-buru keluar dan menghubungi suaminya, menyampaikan kabar yang telah lama mereka tunggu pun yang membuat sekeluarga panik saat itu juga.

"Iya iya, bu. Habis sholat bapak sama Dika langsung pulang."

"Jangan lupa jemput bidan Saras, Pak."

"Iya, Bu. Ya sudah jaga Marni, sebentar lagi kami pulang."

Setelah panggilan telepon di matikan, Bu Mala bergerak gelisah di luar kamar Marni.

"Nduk, kamu masih kuat? Ibu mau sholat dulu biar nanti persalinan kamu di permudah ya." bu Mala melongok dari pintu kamar Marni.

Marni dengan wajah basah kuyup oleh keringat menoleh, matanya yang sayu mengisyaratkan ketakutan sebab ini pengalaman pertamanya dan rasa sakitnya sangat luar biasa.

"Di sini aja, bu. Marni nggak kuat, ini sakit sekali, bu."

Marni mulai menangis, sambil memegangi perut buncitnya yang mulai merasakan mulas yang teratur.

"Ya sudah, ibu ambilkan air hangat dulu untuk kamu kalau gitu. Nanti ibu balik lagi."

Gegas Bu Mala ke dapur dan mengurungkan sebentar niatnya untuk sholat isya, toh waktunya masih sangat panjang pikir Bu Mala.

Tak berapa lama, Pak Bagus dan Dika pulang. Bersama mereka turut serta pula bidan Saras, bidan desa yang sudah di wanti wanti untuk menangani Marni saat akan melahirkan.

Bu Mala langsung saja mempersilahkan bidan tersebut masuk karna Marni sudah mulai berteriak karna sangat kesakitan.

"Bu bidan, saya boleh dampingi istri saya?" pinta Dika memohon.

Bidan Saras mengangguk cepat dan keduanya pun masuk ke kamar dimana Marni semakin berteriak karna kesakitan.

"Aaarrhghhhh, saaakiiiitttt! Aaaakkkhhhh!! Aaakkkhhhh!"

Bu Mala memeluk Pak Bagus, suaminya dengan air mata berjatuhan sebab tak tega mendengar jeritan anaknya yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya.

"Yang kuat, Bu. Insyaallah anak kita pasti bisa, sebentar lagi kita jadi kakek dan nenek," bisik Pak Bagus menenangkan.

Namun baru saja Bu Mala merasakan ketenangan, mendadak semuanya terusik sebab suara aneh yang muncul dari dalam kamar Marni di susul bidan Saras yang berlari pontang panting bak di kejar setan.

"Aahhhhh, TOLOOOOONGGGG!" pekik bidan Saras menjauh.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Alls Melly
kapan update lg min tambah penasaran ni
2024-06-10 12:27:09
0
user avatar
Alls Melly
kapan kelanjutan cerita ny thor penasaran ni
2024-06-07 22:44:47
0
default avatar
novitasarianggun16
lanjut dong,penasaran nih
2024-06-02 00:32:29
1
45 Chapters
BAB 1.
"Eh, Neng Mirna. Ya Allah, makin cantik ya semenjak hamil," celetuk salah satu tetangga Mirna, Leha namanya seorang janda yang tidak punya anak. Mirna tersenyum lembut, wajah manisnya selalu bisa menghipnotis semua mata yang melihat."Alhamdulillah, Mbak Leha. Semoga nanti bayinya ketularan cantik," balas Mirna ramah.Sambil mengelus perut yang sudah membesar, Mirna berjalan pulang ke rumah setelah jalan-jalan pagi seperti yang di sarankan bidan desa. Hawa dingin membelai wajah putih nan mulus Mirna, senyum berhias lesung pipi berkali-kali tersungging kala berpapasan dengan warga setempat. Rambutnya yang panjang, indah tergerai memanjakan mata sifatnya yang lemah lembut dan penyayang pun menjadi nilai plus di mata masyarakat. Tak salah jika Mirna di juluki sebagai kembang desa yang membawa keberuntungan. Pernyataan itu pun semakin menguat kala beberapa waktu lalu Mirna di lamar oleh seorang lelaki kaya dari kota, pesta mewah mewarnai kampung hingga tiga hari lamanya. Membuat banyak
last updateLast Updated : 2024-05-15
Read more
BAB 2.
Bu Mala dan Pak Bagus saling pandang beberapa saat sebelum akhirnya berlari menuju pintu kamar Marni yang terbuka lebar dan suara suara aneh masih terdengar dari dalam sana. Namun sejak tadi tak terdengar sama sekali suara Andika yang turut menemani sang istri di dalam sana."Astagfirullah! Marni! Kamu kenapa, nduk?" bu Mala menjerit saat melihat kondisi anaknya. Pun Pak Bagus yang ikut duduk di atas ranjang yang sama dimana anak dan istrinya berada."Dika, kenapa sama Marni?" Pak Bagus bertanya dengan suara keras, saking cemasnya dengan kondisi anak semata wayangnya. Bagaimana tidak, saat ini Marni sedang dalam posisi duduk dengan dua tangan bertumpu di depan lututnya, sedang matanya melotot ke atas hingga hanya terlihat putihnya saja. Sedang mulutnya terbuka lebar dengan lidah terjulur, suara suara aneh yang sejak tadi terdengar rupanya berasal dari Mirna yang seperti mengorok atau sesekali seperti tersedak.Dika tampak pias, ia tak berani mendekat dan memilih berdiri di dekat je
last updateLast Updated : 2024-05-15
Read more
BAB 3.
Pagi itu, pemakaman almarhumah Marni berjalan dengan lancar. Tak ada yang berani bertanya lagi kemana perginya bayi dari Mirna dan Dika, sebab saat di tanya Pak ustad semalam Dika langsung histeris dan meraung tanpa henti. Dika mengamuk sehingga Pak ustad dan Pak Bagus terpaksa mengurungnya di kamar hingga pagi ini. Sekarang, satu-satunya orang yang mungkin saja tahu dimana bayi itu berada hanya Bu Mala. Hanya saja kondisinya masih belum memungkinkan untuk ditanyai."Pakde, saya turut berduka cita ya. Padahal semalem masih ketemu sama neng Mirna, masih di kasih kue juga sama Dika. Yang sabar ya, Pakde insyaallah almarhum sudah tenang di syurga- Nya." "Iya, nduk. Maafkan semua kesalahan almarhumah ya." Leha yang bertandang bersama suaminya mencoba menghibur Pak Bagus yang duduk seorang diri di dalam rumah, setelah itu Leha bergabung dengan ibu ibu tetangga dan saudara Bu Mala di dapur, tengah menyiapkan hidangan untuk acara tahlilan nanti malam."Eh, Mbak Leha baru dateng?" sapa sa
last updateLast Updated : 2024-05-15
Read more
BAB 4.
Subuh harinya, Bu Siti tergopoh gopoh mendatangi rumah Leha. Karna beberapa saat lalu ia mendengar suara jeritan Bu Yem, simbok nya Leha. Wanita tua itu menjerit dan menangis memanggil nama Leha berulang kali membuat Bu Siti yang tengah melaksanakan sholat subuh menjadi tidak khusuk.TokTokTok."Assalamualaikum! Mak! Mak Yem! Kenapa, Mak?" seru Bu Siti dari depan pintu rumah Leha, dari dalam masih terdengar suara tangisan Mak Yem yang terus memanggil nama Leha."Mak! Buka pintunya, Mak! Leha kenapa?" seru Bu Siti lagi. Tak lama terdengar suara pintu terbuka, di susul Mak Yem yang keluar dengan wajah bersimbah air mata."Sitiiii ... Lehaaa, Sitiiii!" "Ya, iyaa ... Leha kenapa, Mak kenapa Emak sampe jejeritan subuh subuh begini?" cecar Bu Siti. Mak Yem tak menjawab dan malah menarik tangan Bu Siti masuk ke rumahnya, langsung menuju dapur dimana Leha terbujur pingsan di sana."Astagfirullah! Leha kenapa, Mak?" Bu Siti sedikit berlari mendekat ke arah Leha yang masih tak sadarkan di
last updateLast Updated : 2024-05-15
Read more
BAB 5.
"Waalaikumsalam, mari mari silahkan masuk." Pak Bagus mengajak para tamunya masuk, terdiri dari seorang lelaki paruh baya dan seorang perempuan yang mungkin adalah istrinya dan anak perempuan berusia hampir sama dengan Marni, wajahnya pucat pasi dengan rambut acak acakan."Ya Allah, Ranti kenapa, Pak Yono?" tanya Pak Bagus begitu melihat kondisi anak tetangganya tersebut. Pun Bu Siti yang mulai menerka nerka dalam hati."Jadi ... begini ,Pak Bagus." Bu Ambar, sang istri yang menjawab. "Sebenarnya ... tadi malam ..." Malam tadi, sekitar pukul satu, Ranti anak bungsu Bu Ambar dan Pak Yono pergi ke kamar kecil. Kebetulan sudah menjadi kebiasaan gadis yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu belajar hingga larut, terlebih saat ini ia sudah mulai menyusun skripsi terkadang semalam suntuk ia bisa begadang.Sekembalinya dari kamar kecil, Ranti kembali hendak menekuri laptopnya. Mengejar deadline sidang skripsi yang tinggal menghitung minggu. Namun, begitu sampai di pintu kama
last updateLast Updated : 2024-05-15
Read more
BAB 6.
"Nanti saja kita bahas masalah ini lagi, Pak. Baru satu hari, dan keluarga kita masih berkabung. Ada baiknya yang begini begini nggak jadi beban pikiran dulu, ibu masih sedih, Pak." Pak Bagus mengambil nafas dalam dan mengangguk. "Ya wes kalau begitu, kita fokus ke tahlilan tujuh harinya Marni dulu. Semoga saja tidak ada lagi warga yang di datangi oleh Marni, yang tenang di sana, nduk. Setelah acara tujuh harian nanti kita cari tahu apa yang terjadi," tandas Pak Bagus menerawang.***"Mak, gimana kondisinya Leha?" "Alhamdulillah, Ti. Sudah baikan, itu dia lagi ambil jambu di belakang, sini mampir, Ti." Mak Yem melambai meminta Bu Siti mendekat. Setelah duduk bersama Bu Siti pun mulai bercerita jika tadi ia bertemu dengan keluarga Pak Yono yang mengaku anak gadisnya pun di datangi oleh arwah Marni."Mungkin almarhum masih ada yang mau di sampaikan, Ti. Denger denger meninggalnya nggak wajar to? Terus bayinya katanya hilang?" bisik Mak Yem kepo. Bu Siti mengangkat bahu. "Nggak tah
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
BAB 7.
Keesokan harinya, orang tua Dika, Pak Wirya dan Bu Pratiwi benar benar datang. Saat melewati jalan kampung banyak pasang mata yang melihat dan mulai berbisik bisik."Lihat deh, masa menantunya meninggal sudah seminggu baru datang ke sini? Mau ngapain lagi coba?""Hush! Mana tau mereka sekeluarga mau bahas masalah hantunya Marni, memangnya kamu mau di datengin?""Hiyyy emoh! Ya syukur kalau memang mau bahas itu, bosen aku tiap malam di rumah terus nggak bisa main. Semua orang takut ketemu hantunya Marni. Kasian ya, kembang desa meninggalnya tragis.""Iya, dulu aku sempat iri sama kehidupannya si Marni. Tapi setelah kejadian itu, aku jadi bersyukur hidupku biasa biasa saja. Setidaknya itu meminimalisir kemungkinan adanya orang iri dengki sampai main dukun sama aku." Dua orang gadis yang dulunya adalah teman Marni terkikik setelah mobil orang tua Dika yang memang sudah di kenal sebagian warga kampung lewat menuju arah rumah Pak Bagus. Banyak warga yang berharap dengan kedatangan kedu
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
BAB 8.
DeghDeghDegh "Kenapa, Bu? Teriak teriak malam malam?" Pak Bagus duduk seraya mengucek matanya yang masih lengket lalu bergegas menghidupkan lampu kamar. Bu Mala melotot, melihat ke arah pintu dan tak mendapati tangan pucat itu lagi disana. "Ibu ngapain duduk di lantai begitu?" tanya Pak Bagus lagi, lalu lekas mendekat dan membantu Bu Mala berdiri."Ya ampun, Bu. Badan ibu dingin sekali loh, ibu sakit?" Bu Mala menggeleng lemah, lalu perlahan duduk di kasur dan mengambil segelas air yang selalu ada di nakas dan meneguknya hingga tandas."Ibu ngapain tadi duduk di lantai? Muka ibu juga pucat, apa ibu ... habis lihat sesuatu?" tebak Pak Bagus. Bu Mala menoleh cepat, menatap tajam mata suaminya dengan wajah gusar."Apa jangan jangan ....""Sudah, Pak. Ibu mau tidur lagi, dingin." Bu Mala menyela ucapan Pak Bagus, lalu tanpa menunggu reaksi suaminya ia lantas masuk ke dalam selimut dan menutup tubuhnya hingga ke kepala. Tak lama terasa kasur bergerak, pertanda Pak Bagus sudah kemb
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
BAB 9.
Pak Bagus yang tengah menjerang air di dapur tergopoh gopoh masuk ke kamar kala mendengar suara teriakan Bu Mala, sampai di sana di dapatinya Bu Mala sudah duduk di atas kasur dengan keringat membanjiri tubuhnya, tatapannya lurus ke depan dengan nafas terengah engah."Bu! Kenapa, Bu?" Pak Bagus mendekat lalu menelisik sekitar, khawatir jika ada sesuatu yang membuat istrinya takut."M- Marni ... Marni, Pak," bisik Bu Mala lirih, bulir bulir bening mulai membanjiri wajahnya."Kenapa sama Marni, Bu? Coba cerita sama bapak? Ibu mimpi ketemu Marni?"Bu Mala mengangguk pelan. "Terus apa yang terjadi, bu? Marni bilang apa?"Bu Mala menoleh dengan air mata semakin deras."Ma- Marni bilang ... hiks. .. di- dia ... dia dan bayinya di tumbalkan sama seseorang, Pak. Huhuhu ... dan ... dan sekarang Marni jadi budak makhluk seram entah dimana," raung Bu Mala langsung histeris. Pak Bagus merangkul Bu Mala sambil beristighfar berkali-kali, walau sudah menduga ada yang salah namun Pak Bagus belum t
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
BAB 10.
"Bapak? Ibu? Mau apa ke sini?" Dika mendekati ke dua mantan mertuanya itu dengan wajah seperti tak senang. Pak Bagus masih diam terpaku melihat ke arah wanita dan bocah lelaki itu, keduanya tampak kebingungan."Siapa mereka, Dika?" tanya Bu Mala yang lebih dulu bisa menguasai diri, walau dadanya terasa sesak karna sudah bisa menebak jawaban atas pertanyaan nya.Dika membuang wajah jengah. "Bukan urusan bapak sama ibu, sekarang Dika tanya kalian mau apa kemari? Seharusnya kita sudah tidak ada urusan apa apa lagi, setelah Marni meninggal kan?" geram Dika membuat Bu Mala dan Pak Bagus kaget bukan main melihat sikapnya yang berubah drastis ketika saat masih tinggal di rumah mereka."D- Dika ... apa maksud kamu?" tanya Pak Bagus terbata. Ia sungguh kaget dengan perubahan sikap Dika, sebab dulunya dialah yang paling dekat dengan menantunya itu. Dan sebelum ini sikap Dika sangatlah santun dan lembut terhadapnya dan istrinya. "Mas, siapa?" tanya wanita berambut panjang yang sejak tadi mem
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status