Share

BAB 5.

Author: Lady ArgaLa
last update Last Updated: 2024-05-15 22:55:34

"Waalaikumsalam, mari mari silahkan masuk."

Pak Bagus mengajak para tamunya masuk, terdiri dari seorang lelaki paruh baya dan seorang perempuan yang mungkin adalah istrinya dan anak perempuan berusia hampir sama dengan Marni, wajahnya pucat pasi dengan rambut acak acakan.

"Ya Allah, Ranti kenapa, Pak Yono?" tanya Pak Bagus begitu melihat kondisi anak tetangganya tersebut. Pun Bu Siti yang mulai menerka nerka dalam hati.

"Jadi ... begini ,Pak Bagus." Bu Ambar, sang istri yang menjawab. "Sebenarnya ... tadi malam ..."

Malam tadi, sekitar pukul satu, Ranti anak bungsu Bu Ambar dan Pak Yono pergi ke kamar kecil. Kebetulan sudah menjadi kebiasaan gadis yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu belajar hingga larut, terlebih saat ini ia sudah mulai menyusun skripsi terkadang semalam suntuk ia bisa begadang.

Sekembalinya dari kamar kecil, Ranti kembali hendak menekuri laptopnya. Mengejar deadline sidang skripsi yang tinggal menghitung minggu.

Namun, begitu sampai di pintu kamar Ranti kaget saat mendapati seseorang tengah duduk di kursi belajarnya, posisinya yang menyamping dapat terlihat jelas seseorang itu berambut panjang namun acak acakan. Dari tempatnya berdiri Ranti dapat merasakan bau tak sedap yang sangat menyengat.

Ranti menutup mulut dan hidung saat rasa mual mendera, namun suara yang di timbulkan justru membuat seseorang itu mengetahui keberadaannya. Perlahan ia memutar kepala, Ranti melotot saat melihat dengan mata kepalanya sendiri sosok itu menatapnya dengan senyum lebar dan lidah yang terjulur panjang sekali, matanya merah dengan air mata darah merembes di kedua pipi yang mulai membusuk.

"Tooo looonggg akuuuu."

"Aaakkkhhhhh! Seetttaaaannnnn!" pekik Ranti keras sampai mengejutkan bapak dan ibunya yang sudah tertidur, saat di temui Ranti sudah terduduk di depan pintu kamarnya dengan tatapan kosong dan mulut menganga lebar.

***

"Jadi begitu, Pak Bagus. Kalau dari ciri-ciri yang di sebutkan Ranti sepertinya ... maaf sebelumnya, saya dan suami yakin kalau itu ... bisa saja arwahnya Marni yang bergentayangan," tukas Bu Ambar menyudahi penjelasannya, selama bercerita Ranti tak sekalipun melepas pelukannya dari sang ibu seperti sangat ketakutan.

"Pak, yang di ceritakan Bu Ambar sama persis seperti yang di lihat Leha tadi malam. Apa nggak sebaiknya bapak bicarakan ini sama keluarga untuk mencari jalan keluarnya? Bisa saja loh, Pak sebenarnya ada apa apa di balik meninggalnya Marni. Saran saya sebelum semua terlambat dan lebih banyak lagi warga yang di teror," timpal Bu Siti yang sejak tadi sudah gatal ingin mengomentari.

"Maaf, Pak Bagus kalau kedatangan kami ke sini dalam waktu yang tidak tepat. Tapi benar yang di bilang istri saya dan Bu Siti, sebelum ada warga lain yang di teror sebaiknya hal ini di diskusikan lebih dulu. Lagipula kasihan almarhum kalau memang ada sesuatu yang belum terselesaikan di dunia." Pak Yono yang sejak tadi diam ikut berkomentar.

Pak Bagus diam, mencerna maksud ucapan para tetangga yang mengaku di datangi arwah anaknya. Walau sebagian hatinya tidak ingin percaya, tapi bagian yang lain nya malah sangat yakin sebab Pak Bagus tahu bagaimana meninggalnya sang anak.

"Baiklah, Pak, bu. Terima kasih atas sarannya, saya akan coba bicarakan ini dengan istri dan menantu saya lebih dulu. Doakan saja semoga anak saya bisa tenang di sana dan tidak lagi mengganggu siapapun."

Pak Yono sekeluarga berserta Bu Siti pun pamit pulang setelah urusannya selesai, sedang Pak Bagus masih duduk di kursi sambil melamun.

"Kenapa, Pak?"

Dika datang lalu duduk di sebrang Pak Bagus. Kondisinya sudah lebih baik ketimbang sebelumnya.

"Tadi ada tetangga yang datang ke sini, le." pak Bagus membuang nafas besar.

"Lalu?" Dika masih tak mengerti.

"Mereka bilang, mereka di datangi arwahnya Marni."

Degh!

Netra Dika melebar demi mendengar jawaban bapak mertuanya.

"Tapi Marni kan sudah meninggal, Pak. Bagaimana mungkin?" sanggahnya.

"Awalnya bapak juga tidak percaya, le. Tapi ... kan pasti lihat sendiri kan bagaimana Marni meregang nyawa, dan bayi kalian pun hilang tak tahu kemana? Sebenarnya bapak sudah curiga ada seseorang yang sengaja melakukan semua itu pada Marni, le. Bisa saja orang yang iri dan punya dendam padanya. Makanya arwahnya jadi tidak tenang dan mulai meneror warga untuk minta bantuan." Pak Bagus mulai terisak, terkenang sosok anak perempuan kesayangannya yang harus meninggal dengan cara mengenaskan.

"Tapi, Pak. Kalaupun ada siapa orangnya? Kita semua tahu gimana Marni? Dia perempuan baik baik dan nggak pernah neko neko, Pak. Bagaimana mungkin ...."

Dika tak sanggup meneruskan ucapannya, ia tergugu di kursinya walau tak sampai histeris seperti kemarin.

"Ya Allah, sayang ku Marni ... bagaimana mungkin orang sebaik dan selembut kamu bisa di tuduh gentayangan seperti ini?" gumam Dika yang masih jelas di dengar Pak Bagus.

Pak Bagus beringsut lalu menepuk pelan pundak Dika, mencoba menenangkan.

"Le, bapak tahu ini berat buat kamu. Sama, ini pun pulukan berat bagi kami, terlebih lagi Marni itu anak kami satu-satunya. Bapak yang paling mengenal Marni sejak kecil, namun justru karna kebaikannya itu bapak takutkan ada orang yang menaruh iri hati sama dia. Bahkan bapak masih tidak percaya kalau calon cucu bapak pun ikut menerima imbasnya bahkan sebelum benar benar lahir."

Dika menepis tangan mertuanya pelan.

"Sudahlah, Pak. Jangan terus membahas ini, rasanya Dika tidak terima kalau Marni di bilang gentayangan, Marni istriku orang baik, Pak. Hanya meninggalnya yang tragis, sebab mungkin seperti yang bapak katakan tadi. Tapi Dika yakin sekali kalau sekarang Marni, istriku sedang bersenang senang bersama para bidadari di surga sana, Pak. Marni tidak mungkin menjadi arwah gentayangan atau apalah itu namanya. Nggak mungkin, Pak!" seru Dika emosional, lalu gegas masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya rapat rapat.

Masih di dengar oleh Pak Bagus bagaimana anak menantunya itu kembali menangis meraung di dalam kamarnya memanggil manggil nama sang istri.

Pak Bagus mendesah berat, beliau cukup paham dengan kondisi mental menantunya yang beliau tahu memang sangat mencintai anaknya. Pastilah Dika masih tidak terima dan sangat terpukul, baru saja kehilangan istri dan bayinya yang hilang entah kemana kini harus mendengar pula aduan tetangga yang mengatakan jika sang istri menjadi arwah gentayangan.

"Pak? Kenapa?" Bu Mala yang baru datang dari dapur menyentuh pundak suaminya yang terlihat melamun.

"Eh, bu. Kebetulan ada yang mau bapak bicarakan sama ibu."

Bu Mala duduk di kursi sebrang dengan wajah penuh tanya.

"Ono opo, Pak?"

Dan mengalir lah cerita tentang para tetangga yang mengatakan di datangi arwah Marni, juga sikap Dika saat mengetahui semuanya.

"Jadi, bagaimana baiknya menurut ibu?" Pak Bagus meminta pendapat sang istri.

Bu Mala diam sejenak berpikir, wajahnya yang masih tampak sembab seperti tak percaya dengan penjelasan suaminya.

"Bapak awalnya juga nggak percaya, Bu. Tapi buat apa juga tetangga kita itu sampe bohong tentang mereka yang di datangi Marni? Apa gunanya? Nggak ada, bu. Lagi pula ... kita juga ingin mencari tahu sebenarnya siapa yang tega melakukan semua ini sama Marni kan, bu? Terlebih ... ini juga menyangkut cucu kita, bu. Apa ibu tidak mau mencoba menemukannya? Barangkali dia masih hidup di suatu tempat?"

Bu Mala mengangkat wajah. "Kalau begitu ...."

Related chapters

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 6.

    "Nanti saja kita bahas masalah ini lagi, Pak. Baru satu hari, dan keluarga kita masih berkabung. Ada baiknya yang begini begini nggak jadi beban pikiran dulu, ibu masih sedih, Pak." Pak Bagus mengambil nafas dalam dan mengangguk. "Ya wes kalau begitu, kita fokus ke tahlilan tujuh harinya Marni dulu. Semoga saja tidak ada lagi warga yang di datangi oleh Marni, yang tenang di sana, nduk. Setelah acara tujuh harian nanti kita cari tahu apa yang terjadi," tandas Pak Bagus menerawang.***"Mak, gimana kondisinya Leha?" "Alhamdulillah, Ti. Sudah baikan, itu dia lagi ambil jambu di belakang, sini mampir, Ti." Mak Yem melambai meminta Bu Siti mendekat. Setelah duduk bersama Bu Siti pun mulai bercerita jika tadi ia bertemu dengan keluarga Pak Yono yang mengaku anak gadisnya pun di datangi oleh arwah Marni."Mungkin almarhum masih ada yang mau di sampaikan, Ti. Denger denger meninggalnya nggak wajar to? Terus bayinya katanya hilang?" bisik Mak Yem kepo. Bu Siti mengangkat bahu. "Nggak tah

    Last Updated : 2024-05-23
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 7.

    Keesokan harinya, orang tua Dika, Pak Wirya dan Bu Pratiwi benar benar datang. Saat melewati jalan kampung banyak pasang mata yang melihat dan mulai berbisik bisik."Lihat deh, masa menantunya meninggal sudah seminggu baru datang ke sini? Mau ngapain lagi coba?""Hush! Mana tau mereka sekeluarga mau bahas masalah hantunya Marni, memangnya kamu mau di datengin?""Hiyyy emoh! Ya syukur kalau memang mau bahas itu, bosen aku tiap malam di rumah terus nggak bisa main. Semua orang takut ketemu hantunya Marni. Kasian ya, kembang desa meninggalnya tragis.""Iya, dulu aku sempat iri sama kehidupannya si Marni. Tapi setelah kejadian itu, aku jadi bersyukur hidupku biasa biasa saja. Setidaknya itu meminimalisir kemungkinan adanya orang iri dengki sampai main dukun sama aku." Dua orang gadis yang dulunya adalah teman Marni terkikik setelah mobil orang tua Dika yang memang sudah di kenal sebagian warga kampung lewat menuju arah rumah Pak Bagus. Banyak warga yang berharap dengan kedatangan kedu

    Last Updated : 2024-05-23
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 8.

    DeghDeghDegh "Kenapa, Bu? Teriak teriak malam malam?" Pak Bagus duduk seraya mengucek matanya yang masih lengket lalu bergegas menghidupkan lampu kamar. Bu Mala melotot, melihat ke arah pintu dan tak mendapati tangan pucat itu lagi disana. "Ibu ngapain duduk di lantai begitu?" tanya Pak Bagus lagi, lalu lekas mendekat dan membantu Bu Mala berdiri."Ya ampun, Bu. Badan ibu dingin sekali loh, ibu sakit?" Bu Mala menggeleng lemah, lalu perlahan duduk di kasur dan mengambil segelas air yang selalu ada di nakas dan meneguknya hingga tandas."Ibu ngapain tadi duduk di lantai? Muka ibu juga pucat, apa ibu ... habis lihat sesuatu?" tebak Pak Bagus. Bu Mala menoleh cepat, menatap tajam mata suaminya dengan wajah gusar."Apa jangan jangan ....""Sudah, Pak. Ibu mau tidur lagi, dingin." Bu Mala menyela ucapan Pak Bagus, lalu tanpa menunggu reaksi suaminya ia lantas masuk ke dalam selimut dan menutup tubuhnya hingga ke kepala. Tak lama terasa kasur bergerak, pertanda Pak Bagus sudah kemb

    Last Updated : 2024-05-23
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 9.

    Pak Bagus yang tengah menjerang air di dapur tergopoh gopoh masuk ke kamar kala mendengar suara teriakan Bu Mala, sampai di sana di dapatinya Bu Mala sudah duduk di atas kasur dengan keringat membanjiri tubuhnya, tatapannya lurus ke depan dengan nafas terengah engah."Bu! Kenapa, Bu?" Pak Bagus mendekat lalu menelisik sekitar, khawatir jika ada sesuatu yang membuat istrinya takut."M- Marni ... Marni, Pak," bisik Bu Mala lirih, bulir bulir bening mulai membanjiri wajahnya."Kenapa sama Marni, Bu? Coba cerita sama bapak? Ibu mimpi ketemu Marni?"Bu Mala mengangguk pelan. "Terus apa yang terjadi, bu? Marni bilang apa?"Bu Mala menoleh dengan air mata semakin deras."Ma- Marni bilang ... hiks. .. di- dia ... dia dan bayinya di tumbalkan sama seseorang, Pak. Huhuhu ... dan ... dan sekarang Marni jadi budak makhluk seram entah dimana," raung Bu Mala langsung histeris. Pak Bagus merangkul Bu Mala sambil beristighfar berkali-kali, walau sudah menduga ada yang salah namun Pak Bagus belum t

    Last Updated : 2024-05-23
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 10.

    "Bapak? Ibu? Mau apa ke sini?" Dika mendekati ke dua mantan mertuanya itu dengan wajah seperti tak senang. Pak Bagus masih diam terpaku melihat ke arah wanita dan bocah lelaki itu, keduanya tampak kebingungan."Siapa mereka, Dika?" tanya Bu Mala yang lebih dulu bisa menguasai diri, walau dadanya terasa sesak karna sudah bisa menebak jawaban atas pertanyaan nya.Dika membuang wajah jengah. "Bukan urusan bapak sama ibu, sekarang Dika tanya kalian mau apa kemari? Seharusnya kita sudah tidak ada urusan apa apa lagi, setelah Marni meninggal kan?" geram Dika membuat Bu Mala dan Pak Bagus kaget bukan main melihat sikapnya yang berubah drastis ketika saat masih tinggal di rumah mereka."D- Dika ... apa maksud kamu?" tanya Pak Bagus terbata. Ia sungguh kaget dengan perubahan sikap Dika, sebab dulunya dialah yang paling dekat dengan menantunya itu. Dan sebelum ini sikap Dika sangatlah santun dan lembut terhadapnya dan istrinya. "Mas, siapa?" tanya wanita berambut panjang yang sejak tadi mem

    Last Updated : 2024-05-23
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 11.

    "Ma- maksud bapak apa ya? Maaf kami ... kurang mengerti," tanya Pak Bagus terbata. Lelaki pemilik warung yang bernama Wahono itu pun mulai bercerita."Jadi ... sebenarnya Dika itu sudah sering sekali menikah, Pak, Bu. Entah bagaimana caranya setiap istrinya yang dia bawa tinggal di rumah itu tidak lama kemudian pasti meninggal saat kondisinya hamil besar. Saya bukan mau menuduh, tapi sependek yang saya tahu setelah kabar kematian istrinya tidak lama pasti orang tua si Dika itu naik pangkat atau bisa buka cabang usaha baru. Terus nggak lama kemudian juga dia bakalan bawa wanita lain tinggal di sana, begitu terus, Pak, Bu. Tapi ... karna perumahan ini juga termasuk tertutup dan warganya rata rata cuek cuek banyak yang tidak menyadari hal itu. Saya juga tahunya karna di sini warung satu satunya cuma punya saya ini, makanya warga sini rata rata pasti belanja di sini walau memang wataknya cuek dan tidak peduli urusan orang lain," jelas Wahono panjang lebar."Ja- jadi ... Dika dan orang tu

    Last Updated : 2024-05-25
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 12.

    Wanita itu, Alfi namanya. Perempuan cantik dan lembut yang merupakan adik dari Aini, wanita yang baru satu bulan resmi menjadi istri Dika. Namun ...."Andika? Tapi, Bu kata kakak saya nama suaminya yang baru ini Andre," sanggah Alfi kala Bu Mala menjelaskan jika mantan menantunya itu bernama Andika."Andre darimana to, nduk. Kalau yang pernah jadi menantu ibu dan tinggal di perumahan itu ya cuma Andika namanya, apa mungkin kalian ini salah orang?" Bu Mala balik bertanya.Alfi menggeleng sembari menatap lelaki tampan di sebelahnya yang dia perkenalkan sebagai, Zulfikar calon suaminya."Nggak mungkin, bu. Sebab saya di beritahu sama bapak bapak yang punya warung yang nggak jauh dari rumah kakak ipar saya itu. Saya sama kakak saya ini anak yatim piatu, Bu dan sudah sejak menikah kakak saya sama keponakan saya tidak menghubungi atau sekedar main ke rumah, makanya saya khawatir. Apalagi tadi bapak yang punya warung itu sempat cerita kalau laki-laki yang di nikahi kakak saya itu ....""Ist

    Last Updated : 2024-05-25
  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 13.

    "Darimana kamu dapat rekaman itu, le? Apa isinya bisa di pertanggung jawabkan?" tanya Pak Bagus lebih lanjut. Fikar menimang ponselnya dengan sorot hampa."Dari hape milik almarhumah ibuku, Paklek. Dulu beliau bekerja jadi pembantu rumah tangga di rumahnya orang tuanya si Andre atau Dika itu."Degh!"Al- almarhum? Maksud kamu ... ibu kamu sudah meninggal?"Fikar mengangguk lemah. "Sebenarnya sudah sejak lama saya curiga sama keluarga itu, Paklek. Awalnya seingat saya waktu saya kecil dulu mereka itu pendatang dari luar pulau, menyewa rumah kontrakan kecil tidak jauh dari rumah kami. Tapi, beberapa waktu berlalu dan mendadak mereka sekeluarga pindah, di susul kabar naiknya ayahnya si Dika itu menjadi kepala desa di daerah kami dulu, lalu berlanjut naik menjadi, lurah, lalu camat, dan sekarang kabarnya beliau kembali mendaftar menjadi anggota legislatif.""Lalu? Hubungannya apa sama kamu, le?" desak Pak Bagus tak sabar. Fikar pun melanjutkan ceritanya, berbarengan dengan gerimis yang

    Last Updated : 2024-05-25

Latest chapter

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 45.

    Rumah peninggalan Bu Ambar sudah tak lagi aman, jin pesugihan yang di pelihara Pak Yono rupanya mulai mengincar Ranti sebab tak ada lagi yang memberinya makan setelah Pak Yono di penjara dan menjadi gila. Setelah kejadian tersebut, Pramono memutuskan membawa Ranti untuk tinggal di kediamannya saja, membawa serta bebek bebek dan unggas Pak Yono yang lain untuk di rawat di sana."Mas, jangan pergi jauh jauh ya." Ranti tampak cemas saat akan kembali memasuki rumah Pramono yang berhasil menorehkan luka untuk yang ke sekian kalinya untuknya.Pramono menoleh dan mengelus kepala sang istri. "Insyaallah nggak, kebun Mas kan di belakang rumah ini. Ada bebek juga sekarang, jadi nggak perlu pergi jauh jauh. Tapi kalau nanti adek mau jalan jalan bilang ya, di rumah terus kan pasti bosen." Ranti mengangguk riang dan mereka pun memulai hidup baru mereka di sana dengan lebih tenang.***Kembali ke pondok pesantren Daruttaqwa.Di teras rumah Ustad Yusuf yang lebih akrab di sapa abah oleh para sa

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 44.

    Di sana di depan matanya sendiri Pramono melihat Ranti tengah mengarahkan sebilah belati ke lehernya. Matanya tampak kosong menjelaskan jika bukan inginnya melakukan semua itu. Bahkan suara teriakan Pramono saja seperti tak terdengar olehnya. Saat belati hampir menyentuh kulit lehernya yang mulus, Pramono bergerak cepat menepis tangan Ranti hingga pisau itu terjatuh ke bawah ranjang."Astagfirullah, dek! Nyebut, dek kamu ngapain?" seru Pramono cemas bukan main. Namun bukannya menjelaskan,Ranti justru jatuh pingsan."Ya Allah, ada ada aja cobaan. Dek! Dek Ranti, bangun." Pramono mengangkat tubuh Ranti keluar, di depan kamar tampak Leha menghampiri dengan wajah tegang."Kang! Kenapa teriak teriak? Astagfirullah, kenapa Ranti, kang?" cecarnya kaget."Nanti saja ceritanya, dek. Tolong bawain bantal." Pramono melewati Leha dan terburu buru melangkah ke ruang tanu dimana sang ibu berada bersama Bu Mala dan Azzam." Loh loh, le? Kenapa Ranti?" tanya Mak Yem heran, pun demikian dengan Bu

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 43.

    Setelah berpulangnya Bu Ambar, Ranti kembali menempati rumah mereka. Selain karna Pak Yono tidak ada juga ada banyak unggas peliharaan mereka yang butuh di urus. Untungnya Pramono berhasil meyakinkan istri kecilnya itu untuk kembali, dan berjanji akan membantunya mengurus unggas unggas mereka untuk bekal masa depan mereka."Terima kasih ya, Mas sudah mau bertahan sejauh ini." Ranti bersandar di dada bidang Pramono, saat mereka tengah duduk di teras belakang yang menghadap langsung ke kandang unggas yang luas.Pramono mengelus pundak istrinya, lembut dan penuh kasih sayang. Tak rasa jijik mengingat apa yang terjadi pada Ranti, melainkan rasa ingin melindungi yang semakin besar dalam dirinya."Sama sama, kalau adek sudah merasa lebih baik nanti kita ke kantor polisi ya. Kasus bapak perlu segera di tuntaskan, dek." Ranti mendongak, menatap lekat mata suaminya. "Mas ... yakin?" "Adek masih takut?" Ranti mengangguk samar. "Terlalu mengerikan untuk tidak takut, Mas." Pramono merasak

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 42.

    Saat tengah kebingungan dengan asal bau bangkai yang sangat tidak enak tersebut, dari arah jalan tampak Bu Mala dan Pak Bagus tengah menggandeng Azzam, bocah itu tampak sangat senang menenteng joran pancing sambil bercanda dengan keduanya."Loh, Pram? Ngapain?" sapa Pak Bagus saat telah sampai di depan halaman Pak Yono. Pramono turun lalu menyalami tangan Pak Bagus dan Bu Mala, di ikuti Ranti yang tampak terus menunduk menyembunyikan wajahnya."Ini, Lek mau jenguk ibu mertuaku. Tapi rumahnya kok sepi e? Paklek sama bulek tahu nggak kemana?" Pak Bagus tampak saling pandang sejenak dengan Bu Mala, sedang Azzam sudah lebih dulu kembali ke rumah mereka untuk mandi."Nggak tahu, le. Sudah beberapa hari juga Bu Ambar nggak keliatan, kami kira malah pulang kampung atau nginep di tempatmu," jelas Bu Mala apa adanya.Kembali angin bertiup, awan mendung berarak sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Dan saat itu kembali bau bangkai yang menyengat kembali menyeruak."Huek! Astagfirullah,

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 41.

    Mata bening Aini mengerjab, kembali terpejam saat cahaya dari luar terlalu silau baginya."Bunda!" Sultan naik ke tempat tidur dan langsung berbaring di tubuh sang bunda, tangan kurus Aini bergerak alami memeluk tubuh sang putra."Alhamdulillah," ucap Alfi dan Umi Maryam berbarengan, keduanya kompak mendekat pada Aini yang mulai membuka mata. Tatapan matanya tak lagi kosong seperti biasanya."Mbak, alhamdulillah. Mbak baik baik saja kan, Mbak? Mbak inget Afi kan? Mbak inget Sultan kan?" cecar Alfi dengan luapan kegembiraan yang luar biasa. Aini duduk dan merangkul Sultan erat, matanya mulai basah oleh air."Iya, dek iya Mbak inget semuanya. Mbak inget, mbak seneng sekali akhirnya bisa pulang," jawab Aini. Dan inilah dia, Aini yang selama ini di kenal Alfi dan orang orang sekitar. Sosoknya yang penyayang dan lemah lembut, juga sangat keibuan hampir tak pernah meninggikan suaranya walau dalam keadaan sangat marah sekalipun. Mungkin akan sangat sulit di percaya jika Alfi bercerita j

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 40.

    Dika termenung di depan pusara baru di hadapannya, pusara itu milik mayat yang di ketemukan dalam kondisi mengenaskan setelah di makan buaya tempo hari. Usut punya usut, rupanya mayat itu adalah salah satu dari anak buah Pak Wirya. Sugiarto namanya, seorang duda yang sudah tak punya orang tua dan keluarga Tak ada yang tahu bagaimana kejadian awal kecelakaan itu, karna tidak adanya saksi mata. Sedang Pak Wirya pun kini masuk dalam daftar pencarian orang hilang."Kita pulang, Mas?" tanya Gus Amar setelah berbincang sejenak dengan petugas dari kepolisian yang menangani kasus hilangnya Pak Wirya. Dika mengangguk, lalu perlahan mengikuti langkah Gus Amar kembali ke pondok pesantren."Gus, apa boleh saya bertemu dengan Aini?" tanya Dika sesaat setelah mereka tiba di kediaman. Gus Amar mengernyit, sudah beberapa waktu sejak Dika mengembalikan Aini pada Alfi, dan kini kakak beradik itu memilih tinggal tak jauh dari kawasan pondok atas permintaan Umi Maryam yang masih khawatir dengan kese

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 39.

    Detik itu juga Pak kades ambil sikap, beliau langsung menelpon perangkat desa yang lain untuk berdiskusi. Semetara Pramono diminta pulang lebih dulu untuk memanggil Leha sebagai saksi dan Ranti jika bisa.Pak Yono gemetar di kursinya, wajahnya tampak mengerut dan menunduk. Terlebih setelah beberapa pamong desa datang dan Pak kades serta ustadz Rizal mulai menjelaskan duduk perkaranya."Astagfirullahaladzim, Yono! Saya tidak pernah menyangka kamu sebej*t itu! Saya kira memang betul Pramono yang menghamili Ranti, anak kamu itu. Tapi rupanya ... astagfirullah, dimana otak kamu itu kamu buang hah, Yono?" bentak pak Sekdes berang. "Entah, sudah di makan kutu itu otakmu makanya bisa bertingkah seperti itu. Apa kamu nggak mikir, ah astagfirullah ... wes ndak bisa ngomong aku wes. Akhir zaman, akhir zaman," timpal warga satunya lagi dengan wajah kesal, ia menekan puntung rokoknya kuat kuat ke asbak dengan tatapan menghunus pada Pak Yono yang mengkerut di tempatnya duduk."Untung saja si Pram

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 38.

    Bugh!Bugh!Bruaghhh!Pramono menghajar seseorang yang tadi berada di atas tubuh istrinya dengan membabi buta, bahkan untuk melihat wajahnya pun tak sempat. Sedangkan Ranti, tetap berada di atas ranjang dengan air mata berlinang."Ya Allah, kang! Kang sudah, kang! Istighfar!" Leha memburu kakaknya lalu memeluknya erat erat, jika tidak demikian di takutkan nanti orang tersebut meregang nyawa dan bisa menjadi bumerang untuk Pramono."Lepas, dek! Lepas! Makhluk bi a dab seperti itu harus di beri pelajaran! Dimana otaknya dia gadaikan sampai istri orang pun di embatnya?" geram Pramono berusaha memberontak. Namun sekuat yang ia bisa Leha terus menahan bobot tubuhnya."Sabar, kang! Kalau orang itu lapor polisi nanti kakang yang jadi pesakitan! Sekarang hukum bisa di beli, kang!" seru Leha menyadarkan Pramono. Perlahan perlawanan Pramono melemah, lekas lekas dia menyelimuti tubuh polos Ranti yang tergolek lemas di arah ranjang. Bahkan Pramono pun masih belum menyentuhnya sama sekali meng

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 37.

    Kerumunan warga semakin ricuh, saat sebuah tubuh yang tadi tenggelam kembali muncul ke permukaan, lalu di susul seekor buaya yang tidak terlalu besar menggigit salah satu tangannya dan menyeretnya ke arah tepian yang sepi. Warga bersorak dan melempar sesuatu seperti batu batu kecil dan apapun yang bisa mereka temui guna menghalau buaya itu, namun sepertinya sia-sia. "Astagfirullahaladziim." Gus Amar menoleh saat merasa seseorang bicara tepat di belakangnya, dan di sana ia mendapati wajah mendung Dika yang tengah menyorot ke arah buaya tadi."Kenapa turun, Mas? tunggu saja di mobil, sebentar lagi mungkin sudah bisa lewat. Tadi ada bapak bapak sudah telepon pihak kepolisian," jelas Gus Amar yang mengira Dika turun dari mobil karna tak sabar atau bosan menunggu. Namun dengan tatapan nanar Dika malah menunjuk ke arah semak dimana buaya tadi membawa tubuh korbannya. Dengan suara serak Dika berbisik. "Itu Papa saya."Degh Mata Gus Amar membulat sempurna, di telisiknya dalam dalam waj

DMCA.com Protection Status