Vote dan komen terus cerita ini ya terima kasih
“Arggghhhhh, dimana ini?” Mataku yang awalnya terpejam kini terbuka secara perlahan, tubuhku basah kuyup dengan beberapa luka memar yang aku rasakan sangat pedih ketika aku rasakan. Aku tergeletak tak berdaya dengan tubuhku yang menyentuh tanah yang berpasir pada saat itu, bahkan wajahku sendiri menyentuh pasir sehingga menempel di rambut dan di pipi sebelah kananku pada saat itu. Aku benar-benar tidak ingat ketika aku terjatuh dari lorong yang gelap itu, yang aku ingat hanyalah terjatuh dari atas dan aku baru tersadarkan sekarang dengan baju yang basah kuyup dan beberapa luka memar yang ada di sekitar tubuhku pada saat itu. Zraaaaaaas Aku mencoba mengangkat wajahku, dan aku melihat aliran air yang sangat deras seperti sungai mengalir di belakangku, sepertinya aku jatuh dan terbawa arus sungai bawah tanah hingga akhirnya aku sampai di tempat ini. Sebuah tempat yang sepertinya semacam gua yang gelap, namun kini gua tersebut berubah secara perlahan karena mungkin waktu sudah mulai
Siapa yang akan menyangka, di dalam sebuah lorong panjang dengan lebar sepanjang dua meter dengan dinding yang berwarna merah darah dan memancarkan cahaya redup di beberapa titik. Aku akan menemukan mayat-mayat yang berdiri menghalangiku dengan jumlah yang banyak. Mayat-mayat tersebut kondisinya sangat mengenaskan, sepertinya dia sudah berada disana dalam waktu yang lama, tinggal di lorong yang lembab dan menyeramkan ini. Namun, siapa yang membawa mayat-mayat itu kemari, mereka berdiri tidak beraturan menghadapku dengan tatapan yang kosong. Jujur, aku baru kali ini melihat pemandangan yang seperti ini, sudah cukup aku di kejar-kejar oleh para makhluk yang mengejarku ketika aku pertama kali pulang ke kampung ini, tapi itu tidak sebanding dengan pemandangan yang aku lihat sekarang. Karena mereka terlihat seperti mayat-mayat dari orang-orang yang sudah lama meninggal di kampung ini. Namun semuanya tidak bisa aku kenali karena wajah-wajah mereka terlihat hancur seperti ada benda keras
“Bentar-bentar! Kamu itu siapa?” Aku yang tidak tahu siapa yang menarikku pada saat itu langsung bertanya-tanya. Kenapa ada orang lain di tempat ini, disaat yang lain sedang bersembunyi di dalam rumah-rumah mereka ketika malam tiba. Juga, apa yang dia lakukan di tempat ini. Tempat yang penuh akan mayat wanita yang menyeramkan dengan wajahnya yang tampak hancur dan tidak bisa dikenali lagi. “Stttt!” Tiba-tiba dia melewatiku dan memerintahkanku untuk diam sejenak. Dia sedikit melihat ke arah lorong itu untuk melihat mayat-mayat yang berjalan dan mengejarku pada saat itu. “Kamu bisa diam terlebih dahulu tidak, jangan sampai kita diketahui oleh mereka!” “Lebih baik kita menyender terlebih dahulu di dinding, mencoba bersembunyi dari mayat-mayat itu agar kamu tidak tertangkap oleh mereka,” katanya sambil berbisik. Aku tidak terlalu mengerti kenapa aku dan dirinya harus bersembunyi dengan lumpur yang menutupi seluruh tubuhku pada saat itu. Namun karena situasinya sangatlah genting, seh
Suasana yang menegangkan itu akhirnya telah usai, lebih dari setengah jam aku kini berada di dalam celah kecil itu bersama seseorang yang menolongku pada saat itu, beberapa kali orang itu menengok ke arah lorong, memastikan bahwa semuanya aman dan tidak ada lagi para mayat yang tertinggal di belakang.“Sepertinya sudah aman, ayo kita segera keluar dari tempat ini!” katanya sambil menarikku.“Bentar, bentar! Aku belum tahu siapa kamu?”“Bisa saja kamu adalah salah satu orang yang ada di belakang pintuuuuu….”Tiba-tiba, aku langsung menutup mulutku. Aku takut dia adalah orang yang sama dengan sekelompok orang yang ada di lorong di bawah bangunan yang tadi aku masuki pada siang hari.Namun, raut wajahnya yang tertutup oleh lumpur merasa heran, dia seperti tidak tahu lorong apa yang aku bicarakan pada saat itu.“Pintu?” katanya dengan sangat heran.“Pintu mana? Disini gak ada pintu, adanya sebuah lubang gua kecil di deket wilayah keluargaku, dan aku dipercaya untuk membetulkan pipa yang b
Kampung Halimun, seperti namanya yang berarti kampung kabut. Yang berarti kampung ini sering tertutup kabut di waktu-waktu tertentu, kabut yang membuat pandangan kita menjadi terbatas bahkan disertai oleh hujan dari kabut yang tebal yang membuat hawa di sekitarnya semakin dingin. Suasana kabut yang datang dan pergi ini adalah hal yang biasa bagiku juga bagi para warga Kampung Halimun yang terdiri dari tiga keluarga besar yang membentuk sebuah wilayah masing-masing yang berkembang selama ratusan tahun. Karena kabut tersebut adalah keberkahan tersendiri bagi kita semua, dan beberapa orang percaya bahwa kabut itu bisa menutupi kampung yang selama ini menutup diri dari dunia luar, karena para warga kampung sendiri yakin mereka bisa hidup mandiri tanpa adanya bantuan dari luar, dan terbukti selama ratusan tahun kita hidup makmur hidup di tempat ini. Rumah-rumah yang berjajar dengan mewahnya, kendaraan-kendaraan seperti motor-motor trail yang bisa melibas hutan hingga ke jalan provinsi ya
Di dalam lemari yang sempit itu, seorang anak yang ikut terjebak di dalam Kampung Halimun ini ketika malam tiba, dia harus melihat sesuatu yang mengerikan di depan matanya.Matanya tak kuasa menahan kengerian yang mendalam ketika atap dari ruangan itu tiba-tiba berlubang, bersamaan dengan munculnya salah satu makhluk yang sangat besar yang muncul dan menangkap bapaknya yang sedang berjaga di ruangan tersebut untuk menjaganya.Dia berusaha tegar, meskipun hatinya ingin sekali berteriak ketika melihat makhluk tersebut muncul dan membawa bapaknya entah kemana.Dia hanya bisa merasakan tubuhnya berkeringat dingin dengan mata yang terbelalak, juga kedua tangannya yang menutupi mulutnya ketika sang bapak hanya tersenyum dan mengangkat salah satu tangannya ke arah mulutnya untuk membuat dirinya tetap diam di dalam sana.Suatu kejadian yang mungkin saja membuat dirinya trauma, apalagi kini dia hanya sendirian di dalam lemari itu di tengah malam. Tanpa ada siapapun yang bisa menolongnya sekara
Beberapa saat yang lalu. “Diaaaan!” aku berteriak memanggilnya ketika aku mendengar teriakan itu. “Aku mendengarkan teriakan di ujung sana, sepertinya ada orang lain yang seperti kita yang terjebak pada malam ini,” kataku. Namun Dian terus-menerus berlari dan seperti tidak peduli atas apa yang aku katakan. “Lebih baik kamu tidak memikirkan orang lain di saat-saat seperti ini, karena keselamatan kita berdua lebih penting sekarang daripada memikirkan orang lain yang akhirnya membuat kita celaka.” Entah mengapa, apa yang dikatakan Dian membuatku ragu. Aku bahkan menghentikan langkahku dan melihat ke asal suara teriakan itu meskipun apa yang aku lihat hanyalah kabut merah yang tebal dan menutupi pandanganku pada malam itu. Namun, “Dian, Dian, Dian!” Tepat aku menoleh lagi ke arah Dian, aku sudah tidak bisa lagi melihatnya. Dia seperti menghilang di antara kabut tebal ketika aku berhenti dalam beberapa saat. “DIAAAAAAAANN!” Aku bahkan berteriak dengan sangat kencang, namun tetap
Kabut merah masih memenuhi seluruh kampung pada malam ini, aku tidak tahu kapan ini akan berakhir. Karena aku sendiri tidak tahu sudah jam berapa sekarang, bahkan aku juga tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan di tempat yang seperti ini. Kali ini, aku menemukan seorang anak, yang juga terjebak sepertiku pada malam ini. Setelah aku menemukan sesuatu yang membuatku bertanya-tanya, aku meyakini bahwa anak ini tidak mengetahui apa-apa tentang apa yang sedang disembunyikan di dalam rumah sebelah. Kertas-kertas yang berserakan di dalam ruangan itu aku ambil dan aku bawa sebelum aku akhirnya menemukan anak ini yang sedang bersembunyi di dalam lemari. Anak ini sepertinya sangat shock ketika pertama kali melihat ku yang membuka lemari itu, wajahnya yang benar-benar ketakutan terlihat dengan jelas pada saat itu. Aku yang datang mencoba untuk menenangkannya, karena aku tahu hal ini akan berat untuknya, apalagi dia sendirian di tempat yang menyeramkan seperti ini. “Jadi, namamu Toni, dan