Beberapa saat yang lalu. “Diaaaan!” aku berteriak memanggilnya ketika aku mendengar teriakan itu. “Aku mendengarkan teriakan di ujung sana, sepertinya ada orang lain yang seperti kita yang terjebak pada malam ini,” kataku. Namun Dian terus-menerus berlari dan seperti tidak peduli atas apa yang aku katakan. “Lebih baik kamu tidak memikirkan orang lain di saat-saat seperti ini, karena keselamatan kita berdua lebih penting sekarang daripada memikirkan orang lain yang akhirnya membuat kita celaka.” Entah mengapa, apa yang dikatakan Dian membuatku ragu. Aku bahkan menghentikan langkahku dan melihat ke asal suara teriakan itu meskipun apa yang aku lihat hanyalah kabut merah yang tebal dan menutupi pandanganku pada malam itu. Namun, “Dian, Dian, Dian!” Tepat aku menoleh lagi ke arah Dian, aku sudah tidak bisa lagi melihatnya. Dia seperti menghilang di antara kabut tebal ketika aku berhenti dalam beberapa saat. “DIAAAAAAAANN!” Aku bahkan berteriak dengan sangat kencang, namun tetap
Kabut merah masih memenuhi seluruh kampung pada malam ini, aku tidak tahu kapan ini akan berakhir. Karena aku sendiri tidak tahu sudah jam berapa sekarang, bahkan aku juga tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan di tempat yang seperti ini. Kali ini, aku menemukan seorang anak, yang juga terjebak sepertiku pada malam ini. Setelah aku menemukan sesuatu yang membuatku bertanya-tanya, aku meyakini bahwa anak ini tidak mengetahui apa-apa tentang apa yang sedang disembunyikan di dalam rumah sebelah. Kertas-kertas yang berserakan di dalam ruangan itu aku ambil dan aku bawa sebelum aku akhirnya menemukan anak ini yang sedang bersembunyi di dalam lemari. Anak ini sepertinya sangat shock ketika pertama kali melihat ku yang membuka lemari itu, wajahnya yang benar-benar ketakutan terlihat dengan jelas pada saat itu. Aku yang datang mencoba untuk menenangkannya, karena aku tahu hal ini akan berat untuknya, apalagi dia sendirian di tempat yang menyeramkan seperti ini. “Jadi, namamu Toni, dan
“Dimana aku?” Aku tiba-tiba berada di satu tempat yang asing, semuanya berkabut seperti halnya Kampung Halimun ketika kabut sedang turun dan menutupi seluruh kampung dengan warna putihnya. Aku melihat ke sekeliling rumah itu, dan melihat banyak sekali rumah-rumah panggung yang tertutup kabut putih di sekelilingku, Rumah-rumah dengan kayu-kayu hutan yang ditempel sedemikian rupa namun rumah itu tampak sangat indah. Karena banyak sekali ukiran-ukiran dari dinding kayu yang telah di serut sehingga menghasilkan kayu yang halus lalu dirangkai hingga membentuk suatu rumah yang sangat cantik seperti rumah-rumah adat zaman dahulu yang kini dilestarikan. Aku merasa terheran-heran, dimanakah aku sekarang berada. Rasanya ini bukanlah Kampung Halimun yang aku kenal. Meskipun terakhir aku mengingatnya bahwa Kampung Halimun berubah ketika malam tiba, tapi aku masih bisa mengenali bangunannya sehingga aku yakin aku masih berada di tempat yang sama. Namun kali ini, tempat aku berdiri sekarang ta
Aku langsung terbangun, tepat ketika Toni membangunkanku di pagi itu. Meskipun kepalaku sedikit pusing dan mulutku yang masih mual-mual hingga saat ini karena mimpi yang aku rasakan terasa sangat nyata bagiku. Namun aku tetap berdiri dan mengikuti Toni ke arah luar untuk melihat keadaan rumah itu yang tidak berubah saat pagi tiba. Tempat yang seharusnya berubah menjadi tempat yang nyaman ketika di huni oleh Toni dan keluarganya, kini masih sama seperti ketika aku memasukinya pada malam hari. Dindingnya masih kusam, bahkan beberapa darinya terasa lapuk ketika aku sentuh. Apalagi masih banyak pintu-pintu yang di dalamnya banyak ruangan kosong seperti ketika aku masuk pertama kali ke rumah ini. Aku mengikuti Toni yang berlari kecil ke arah pintu rumah, dan menunjukan bahwa kini Kampung Halimun dipenuhi oleh kabut putih tebal yang menutupi pandanganku pada saat itu. Kabut itu terasa sangat terang, karena sepertinya sinar matahari pagi sudah muncul sehingga suasana tidak seseram ketika
Kampung Halimun, adalah sebuah kampung yang sudah ada selama beratus-ratus tahun di tengah-tengah hutan ini. Sebenarnya, Kampung Halimun ini adalah kampung yang tidak bernama, namun karena selalu ada kabut yang turun di tengah hutan dan menyelimuti seluruh kampung, maka munculah kata halimun yang mengacu pada kampung tersebut. Alasan mereka mendirikan kampung di tengah hutan seperti ini masih belum diketahui, warganya adalah tiga keluarga besar yang dulunya mempunyai tempat di kerajaan. Namun akhirnya mengungsi ke dalam hutan ini karena sesuatu hal. Budaya akan ritual-ritual leluhur mereka sangatlah kuat. Mereka membangun kampung di tengah hutan tanpa meninggalkan budaya-budaya yang mereka anut selama beratus-ratus tahun. Ritual-ritual itu bertahan dan diturunkan kepada orang-orang yang menjadi keturunan mereka. Bahkan mungkin saja, ritual-ritual itu masih berlaku hingga hari ini, dimana hanya sebagian orang terutama orang-orang yang sudah berumur yang tahu akan ritual tersebut. Sa
Tempat yang awalnya Dian masuki untuk bersembunyi pada malam itu, kini tampak hancur berantakan. Sebuah lorong seperti gua dengan ruangan besar di dalamnya dan pintu besi yang kokoh untuk bersembunyi kini terbuka dengan lebar, dengan banyaknya mayat yang bergelimpangan dimana-mana. Banyak darah yang bercucuran, di dinding, di lantai, bahkan di langit-langit tempat itu. mereka seperti merasakan sesuatu yang sangat menakutkan sehingga tidak bisa berbuat apa-apa. Pintu masuk tersebut hanyalah satu-satunya jalan bagi mereka untuk masuk dan keluar dari tempat itu. Dan kini, mereka harus merasakan sesuatu yang sangat mencekam, karena ada sesuatu yang datang ke hadapan mereka secara tiba-tiba dan membuat mereka meregang nyawa di tempat itu. Kini, hanya beberapa saja yang masih bertahan, mereka yang masih selamat lebih memilih bersembunyi di suatu tempat atau di dalam benda yang bisa menyembunyikan diri mereka hingga teror itu selesai, dan itu yang dilakukan Dian di dalam sana. Dia bersemb
Sebenarnya, selain tempat persembunyian Dian yang kini telah porak poranda dengan banyaknya mayat yang bergelimpangan dimana-mana, masih banyak tempat-tempat yang tersembunyi di Kampung Halimun ini. Kampung yang ada selama beratus-ratus tahun lamanya dan hingga saat ini menjadi kampung mandiri di tengah hutan tanpa ada satu orang pun yang ingin membuka diri untuk bisa terkoneksi dengan dunia luar. Membuat Kampung Halimun menjadi kampung yang sangat terpencil. Akses satu-satunya yang berupa jalan kecil yang berupa tanah dan berbatu di tengah hutan hanya bisa dilewati oleh motor trail yang dipunyai oleh seluruh warga yang tinggal di Kampung Halimun ini. Para warga yang ada di luar kampung pun merasa enggan masuk ke Kampung Halimun, selain karena jaraknya cukup jauh dari jalan provinsi, juga mereka merasa iri dengan perkembangan kampung yang begitu megahnya. Padahal, mereka hidup di tengah hutan, sehingga para warga kampung menganggap bahwa Kampung Halimun penuh dengan ritual pesugiha
Aku yang mendengar sebuah suara wanita yang sedang membuka pintu rumah yang kini aku tempati tiba-tiba langsung melihat sosok wanita itu.Sesosok wanita tersebut berjalan ke dalam rumah tanpa ada kekhawatiran akan para makhluk yang berada di balik kabut diluar sana. Dia berkata kepadaku seperti sudah mengenalku begitu lama, mungkin karena dia masih dalam satu keluarga besar yang sama denganku pada saat itu.Lama kelamaan, akhirnya sosok wanita itu terlihat. Tubuhnya terlihat sangat ramping, dia memakai baju kebaya yang cantik berwarna coklat keemasan dengan rambutnya yang diikat kebelakang. Wanita itu tersenyum kepadaku dan kepada Toni pada saat itu, kedua tangannya saling memegang satu sama lain dan mendekati kita berdua secara perlahan pada saat itu.Toni yang kaget ketika melihat sosok itu langsung berlari ke belakang punggungku, dia benar-benar takut ketika dia melihat sosok yang asing, karena dia tidak mau dirinya seperti bapaknya yang hilang hingga saat ini, setelah diambil oleh