Support terus cerita ini ya dan jangan lupa saya sedang menyiapkan cerita baru, sambil menunggu bisa baca cerita ini sebelum nantinya ada cerita baru yang tidak kalah seramnya dengan cerita yang saya buat vote dan komen ya terima kasih
Aku langsung terbangun, tepat ketika Toni membangunkanku di pagi itu. Meskipun kepalaku sedikit pusing dan mulutku yang masih mual-mual hingga saat ini karena mimpi yang aku rasakan terasa sangat nyata bagiku. Namun aku tetap berdiri dan mengikuti Toni ke arah luar untuk melihat keadaan rumah itu yang tidak berubah saat pagi tiba. Tempat yang seharusnya berubah menjadi tempat yang nyaman ketika di huni oleh Toni dan keluarganya, kini masih sama seperti ketika aku memasukinya pada malam hari. Dindingnya masih kusam, bahkan beberapa darinya terasa lapuk ketika aku sentuh. Apalagi masih banyak pintu-pintu yang di dalamnya banyak ruangan kosong seperti ketika aku masuk pertama kali ke rumah ini. Aku mengikuti Toni yang berlari kecil ke arah pintu rumah, dan menunjukan bahwa kini Kampung Halimun dipenuhi oleh kabut putih tebal yang menutupi pandanganku pada saat itu. Kabut itu terasa sangat terang, karena sepertinya sinar matahari pagi sudah muncul sehingga suasana tidak seseram ketika
Kampung Halimun, adalah sebuah kampung yang sudah ada selama beratus-ratus tahun di tengah-tengah hutan ini. Sebenarnya, Kampung Halimun ini adalah kampung yang tidak bernama, namun karena selalu ada kabut yang turun di tengah hutan dan menyelimuti seluruh kampung, maka munculah kata halimun yang mengacu pada kampung tersebut. Alasan mereka mendirikan kampung di tengah hutan seperti ini masih belum diketahui, warganya adalah tiga keluarga besar yang dulunya mempunyai tempat di kerajaan. Namun akhirnya mengungsi ke dalam hutan ini karena sesuatu hal. Budaya akan ritual-ritual leluhur mereka sangatlah kuat. Mereka membangun kampung di tengah hutan tanpa meninggalkan budaya-budaya yang mereka anut selama beratus-ratus tahun. Ritual-ritual itu bertahan dan diturunkan kepada orang-orang yang menjadi keturunan mereka. Bahkan mungkin saja, ritual-ritual itu masih berlaku hingga hari ini, dimana hanya sebagian orang terutama orang-orang yang sudah berumur yang tahu akan ritual tersebut. Sa
Tempat yang awalnya Dian masuki untuk bersembunyi pada malam itu, kini tampak hancur berantakan. Sebuah lorong seperti gua dengan ruangan besar di dalamnya dan pintu besi yang kokoh untuk bersembunyi kini terbuka dengan lebar, dengan banyaknya mayat yang bergelimpangan dimana-mana. Banyak darah yang bercucuran, di dinding, di lantai, bahkan di langit-langit tempat itu. mereka seperti merasakan sesuatu yang sangat menakutkan sehingga tidak bisa berbuat apa-apa. Pintu masuk tersebut hanyalah satu-satunya jalan bagi mereka untuk masuk dan keluar dari tempat itu. Dan kini, mereka harus merasakan sesuatu yang sangat mencekam, karena ada sesuatu yang datang ke hadapan mereka secara tiba-tiba dan membuat mereka meregang nyawa di tempat itu. Kini, hanya beberapa saja yang masih bertahan, mereka yang masih selamat lebih memilih bersembunyi di suatu tempat atau di dalam benda yang bisa menyembunyikan diri mereka hingga teror itu selesai, dan itu yang dilakukan Dian di dalam sana. Dia bersemb
Sebenarnya, selain tempat persembunyian Dian yang kini telah porak poranda dengan banyaknya mayat yang bergelimpangan dimana-mana, masih banyak tempat-tempat yang tersembunyi di Kampung Halimun ini. Kampung yang ada selama beratus-ratus tahun lamanya dan hingga saat ini menjadi kampung mandiri di tengah hutan tanpa ada satu orang pun yang ingin membuka diri untuk bisa terkoneksi dengan dunia luar. Membuat Kampung Halimun menjadi kampung yang sangat terpencil. Akses satu-satunya yang berupa jalan kecil yang berupa tanah dan berbatu di tengah hutan hanya bisa dilewati oleh motor trail yang dipunyai oleh seluruh warga yang tinggal di Kampung Halimun ini. Para warga yang ada di luar kampung pun merasa enggan masuk ke Kampung Halimun, selain karena jaraknya cukup jauh dari jalan provinsi, juga mereka merasa iri dengan perkembangan kampung yang begitu megahnya. Padahal, mereka hidup di tengah hutan, sehingga para warga kampung menganggap bahwa Kampung Halimun penuh dengan ritual pesugiha
Aku yang mendengar sebuah suara wanita yang sedang membuka pintu rumah yang kini aku tempati tiba-tiba langsung melihat sosok wanita itu.Sesosok wanita tersebut berjalan ke dalam rumah tanpa ada kekhawatiran akan para makhluk yang berada di balik kabut diluar sana. Dia berkata kepadaku seperti sudah mengenalku begitu lama, mungkin karena dia masih dalam satu keluarga besar yang sama denganku pada saat itu.Lama kelamaan, akhirnya sosok wanita itu terlihat. Tubuhnya terlihat sangat ramping, dia memakai baju kebaya yang cantik berwarna coklat keemasan dengan rambutnya yang diikat kebelakang. Wanita itu tersenyum kepadaku dan kepada Toni pada saat itu, kedua tangannya saling memegang satu sama lain dan mendekati kita berdua secara perlahan pada saat itu.Toni yang kaget ketika melihat sosok itu langsung berlari ke belakang punggungku, dia benar-benar takut ketika dia melihat sosok yang asing, karena dia tidak mau dirinya seperti bapaknya yang hilang hingga saat ini, setelah diambil oleh
Hihihihi Hihihihi HIHIHIHIHI Suara tertawa itu menggema ke seluruh ruangan yang aku tempati pada saat ini, aku benar-benar tidak percaya atas apa yang aku lihat sekarang. Wajah wanita itu sangat mirip dengan gambar sesosok wanita yang ada di tengah-tengah simbol yang ada di dalam rumah Toni pada waktu itu. Aku bisa dengan jelas menyamakan itu semua, rambutnya yang tiba-tiba terurai panjang, wajahnya yang cantik dan anggun seperti seorang putri dari kerajaan sunda yang khas pada masa lampau, juga senyumnya yang kini menyeringai kepadaku pada saat itu. Tempat duduknya pun tiba-tiba berubah, menjadi seperti singgasana yang berwarna hitam gelap, yang dipenuhi oleh tengkorak-tengkorak manusia yang ada di beberapa bagian dari kursi itu. Jadi, siapakah dia, apakah dia adalah sosok yang dianggap NU MAHA AGUNG oleh para warga Kampung Halimun selama ini. Apakah dia juga penyebab dari semua ini, sehingga mereka harus melakukan ritual itu setiap lima puluh tahun sekali. Lalu, seperti apa ri
Tak terasa, matahari sudah semakin meninggi bahkan mungkin sinarnya yang menghangatkan hati dan pikiran kini secara perlahan-lahan kembali turun ke arah barat dengan sinarnya yang ke kuning-kuningan. Jujur, aku tidak bisa merasakan hal itu, semua jam dinding dan alat komunikasi yang ada tidak berfungsi di tempat ini. Matahari yang bersinar pun tidak bisa menembus kabut tebal yang menutupi Kampung Halimun tempat aku berdiri sekarang. Aku benar-benar melihat kampung ini seperti dalam mimpiku, semuanya putih dan menutupi pandanganku pada saat itu. Kabut yang turun di Kampung Halimun biasanya tidak akan setebal ini, biasanya hanya turun dari siang hingga sore dan ketika malam kabut itu akan menghilang dengan sendirinya, itu juga bisa disertai dengan hujan kabut yang tipis yang bisa menyejukan. Namun, berbeda dengan sekarang, rasa takut dan aura yang mencekam kini aku rasakan. Meskipun aku yakin saat ini masihlah siang hari, namun itu tidak menjamin adanya makhluk seperti tadi yang memba
Fasilitas di Kampung Halimun sebenarnya sangat lengkap, mereka yang ingin bisa mandiri tanpa ada campur tangan dari masyarakat luas mau tidak mau harus membuat bangunan-bangunan yang bisa mereka pakai untuk keperluan mereka. Sekolah Swasta, Kantor Desa, Gedung Serbaguna, Klinik dan Puskesmas, juga tempat-tempat hiburan yang bisa mereka nikmati tanpa harus keluar kampung. Mereka yang bisa mendapatkan jabatan juga suatu prestasi dengan mudahnya diluaran sana, diwajibkan kembali lagi ke kampung ketika semuanya sudah tercapai. Seperti menjadi Guru, menjadi Dokter atau Bidan, juga menjadi orang-orang yang bisa menempati sektor-sektor penunjang kehidupan kampung agar bisa lebih baik. Tak jarang, mereka pulang membawa istri dan anaknya yang sudah mereka nikahi diluar kampung sehingga membuat Kampung Halimun semakin lama semakin besar dengan tiga keluarga utama yang menjadi penopangnya. Namun, semuanya sudah berubah, sekolah tampak kosong, bidan dan dokter tampak sibuk mencari orang-orang y