Aku terdiam melihat Ibu menangis siang itu, kulihat orang-orang yang berlalu lalang kini tidak sesemangat seperti dahulu. Terlihat dari kepanikan wajah-wajah mereka yang seolah-olah menginginkan hal yang terjadi ini akan segera berakhir.
“Ibu tidak tahu kapan persisnya Abdi,” kata Ibuku sembari memegang tanganku.
“Ini dimulai sejak empat hari yang lalu, semuanya tampak normal, Ibu dan Bapakmu seperti biasa pergi ke ladang untuk berkebun dan memanen sayuran yang nantinya akan diberikan ke pengepul di jalan besar dekat hutan perbatasan.”
Kulihat wajahnya Ibu tampak sedih ketika dia menceritakan tentang hal yang sebenarnya, aku yang masih belum mengerti tentang semua ini hanya bisa terdiam melihat Ibuku bercerita tentang apa yang dia ketahui selama ini.
“Ibu tidak tahu bagaimana awalnya terjadi seperti ini, Ibu dan Bapak pulang dari kebun sore hari, dan melihat aktivitas kampung seperti biasa.”
“Namun ketika magrib menjelang, tiba-tiba terdengar teriakan orang yang berada dari luar, semuanya sungguh kacau. Banyak yang tidak percaya dengan kampung yang tiba-tiba berubah, Ibu yang saat itu ada di rumah berusaha menyelamatkan diri dengan bersembunyi di dalam lemari. Sedangkan Bapak berjaga di dalam rumah hingga pagi menjelang.”
Aku seakan tidak percaya atas apa yang Ibu ceritakan, seakan-akan cerita ini adalah cerita dongeng ataupun cerita dari film-film fantasi yang sering aku tonton. Namun aku juga tidak menepis hal itu, karena aku sendiri mengalami hal yang sama ketika pertama kali datang ke kampung ini.
“Ibu tidak sanggup lagi apabila mengingat kembali kejadian itu, di dalam lemari Ibu ketakutan, badan Ibumu ini tidak henti-hentinya bergetar, bahkan semalaman Ibu tidak tidur. Begitupun juga Bapak, Abdi. Dia menjaga Ibu hingga pagi tiba."
Kacau, sungguh kacau. Ibu menceritakan hal yang sangat mengerikan yang terjadi empat hari yang lalu di Kampung Halimun, sesuatu yang tidak akan disangka-sangka oleh seluruh warga Kampung Halimun pada waktu itu.
Suatu kampung yang asri dan sejahtera, dan terkenal damai karena sistem yang dikerjakan secara mandiri tanpa bantuan dari pihak luar. Kini keadaanya sangat mengenaskan.
Dalam satu malam Kampung Halimun mengalami teror yang menakutkan, beruntung Ibu dan Bapak sudah ada di rumah pada malam itu, namun untuk orang-orang yang biasanya nongkrong di luar rumah dengan motor trailnya, juga penjaga warung yang buka hingga waktu malam, mereka menjadi sasaran empuk untuk para makhluk yang datang di malam itu. Karena mereka tidak menyangka kampung yang dihuni oleh mereka, seketika berubah menjadi menyeramkan. Dan mereka terjebak di sana sepanjang malam.
Kampung Halimun tiba-tiba berubah dengan sendirinya. Kampung yang asri itu didatangi makhluk yang menyeramkan datang ke kampung setiap malam, sehingga setiap malam Kampung Halimun menjadi kampung yang dihuni oleh para makhluk yang menyeramkan, dan hal itu sudah berlangsung beberapa hari.
Muncul banyak teriakan dan suara menyeramkan di kampung tersebut setiap malam. Suara tertawa yang melengking terdengar dari luar, juga suara geraman seperti hewan buas dan ketukan pintu yang mengetuk setiap rumah terdengar setiap malam, para warga tidak berani membuka pintu mereka. Bahkan jendela-jendela mereka tertutup sangat rapat, beberapa warga bahkan sengaja menutup pintu dan jendela mereka dengan lemari atau meja, karena khawatir para makhluk itu akan merangkak masuk ke dalam rumah dan meneror mereka.
Mereka tidak mengerti kenapa hal ini terjadi, hal yang mereka sendiri tidak tahu penyebabnya seperti apa. Namun teror itu berlangsung setiap malam dan berakhir dengan sendirinya ketika sinar matahari pagi muncul dari sela-sela pepohonan di Kampung Halimun.
Hanya rumah-rumah warga yang menjadi tempat berlindung paling aman apabila malam tiba. Sungguh aneh memang, karena para makhluk itu hanya menggedor pintu rumah atau membuat suara di tembok-tembok rumah, tanpa sekalipun sengaja masuk dan tidak mengganggu rumah-rumah warga. Mereka hanya mengganggu dan berdiam diri di bangunan-bangunan yang bukan berbentuk rumah, seperti gedung olahraga, gedung pertemuan, Puskesmas dan yang lainnya.
“Tapi Bu,” aku mencoba memotong pembicaraan Ibuku yang sedang bercerita mengenai kejadian tersebut ketika aku tidak ada.
“Ketika aku terjebak di sana, aku bersembunyi di dalam rumah, namun makhluk itu merangkak masuk ke rumah tersebut hingga aku tidak sadarkan diri di sana,” kataku kepada Ibu.
Namun Ibu hanya menggelengkan kepala, karena situasi yang aku ceritakan dengan hal yang Ibu ketahui sungguh berbeda, dia bilang bahwa aku bersembunyi di dalam rumah keluarga Mandala dan tidak mungkin tidak ada orang di rumah tersebut. Apalagi keluarga Mandala mempunyai tradisi untuk membuat rumahnya menjadi tempat tinggal yang bisa dihuni oleh beberapa keluarga.
Jadi sangat tidak mungkin apabila aku masuk ke rumah tersebut tanpa sekalipun melihat keluarga mereka yang ada di dalam rumah.
Aku semakin bingung dengan penjelasan Ibu, karena aku melihat sendiri bahwa rumah itu kosong. Namun akhirnya aku tidak terlalu memperdulikan hal itu, karena aku tidak mempunyai bukti yang cukup kuat untuk menyakinkan Ibuku saat itu.
“Lalu orang-orang yang terjebak di malam hari apakah banyak yang selamat sepertiku Bu?” kataku.
Ibu sejenak terdiam, dia seperti mencoba menyusun kata sebelum berbicara kepadaku.
“Hanya beberapa yang bisa selamat Abdi, sisanya hilang entah ke mana," kata Ibuku.
Menurut Ibu, hampir seperempat warga kampung kini menghilang entah kemana, tua, muda, laki-laki, perempuan mereka menghilang secara misterius dan belum ditemukan hingga sekarang.
Biasanya mereka hilang karena belum sempat menyelamatkan diri ketika sore hari, sehingga mereka terjebak dan hilang ketika pagi hari.
“Lalu kenapa Bapak bisa menghilang juga Bu? bukannya Bapak ada di rumah bersama Ibu?” kataku kepada Ibu.
Ibu kemudian menunduk, wajahnya terlihat sedih. Dia seperti tidak ingin membicarakan hal tersebut, namun akhirnya dia menguatkan dirinya dan berkata kepadaku.
“Bapak dan beberapa orang berniat untuk mencari para warga yang hilang Abdi, atas perintah tetua kampung mereka membentuk tim yang terdiri dari beberapa perwakilan dari tiga keluarga yang ada di Kampung Halimun.”
“Sebagai orang yang dituakan dari keluarga Wilaga, Bapak ikut mencari bersamaan dengan orang-orang dari keluarga Tarmana dan Mandala.”
“Tim pertama dibentuk untuk memberitahukan apabila waktu malam hampir tiba, mereka bekerja berkeliling kampung setiap sore untuk memberitahukan warga bahwa waktu malam sudah tiba, dan tim kedua yang bertugas mencari para warga yang hilang. Namun naas, tim kedua yang didalamnya ada Bapak tak kunjung kembali Abdi. ”
Ibu kembali menangis, air matanya terlihat jatuh di depanku. Aku tidak tega melihat Ibu menangis tersedu-sedu di depanku, karena dia kehilangan suaminya akibat kondisi kampung yang seperti ini.
“Kita terjebak Abdi, satu hari setelah kejadian itu, warga kampung berbondong-bondong keluar kampung. Namun seperti yang kamu lihat, jembatan penghubung kampung tiba-tiba berubah menjadi jurang yang sangat dalam sehingga kita terjebak di kampung ini dengan teror yang seperti ini setiap malam.”
Aku seketika memeluk Ibuku saat itu, aku tak kuasa menahan air mata atas kesedihan yang dialami orang tuaku, muncul banyak pertanyaan sepulangnya aku dari penjara. Kampung tempat aku hidup kini berubah sepenuhnya menjadi kampung yang menakutkan.
“Ada sesuatu yang salah,” aku bergumam sendiri.
“Ibu tidak usah khawatir, Ibu diam aja dirumah, biar aku aja yang mencari Bapak, karena aku juga tidak tahu kondisi kampung saat ini, jadi aku harus berkeliling kampung terlebih dahulu. Semoga hal itu bisa memberikan aku petunjuk.”
“Udah, udah Ibu jangan menangis lagi ya. Bapak pasti pulang kok,” kataku menyemangati Ibu.
Aku pun menyuruh Ibu beristirahat, aku juga berpikir untuk mengetahui sesuatu yang ada dibalik peristiwa ini. Karena pasti ada sesuatu yang salah yang mengakibatkan Kampung Halimun menjadi seperti ini.
Dan akhirnya ketika Ibu beranjak dari kamarku, aku bertanya.
“Bu apakah Ibu tahu ke mana pertama kali Bapak pergi untuk mencari warga yang hilang?"
Terima kasih akhirnya novel ini bisa muncul di Aplikasi Jangan lupa vote dan komen supaya bisa tetap semangat uploab bab-bab terbaru ya Terima kasih
Waktu sudah beranjak siang di Kampung Halimun, sinar matahari menyinari Kampung Halimun, sinarnya dengan sangat terang. Juga angin hutan yang sejuk membuat hawa di Kampung Halimun sangat sejuk. Setelah beristirahat cukup dan makan sarapan yang dibuatkan ibu, aku pun mulai menyiapkan diri untuk mengungkap misteri hilangnya Bapak. Aku yang saat itu berdiam diri di kamar mengetahui tempat yang akan Bapak tuju sewaktu menghilang, dan akupun mencoba mencari tahu dengan menggambar peta sederhana di sebuah kertas untuk patokanku mencari Bapak. “Bu!” kataku. “Apabila aku belum pulang ketika sore tiba, kunci pintunya! Jangan menungguku! “ “Aku akan mencari tempat untuk berlindung di dekatku ketika sore tiba.” aku tersenyum kepada Ibu. Ibuku sempat melarang aku untuk berangkat kembali, karena belum satu hari dia bertemu anak satu-satunya. Namun dia akan kembali keluar untuk mencari Bapaknya yang sudah menghilang selama tiga hari ini. Namun aku meyakinkan Ibuku bahwa aku akan baik-baik saj
“Akhirnya aku menemukan pintu masuknya, tapi apa benar Bapak kesini?” Aku masih memikirkan tentang Bapak, Bapak yang bertubuh gemuk pasti akan kesulitan untuk melewati semak-semak ini. Apalagi pintu depan yang seharusnya dimasuki kini tertutup bilik bambu, sehingga aku harus memutar menyusuri dinding hingga sampai di belakang bangunan tersebut. Dan terlihat sebuah pintu belakang yang sudah rusak dan bisa dibuka sehingga aku bisa melangkahkan kakiku ke dalam. Baru kali ini aku melangkahkan kaki di bangunan ini, sedari kecil aku tidak diperbolehkan masuk ke dalam beberapa bangunan yang biasanya dipakai untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu di Kampung Halimun, salah satu nya bangunan ini. Ibu dan Bapak selalu menyuruhku untuk tidak memandangi bangunan ini terlalu lama ketika aku melintas di bangunan ini untuk ke sawah. Dan itu tidak berlaku untukku saja, namun itu juga berlaku untuk anak-anak kecil yang berada di Kampung Halimun. Mereka diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak ber
Aku yang sudah tiga tahun berada di luar kampung kini merasakan kebingungan yang luar biasa, apalagi seumur hidupku aku baru pertama kali masuk ke bangunan ini. Namun, aku lebih merasa heran dengan kedua orang tadi yang mengobrol dengan santai bahkan gelagat mereka justru terlihat biasa saja, saat dimana orang lain sedang panik karena mereka tidak bisa keluar kampung dan terjebak disini entah sampai kapan. Aku pun akhirnya menuruni tangga tersebut secara perlahan. Aku sengaja memelankan suara langkahku karena aku takut diketahui oleh mereka berdua, karena aku merasa tempat yang akan mereka tuju mempunyai sesuatu yang disembunyikan yang tidak diketahui oleh warga. Dibawah tangga tersebut terdapat lorong yang sangat panjang, sebuah lorong yang terlihat seperti sebuah gua, seperti gua belanda dengan dinding yang sudah diberi semen sehingga dindingnya terlihat sangat mulus. Juga, ada beberapa lampu lima watt yang menyala di dalam lorong tersebut sehingga tidak menyulitkanku untuk meliha
“Berhentiii!” kata salah satu orang yang mengejarku pada saat itu. Beberapa orang yang ada di depannya mendadak berhenti, tepat ketika langkah kaki mereka akan melewati lorong gelap yang sudah aku lewati sebelumnya pada saat itu. “Sepertinya tidak mungkin lari ke sebelah sini, karena disini ada lorong gelap yang kita sendiri pun tidak tahu ujungnya seperti apa, karena lorong ini sudah ada dari zaman leluhur kita dulu. Kita harus waspada karena banyak sekali tempat yang bisa membahayakan kita di kampung ini.” “Lebih baik kita balik lagi ke belakang dan memberitahu bahwa orang yang menguping pembicaraan kita tidak lewat sini.” Beberapa orang yang mendengar ucapan itu akhirnya mengangguk, mereka akhirnya membalikan badannya dan berjalan kembali ke sebuah ruangan kecil tempat yang menjadi pintu keluar dari lorong ini. Tampak, beberapa orang yang lain sedang duduk dan berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke arah dinding di ruangan kecil tersebut. Mereka terlihat menunggu sambil menghis
“Arggghhhhh, dimana ini?” Mataku yang awalnya terpejam kini terbuka secara perlahan, tubuhku basah kuyup dengan beberapa luka memar yang aku rasakan sangat pedih ketika aku rasakan. Aku tergeletak tak berdaya dengan tubuhku yang menyentuh tanah yang berpasir pada saat itu, bahkan wajahku sendiri menyentuh pasir sehingga menempel di rambut dan di pipi sebelah kananku pada saat itu. Aku benar-benar tidak ingat ketika aku terjatuh dari lorong yang gelap itu, yang aku ingat hanyalah terjatuh dari atas dan aku baru tersadarkan sekarang dengan baju yang basah kuyup dan beberapa luka memar yang ada di sekitar tubuhku pada saat itu. Zraaaaaaas Aku mencoba mengangkat wajahku, dan aku melihat aliran air yang sangat deras seperti sungai mengalir di belakangku, sepertinya aku jatuh dan terbawa arus sungai bawah tanah hingga akhirnya aku sampai di tempat ini. Sebuah tempat yang sepertinya semacam gua yang gelap, namun kini gua tersebut berubah secara perlahan karena mungkin waktu sudah mulai
Siapa yang akan menyangka, di dalam sebuah lorong panjang dengan lebar sepanjang dua meter dengan dinding yang berwarna merah darah dan memancarkan cahaya redup di beberapa titik. Aku akan menemukan mayat-mayat yang berdiri menghalangiku dengan jumlah yang banyak. Mayat-mayat tersebut kondisinya sangat mengenaskan, sepertinya dia sudah berada disana dalam waktu yang lama, tinggal di lorong yang lembab dan menyeramkan ini. Namun, siapa yang membawa mayat-mayat itu kemari, mereka berdiri tidak beraturan menghadapku dengan tatapan yang kosong. Jujur, aku baru kali ini melihat pemandangan yang seperti ini, sudah cukup aku di kejar-kejar oleh para makhluk yang mengejarku ketika aku pertama kali pulang ke kampung ini, tapi itu tidak sebanding dengan pemandangan yang aku lihat sekarang. Karena mereka terlihat seperti mayat-mayat dari orang-orang yang sudah lama meninggal di kampung ini. Namun semuanya tidak bisa aku kenali karena wajah-wajah mereka terlihat hancur seperti ada benda keras
“Bentar-bentar! Kamu itu siapa?” Aku yang tidak tahu siapa yang menarikku pada saat itu langsung bertanya-tanya. Kenapa ada orang lain di tempat ini, disaat yang lain sedang bersembunyi di dalam rumah-rumah mereka ketika malam tiba. Juga, apa yang dia lakukan di tempat ini. Tempat yang penuh akan mayat wanita yang menyeramkan dengan wajahnya yang tampak hancur dan tidak bisa dikenali lagi. “Stttt!” Tiba-tiba dia melewatiku dan memerintahkanku untuk diam sejenak. Dia sedikit melihat ke arah lorong itu untuk melihat mayat-mayat yang berjalan dan mengejarku pada saat itu. “Kamu bisa diam terlebih dahulu tidak, jangan sampai kita diketahui oleh mereka!” “Lebih baik kita menyender terlebih dahulu di dinding, mencoba bersembunyi dari mayat-mayat itu agar kamu tidak tertangkap oleh mereka,” katanya sambil berbisik. Aku tidak terlalu mengerti kenapa aku dan dirinya harus bersembunyi dengan lumpur yang menutupi seluruh tubuhku pada saat itu. Namun karena situasinya sangatlah genting, seh
Suasana yang menegangkan itu akhirnya telah usai, lebih dari setengah jam aku kini berada di dalam celah kecil itu bersama seseorang yang menolongku pada saat itu, beberapa kali orang itu menengok ke arah lorong, memastikan bahwa semuanya aman dan tidak ada lagi para mayat yang tertinggal di belakang.“Sepertinya sudah aman, ayo kita segera keluar dari tempat ini!” katanya sambil menarikku.“Bentar, bentar! Aku belum tahu siapa kamu?”“Bisa saja kamu adalah salah satu orang yang ada di belakang pintuuuuu….”Tiba-tiba, aku langsung menutup mulutku. Aku takut dia adalah orang yang sama dengan sekelompok orang yang ada di lorong di bawah bangunan yang tadi aku masuki pada siang hari.Namun, raut wajahnya yang tertutup oleh lumpur merasa heran, dia seperti tidak tahu lorong apa yang aku bicarakan pada saat itu.“Pintu?” katanya dengan sangat heran.“Pintu mana? Disini gak ada pintu, adanya sebuah lubang gua kecil di deket wilayah keluargaku, dan aku dipercaya untuk membetulkan pipa yang b