Semenjak acara akad tersebut, Bian sama sekali tidak bisa tenang. Ia pikir ia akan kuat bila bertemu dengan Byanca kembali. Ternyata tidak. Dia rapuh dan tak bisa mengontrol kerinduannya. Di tengah malam, ia menghadap langit dengan tangisan yang menyesakkan.
Byanca adalah kelemahannya. Mulutnya memang menolak untuk mengakui itu tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Setiap kali ia menatap Byanca, jantungnya masih sama seperti dahulu—detaknya.
“By, apa kabar?”
Itu adalah hal yang ingin ia lontarkan sejak semalam ketika bertemu Byanca. Kini, semuanya terasa berbeda. Byanca bukan lagi hal yang bisa ia sentuh bahkan ajak berbicara saja rasanya sudah tidak bisa. Terlalu tebal dinding yang membenteng keduanya.
Akankah masalah mereka hanya menyakitkan bagi Byanca? Tidak. Nyatanya dia yang pelaku juga korban. Dia juga hancur bahkan beribu kali, apa lagi mengingat kalimat terakhir Byanca yang mengatakan benci.
Kenapa harus seperti ini? Andai
Tidak heran bila Salim mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membuat pesta ini. Acaranya begitu megah dan juga meriah. Sebagai salah seorang pejabat tentunya acara tersebut mendapatkan perhatian publik ditambah lagi identitas keluarga Bema yang tak biasa. Ini menjadi ajang untuk menampilkan yang terbaik.Para pebisnis tersohor juga banyak memenuhi lokasi acara. Hal itu membuat Dewo berkesempatan untuk bertemu dengan teman-temannya. Perkembangan bisnis yang bersahabat dengan tekhnologi selalu menarik perhatian mereka. Banyak dari mereka yang bertanya tentang perkembangan bisnisnya di Rusia bahkan ada yang menawarkan untuk berinvestasi dan menjalin hubungan kerja sama.“Dimana Indira?”Dewo yang saat itu sedang meneguk minumannya sengaja memperlama untuk mendengar pembicaraan Rentina dan Bian persis di belakangnya. Ia hanya penasaran akan kelanjutan cerita mereka.“Tidak mungkin ia harus Bian gandeng terus-terusan, Bun.” Itu ada
Byanca sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Dengan tangan bergetar, ia menampar pipi Indira. “Hentikan omong kosongmu!”Indira memegangi pipinya. Hangat bahkan mungkin sekarang sudah memerah.“Kalian yang berselingkuh dan pada akhirnya aku yang disalahkan.” Kini gentian, Byanca lah yang meneriaki Indira. Dia belum pernah berpenampilan seperti ini. Kemarahannya tidak bisa ditoleransi.Indira mengangkat kepalanya. Ia memperlihatkan pipinya pada Byanca kemudian ia mengusapnya perlahan di hadapan Byanca. Ia tersenyum. Itu memang sakit. Ia melihat bahwa Byanca sedang memejamkan mata. Mungkin untuk mengatur emosinya, pikirnya.Ia menghampiri Byanca kemudian mencekiknya. “Kami tidak pernah mengkhiantimu di belakangmu. Aku bukan wanita perebut suami orang.” Indira berteriak di telinga Indira. Kata-kata itu menusuk kepala Byanca.“Lalu kamu pikir aku percaya?”Meski ia terbata-bata tetapi kata-kata i
Jika waktu bisa diputar, dia lebih memilih menghindar. Menjadi pelampiasan bukan suatu menyenangkan. Lihatlah dirinya, apa yang ia dapatkan dari kejadian ini? Orang luar menganggapnya merebut kebahagiaan rumah tangga orang lain. Dalam arti kata berbeda bahwa ia mendapatkan cinta dari Bian, tetapi pada hakikatnya tidak sama sekali. Melihatnya sebagai wanita saja, Bian enggan. Buktinya saat ini, ketika Dewo mengancamnya. Bian hanya diam dan lebih memilih menikmati kesempatan untuk tak berjarak dengan Byanca.Indira ingin batuk darah menyaksikan pemandangan itu. Mungkin memang mati adalah pilihan terbaik. Dulu, orang tuanya meninggalkannya juga mungkin karena mereka tidak mencintainya. Lantas untuk apa lagi ia hidup di dunia? Atas dasar cinta yang seperti apalagi ia punya dan cari. Semuanya tidak ditakdirkan untuk hidupnya.Indira melihat Dewo yang dengan kemarahan memuncak, “Izinkan saya menjadi Byanca sehari saja.”Hidup Byanca begitu sempurna bak put
Byanca memang rumah. Tempatnya kembali berpulang. Tempatnya beristirahat dari lelahnya dunia luar. Tempatnya berteduh dari semua permasalahan yang menghujani. Tempatnya mengumpulkan tenaga kembali. Tetapi permasalahannya saat ini, masih kah Byanca bersedia menjadi rumah baginya? Atau Byanca tetap akan menjadi rumah, hanya saja dia bukan lagi penghuninya bahkan untuk menjadi tamu saja sudah tidak layak. Lagi-lagi di saat Bian melirik Byanca, tatapan mereka bertemu. Pancaran mata yang saling menyampaikan kerinduan. Bohong bila Byanca mengatakan membenci Bian seutuhnya dan tidak ada perasaan sama sekali. Nyatanya, sejak awal melihat Bian kembali, jantungnya berdegup sama seperti pertama kali ia jatuh cinta pada Bian. Hanya saja ia mencoba untuk mengontrolnya karena tak mau terjatuh untuk kedua. Belum lagi kasus penculikan Ken masih menghantuinya. Mengingat itu membuatnya terlihat lemah. Mengapa ia ingin luluh dengan seseorang yang telah mencelakai anaknya? Bila Ken dewasa, maka
Byanca tersentak. Punggungnya sakit tak tertahan. Ia menatap wajah Dewo yang terlihat panik. Sedetik kemudian ia merasakan seperti seseorang menarik benda dari punggungnya. Itu sangat sakit juga sehingga ia tak mampu mempertahankan kesadarannya.Bian mematung. Ia bersimpuh di belakang Byanca, tangannya masih menggenggam pisau yang mengalir darah Byanca. Ia tidak bisa berkata apa-apa, kesedihan dan rasa bersalah meliputi perasaannya. Ini jauh lebih hancur pada saat dia diam-diam menyaksikan Byanca terbang ke Busa. Setidaknya waktu itu ia masih bisa melihat senyum manis Byanca.Air matanya keluar. Ia mengepalkan tangan dan melirik Indira yang hanya diam saja melihat Byanca. Terkadang wanita itu tertawa seperti orang gila. Bian tak bisa menoleransi lagi, ia berdiri dan mencekik leher Indira. “Apa yang kamu lakukan, Indira?”Karma sangat cepat. Baru beberapa jam yang lalu, ia lah yang mencekik Byanca dan sekarang ia pula yang merasakan apa yang Byanca ra
Udara dingin menusuk hingga ke tulang. Nyanyian bintang terdengar begitu lantang seakan rembulan ingin berpulang. Kedamaian yang diimpikan kebanyakan manusia ketika lelahnya berperang dengan kehidupan. Nyatanya sangat susah didapatkan.Dewo dengan penampilan berantakan, memegangi telapak tangan sang putri yang masih belum sadarkan diri. Sejak ia membawa Byanca ke rumah sakit ini, dokter telah mengatakan bahwa ia harus dirawat dengan serius. Luka yang didapatkan telah mengeluarkan darah begitu banyak sehingga keadaan Byanca lemah. Dia kekurangan darah dan membutuhkan tranfusi.“Maafkan Papi, By, seharusnya kita di Busan saja.”Seuntai kalimat penyesalan terus terlontar dari mulut pria senja itu. Dia terus mengecup tangan Byanca seolah itu bisa mentransfer energy. Jika bukan karena golongan darah mereka yang berbeda, maka ia sudah menyumbangkan segala darahnya demi kehidupuan Byanca.Berbicara tentang tranfusi darah, Dewo sempat panik. Persediaa
Ponsel Bian bergetar dan menampilkan nama Bunda pada layar. Tak ada keinginan bagi Bian untuk mengangkat panggilan itu sebab ia tahu bahwa saat ini Bunda sedang bersama Indira di sebuah tempat tersembunyi yang dimiliki om Salim.Apakah ia durhaka? Bian sudah tidak peduli. Jika bukan karena Bunda yang memujuknya dengan berdalih tanggung jawab pada masa depan Indira, maka semua ini tidak akan terjadi bukan? Menyebut namanya saja membuat darah Bian mendidih. Bolehkah ia membalas tusukan dengan tusukan kepada Indira?Ponsel itu berulang kali bergetar dan masih menampilkan nama yang sama. Merasa tertekan, akhirnya Bian mengangkatnya. Tak perlu menanyakan kabar atau sekedar berbasa-basi, Bian segera memberi interupsi. “Jika Bunda menelepon ku karena Indira, maka lupakanlah! Bian terlalu pusing dengan ulah wanita itu.”Tak terdengar bahasa dari Bunda selain longlongan napas yang berat seberat kehidupannya. Bian tak mau ambil pusing dengan bagaimana keadaan
Dewo terkena sakit kepala luar biasa setelah mendengar laporan dari anak buahnya. Ia memang sudah diberi tahu oleh Salim jika Rentina juga ikut serta ke rumah sekapan bersama Indira. Hal itu membuat Dewo menaruh curiga bahkan ia sempat membuat Rentina tertidur selama perjalanan dengan membuat pengharum mobil yang dicampurkan dengan aroma khusus untuk mengantuk. Dewo tak mau Indira lepas begitu saja dan ia yakin bahwa Rentina datang dengan perencanaan. Oleh sebab itu, ia juga membuat pengamanan ekstra dengan mengirimkan beberapa pengawal.Beberapa detik yang lalu seorang pengawal memberi laporan bahwa Rentina tengah meminta bantuan kepada orang lain. Hal itu juga didukung dengan bukti rekaman cctv yang dipasang di sudut ruangan tanpa Rentina ketahui. Dewo cukup lega karena melihat rekaman tersebut bahwa permintaan Rentina ditolak. Lagi pula siapa yang mau berurusan dengannya dan Salim. Yang membuat Dewo khawatir adalah Rentina nekat melakukan sesuatu di luar dugaan mereka. Dia