Home / Romansa / KAKEK TUA itu SUAMIKU / Gara-gara keramas

Share

Gara-gara keramas

Author: sarinah0488
last update Last Updated: 2022-07-09 14:41:58

KAKEK TUA itu SUAMIKU

Bab 2

Cup

Dia mengecup keningku. Apa yang harus aku lakukan?

Haruskah aku pasrah?

"Tidurlah, Kanda tak akan menyentuhmu."

Apa? Kanda? Aku membekap mulutku sendiri, ingin rasanya aku tertawa. Kanda … Dinda, oh Tuhan begitu beragam nama panggilan di dunia ini.

***

"Dinda … Ayo bangun! Sudah subuh loh." Terdengar suara lirih disertai goncangan di bahuku. Ah, mungkin mimpi. Namun, lagi-lagi bahuku terasa ada yang mengusapnya.

"Iiiih, apaan sih? Masih ngantuk ini, 5 menit lagi ya," jawabku malas. Mata ini rasanya seperti ada lem nya, lengket. Kutarik lagi selimut yang menutup hanya sampai di bagian perut hingga sampai di leher, memulai lagi mimpi yang sempat terganggu.

"Dinda … nggak baik loh menunda sholat. Bangun gih nanti sholat subuh berjamaah. Kanda yang jadi imamnya."

Loh kok suaranya bukan suara Bapak? Panggilnya Dinda lagi, apa Bapak punya anak lain selain aku? Atau namaku yang sudah ganti? Dengan rasa ngantuk yang masih mendera aku duduk dan mulai membuka mataku.

"Wuaaaaaaaaaaa, kamu siapa? Ibu … Bapak ... ada aki-aki di kamarku!" Aku berteriak melihat ada laki-laki tua asing yang berada di ranjangku.

Hmmmmmpppp

Tiba-tiba dia membekap mulutku.

"Apa kamu lupa kalau kamu sudah menikah?" Aku memutar bola mataku berusaha mengingat siapa sosok yang sudah berani membekap mulutku.

Ah, iya, benar dia suamiku. 

"Dinda sudah ingat?" tanyanya kemudian.

Aku mengangguk sebagai jawabannya karena tangannya masih saja membekap mulutku.

"Masih mau berteriak?" 

Kugelengkan kepalaku. Akhirnya tangannya dilepaskan dari mulutku.

"Maaf, aku lupa," ucapku lirih. "Aku mandi dan wudhu dulu."

Bergegas aku mengambil handuk yang tergantung di pintu kamar. Tapi sial, tiba-tiba seekor cicak malah mengeluarkan kotoran dan jatuh tepat di atas kepalaku. Dikira toilet kali ya kepalaku.

"Dasar cicak nggak punya etika! Apa nggak bisa kalau mau buang kotoran ke toilet dulu!" gumamku.

"Kenapa? Bangun tidur kok ngomel?" tanya Ibu saat berpapasan di dapur.

"Nggak apa-apa Bu, Seva ke kamar mandi dulu. Nggak ada orang kan di dalam?" Kamar mandi rumahku memang nggak ada pintunya, hanya selembar kain yang digunakan sebagai pengganti pintu. 

"Nggak ada, bapak sama Seno sudah pergi ke mushola tadi." Alhamdulillah, selama ini bapak dan Seno sering sholat berjamaah di mushola dekat rumah, biasanya aku dan ibu juga ikut, tapi hari ini terkecuali.

Aku melanjutkan langkahku menuju kamar mandi. Gara-gara cicak sialan pagi-pagi aku harus keramas, mana dingin lagi. Umpatku dalam hati.

Setelah sholat subuh berjamaah aku berniat untuk membantu ibu mengerjakkan pekerjaan rumah. Sementara laki-laki yang bergelar suami sudah sibuk dengan ponselnya. Entah sudah berapa kali ponsel itu berdering dari mulai di aktifkan. 

"Bu, Seva bantuin ya," tawarku. Ibu yang sedang mengaduk adonan kemudian menghentikan aktifitasnya. 

"Seva ke warung aja ya, belikan Ibu minyak goreng. Kayaknya itu nggak cukup," titah Ibu.

Tanpa menunggu persetujuanku Ibu langsung memberikan selembar uang berwarna biru padaku. 

"Nggak usah, Bu, pakai uang Seva aja," tolakku halus. Lumayan tadi sebelum ke luar kamar aku dikasih sepuluh lembar uang merah sama suamiku katanya buat beli garam. Kupikir sampai seribu kali pun otakku nggak nyampe, masa iya uang satu juta buat beli garam yang per bungkus harganya paling lima ribu perak. Jangan-jangan dia sarapan garam, makan siang garam, makan malam garam. Pantesan kalau orang yang sudah tua dibilang sudah banyak makan garam. Aku tertawa sendiri dengan pikiranku.

"Disuruh ke warung malah ngelamun! Pake acara ketawa lagi! Kenapa?" Perkataan ibu membuyarkan lamunanku, ternyata dari tadi ibu memperhatikanku.

"Ehm ini, Bu." Kurogoh uang yang ada di saku celanaku lalu kutunjukkan pada ibu. "Kata Pak Bambang tadi buat beli garam, tapi kok banyak banget ya? Bisa dapet berapa bungkus itu ya?" Akhirnya kuceritakan saja apa yang buatku tertawa.

"Cah cah, maksud suamimu itu buat beli keperluan dapur nggak buat beli garam semuanya! Dah sana pergi ke warung!" 

"Siap! Nih, uangnya Ibu aja yang pegang, Seva ambil selembar buat ke warung." Kulangkahkan kakiku ke luar rumah menuju ke warung Bu Sri. Warung yang berjarak hanya beberapa rumah dari rumahku. 

Udara dingin langsung menerpaku begitu aku berjalan, ditambah rambut yang masih basah gara-gara keramas. Tak butuh waktu lama akhirnya aku sampai di warung Bu Sri.

"Assalamualaikum, Bu Sri … "

Kupanggil pemilik warung agar segera keluar.

"Waalaikumsalam, eh Seva, nyari apa?" 

"Minyak goreng Bu."

Diberikannya minyak goreng ukuran gelas untukku.

"Maaf Bu Sri, Seva maunya yang kemasan dua liter bukan yang ini." 

"Biasanya juga yang kayak gini belinya. Ngutang lagi! Kalau mau beli yang dua liter nggak boleh ngutang!" Bu Sri mengucapkannya dengan ketus.

"Nggak Bu, Seva nggak ngutang, nih bayar!" Kuberikan uang lembaran merah pada Bu Sri. 

"Cie, penganten baru pagi-pagi udah keramas aja!" 

Duh, kenapa sih harus ketemu Bude Ratmi. Dipegangnya rambutku yang memang masih dalam keadaan basah. "Kayaknya semalem ada yang habis gulat nih."

"Paling juga baru sekali udah KO apa malah jangan-jangan belum selesai udah nyerah" timpal Bu Sri. 

"Ha ha ha, lagian kamu sih, masih muda mau aja sama aki-aki kan rugi!" 

"Ngomong-ngomong dapet berapa ronde?" tanya Bude Ratmi.

"Ronde? Emangnya Seva habis tinju?"

Bukannya menjawab pertanyaanku malah Bu Sri dan Bude Ratmi kompak tertawa.

"Udah lah, Seva pulang dulu mana minyaknya Bu?" Males banget kalau lama-lama harus ketemu mereka omongannya bisa ngelantur kemana-mana.

"Tunggu dulu donk, buru-buru amat. Bude masih penasaran nih, udah apa belum?" 

"RA HA SI A." Aku langsung membawa minyak yang aku beli dan segera untuk pulang.

"Coba lihat cara jalannya Rat, kalau ngangkang berarti semalam sudah gol." Aku yang mendengar ucapan Bu Sri langsung merubah cara jalanku. Kuperagakan saja cara monyet berjalan, biar mereka semakin puas!

"Dasar cah edan!"

Masih jelas terdengar suara mereka ketika mengumpatku. Bodo amat!

***

Jebred!

Kubanting pintu depan dengan keras saat memasuki rumah.

"Astaghfirullah hal adzim! Masuk rumah itu ngucapin salam bukannya banting pintu, Bapak sampai kaget loh! Kalau jantung Bapak kumat gimana?" Seno dan Bapak yang sedang duduk memang kaget saat aku menutup pintu dengan keras. Lagian aku masih kesel sama kejadian di warung.

"Maaf," ucapku. Kuserahkan minyak goreng tadi pada Ibu.

"Va, bikinkan minuman buat suamimu sana!" Lagi-lagi Ibu memberiku perintah. Mau tak mau aku harus menurutinya kalau tidak bisa-bisa merembet kemana-mana. 

Tapi aku bikin minum apa ya? Kopi pahit? Nanti dikira aku kasih minum dukun. Teh manis? Yang manis-manis kan nggak boleh buat orang tua apalagi kalau udah sepuh. Nah, air putih aja, lebih sehat dan lebih mudah bikinnya, tinggal 'cor' jadi deh. 

Kubawa air putih hangat itu ke dalam kamar. 

"Ini, Seva sudah bawain air minum anget!" Kuberikan secangkir air putih itu padanya yang ternyata masih sibuk dengan ponselnya. Ah, rasanya canggung sekali.

"Bawa keluar lagi!"

Deg!

Apa dia marah? Sepertinya dia nggak suka dengan minuman yang aku bawa. 

"Bawa minumannya ke ruang tamu, nanti Kanda minum disana." Kembali dia memintaku membawa minumnya tapi dengan suara yang lebih pelan. Syukurlah ternyata dia tidak marah, kubawa lagi minuman itu dan meletakkannya di meja ruang tamu. 

"Kenapa dibawa kesini?" tanya Bapak yang masih duduk bersama Seno.

"Katanya mau minum disini nggak di kamar," jawabku. 

"Aku yang menyuruhnya membawa kesini." Ternyata suamiku sudah ada di belakangku. "Dinda juga duduk sini temani Kanda ngobrol." 

Akhirnya aku, bapak, Seno dan suamiku duduk bersama di kursi dari kayu yang sudah mulai lapuk. 

"Nih ... mendoan sama pisang gorengnya sudah matang, lumayan buat teman ngobrol." Ibu yang datang dengan nampan berisi gorengan itu juga ikut ngobrol dengan kami.

"Dinda, besok masih kuliah?" tanya suamiku.

"Masih, selama pihak kampus belum tau tentang pernikahan ini mungkin aku bisa melanjutkan kampus." Aku memang merahasiakan pernikahanku. Hanya sahabatku Riska yang aku beri tahu. Aku masih sangat ingin kuliah. Selama ini aku kuliah dengan jalur bidik misi, jika tidak lewat jalur itu mungkin aku berakhir hanya lulusan SMA. Penghasilan bapak yang hanya seorang tukang becak sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.

"Ehm, Seno boleh tanya nggak?" tanya Seno. "Apa Mbak Seva sudah ganti nama jadi Dinda?" 

Aku yang mendengar pertanyaan Seno hanya bisa melirik suamiku, dia yang harusnya menjawab pertanyaan Seno. Aku saja geli dengan panggilan itu. 

Tok tok tok

Terdengar suara ketukan pintu di depan rumah.

"Siapa yang bertamu pagi-pagi gini ya, Bu?" tanya Bapak.

"Nggak tau Pak, sebentar Ibu buka dulu."

 

Ceklek!

Pintu dibuka oleh Ibu, kemudian masuklah seorang perempuan muda dengan rambut pirang panjang, hidung mancung dan mata yang lentik, mirip artis yang aku lihat di televisi. 

Siapa dia ya?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Dikira cabe-cabean

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 3Pintu dibuka oleh Ibu, kemudian masuklah seorang perempuan muda dengan rambut pirang panjang, hidung mancung dan mata yang lentik, mirip artis yang aku lihat di televisi. Siapa dia ya?"Nisa? Kenapa ada disini? Kapan pulang?" Kali ini malah suamiku yang bersuara."Ayah terkejut? Sama! Nisa juga terkejut dengan kabar pernikahan Ayah!" Oh, jadi ini anaknya suamiku. Jadi aku ibunya perempuan cantik ini donk. Tapi malah lebih tua anaku daripada ibunya. "Duduk dulu, Nak, kita ngobrol dulu. Pulang dari luar negeri kok nggak kabar-kabar?" Perempuan itu tetap bergeming tak mau menuruti perintah ayahnya."Mana istri baru Ayah? Dia?" Telunjuknya mengarah pada Ibu. Ibu pun kaget, dikira dia istri suamiku padahal adalah ibu mertuanya."Bukan Nak, bukan dia." Suamiku kemudian berdiri, dan menarik tanganku sehingga aku mengikutinya berdiri. "Dinda, kenalin ini anakku yang paling bontot, namanya Nisa." Aku mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan tapi sama sekali tak

    Last Updated : 2022-07-09
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Dilarang hamil

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 4 Lima belas menit perjalanan akhirnya kami sampai di rumah. Memasuki halaman ada mobil ambulance yang terparkir dan motor yang kuhitung ada lima buah juga berada di halaman. Pikiranku langsung tertuju ke Bapak. Ya Tuhan, ada apa ini?"Pak … Bapak!" Aku memanggil Bapak sambil berlari menuju rumah. Ya Tuhan semoga Bapak tidak apa-apa. Aku sangat khawatir karena Bapak punya riwayat penyakit jantung."Kenapa, Va? Kenapa teriak-teriak?" jawab Bapak.Ah, lega rasanya. Ternyata bapak sedang duduk di ruang tamu. Ibu juga duduk disampingnya. Tunggu, mana Seno?"Seno mana, Pak?" Masih saja aku takut terjadi sesuatu dengan anggota keluargaku."Ada itu di kamar. Sini loh, ada Bu Bidan sama perangkat desa mau ketemu sama kamu." Bapak menjelaskan siapa saja yang ada di ruang tamu. Karena ruang tamu yang sempit jadi yang duduk hanya Bu Bidan dan Pak Lurah saja yang lainnya berdiri. "Kami tunggu di luar saja ya Pak, biar lebih enak ngobrolnya." Salah satu dari laki laki

    Last Updated : 2022-07-09
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Ancaman wanita asing

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 5"Mar, kamu kan masih punya utang lima ratus ribu jadi motor ini saya bawa dulu sebagai jaminan sampai kamu bisa lunasin utang kamu!"Apa?! Dih, Bude emang keterlaluan!"Rik … Riko, sini kamu!" Riko yang sedang berjalan kemudian berbelok setelah mendengar panggilan ibunya."Ada apa, Bu? Riko mau main, nih," jawab Riko. Riko tampak kesal acaranya terganggu."Mau motor baru ini nggak? Ini bawa motornya pulang!" Bude Ratmi menyerahkan kunci motor yang dipegangnya."Beneran? Ini motor yang Riko pengin, siapa yang beli Bu? Ayo deh Riko boncengin Ibu, tapi nanti Riko langsung bawa main ya motornya." Riko begitu bersemangat dan langsung menaikinya."Tunggu!" Aku yang sedari tadi hanya memperhatikan lama-lama geram juga melihat tingkah Bude. "Assalamualaikum," ucap suamiku yang baru datang. Saking konsentrasinya melihat tingkah laku Bude dan Riko sampai tidak sadar ada yang datang."Waalaikumsalam," jawab kami serempak."Udah nyampe motornya? Gimana? Dinda suka ng

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Mereka mengeroyokku

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 6Bagaimana dia tahu kalau aku sudah menikah? Daripada pihak kampus tahu lebih baik aku menurutinya. Pintu belakang mobil itu terbuka lalu aku masuk dan duduk disebelahnya.Siapa kira-kira wanita ini ya?Bau parfum yang sangat wangi tercium begitu aku duduk di samping wanita itu. Beda sekali denganku yang bau matahari, apalagi kalau melihat dandanan dan model bajunya. Aku dan wanita itu layaknya bumi dan langit. Aku yang sangat lusuh dan dia yang cantik dan modis bak artis. "Jalan, Pak!" Perintahnya pada sopir. Mobil mewah yang aku tumpangi pun perlahan melaju. Tak ada suara berisik mesin seperti angkot yang biasa aku tumpangi, tak ada bau solar tercium yang ada wangi pengharum mobil dan hawa dingin yang keluar dari AC yang terpasang. Jika mereka yang diluar merasa kegerahan maka aku tetap sejuk walaupun di dalam mobil. Seumur hidup baru pernah aku merasakan naik mobil mewah seperti ini. "Kenapa? Baru pernah naik mobil mewah seperti ini?" Wanita itu seperti

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bibir jontor

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 7"Ikat dia dan lakban mulutnya! Taruh di gudang!"Astaga! Mereka begitu jahat! Ya Tuhan, selamatkan aku.Ditariknya aku untuk berdiri oleh dua orang laki-laki, kemudian memaksaku untuk jalan. "Lepasin aku! Lepas! Toloooong!" Aku berteriak minta tolong berharap ada bantuan yang datang. Kaki kananku tiba-tiba tersandung oleh kaki kiriku akibat jalanku yang dipaksa. Aku pun kemudian terjatuh. Mereka bukannya membantuku untuk berdiri tapi justru mereka melarakku di lantai. Tega sekali mereka. Ibu … bapak tolong Seva."Berhenti kalian!" Terdengar teriakan dari belakangku."A—ayah!" Kedua laki-laki yang menyeretku seketika berhenti dan melepaskan tanganku. Aku yang dengan posisi badan tertelungkup kemudian menyatukan tanganku dibawah dahiku. Ya, aku menangis. Aku yang sedari tadi menahannya kini tak sanggup lagi menahannya.Sentuhan di bahuku dan usapan tangan di kepalaku belum mampu meredakannya. Biarlah, aku melepas beban di dada. "Kalian keterlaluan! Siapa

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Mamih

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 8Memasuki halaman terlihat mobil mewah yang kemarin aku tumpangi bersama Nyonya Lidiya. Mau ngapain lagi dia kesini?Baiknya aku masuk atau aku menghindar dulu ya? Tunggu, di dalam masih ada ibu, bapak juga Seno. Bagaimana kalau mereka tau kejadian kemarin? Kalau begitu aku masuk saja. "Assalamualaikum," ucapku saat akan memasuki rumah."Waalaikumsalam," jawab mereka serempak. Ternyata bukan hanya Nyonya Lidiya tapi ada juga Nyonya Tania. "Sini, Nak, mereka anak-anak suamimu." Ibu memperkenalkan mereka. Ibu menyangka aku belum tahu siapa mereka. "O, ini ya istri baru Ayah? Wah, cantik ya, Ayah pinter banget cari ibu baru buat kita. Bener nggak Mbak Lidiyia?" Nyonya Tania mengatakan seolah-olah kita baru saja bertemu."Be—betul. Cantik banget, pantes Ayah langsung klepek klepek," jawab Nyonya Lidiya. Aku yang masih bingung dengan sikap mereka hanya bisa terdiam, sikap mereka sungguh sangat berbeda dengan yang kemarin. Apa mereka sudah sadar dan menerimaku

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Galih dan Ratna

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 9"Terima kasih, sudah mau memaafkan anak-anak ku." Suara lirih itu terdengar menempel di telingaku. Nafasnya yang hangat kini beralih di leher. Aku merinding ketika sebuah kecupan mendarat di tengkuk. Rasanya bulu-bulu halus di seluruh tubuhku sudah berdiri. Dia membalikkan badanku, kini kami saling bertatapan. Tangannya yang sedianya melingkar di perutku kini beralih memegang kedua pipiku. Dia mendekatkan wajahnya padaku, semakin dekat bahkan hidung kami sudah saling menempel. Apa yang harus aku lakukan?Oh Tuhan bibirku ini masih perawan jangan sampai ternoda oleh suamiku. Aku belum rela … Berikan pertolongan untuk hambaMU yang selalu bersikap manis ini atau sebentar saja, ubah wajah suamiku seperti Bang Jimin atau Bang Lee Min Hoo ya boleh lah, atau kalau lokalan ya udah Bang Billar ya nggak apa-apa.Tok tok tok"Permisi Bos, mobil sudah siap apa jadi pulang sekarang?" Alhamdulillah ternyata Tuhan mengirimkan penyelamat itu Bang Agus, produk lokal yang

    Last Updated : 2022-07-14
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Identitas anak tiriku

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 10Sepertinya aku melihat seseorang yang aku kenal. Bener nggak ya?Benar! Mataku nggak salah lihat! Dia memakai setelan jas yang juga berwarna putih. Kenapa Andi juga ada disini?Duh, kok jadi bisa kebetulan gini?"Ini acara apa?" tanyaku pada suamiku."Acara ulang tahun cucuku. Dinda nanti akan Kanda kenalin ke semua anak dan cucuku. Ayo, kita kesana.""Si—siapa nama cucunya?""Andi, mungkin dia seumuran sama Dinda. Nanti Kanda kenalin sama Dinda."Duar!Jawaban itu laksana petir yang menyambarku. Baru saja Andi tadi menyatakan suka padaku tapi malam ini, aku harus mendapati kenyataan kalau Andi adalah cucuku. Takdir seperti apa ini?"Permisi Bos, Nyonya ingin bertemu," ucap Pak Agus."Baiklah, Ayo!"Apa sekarang waktunya, apa sekarang jati diriku terungkap di depan Andi? Aku belum siap. Jujur, ada rasa tersendiri saat aku didekat Andi. Apalagi waktu kejadian tadi pagi."Dinda … kok bengong? Ayo!" "I—iya" jawabku gugup. Lalu digandengnya tanganku seperti t

    Last Updated : 2022-07-14

Latest chapter

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 162 Ending

    "Cie yang sudah jadi CEO," ledek Riska saat aku sampai di kantor. "Kamu tahu?" Riska mengangguk." Tristan yang cerita semalam." "Kenapa bukan Tristan saja yang menggantikanku? Kenapa Andi?" "Andi itu di Australia pimpinan tertinggi perusahaan Va, sekarang beralih pada Mas Ivan. Andi dipindah tugaskan balik kesini jadi presiden direktur menggantikan kamu" jelas Riska. "Nggak tau aku maunya suamiku, bisa-bisanya mengundurkan diri nggak bilang-bilang." "Suamimu ingin yang terbaik buatmu Va, yakin itu," ucap Riska. *** Malam ini udara terasa dingin, bahkan pendingin ruangan tidak aku nyalakan. "Masih banyak kerjaannya?" tanya suamiku yang melihatku masih sibuk di depan laptop. "Nggak, bentar lagi selesai. Lagian kenapa Kanda harus mundur sih? Kalau nggak kenapa bukan Tristan aja yang jadi CEO?" Aku kemudian mematikan laptopku, pertanda aku sudah selesai mengerjakan pekerjaanku. Di dada bidang suamiku aku sandarkan kepalaku. "Kanda hanya ingin istirahat Dinda, Kanda mau m

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 161 Apa rencanamu sebenarnya?

    "Iya, ini aku. Kenapa? Kamu kaget?" Sejujurnya iya, aku sangat kaget. Dari gelagatnya, sepertinya Mbak Susi punya niat tidak baik sama aku. "Mbak Susi mau apa?" "Mau main-main sebentar sama kamu," sahut Mbak Susi. "Apa maksud Mbak Susi?" "Aku cuma mau tau, kalau wajahmu itu sudah nggak cantik, apa suamimu masih mau sama kamu?" Aku semakin bingung dengan ucapan Mbak Susi. Mbak Susi terlihat sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Pintu toilet yang tadinya tertutup kini terbuka semuanya. Namun yang keluar bukan wanita, tapi justru Pakde Parmin juga dengan tiga orang polisi lain, hanya satu yang wanita dia adalah Riska. Mbak Susi yang masih sibuk dengan tasnya tak sadar jika Pakde Parmin dan ketiga polisi datang mendekat, ketiga polisi bahkan langsung menyergap Mbak Susi dari belakang. Mbak Susi kaget, dan berusaha memberontak. "Lepas! Lepaskan aku!" "Kamu nggak akan bisa lepas sekarang," sahut Pakde Parmin. "Bapak tega, menangkap anak Bapak sendiri?" "Bapak harus teg

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 160 Dia membuntuti

    Sesampainya di parkiran aku dan Riska bergegas untuk turun. Langsung menuju ke lantai lima. Di depan ruanganku aku dan Riska kemudian berpisah. Riska ke divisinya sendiri dan aku masuk ke ruanganku sendiri.Hari itu aku lewati seperti biasa, memeriksa laporan dan menandatangani berkas. Ting Pesan masuk ke ponselku. Nomor baru lagi. Apa ini Mbak Susi lagi ya? Aku segera membukanya. Benar dia lagi yang mengirimku pesan.[ KAMU PIKIR AKU TAKUT DENGAN BODYGUARDMU YANG BERTAMBAH BANYAK? NGGAK! KAMU SALAH! ] [ Mau kamu sebenarnya apa, Mbak? Aku rasa aku nggak pernah mengusikmu, mengganggumu. ] Kubalas pesan dari Mbak Susi. Sudah muak rasanya mendiamkannya.[ BERANI JUGA KAMU MEMBALAS PESANKU. AKU MAU KAMU MENDERITA! AKU TIDAK RELA JIKA KAMU BAHAGIA! ] Mbak Susi kemudian mengirimkan sebuah foto padaku. Foto mobil Tristan yang tadi pagi aku tumpangi. Ya Tuhan, bahkan Mbak Susi tau jika aku ikut mobilnya Tristan.Aku segera keluar dari ruanganku dengan buru-buru dan menuju ke ruangan Tris

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 159 Seperti porselen

    "Jangan begitu Bude. Bude nggak usah merasa bersalah. Kita doakan saja semoga Mbak Susi secepatnya kembali ke jalan yang benar." "Bude sudah berusaha menghubungi nomor Susi tapi tidak ada yang bisa." "Sudahlah Bude, suatu saat Mbak Susi pasti mencari Bude. Bagaimanapun juga seorang anak pasti suatu hari butuh ibunya. Ehm, Bude minta tolong siapkan buah ya," pintaku pada Bude. Bude kemudian beranjak menuju ke dapur menyiapkan apa yang aku minta. "Assalamualaikum …!" Terdengar suara seseorang yang selama beberapa hari ini menghilang. Suara yang aku rindukan. "Waalaikumsalam," jawabku seraya menyambut Riska. Riska langsung memelukku erat. "Kangen banget sama kamu, Va," ucap Riska. "Ah, aku nggak, biasa aja!" jawabku bohong. Riska kemudian mendorongku. "Tega banget kamu!" Aku menarik tangan Riska kemudian merangkulnya. "Gitu aja ngambek. Ya kangen lah," lanjutku. Tak lama berselang, Tristan datang. "Tiap hari dia minta pulang, katanya kangen si kembar, kangen kamu, kangen Bi R

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 158 Pesan ancaman

    Pagi ini, aku tengah bersiap pergi ke kantor. Jadwal sudah dikirim lewat email oleh Nana–sekretarisku. "Kanda, mungkin nanti aku pulangnya sore," ucapku pada suamiku. Suamiku sekarang lebih banyak di rumah. Hanya sesekali ke kantor itupun tidak lama. "Apa Dinda sibuk?" "Lumayan, ada berkas yang harus aku pelajari dari hasil meeting kemarin, juga ada meeting dengan klien siang nanti." Pekerjaan yang kemarin tertunda karena sibuk dengan kasus Seno, kini harus menumpuk pada hari ini. Biasanya ada Riska dan Tristan yang menghandle, tapi mereka baru akan kembali tiga hari lagi. Dari foto yang dikirim Riska, terlihat dia sangat bahagia. Syukurlah, aku ikut senang melihatnya. Sebenarnya ada rasa kehilangan beberapa hari tidak mendengar suara khas Riska. Untung saja besok setelah honeymoon mereka akan tinggal disini terlebih dahulu. Kali ini aku setuju dengan hadiah rumah yang besar dari suamiku, bisa menampung orang banyak. "Jangan terlalu capek, kalau ada apa-apa hubungi Kanda." Sua

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 157 Dia tidak takut!

    Waktu menunjukkan pukul delapan malam, saat semua prosedur pembebasan Seno telah selesai. Dengan langkah yang gembira Seno berjalan menuju ke mobil."Aku lapar," ucapku saat diperjalanan menuju pulang."Saya juga lapar, Nona Bos," sahut Pak Agus. "Kanda juga, dari siang belum makan," imbuh suamiku. "Ha ha ha." Kami semua tergelak tertawa bersama. Saking fokusnya pada Seno kami lupa mengisi perut kami.Sebelum sampai rumah, kami memutuskan untuk terlebih dahulu membeli makanan untuk dibawa pulang. Menu yang paling disukai oleh anak-anak. Ayam goreng tepung kriuk-kriuk begitu anaku menyebutnya. "Pak Agus, bagikan juga makanannya pada bodyguard serta yang lainnya ya." "Siap, Nona Bos," sahut Pak Agus."Om Seno …!" teriak Arthur saat melihat Seno masuk ke rumah. Dia langsung meminta Seno untuk menggendongnya. Padahal Arthur sudah berusia enam tahun tapi tetap saja jika ada Seno ataupun Tristan dia akan langsung minta gendong. Berbeda dengan Alvina, dia hanya akan memeluk Seno dan memi

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 156 Buronan

    Mendengar perintah suamiku, anak buah suamiku dengan cekatan langsung mengambil laptop dan menyalakannya. Aku dan suamiku kemudian duduk di kursi tepat di hadapan mereka.Raut wajah mereka berubah pucat setelah melihat putaran rekaman CCTV. Salah satu dari mereka memang tidak terlihat jelas wajahnya tapi jika dilihat dari rekaman CCTV mobil Seno akan sangat terlihat jelas."Apa mereka pelakunya, Va?" tanya Pakde Parmin. "Iya Pakde, tapi mereka belum mau mengaku.""Apa kalian masih mau menyangkal setelah melihat rekaman itu?" Lanjut suamiku bertanya.Mereka berdua saling pandang satu sama lain. Keringat bahkan sudah terlihat jelas mengalir pada wajah mereka. Mereka tentu saja takut, tidak ada celah lagi buat mereka untuk menghindar."Kalian mau menjawabnya atau anak buah saya yang bertindak?" ancam suamiku.Bodyguard di belakang mereka bahkan sudah menarik baju bagian leher mereka. "A—ampun, saya akan mengatakannya," ucap laki-laki berkaos putih dengan mimik wajah ketakutan."Kataka

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 155 Membawa pelaku

    Percakapan dengan Aldo sengaja aku keraskan volumenya, agar satu ruangan ini bisa mendengarnya. "Bagaimana ini, Kanda?" "Tenanglah, sudah ada titik terang," jawab suamiku. "Kalian, segera bawa kesini dua orang yang menanyakan alamat pada Aldo!" Perintah suamiku pada anak buahnya. "Siap Bos!" jawab mereka serempak. Aku terus mondar-mandir di teras, menanti kedatangan Pakde Parmin dan Pak Agus. "Dinda, sini duduk. Jangan mondar mandir terus seperti itu," titah suamiku. Aku tak menggubrisnya, terus saja aku melangkah maju lalu kembali lagi. "Dinda …." Lagi, suamiku memanggil namaku. Mau tak mau aku menurutinya, duduk di samping suamiku di kursi teras. Tiiin Tiin Terdengar klakson mobil di depan, dengan segera Pak Satpam membuka pintu gerbang. Pertama masuk adalah mobil sedan hitam milik suamiku, disusul kemudian mobil sport milik Seno. Aku sangat penasaran dengan mobil Seno, bahkan sebelum mobil itu berhenti aku sudah berlari menghampirinya. Pintu mobil Seno terbuka, kelua

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 154 CCTV

    "Dia dituduh membawa narkoba Mbak," jawab Ibu."Nggak mungkin Seno seperti itu, ini pasti ada kesalahan, atau mungkin ada yang menjebaknya!" "Permisi Bos, mereka sudah datang," ucap Pak Agus. "Suruh mereka tunggu di ruang tamu.""Siap, Bos."Suamiku kemudian meletakkan sendoknya, meminum air putih yang ada di depannya, kemudian beranjak dan meninggalkan meja makan."Bude, tolong temani Ibu ya," pintaku pada Bude Ratmi. Aku kemudian menyusul suamiku, menemui orang-orang suruhan suamiku."Aku berikan tugas untuk kalian minta rekaman CCTV hari ini yang ada di toko buku Pelita, kafe Remaja juga di sekitar kampus Seno. Selidiki juga teman yang bersama Seno!" titah suamiku. "Akan ku kirim foto Seno pada kalian!""Siap Bos!" sahut mereka serempak. Lima orang dengan pawakan tinggi kekar kini beranjak dan meninggalkan ruang tamu.***Keesokan harinya, aku tengah bersiap untuk menemani Ibu ke kantor polisi. Semua jadwal kantor sudah aku serahkan dengan Pak Ilyas, direktur keuangan pada perusa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status