Share

Dilarang hamil

Author: sarinah0488
last update Last Updated: 2022-07-09 14:46:30

KAKEK TUA itu SUAMIKU

Bab 4

Lima belas menit perjalanan akhirnya kami sampai di rumah. Memasuki halaman ada mobil ambulance yang terparkir dan motor yang kuhitung ada lima buah juga berada di halaman. Pikiranku langsung tertuju ke Bapak.

Ya Tuhan, ada apa ini?

"Pak … Bapak!" Aku memanggil Bapak sambil berlari menuju rumah. Ya Tuhan semoga Bapak tidak apa-apa. Aku sangat khawatir karena Bapak punya riwayat penyakit jantung.

"Kenapa, Va? Kenapa teriak-teriak?" jawab Bapak.

Ah, lega rasanya. Ternyata bapak sedang duduk di ruang tamu. Ibu juga duduk disampingnya. Tunggu, mana Seno?

"Seno mana, Pak?" Masih saja aku takut terjadi sesuatu dengan anggota keluargaku.

"Ada itu di kamar. Sini loh, ada Bu Bidan sama perangkat desa mau ketemu sama kamu." Bapak menjelaskan siapa saja yang ada di ruang tamu. Karena ruang tamu yang sempit jadi yang duduk hanya Bu Bidan dan Pak Lurah saja yang lainnya berdiri. 

"Kami tunggu di luar saja ya Pak, biar lebih enak ngobrolnya." Salah satu dari laki laki yang mengenakan seragam coklat akhirnya memutuskan untuk keluar. Di dalam ruang tamu tinggal Bu Bidan sama Pak Lurah.

"Aku pulang aja ya," bisik Riska. Mungkin dia tidak enak karena di rumah banyak tamu. 

"Iya, hati-hati, makasih udah dianter." 

Ibu kemudian menggeser tempat duduknya dan menyuruhku untuk duduk bersama. 

"Begini ya, kedatangan kami kesini karena kami dapat laporan kalau kemarin di rumah ini telah diadakan acara pernikahan. Apakah itu benar Pak, Bu?" Pertanyaan yang dilontarkan Pak Lurah membuat Bapak dan Ibu jadi saling berpandangan.

"Benar, Pak Lurah, tapi kami sudah ijin sama Pak RT" jawab Bapak.

"Apa yang menikah itu adalah Seva?" Kali ini Bu Bidan yang bertanya.

"Benar Bu, Seva yang menikah" jawab Ibu.

"Usia Seva sekarang berapa?" lanjutnya. Aku berasa jadi narapidana yang sedang di interogasi.

"Dua puluh satu tahun, Bu," jawabku.

"Berapa usia suamimu?"

"Ehm, usianya enam puluh tahun Bu," jawabku lirih.

"E-nam puluh tahun? Apa tidak salah?" Bu Bidan kaget mendengar jawabanku, tapi memang begitulah kenyataannya.

"Benar, usianya memang enam puluh tahun." Kupastikan lagi jawabanku agar mereka yakin.

"Lalu, apa kalian berencana untuk langsing punya anak?"

"Ehm, itu ... sebenarnya mungkin belum Bu, saya masih kuliah, mungkin tunggu saya selesaikan dulu kuliah saya," jawabku.

"Baiklah, jika memang begitu, saya harap kalian segera melegalkan pernikahan kalian. Bukannya apa-apa, jika kalian hanya menikah di bawah tangan terus kalian punya anak, nanti yang rugi anaknya, juga kamu—Seva. Apalagi usia suamimu itu sudah tak lagi muda. Bukannya menakut-nakuti, tapi jika suamimu pergi duluan terus pernikahan kamu belum tercatat, kamu tidak bisa menuntut apa-apa nantinya," papar Bu Bidan. Aku hanya manggut-manggut saja mendenu penjelasannya. Aku tak bisa memungkiri memang benar apa yang dikatakan oleh Bu Bidan. Amit-amit jangan sampai nantinya aku bernasib buruk dengan pernikahan ini.

"Seva hanya menunggu sampai lulus kuliah Bu, nanti akan mendaftarkan pernikahan kami. Sayang jika aku harus menikah resmi nanti aku dikeluarkan dari kampus karena Seva masuk dari jalur bidik misi," jelasku pada Bu Bidan. Ya, alasan bidik misi lah aku tak bisa menikah secara resmi. Waktu itu sebenarnya suamiku menawarkan aku untuk pindah saja kuliahnya tapi tidak semudah itu juga untuk pindah. Sayang rasanya dengan waktu kuliah yang selama ini sudah aku jalani.

"Bapak yang salah, bapak yang sudah mengijinkan Seva untuk menikah," ucap Bapak.

"Nggak Pak, jangan begitu ngomongnya. Seva ikhlas dengan pernikahan ini." Aku takut, jika kepikiran nanti jantung bapak akan kambuh.

"Ini semua kan sudah terjadi, untuk meminimalisir resiko sebaiknya Seva jangan hamil dulu ya," saran Bu Bidan. "Boleh ko hamil, tapi tunggu pernikahan kalian sah secara hukum dan agama."

Begitulah saran dari Bu Bidan dan entah apalagi yang mereka bicarakan aku tak terlalu mengingatnya.

***

Sore ini Ibu membuat pisang goreng untuk kami. Cuaca yang habis hujan sangat cocok dinikmati dengan segelas teh manis hangat. Aku sedang mengaduk gula di dalam cangkir saat terdengar suara panggilan dari luar rumah. Sudah bisa dipastikan suara siapa itu. Ya, itu pasti suara Bude Ratmi.

"Mar … Marni …!" Bude Ratmi masih saja terus berteriak kalau tidak segera di bukakan pintu. Ibu yang sedianya akan memasukkan pisang goreng ke mulutnya langsung meletakkan begitu saja pisang goreng di meja. Bergegas Ibu ke depan dan membukakan pintu.

"Iya Mbak, sebentar," jawab Ibu.

"Buka pintu aja kok lama banget!" sungut Bude Ratmi. "Bau teh panas ini, kamu lagi bikin teh ya, Va? Bude sekalian ya, gulanya yang banyak air panasnya juga yang benar-benar panas ya, Bude nggak mau kalau kurang panas." 

"Hmmm," gumamku. 

"Mar, tadi aku lihat ada ambulance sama Pak Lurah pada datang kesini. Emangnya pada mau ngapain?" Nah kan Bude pasti kesini cuma pengin kepo terus nanti jadi bahan gibah di warung.

"Nggak ada apa-apa kok, Mbak" jawab Ibu. Ibu juga sepertinya enggan untuk menceritakan perihal kedatangan Pak Lurah tadi.

"Ini Bude, tehnya, sama ini juga ada pisang goreng." Kusandingkan sepiring pisang goreng dan juga teh manis sesuai permintaan Bude.

"Cocok nih, pisang gorengnya nanti Bude minta bungkus sekalian ya buat Pakde temen ngopi," ucap Bude sambil tangannya mencomot satu pisang goreng dan langsung memakannya.

"Ayo donk Mar, ceritakan tadi kenapa mereka pada dateng kesini." Bude masih saja kepo, padahal tadi Ibu sudah bilang nggak ada apa-apa. Harusnya Bude sadar kalau Ibu itu nggak pengin cerita.

"Nggak ada apa-apa, Mbak," jawaban Ibu juga masih sama seperti tadi.

"Kamu mau main rahasia rahasiaan sama aku? Udah nggak ngakuin aku jadi saudara jadi main rahasia?" Bude malah jadi terlihat emosi karena nggak mendapatkan jawaban dari Ibu. 

"Bukan gitu, Mbak," elak Ibu.

"Bukan gimana? Udah jelas kamu nggak mau cerita itu artinya kamu nggak mau ngakuin aku jadi saudara! Yang namanya saudara itu nggak ada rahasia!"

"Iya, Marni cerita" Akhirnya luluh juga Ibu setelah Bude Ratmi mengancam. Diceritakanlah kedatangan Pak Lurah dan Bu Bidan tadi siang. "Intinya Seva belum boleh hamil dulu Mbak, masih kecil katanya."

"Lah, kalau nggak keburu hamil nanti suamimu keburu innalilahi." Bude Ratmi enteng sekali mengucapkannya.

Uhuk!

Ibu yang mendengarnya langsung tersedak teh yang sedang diminumnya.

"Ya, jangan ngomong kayak gitu donk Mbak, doain biar umurnya panjang."

"Va, Bude ajarin nih, kamu cepet-cepet minta warisan aja deh secara kamu itu kan nikah sirih kalau kamu nggak punya apa-apa terus suamimu meninggal kamu yang rugi!" ujar Bude Ratmi sambil mulutnya terus mengunyah pisang goreng.

"Nggak kepikiran sampai situ Bude," jawabku. Masa iya aku tega sama suamiku sendiri biarpun sudah tua.

Tok tok tok

"Permisi, selamat sore" ucap seseorang di depan.

"Kalian lagi nunggu tamu?" tanya Bude.

"Marni nggak ada janjian sama siapapun lagian dari dulu mana ada yang mau bertamu di gubuk reot ini. Seva mungkin?" Ibu beralih menanyakan padaku.

"Nggak, Seva nggak ada janjian dengan siapapun. Biar Seva aja yang buka." Aku menghentikan acara minum teh kemudian beranjak ke depan membukakan pintu.

Ceklek

Pintu terbuka, terlihat seorang laki-laki memakai topi putih senada dengan baju yang dipakainya berdiri di depan pintu.

"Selamat sore, apa benar ini rumah dari Bapak Suparjo?" Laki-laki itu ternyata menanyakan rumah Bapak. Tapi siapa ya?

"Benar, saya anaknya. Anda siapa ya?" 

"Oh, pas sekali berarti ini dengan Seva Lidiya Dewi ya?" Laki-laki itu mengucapkan nama ku sambil membaca sebuah dokumen yang dipegangnya. "Sebentar ya." Laki-laki itu kemudian berbalik arah dan keluar dari halaman.

"Siapa, Va?" tanya Ibu yang sudah ada di belakangku bersama Bude Ratmi.

"Pasti itu rentenir yang mau nagih hutang! Inget ya, aku nggak mau nalangin, utang kalian aja masih ada lima ratus ribu!" Cerocos Bude.

Aku sanksi kalau itu rentenir, kan hutangnya sudah dilunasin semua. Apa ada rentenir lain yang aku nggak tau? Apa bapak menyembunyikan sesuatu?

Nah, itu orangnya sudah balik lagi. Tapi kok di belakangnya ada mobil pickup yang ngikutin.

"Mar! Amankan itu kamu punya barang-barang, jangan-jangan itu mobil mau sita barang di rumah kamu!" Lagi-lagi Bude Ratmi asal ngomong.

"Seva, itu siapa?" Ibu yang tadi belum mendapatkan jawaban mengulangi pertanyaannya.

"Nggak tau Bu, tadi tanya alamat Bapak terus tau nama lengkap Seva juga. Nah, itu orangnya kesini Bu, kita tanya lagi aja." Laki-laki dengan topi putih itu kembali lagi kesini.

"Permisi, ini motornya mau langsung dibawa masuk apa di teras dulu?" 

"Motor? Motor siapa ya?" tanya Ibu balik pada laki-laki itu. Aku menatap heran pada motor matic putih keluaran terbaru merk N*ax yang baru diturunkan dari mobil dan dituntun ke arah kami.

"Mungkin, Mas salah alamat," ucapku. Bisa saja kan mereka salah alamat, lagian siapa yang di rumah ini beli motor sebagus itu, mimpi pun aku tak berani.

"Iya betul pasti salah alamat, mungkin itu harusnya di anter ke rumahku. Kemarin Riko ngomong pengen motor kayak gitu. Jangan-jangan Mas Parmin yang belikan, iya pasti itu buat Riko. Ayo Mas, pindah ke sebelah." Bude antusias sekali dengan datangnya motor itu dan mengira itu untuk anaknya—Riko.

"Ehm, ini bener kan alamatnya Bapak Suparjo?"

"Salah Mas, Suparmin rumahnya yang sebelah," jawab Bude. Bude masih yakin kalau mereka salah alamat.

"Bukan Suparmin, disini tertera Suparjo dan anaknya namanya Seva Lidiya Dewi." Laki-laki itu kembali menjelaskan.

"Bener Mas, tapi motor itu punya siapa?" tanyaku penasaran. Nggak mungkin juga Bapak yang beli.

"Begini, saya jelaskan dulu. Pak Bambang Hendromoyo yang telah membeli motor ini dan minta diantar ke rumah Pak Suparjo, di pesannya tertera kalau motor itu untuk anaknya Pak Suparjo yang bernama Seva Lidiya Dewi." 

"Apa?! Jadi ini motor Seva? Nggak bisa! Harusnya Riko dulu yang punya bukan kamu!" Bude tak terima dengan motor yang jadi milikku.

"Ini, surat serah terima motornya mohon untuk ditandatangani." Laki-laki itu tak menggubris ucapan Bude, dia tetap melanjutkan tugasnya. Ibu kemudian menandatangani berkas yang diserahkan laki-laki itu.

"Kalau begitu saya permisi dulu, ini kunci motornya. Selamat sore." Laki-laki itu kemudian pergi bersama mobil pick up sedangkan motor N*ax putih sudah terparkir di teras. Aku masih tak menyangka jika aku akan dibelikan motor baru. 

"Mana kuncinya?" Bude menanyakan kunci motor baru entah apa maksudnya.

"Ini," jawab ibuku sambil memperlihatkan kunci yang ada di tangannya.

"Mar, kamu kan masih punya utang lima ratus ribu jadi motor ini saya bawa dulu sebagai jaminan sampai kamu bisa melunasi hutang kamu!"

Apa?! 

***

Related chapters

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Ancaman wanita asing

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 5"Mar, kamu kan masih punya utang lima ratus ribu jadi motor ini saya bawa dulu sebagai jaminan sampai kamu bisa lunasin utang kamu!"Apa?! Dih, Bude emang keterlaluan!"Rik … Riko, sini kamu!" Riko yang sedang berjalan kemudian berbelok setelah mendengar panggilan ibunya."Ada apa, Bu? Riko mau main, nih," jawab Riko. Riko tampak kesal acaranya terganggu."Mau motor baru ini nggak? Ini bawa motornya pulang!" Bude Ratmi menyerahkan kunci motor yang dipegangnya."Beneran? Ini motor yang Riko pengin, siapa yang beli Bu? Ayo deh Riko boncengin Ibu, tapi nanti Riko langsung bawa main ya motornya." Riko begitu bersemangat dan langsung menaikinya."Tunggu!" Aku yang sedari tadi hanya memperhatikan lama-lama geram juga melihat tingkah Bude. "Assalamualaikum," ucap suamiku yang baru datang. Saking konsentrasinya melihat tingkah laku Bude dan Riko sampai tidak sadar ada yang datang."Waalaikumsalam," jawab kami serempak."Udah nyampe motornya? Gimana? Dinda suka ng

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Mereka mengeroyokku

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 6Bagaimana dia tahu kalau aku sudah menikah? Daripada pihak kampus tahu lebih baik aku menurutinya. Pintu belakang mobil itu terbuka lalu aku masuk dan duduk disebelahnya.Siapa kira-kira wanita ini ya?Bau parfum yang sangat wangi tercium begitu aku duduk di samping wanita itu. Beda sekali denganku yang bau matahari, apalagi kalau melihat dandanan dan model bajunya. Aku dan wanita itu layaknya bumi dan langit. Aku yang sangat lusuh dan dia yang cantik dan modis bak artis. "Jalan, Pak!" Perintahnya pada sopir. Mobil mewah yang aku tumpangi pun perlahan melaju. Tak ada suara berisik mesin seperti angkot yang biasa aku tumpangi, tak ada bau solar tercium yang ada wangi pengharum mobil dan hawa dingin yang keluar dari AC yang terpasang. Jika mereka yang diluar merasa kegerahan maka aku tetap sejuk walaupun di dalam mobil. Seumur hidup baru pernah aku merasakan naik mobil mewah seperti ini. "Kenapa? Baru pernah naik mobil mewah seperti ini?" Wanita itu seperti

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bibir jontor

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 7"Ikat dia dan lakban mulutnya! Taruh di gudang!"Astaga! Mereka begitu jahat! Ya Tuhan, selamatkan aku.Ditariknya aku untuk berdiri oleh dua orang laki-laki, kemudian memaksaku untuk jalan. "Lepasin aku! Lepas! Toloooong!" Aku berteriak minta tolong berharap ada bantuan yang datang. Kaki kananku tiba-tiba tersandung oleh kaki kiriku akibat jalanku yang dipaksa. Aku pun kemudian terjatuh. Mereka bukannya membantuku untuk berdiri tapi justru mereka melarakku di lantai. Tega sekali mereka. Ibu … bapak tolong Seva."Berhenti kalian!" Terdengar teriakan dari belakangku."A—ayah!" Kedua laki-laki yang menyeretku seketika berhenti dan melepaskan tanganku. Aku yang dengan posisi badan tertelungkup kemudian menyatukan tanganku dibawah dahiku. Ya, aku menangis. Aku yang sedari tadi menahannya kini tak sanggup lagi menahannya.Sentuhan di bahuku dan usapan tangan di kepalaku belum mampu meredakannya. Biarlah, aku melepas beban di dada. "Kalian keterlaluan! Siapa

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Mamih

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 8Memasuki halaman terlihat mobil mewah yang kemarin aku tumpangi bersama Nyonya Lidiya. Mau ngapain lagi dia kesini?Baiknya aku masuk atau aku menghindar dulu ya? Tunggu, di dalam masih ada ibu, bapak juga Seno. Bagaimana kalau mereka tau kejadian kemarin? Kalau begitu aku masuk saja. "Assalamualaikum," ucapku saat akan memasuki rumah."Waalaikumsalam," jawab mereka serempak. Ternyata bukan hanya Nyonya Lidiya tapi ada juga Nyonya Tania. "Sini, Nak, mereka anak-anak suamimu." Ibu memperkenalkan mereka. Ibu menyangka aku belum tahu siapa mereka. "O, ini ya istri baru Ayah? Wah, cantik ya, Ayah pinter banget cari ibu baru buat kita. Bener nggak Mbak Lidiyia?" Nyonya Tania mengatakan seolah-olah kita baru saja bertemu."Be—betul. Cantik banget, pantes Ayah langsung klepek klepek," jawab Nyonya Lidiya. Aku yang masih bingung dengan sikap mereka hanya bisa terdiam, sikap mereka sungguh sangat berbeda dengan yang kemarin. Apa mereka sudah sadar dan menerimaku

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Galih dan Ratna

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 9"Terima kasih, sudah mau memaafkan anak-anak ku." Suara lirih itu terdengar menempel di telingaku. Nafasnya yang hangat kini beralih di leher. Aku merinding ketika sebuah kecupan mendarat di tengkuk. Rasanya bulu-bulu halus di seluruh tubuhku sudah berdiri. Dia membalikkan badanku, kini kami saling bertatapan. Tangannya yang sedianya melingkar di perutku kini beralih memegang kedua pipiku. Dia mendekatkan wajahnya padaku, semakin dekat bahkan hidung kami sudah saling menempel. Apa yang harus aku lakukan?Oh Tuhan bibirku ini masih perawan jangan sampai ternoda oleh suamiku. Aku belum rela … Berikan pertolongan untuk hambaMU yang selalu bersikap manis ini atau sebentar saja, ubah wajah suamiku seperti Bang Jimin atau Bang Lee Min Hoo ya boleh lah, atau kalau lokalan ya udah Bang Billar ya nggak apa-apa.Tok tok tok"Permisi Bos, mobil sudah siap apa jadi pulang sekarang?" Alhamdulillah ternyata Tuhan mengirimkan penyelamat itu Bang Agus, produk lokal yang

    Last Updated : 2022-07-14
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Identitas anak tiriku

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 10Sepertinya aku melihat seseorang yang aku kenal. Bener nggak ya?Benar! Mataku nggak salah lihat! Dia memakai setelan jas yang juga berwarna putih. Kenapa Andi juga ada disini?Duh, kok jadi bisa kebetulan gini?"Ini acara apa?" tanyaku pada suamiku."Acara ulang tahun cucuku. Dinda nanti akan Kanda kenalin ke semua anak dan cucuku. Ayo, kita kesana.""Si—siapa nama cucunya?""Andi, mungkin dia seumuran sama Dinda. Nanti Kanda kenalin sama Dinda."Duar!Jawaban itu laksana petir yang menyambarku. Baru saja Andi tadi menyatakan suka padaku tapi malam ini, aku harus mendapati kenyataan kalau Andi adalah cucuku. Takdir seperti apa ini?"Permisi Bos, Nyonya ingin bertemu," ucap Pak Agus."Baiklah, Ayo!"Apa sekarang waktunya, apa sekarang jati diriku terungkap di depan Andi? Aku belum siap. Jujur, ada rasa tersendiri saat aku didekat Andi. Apalagi waktu kejadian tadi pagi."Dinda … kok bengong? Ayo!" "I—iya" jawabku gugup. Lalu digandengnya tanganku seperti t

    Last Updated : 2022-07-14
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 11 Aku yang berkuasa!

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 11Aku yang mendengar ancaman Mbak Susi langsung terdiam. Lulus kuliah adalah impianku, bahkan cita-cita ku ingin menjadi arsitek. Kalau aku dikeluarkan dari kampus pupus sudah harapanku."Dinda, tolong ambilkan ponsel di kamar!" perintah suamiku. Dengan gontai aku melangkah ke kamar melaksanakan perintahnya. Tak butuh lama, aku sudah meletakkan ponselku dan juga ponsel Seno di atas meja."Ponselku, Dinda …" Aku kira Riko meminta ponselku dan Seno, apa mungkin saat aku tadi ke kamar mereka juga meminta ponsel suamiku? Betapa rakusnya mereka!Segera kuambil ponsel di atas nakas yang sedang diisi daya dan menyerahkannya pada suamiku. Langsung saja suamiku mengutak-atik benda pipih di tangannya. Mungkin sedang me reset ponsel sebelum diserahkan pada Bude Ratmi.'Ya, selamat siang' ucap Suamiku yang terlihat sedang menghubungi seseorang entah siapa.'Langsung saja, aku ingin karyawan yang bernama Suparmin bagian administrasi untuk dipecat hari ini juga! Tanpa pesa

    Last Updated : 2022-09-07
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 12 Ketika cucuku menyatakan cinta

    KAKEK TUA itu SUAMIKU"Sebentar, aku ke dapur dulu." Aku yang tadinya sedang belajar langsung menutup bukuku. Sebenarnya aku bukan mau ke dapur tapi aku mencari ibu."Bu, bisa kesini sebentar," pintaku pada Ibu. Ibu ternyata ada di kamarnya sedang ngobrol sama Bapak."Ada apa? Sudah malam kenapa belum tidur?" tanya ibu."Ehm, suamiku minta dikerokin katanya masuk angin tapi—Ibu aja ya yang kerokin?" "Kok Ibu? Istrinya kan kamu masa Ibu yang kerokin! Lucu kamu!" Ibu menolak permintaanku secara tegas. "Nih, pakai ini buat kerokin." Diserahkannya koin seribuan serta balsem pada tanganku. "Kok pakai koin, Bu?""Lah ya pakai koin masa iya pakai sekop! Udah sana masuk kamar kerokin suamimu, Ibu ngantuk." Yah, Ibu malah ngantuk. Kutimang koin dalam genggaman lalu aku menuju tempat peraduan. Ecieeee peraduan, peraduan singa kali.Masuk ke kamar suamiku sudah melepas bajunya dan menyandarkan tubuhnya pada ranjang. Aku mendekati dan mulai naik ke ranjang. Tanpa dikomando suamiku langsung memun

    Last Updated : 2022-09-07

Latest chapter

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 95 Tak diakui

    "Ehm, Pak Agus kalau pulangnya naik taxi online nggak apa-apa?" "Nggak apa-apa sih, Nona Bos, tapi mobilnya mau dibawa kemana?""Mau dibawa buat momong aki-aki," gurauku."Gimana Bos?" Pak Agus meminta persetujuan dari suamiku."Perintah istriku mutlak wajib dikabulkan," jawab suamiku. Pak Agus kemudian menyerahkan kunci mobil pada suamiku namun sebelum suamiku menerimanya aku sudah terlebih dahulu merebutnya."Aku yang nyetir," ucapku sambil berlalu menaiki mobil."Jangan lupa pasang safety belt ya Kek," candaku saat suamiku duduk di kursi penumpang sebelahku."Mohon maaf Cu, Kakek lupa cara pasangnya." Lah malah suamiku balik ledek."Oke, kita berangkat. Sesuai aplikasi ya," ucapku menirukan driver taxi online. Kemudian aku pacu mobil sedan Mercedes Benz keluaran terbaru berwarna hitam dengan kecepatan sedang."Kita mau kemana, Sayang?" tanya suamiku."Gimana kalau nonton bioskop?" usulku."Boleh, bentar Kanda booking dulu.""Eh, jangan donk, jangan main asal booking. Kita biasa a

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 94 Siapa mertuanya?

    Aku cukup kaget mendengar perintah suamiku, dan Seno pun terlihat langsung menunduk."Darimana kamu belajar nyetir?" tanya suamiku."Dari Bapak," jawab Seno lirih."Maaf Mas Mantu, Seno sebenarnya sudah ada satu tahun belajar nyetir, kadang dia yang antar pesanan ketring, tapi tetap dalam pengawasan bapak. Hanya saja, setelah bapak meninggal, Seno bawa sendiri. Kalau keberatan nanti biar mobilnya ditinggal disini," imbuh Ibu."Apa Kanda marah sama Seno?" tanyaku pada suamiku."Siapa yang marah?""Itu tadi minta mobil di tinggal disini.""Memangnya nggak boleh kalau ditinggal disini?" "Satu minggu lagi kan Seno tujuh belas tahun, bisa buat SIM sama KTP kenapa harus ditinggal disini mobilnya? Kalau ditinggal disini Ibu gimana anter pesanan ketring?" "Dinda jangan marah-marah dulu, belum selesai ngomong udah di protes." "Terus?""Itu mobil yang dibawa Seno udah ketinggalan model, masa anak muda kaya Seno bawa mobil kaya gitu, niatnya mau dibelikan yang baru …," jelas suamiku. "Tapi ka

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 93 Cinta yang sebenarnya

    Perhatian kini tertuju pada perempuan itu, ah iya aku ingat namanya Mayang.Mbak Nisa berbalik, karena perempuan itu datang dari arah belakang Mbak Nisa."Enak banget kamu mau melamar dia?!" pekik Mayang.Ivan yang tadinya berlutut kemudian berdiri menghampiri Mayang."Apa ada yang salah, Mayang?" tanya Ivan."Tentu saja ada!" jawab Mayang dengan nada tinggi. "Kalau kamu melamar dia, apa arti kedekatan kita selama ini?" "Kedekatan? Apa maksudmu? Bukankah dari awal aku sudah memberitahu tentang rencana ini?" tanya Ivan."Kalian selesaikan dulu masalahnya, aku pergi dulu," ucap Mbak Nisa."Tunggu, Nisa!" cegah Ivan."Ada apa lagi? Sudah jelas kan kalau dia berharap lebih pada kamu?""Tapi aku tidak ada maksud apa-apa sama Mayang, aku hanya mencintaimu Nisa ….""Aku juga," jawab Mbak Nisa lirih. "Tapi aku tidak mau ada orang lain yang sakit hati dengan hubungan kita.""Katakan sekali lagi Nisa, apa kamu mencintai Ivan?" tanya Mayang."Maaf, kalau aku salah. Aku memang masih sangat menci

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 92 Will you marry me?

    Setelah dilakukan cek darah, dia terkena tipes dan itu sudah lumayan parah," jelas Dokter. "Dia harus rawat inap di rumah sakit," imbuh Dokter."Lakukan yang terbaik untuk putri saya Dok," ucap Ayah Riska."Rawat dia di ruang VVIP, akan aku booking satu lantai untuk dia," ujar suamiku."Tuh, Ris, ucapan adalah doa. Kamu kan dulu pengen booking satu lantai sekarang kesampaian." "Ya kali harus sakit dulu kaya gini," elak Riska. "Ehm, aku cancel deh buat booking satu lantai, mending pulang aja. Boleh nggak, Dok?" pinta Riska."Nggak bisa. Apa kamu mau sakitmu tambah parah?" Riska akhirnya pasrah harus opname di rumah sakit. "Terimakasih Pak Bambang, sudah sangat peduli dengan anak kami," ucap Ayah Riska saat aku dan suamiku hendak pulang."Tidak apa-apa. Riska adalah sahabat baik istriku, dia sudah saya anggap sebagai—""Stop Pak Bambang!" sergah Riska. "Jangan anggap aku sebagai istrimu!" Mendengar ucapan Riska, Ibu Riska langsung memukul kaki Riska."Astaga! ini bocah kalau ngomong

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 91 Riska kenapa?

    "Maaf Va, tapi benar-benar perutku mual," ucap Riska."Nggak apa-apa." Aku mendorong kursiku kemudian mendekati Riska. Aku pijat tengkuk lehernya, agar dia merasa lebih baik. "Jangan-jangan dia hamil," ucap seseorang yang duduk di meja sebelahku."Apa maksudmu mengatakan hal itu?" tanyaku padanya."Ya nggak apa-apa. Sekarang lihat deh, dia muntah-muntah di pagi hari, bukankah pas sama ciri-ciri orang hamil?""Kalau ngomong disaring dulu mulutnya! Nggak tau apa-apa udah ngomong hamil!""Loh, kok kamu nggak terima?!""Kirim aja nggak gimana aku mau terima? Dasar aneh, kenal juga nggak udah main tuduh!" Ingin aku menyiram muka perempuan itu dengan teh yang ada diatas meja, tapi tanganku malah ditarik oleh Riska."Va … aku pulang aja ya," ucap Riska."Aku anterin ya," usulku pada Riska."Nggak usah, aku naik taksi online aja, kamu kan ada kelas pagi," tolak Riska."Udah, nggak usah dipikirin," jawabku.Aku kemudian membantu Riska untuk berdiri dan memapahnya."Maaf Va, ngrepotin kamu," u

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 90 Ulat bulu tak mau menyerah

    "Va, kamu selalu bawa kan?" tanya Riska. Entah apa maksudnya malah tanya seperti itu."Bawa apaan?" "Permen!" jawab Riska ketus. "Botol Va, botol."Auto mikir dengan ucapan Riska. Aku ingat-ingat tentang botol, yang terlintas di otak malah bayangan tampan suamiku. Aku geser kembali bayangan suamiku, yang keluar malah Song Joong Ki. Hih! Ni otak kenapa mendadak pintar!"Kelamaan mikir kamu, Va!" hardik Riska. Dua orang laki-laki itu sudah sangat dekat jaraknya dengan kami. "Om-om! Lihat deh, ke atas," ucap Riska."Ada apa di atas?" tanya salah satu laki-laki itu."Itu ada cicak bawa koper, kayaknya keberatan deh. Bantuin dulu gih Om," jawab Riska membuatku tepuk jidat. Bisa-bisanya dia bercanda disaat seperti ini."Ngledek kamu, hah?!" bentak laki-laki itu."Siapa yang ngeledek?" elak Riska. "Kalau yang ini beneran deh, tuh lihat dipojokkan," tunjuk Riska pada benda kecil yang terpasang di langit-langit pojok lift. "Kasih lihat giginya dulu, Om!" perintah Riska. Yang lebih mencengang

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 89 Dia mengancam

    "Mbak … Mbak Nisa kenapa?" Aku beranikan diri untuk bertanya pada Mbak Nisa karena semakin lama air mata Mbak Nisa semakin banyak mengalir di pipi."Mbak Nisa nangis pengin balon? Atau mau kue ulang tahun? Nanti Riska ambilkan, tapi jangan nangis ya …" hibur Riska."Kenapa rasanya sakit kaya gini? Seharusnya aku biasa saja. Aku sudah menolaknya, tapi aku sakit melihatnya dengan perempuan lain," ucap Mbak Nisa terisak."Apa itu karena Ivan Mbak?" tanyaku pada Mbak Nisa. "Kenapa Mbak Nisa menolak lamaran Ivan kalau Mbak Nisa cinta sama dia?""A—aku takut dia kecewa Va. Kamu kan tau aku nggak bisa kasih dia keturunan dulu juga ibunya menentang hubungan kami karena hal itu.""Waktu mau melamar Mbak Nisa kan ibunya sudah merestui Mbak, kenapa Mbak Nisa tetap menolaknya?""Aku takut Va, takut jika suatu saat ibunya kembali mengungkitnya.""Mbak Nisa sekarang masih cinta sama Ivan?""Dari dulu aku nggak pernah mencintai laki-laki lain selain dia, bahkan setelah aku meninggalkannya ke Austral

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 88 Kenapa dengan Nisa?

    Malamnya kami sudah sampai di tempat Ibu. Mbak Nisa malah sudah sampai terlebih dahulu karena Mbak Nisa dari kantor langsung ke tempat Ibu. Kue yang aku pesan juga sudah sekalian dibawa sama Mbak Nisa.Di ruang tamu para tamu datang berkumpul untuk mengirimkan doa untuk Bapak."Va, kuenya enak," ucap Riska saat baca doa telah selesai."Hmmmm, makan terus kamu kerjanya! Bukannya ikut kirim doa!" sungutku pada Riska."Aku kan lagi halangan, Va," jawabnya dengan mulut penuh makanan. "Halah! Alasan aja kamu!" timpal Mbak Nisa. "Aku perhatiin kok dari tadi kamu sibuk sama kacang di depan kamu. Tuh lihat kulitnya aja paling banyak di depan kamu." "Lah kan biar pas, nanti kalau kulitnya di buang jadinya kacang yang lupa sama kulitnya," elak Riska.Pukul sembilan malam akhirnya acara telah selesai, semua tamu sudah kembali ke rumah masing-masing. Kami memutuskan untuk menginap di rumah Ibu."Ris, kamu masih ngunyah?" tanya Mbak Nisa saat Riska masih menikmati bola-bola coklat yang ada di de

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 87 Terkuaknya identitas

    Bi Asih kemudian mematikan sambungan teleponnya dan berbalik."Nyo—nya," ucap Bi Asih gelagapan. Mukanya menunduk tak berani menatapku."Iya ini saya. Kaget?!" "Ti—tidak Nyonya, saya kira Nyonya masih di kamar sebelah," jawab Bi Asih melawan rasa gugupnya."Sudah dari tadi saya disini. Mana ponselmu?" Bi Asih kemudian merogoh saku bajunya dan menyerahkan ponsel kepadaku, yang diserahkannya justru ponselku padahal sudah jelas yang aku minta adalah ponsel Bi Asih. Aku terima saja ponselku dan aku masukkan kantong bajuku."Ponsel Bi Asih mana?" tanyaku."Bu—bu—buat apa Nyonya?" "Nggak usah banyak tanya! Saya sudah tau semuanya! Cepat berikan ponsel kamu!" teriaku.Bi Asih kaget dengan suara nada tinggi yang aku keluarkan. Tangannya langsung bertindak cepat merogoh saku kemudian menyerahkan ponsel miliknya padaku."Ada apa Dinda?" tanya suamiku yang baru saja terbangun. Mungkin dia kaget dengan suara kerasku."Maaf Kanda, sudah membuat Kanda kaget sampai terbangun," jawabku pada suamik

DMCA.com Protection Status