Share

Dilarang hamil

Author: sarinah0488
last update Last Updated: 2022-07-09 14:46:30

KAKEK TUA itu SUAMIKU

Bab 4

Lima belas menit perjalanan akhirnya kami sampai di rumah. Memasuki halaman ada mobil ambulance yang terparkir dan motor yang kuhitung ada lima buah juga berada di halaman. Pikiranku langsung tertuju ke Bapak.

Ya Tuhan, ada apa ini?

"Pak … Bapak!" Aku memanggil Bapak sambil berlari menuju rumah. Ya Tuhan semoga Bapak tidak apa-apa. Aku sangat khawatir karena Bapak punya riwayat penyakit jantung.

"Kenapa, Va? Kenapa teriak-teriak?" jawab Bapak.

Ah, lega rasanya. Ternyata bapak sedang duduk di ruang tamu. Ibu juga duduk disampingnya. Tunggu, mana Seno?

"Seno mana, Pak?" Masih saja aku takut terjadi sesuatu dengan anggota keluargaku.

"Ada itu di kamar. Sini loh, ada Bu Bidan sama perangkat desa mau ketemu sama kamu." Bapak menjelaskan siapa saja yang ada di ruang tamu. Karena ruang tamu yang sempit jadi yang duduk hanya Bu Bidan dan Pak Lurah saja yang lainnya berdiri. 

"Kami tunggu di luar saja ya Pak, biar lebih enak ngobrolnya." Salah satu dari laki laki yang mengenakan seragam coklat akhirnya memutuskan untuk keluar. Di dalam ruang tamu tinggal Bu Bidan sama Pak Lurah.

"Aku pulang aja ya," bisik Riska. Mungkin dia tidak enak karena di rumah banyak tamu. 

"Iya, hati-hati, makasih udah dianter." 

Ibu kemudian menggeser tempat duduknya dan menyuruhku untuk duduk bersama. 

"Begini ya, kedatangan kami kesini karena kami dapat laporan kalau kemarin di rumah ini telah diadakan acara pernikahan. Apakah itu benar Pak, Bu?" Pertanyaan yang dilontarkan Pak Lurah membuat Bapak dan Ibu jadi saling berpandangan.

"Benar, Pak Lurah, tapi kami sudah ijin sama Pak RT" jawab Bapak.

"Apa yang menikah itu adalah Seva?" Kali ini Bu Bidan yang bertanya.

"Benar Bu, Seva yang menikah" jawab Ibu.

"Usia Seva sekarang berapa?" lanjutnya. Aku berasa jadi narapidana yang sedang di interogasi.

"Dua puluh satu tahun, Bu," jawabku.

"Berapa usia suamimu?"

"Ehm, usianya enam puluh tahun Bu," jawabku lirih.

"E-nam puluh tahun? Apa tidak salah?" Bu Bidan kaget mendengar jawabanku, tapi memang begitulah kenyataannya.

"Benar, usianya memang enam puluh tahun." Kupastikan lagi jawabanku agar mereka yakin.

"Lalu, apa kalian berencana untuk langsing punya anak?"

"Ehm, itu ... sebenarnya mungkin belum Bu, saya masih kuliah, mungkin tunggu saya selesaikan dulu kuliah saya," jawabku.

"Baiklah, jika memang begitu, saya harap kalian segera melegalkan pernikahan kalian. Bukannya apa-apa, jika kalian hanya menikah di bawah tangan terus kalian punya anak, nanti yang rugi anaknya, juga kamu—Seva. Apalagi usia suamimu itu sudah tak lagi muda. Bukannya menakut-nakuti, tapi jika suamimu pergi duluan terus pernikahan kamu belum tercatat, kamu tidak bisa menuntut apa-apa nantinya," papar Bu Bidan. Aku hanya manggut-manggut saja mendenu penjelasannya. Aku tak bisa memungkiri memang benar apa yang dikatakan oleh Bu Bidan. Amit-amit jangan sampai nantinya aku bernasib buruk dengan pernikahan ini.

"Seva hanya menunggu sampai lulus kuliah Bu, nanti akan mendaftarkan pernikahan kami. Sayang jika aku harus menikah resmi nanti aku dikeluarkan dari kampus karena Seva masuk dari jalur bidik misi," jelasku pada Bu Bidan. Ya, alasan bidik misi lah aku tak bisa menikah secara resmi. Waktu itu sebenarnya suamiku menawarkan aku untuk pindah saja kuliahnya tapi tidak semudah itu juga untuk pindah. Sayang rasanya dengan waktu kuliah yang selama ini sudah aku jalani.

"Bapak yang salah, bapak yang sudah mengijinkan Seva untuk menikah," ucap Bapak.

"Nggak Pak, jangan begitu ngomongnya. Seva ikhlas dengan pernikahan ini." Aku takut, jika kepikiran nanti jantung bapak akan kambuh.

"Ini semua kan sudah terjadi, untuk meminimalisir resiko sebaiknya Seva jangan hamil dulu ya," saran Bu Bidan. "Boleh ko hamil, tapi tunggu pernikahan kalian sah secara hukum dan agama."

Begitulah saran dari Bu Bidan dan entah apalagi yang mereka bicarakan aku tak terlalu mengingatnya.

***

Sore ini Ibu membuat pisang goreng untuk kami. Cuaca yang habis hujan sangat cocok dinikmati dengan segelas teh manis hangat. Aku sedang mengaduk gula di dalam cangkir saat terdengar suara panggilan dari luar rumah. Sudah bisa dipastikan suara siapa itu. Ya, itu pasti suara Bude Ratmi.

"Mar … Marni …!" Bude Ratmi masih saja terus berteriak kalau tidak segera di bukakan pintu. Ibu yang sedianya akan memasukkan pisang goreng ke mulutnya langsung meletakkan begitu saja pisang goreng di meja. Bergegas Ibu ke depan dan membukakan pintu.

"Iya Mbak, sebentar," jawab Ibu.

"Buka pintu aja kok lama banget!" sungut Bude Ratmi. "Bau teh panas ini, kamu lagi bikin teh ya, Va? Bude sekalian ya, gulanya yang banyak air panasnya juga yang benar-benar panas ya, Bude nggak mau kalau kurang panas." 

"Hmmm," gumamku. 

"Mar, tadi aku lihat ada ambulance sama Pak Lurah pada datang kesini. Emangnya pada mau ngapain?" Nah kan Bude pasti kesini cuma pengin kepo terus nanti jadi bahan gibah di warung.

"Nggak ada apa-apa kok, Mbak" jawab Ibu. Ibu juga sepertinya enggan untuk menceritakan perihal kedatangan Pak Lurah tadi.

"Ini Bude, tehnya, sama ini juga ada pisang goreng." Kusandingkan sepiring pisang goreng dan juga teh manis sesuai permintaan Bude.

"Cocok nih, pisang gorengnya nanti Bude minta bungkus sekalian ya buat Pakde temen ngopi," ucap Bude sambil tangannya mencomot satu pisang goreng dan langsung memakannya.

"Ayo donk Mar, ceritakan tadi kenapa mereka pada dateng kesini." Bude masih saja kepo, padahal tadi Ibu sudah bilang nggak ada apa-apa. Harusnya Bude sadar kalau Ibu itu nggak pengin cerita.

"Nggak ada apa-apa, Mbak," jawaban Ibu juga masih sama seperti tadi.

"Kamu mau main rahasia rahasiaan sama aku? Udah nggak ngakuin aku jadi saudara jadi main rahasia?" Bude malah jadi terlihat emosi karena nggak mendapatkan jawaban dari Ibu. 

"Bukan gitu, Mbak," elak Ibu.

"Bukan gimana? Udah jelas kamu nggak mau cerita itu artinya kamu nggak mau ngakuin aku jadi saudara! Yang namanya saudara itu nggak ada rahasia!"

"Iya, Marni cerita" Akhirnya luluh juga Ibu setelah Bude Ratmi mengancam. Diceritakanlah kedatangan Pak Lurah dan Bu Bidan tadi siang. "Intinya Seva belum boleh hamil dulu Mbak, masih kecil katanya."

"Lah, kalau nggak keburu hamil nanti suamimu keburu innalilahi." Bude Ratmi enteng sekali mengucapkannya.

Uhuk!

Ibu yang mendengarnya langsung tersedak teh yang sedang diminumnya.

"Ya, jangan ngomong kayak gitu donk Mbak, doain biar umurnya panjang."

"Va, Bude ajarin nih, kamu cepet-cepet minta warisan aja deh secara kamu itu kan nikah sirih kalau kamu nggak punya apa-apa terus suamimu meninggal kamu yang rugi!" ujar Bude Ratmi sambil mulutnya terus mengunyah pisang goreng.

"Nggak kepikiran sampai situ Bude," jawabku. Masa iya aku tega sama suamiku sendiri biarpun sudah tua.

Tok tok tok

"Permisi, selamat sore" ucap seseorang di depan.

"Kalian lagi nunggu tamu?" tanya Bude.

"Marni nggak ada janjian sama siapapun lagian dari dulu mana ada yang mau bertamu di gubuk reot ini. Seva mungkin?" Ibu beralih menanyakan padaku.

"Nggak, Seva nggak ada janjian dengan siapapun. Biar Seva aja yang buka." Aku menghentikan acara minum teh kemudian beranjak ke depan membukakan pintu.

Ceklek

Pintu terbuka, terlihat seorang laki-laki memakai topi putih senada dengan baju yang dipakainya berdiri di depan pintu.

"Selamat sore, apa benar ini rumah dari Bapak Suparjo?" Laki-laki itu ternyata menanyakan rumah Bapak. Tapi siapa ya?

"Benar, saya anaknya. Anda siapa ya?" 

"Oh, pas sekali berarti ini dengan Seva Lidiya Dewi ya?" Laki-laki itu mengucapkan nama ku sambil membaca sebuah dokumen yang dipegangnya. "Sebentar ya." Laki-laki itu kemudian berbalik arah dan keluar dari halaman.

"Siapa, Va?" tanya Ibu yang sudah ada di belakangku bersama Bude Ratmi.

"Pasti itu rentenir yang mau nagih hutang! Inget ya, aku nggak mau nalangin, utang kalian aja masih ada lima ratus ribu!" Cerocos Bude.

Aku sanksi kalau itu rentenir, kan hutangnya sudah dilunasin semua. Apa ada rentenir lain yang aku nggak tau? Apa bapak menyembunyikan sesuatu?

Nah, itu orangnya sudah balik lagi. Tapi kok di belakangnya ada mobil pickup yang ngikutin.

"Mar! Amankan itu kamu punya barang-barang, jangan-jangan itu mobil mau sita barang di rumah kamu!" Lagi-lagi Bude Ratmi asal ngomong.

"Seva, itu siapa?" Ibu yang tadi belum mendapatkan jawaban mengulangi pertanyaannya.

"Nggak tau Bu, tadi tanya alamat Bapak terus tau nama lengkap Seva juga. Nah, itu orangnya kesini Bu, kita tanya lagi aja." Laki-laki dengan topi putih itu kembali lagi kesini.

"Permisi, ini motornya mau langsung dibawa masuk apa di teras dulu?" 

"Motor? Motor siapa ya?" tanya Ibu balik pada laki-laki itu. Aku menatap heran pada motor matic putih keluaran terbaru merk N*ax yang baru diturunkan dari mobil dan dituntun ke arah kami.

"Mungkin, Mas salah alamat," ucapku. Bisa saja kan mereka salah alamat, lagian siapa yang di rumah ini beli motor sebagus itu, mimpi pun aku tak berani.

"Iya betul pasti salah alamat, mungkin itu harusnya di anter ke rumahku. Kemarin Riko ngomong pengen motor kayak gitu. Jangan-jangan Mas Parmin yang belikan, iya pasti itu buat Riko. Ayo Mas, pindah ke sebelah." Bude antusias sekali dengan datangnya motor itu dan mengira itu untuk anaknya—Riko.

"Ehm, ini bener kan alamatnya Bapak Suparjo?"

"Salah Mas, Suparmin rumahnya yang sebelah," jawab Bude. Bude masih yakin kalau mereka salah alamat.

"Bukan Suparmin, disini tertera Suparjo dan anaknya namanya Seva Lidiya Dewi." Laki-laki itu kembali menjelaskan.

"Bener Mas, tapi motor itu punya siapa?" tanyaku penasaran. Nggak mungkin juga Bapak yang beli.

"Begini, saya jelaskan dulu. Pak Bambang Hendromoyo yang telah membeli motor ini dan minta diantar ke rumah Pak Suparjo, di pesannya tertera kalau motor itu untuk anaknya Pak Suparjo yang bernama Seva Lidiya Dewi." 

"Apa?! Jadi ini motor Seva? Nggak bisa! Harusnya Riko dulu yang punya bukan kamu!" Bude tak terima dengan motor yang jadi milikku.

"Ini, surat serah terima motornya mohon untuk ditandatangani." Laki-laki itu tak menggubris ucapan Bude, dia tetap melanjutkan tugasnya. Ibu kemudian menandatangani berkas yang diserahkan laki-laki itu.

"Kalau begitu saya permisi dulu, ini kunci motornya. Selamat sore." Laki-laki itu kemudian pergi bersama mobil pick up sedangkan motor N*ax putih sudah terparkir di teras. Aku masih tak menyangka jika aku akan dibelikan motor baru. 

"Mana kuncinya?" Bude menanyakan kunci motor baru entah apa maksudnya.

"Ini," jawab ibuku sambil memperlihatkan kunci yang ada di tangannya.

"Mar, kamu kan masih punya utang lima ratus ribu jadi motor ini saya bawa dulu sebagai jaminan sampai kamu bisa melunasi hutang kamu!"

Apa?! 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Ancaman wanita asing

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 5"Mar, kamu kan masih punya utang lima ratus ribu jadi motor ini saya bawa dulu sebagai jaminan sampai kamu bisa lunasin utang kamu!"Apa?! Dih, Bude emang keterlaluan!"Rik … Riko, sini kamu!" Riko yang sedang berjalan kemudian berbelok setelah mendengar panggilan ibunya."Ada apa, Bu? Riko mau main, nih," jawab Riko. Riko tampak kesal acaranya terganggu."Mau motor baru ini nggak? Ini bawa motornya pulang!" Bude Ratmi menyerahkan kunci motor yang dipegangnya."Beneran? Ini motor yang Riko pengin, siapa yang beli Bu? Ayo deh Riko boncengin Ibu, tapi nanti Riko langsung bawa main ya motornya." Riko begitu bersemangat dan langsung menaikinya."Tunggu!" Aku yang sedari tadi hanya memperhatikan lama-lama geram juga melihat tingkah Bude. "Assalamualaikum," ucap suamiku yang baru datang. Saking konsentrasinya melihat tingkah laku Bude dan Riko sampai tidak sadar ada yang datang."Waalaikumsalam," jawab kami serempak."Udah nyampe motornya? Gimana? Dinda suka ng

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Mereka mengeroyokku

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 6Bagaimana dia tahu kalau aku sudah menikah? Daripada pihak kampus tahu lebih baik aku menurutinya. Pintu belakang mobil itu terbuka lalu aku masuk dan duduk disebelahnya.Siapa kira-kira wanita ini ya?Bau parfum yang sangat wangi tercium begitu aku duduk di samping wanita itu. Beda sekali denganku yang bau matahari, apalagi kalau melihat dandanan dan model bajunya. Aku dan wanita itu layaknya bumi dan langit. Aku yang sangat lusuh dan dia yang cantik dan modis bak artis. "Jalan, Pak!" Perintahnya pada sopir. Mobil mewah yang aku tumpangi pun perlahan melaju. Tak ada suara berisik mesin seperti angkot yang biasa aku tumpangi, tak ada bau solar tercium yang ada wangi pengharum mobil dan hawa dingin yang keluar dari AC yang terpasang. Jika mereka yang diluar merasa kegerahan maka aku tetap sejuk walaupun di dalam mobil. Seumur hidup baru pernah aku merasakan naik mobil mewah seperti ini. "Kenapa? Baru pernah naik mobil mewah seperti ini?" Wanita itu seperti

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bibir jontor

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 7"Ikat dia dan lakban mulutnya! Taruh di gudang!"Astaga! Mereka begitu jahat! Ya Tuhan, selamatkan aku.Ditariknya aku untuk berdiri oleh dua orang laki-laki, kemudian memaksaku untuk jalan. "Lepasin aku! Lepas! Toloooong!" Aku berteriak minta tolong berharap ada bantuan yang datang. Kaki kananku tiba-tiba tersandung oleh kaki kiriku akibat jalanku yang dipaksa. Aku pun kemudian terjatuh. Mereka bukannya membantuku untuk berdiri tapi justru mereka melarakku di lantai. Tega sekali mereka. Ibu … bapak tolong Seva."Berhenti kalian!" Terdengar teriakan dari belakangku."A—ayah!" Kedua laki-laki yang menyeretku seketika berhenti dan melepaskan tanganku. Aku yang dengan posisi badan tertelungkup kemudian menyatukan tanganku dibawah dahiku. Ya, aku menangis. Aku yang sedari tadi menahannya kini tak sanggup lagi menahannya.Sentuhan di bahuku dan usapan tangan di kepalaku belum mampu meredakannya. Biarlah, aku melepas beban di dada. "Kalian keterlaluan! Siapa

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Mamih

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 8Memasuki halaman terlihat mobil mewah yang kemarin aku tumpangi bersama Nyonya Lidiya. Mau ngapain lagi dia kesini?Baiknya aku masuk atau aku menghindar dulu ya? Tunggu, di dalam masih ada ibu, bapak juga Seno. Bagaimana kalau mereka tau kejadian kemarin? Kalau begitu aku masuk saja. "Assalamualaikum," ucapku saat akan memasuki rumah."Waalaikumsalam," jawab mereka serempak. Ternyata bukan hanya Nyonya Lidiya tapi ada juga Nyonya Tania. "Sini, Nak, mereka anak-anak suamimu." Ibu memperkenalkan mereka. Ibu menyangka aku belum tahu siapa mereka. "O, ini ya istri baru Ayah? Wah, cantik ya, Ayah pinter banget cari ibu baru buat kita. Bener nggak Mbak Lidiyia?" Nyonya Tania mengatakan seolah-olah kita baru saja bertemu."Be—betul. Cantik banget, pantes Ayah langsung klepek klepek," jawab Nyonya Lidiya. Aku yang masih bingung dengan sikap mereka hanya bisa terdiam, sikap mereka sungguh sangat berbeda dengan yang kemarin. Apa mereka sudah sadar dan menerimaku

    Last Updated : 2022-07-13
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Galih dan Ratna

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 9"Terima kasih, sudah mau memaafkan anak-anak ku." Suara lirih itu terdengar menempel di telingaku. Nafasnya yang hangat kini beralih di leher. Aku merinding ketika sebuah kecupan mendarat di tengkuk. Rasanya bulu-bulu halus di seluruh tubuhku sudah berdiri. Dia membalikkan badanku, kini kami saling bertatapan. Tangannya yang sedianya melingkar di perutku kini beralih memegang kedua pipiku. Dia mendekatkan wajahnya padaku, semakin dekat bahkan hidung kami sudah saling menempel. Apa yang harus aku lakukan?Oh Tuhan bibirku ini masih perawan jangan sampai ternoda oleh suamiku. Aku belum rela … Berikan pertolongan untuk hambaMU yang selalu bersikap manis ini atau sebentar saja, ubah wajah suamiku seperti Bang Jimin atau Bang Lee Min Hoo ya boleh lah, atau kalau lokalan ya udah Bang Billar ya nggak apa-apa.Tok tok tok"Permisi Bos, mobil sudah siap apa jadi pulang sekarang?" Alhamdulillah ternyata Tuhan mengirimkan penyelamat itu Bang Agus, produk lokal yang

    Last Updated : 2022-07-14
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Identitas anak tiriku

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 10Sepertinya aku melihat seseorang yang aku kenal. Bener nggak ya?Benar! Mataku nggak salah lihat! Dia memakai setelan jas yang juga berwarna putih. Kenapa Andi juga ada disini?Duh, kok jadi bisa kebetulan gini?"Ini acara apa?" tanyaku pada suamiku."Acara ulang tahun cucuku. Dinda nanti akan Kanda kenalin ke semua anak dan cucuku. Ayo, kita kesana.""Si—siapa nama cucunya?""Andi, mungkin dia seumuran sama Dinda. Nanti Kanda kenalin sama Dinda."Duar!Jawaban itu laksana petir yang menyambarku. Baru saja Andi tadi menyatakan suka padaku tapi malam ini, aku harus mendapati kenyataan kalau Andi adalah cucuku. Takdir seperti apa ini?"Permisi Bos, Nyonya ingin bertemu," ucap Pak Agus."Baiklah, Ayo!"Apa sekarang waktunya, apa sekarang jati diriku terungkap di depan Andi? Aku belum siap. Jujur, ada rasa tersendiri saat aku didekat Andi. Apalagi waktu kejadian tadi pagi."Dinda … kok bengong? Ayo!" "I—iya" jawabku gugup. Lalu digandengnya tanganku seperti t

    Last Updated : 2022-07-14
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 11 Aku yang berkuasa!

    KAKEK TUA itu SUAMIKUBab 11Aku yang mendengar ancaman Mbak Susi langsung terdiam. Lulus kuliah adalah impianku, bahkan cita-cita ku ingin menjadi arsitek. Kalau aku dikeluarkan dari kampus pupus sudah harapanku."Dinda, tolong ambilkan ponsel di kamar!" perintah suamiku. Dengan gontai aku melangkah ke kamar melaksanakan perintahnya. Tak butuh lama, aku sudah meletakkan ponselku dan juga ponsel Seno di atas meja."Ponselku, Dinda …" Aku kira Riko meminta ponselku dan Seno, apa mungkin saat aku tadi ke kamar mereka juga meminta ponsel suamiku? Betapa rakusnya mereka!Segera kuambil ponsel di atas nakas yang sedang diisi daya dan menyerahkannya pada suamiku. Langsung saja suamiku mengutak-atik benda pipih di tangannya. Mungkin sedang me reset ponsel sebelum diserahkan pada Bude Ratmi.'Ya, selamat siang' ucap Suamiku yang terlihat sedang menghubungi seseorang entah siapa.'Langsung saja, aku ingin karyawan yang bernama Suparmin bagian administrasi untuk dipecat hari ini juga! Tanpa pesa

    Last Updated : 2022-09-07
  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 12 Ketika cucuku menyatakan cinta

    KAKEK TUA itu SUAMIKU"Sebentar, aku ke dapur dulu." Aku yang tadinya sedang belajar langsung menutup bukuku. Sebenarnya aku bukan mau ke dapur tapi aku mencari ibu."Bu, bisa kesini sebentar," pintaku pada Ibu. Ibu ternyata ada di kamarnya sedang ngobrol sama Bapak."Ada apa? Sudah malam kenapa belum tidur?" tanya ibu."Ehm, suamiku minta dikerokin katanya masuk angin tapi—Ibu aja ya yang kerokin?" "Kok Ibu? Istrinya kan kamu masa Ibu yang kerokin! Lucu kamu!" Ibu menolak permintaanku secara tegas. "Nih, pakai ini buat kerokin." Diserahkannya koin seribuan serta balsem pada tanganku. "Kok pakai koin, Bu?""Lah ya pakai koin masa iya pakai sekop! Udah sana masuk kamar kerokin suamimu, Ibu ngantuk." Yah, Ibu malah ngantuk. Kutimang koin dalam genggaman lalu aku menuju tempat peraduan. Ecieeee peraduan, peraduan singa kali.Masuk ke kamar suamiku sudah melepas bajunya dan menyandarkan tubuhnya pada ranjang. Aku mendekati dan mulai naik ke ranjang. Tanpa dikomando suamiku langsung memun

    Last Updated : 2022-09-07

Latest chapter

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 162 Ending

    "Cie yang sudah jadi CEO," ledek Riska saat aku sampai di kantor. "Kamu tahu?" Riska mengangguk." Tristan yang cerita semalam." "Kenapa bukan Tristan saja yang menggantikanku? Kenapa Andi?" "Andi itu di Australia pimpinan tertinggi perusahaan Va, sekarang beralih pada Mas Ivan. Andi dipindah tugaskan balik kesini jadi presiden direktur menggantikan kamu" jelas Riska. "Nggak tau aku maunya suamiku, bisa-bisanya mengundurkan diri nggak bilang-bilang." "Suamimu ingin yang terbaik buatmu Va, yakin itu," ucap Riska. *** Malam ini udara terasa dingin, bahkan pendingin ruangan tidak aku nyalakan. "Masih banyak kerjaannya?" tanya suamiku yang melihatku masih sibuk di depan laptop. "Nggak, bentar lagi selesai. Lagian kenapa Kanda harus mundur sih? Kalau nggak kenapa bukan Tristan aja yang jadi CEO?" Aku kemudian mematikan laptopku, pertanda aku sudah selesai mengerjakan pekerjaanku. Di dada bidang suamiku aku sandarkan kepalaku. "Kanda hanya ingin istirahat Dinda, Kanda mau m

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 161 Apa rencanamu sebenarnya?

    "Iya, ini aku. Kenapa? Kamu kaget?" Sejujurnya iya, aku sangat kaget. Dari gelagatnya, sepertinya Mbak Susi punya niat tidak baik sama aku. "Mbak Susi mau apa?" "Mau main-main sebentar sama kamu," sahut Mbak Susi. "Apa maksud Mbak Susi?" "Aku cuma mau tau, kalau wajahmu itu sudah nggak cantik, apa suamimu masih mau sama kamu?" Aku semakin bingung dengan ucapan Mbak Susi. Mbak Susi terlihat sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Pintu toilet yang tadinya tertutup kini terbuka semuanya. Namun yang keluar bukan wanita, tapi justru Pakde Parmin juga dengan tiga orang polisi lain, hanya satu yang wanita dia adalah Riska. Mbak Susi yang masih sibuk dengan tasnya tak sadar jika Pakde Parmin dan ketiga polisi datang mendekat, ketiga polisi bahkan langsung menyergap Mbak Susi dari belakang. Mbak Susi kaget, dan berusaha memberontak. "Lepas! Lepaskan aku!" "Kamu nggak akan bisa lepas sekarang," sahut Pakde Parmin. "Bapak tega, menangkap anak Bapak sendiri?" "Bapak harus teg

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 160 Dia membuntuti

    Sesampainya di parkiran aku dan Riska bergegas untuk turun. Langsung menuju ke lantai lima. Di depan ruanganku aku dan Riska kemudian berpisah. Riska ke divisinya sendiri dan aku masuk ke ruanganku sendiri.Hari itu aku lewati seperti biasa, memeriksa laporan dan menandatangani berkas. Ting Pesan masuk ke ponselku. Nomor baru lagi. Apa ini Mbak Susi lagi ya? Aku segera membukanya. Benar dia lagi yang mengirimku pesan.[ KAMU PIKIR AKU TAKUT DENGAN BODYGUARDMU YANG BERTAMBAH BANYAK? NGGAK! KAMU SALAH! ] [ Mau kamu sebenarnya apa, Mbak? Aku rasa aku nggak pernah mengusikmu, mengganggumu. ] Kubalas pesan dari Mbak Susi. Sudah muak rasanya mendiamkannya.[ BERANI JUGA KAMU MEMBALAS PESANKU. AKU MAU KAMU MENDERITA! AKU TIDAK RELA JIKA KAMU BAHAGIA! ] Mbak Susi kemudian mengirimkan sebuah foto padaku. Foto mobil Tristan yang tadi pagi aku tumpangi. Ya Tuhan, bahkan Mbak Susi tau jika aku ikut mobilnya Tristan.Aku segera keluar dari ruanganku dengan buru-buru dan menuju ke ruangan Tris

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 159 Seperti porselen

    "Jangan begitu Bude. Bude nggak usah merasa bersalah. Kita doakan saja semoga Mbak Susi secepatnya kembali ke jalan yang benar." "Bude sudah berusaha menghubungi nomor Susi tapi tidak ada yang bisa." "Sudahlah Bude, suatu saat Mbak Susi pasti mencari Bude. Bagaimanapun juga seorang anak pasti suatu hari butuh ibunya. Ehm, Bude minta tolong siapkan buah ya," pintaku pada Bude. Bude kemudian beranjak menuju ke dapur menyiapkan apa yang aku minta. "Assalamualaikum …!" Terdengar suara seseorang yang selama beberapa hari ini menghilang. Suara yang aku rindukan. "Waalaikumsalam," jawabku seraya menyambut Riska. Riska langsung memelukku erat. "Kangen banget sama kamu, Va," ucap Riska. "Ah, aku nggak, biasa aja!" jawabku bohong. Riska kemudian mendorongku. "Tega banget kamu!" Aku menarik tangan Riska kemudian merangkulnya. "Gitu aja ngambek. Ya kangen lah," lanjutku. Tak lama berselang, Tristan datang. "Tiap hari dia minta pulang, katanya kangen si kembar, kangen kamu, kangen Bi R

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 158 Pesan ancaman

    Pagi ini, aku tengah bersiap pergi ke kantor. Jadwal sudah dikirim lewat email oleh Nana–sekretarisku. "Kanda, mungkin nanti aku pulangnya sore," ucapku pada suamiku. Suamiku sekarang lebih banyak di rumah. Hanya sesekali ke kantor itupun tidak lama. "Apa Dinda sibuk?" "Lumayan, ada berkas yang harus aku pelajari dari hasil meeting kemarin, juga ada meeting dengan klien siang nanti." Pekerjaan yang kemarin tertunda karena sibuk dengan kasus Seno, kini harus menumpuk pada hari ini. Biasanya ada Riska dan Tristan yang menghandle, tapi mereka baru akan kembali tiga hari lagi. Dari foto yang dikirim Riska, terlihat dia sangat bahagia. Syukurlah, aku ikut senang melihatnya. Sebenarnya ada rasa kehilangan beberapa hari tidak mendengar suara khas Riska. Untung saja besok setelah honeymoon mereka akan tinggal disini terlebih dahulu. Kali ini aku setuju dengan hadiah rumah yang besar dari suamiku, bisa menampung orang banyak. "Jangan terlalu capek, kalau ada apa-apa hubungi Kanda." Sua

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 157 Dia tidak takut!

    Waktu menunjukkan pukul delapan malam, saat semua prosedur pembebasan Seno telah selesai. Dengan langkah yang gembira Seno berjalan menuju ke mobil."Aku lapar," ucapku saat diperjalanan menuju pulang."Saya juga lapar, Nona Bos," sahut Pak Agus. "Kanda juga, dari siang belum makan," imbuh suamiku. "Ha ha ha." Kami semua tergelak tertawa bersama. Saking fokusnya pada Seno kami lupa mengisi perut kami.Sebelum sampai rumah, kami memutuskan untuk terlebih dahulu membeli makanan untuk dibawa pulang. Menu yang paling disukai oleh anak-anak. Ayam goreng tepung kriuk-kriuk begitu anaku menyebutnya. "Pak Agus, bagikan juga makanannya pada bodyguard serta yang lainnya ya." "Siap, Nona Bos," sahut Pak Agus."Om Seno …!" teriak Arthur saat melihat Seno masuk ke rumah. Dia langsung meminta Seno untuk menggendongnya. Padahal Arthur sudah berusia enam tahun tapi tetap saja jika ada Seno ataupun Tristan dia akan langsung minta gendong. Berbeda dengan Alvina, dia hanya akan memeluk Seno dan memi

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 156 Buronan

    Mendengar perintah suamiku, anak buah suamiku dengan cekatan langsung mengambil laptop dan menyalakannya. Aku dan suamiku kemudian duduk di kursi tepat di hadapan mereka.Raut wajah mereka berubah pucat setelah melihat putaran rekaman CCTV. Salah satu dari mereka memang tidak terlihat jelas wajahnya tapi jika dilihat dari rekaman CCTV mobil Seno akan sangat terlihat jelas."Apa mereka pelakunya, Va?" tanya Pakde Parmin. "Iya Pakde, tapi mereka belum mau mengaku.""Apa kalian masih mau menyangkal setelah melihat rekaman itu?" Lanjut suamiku bertanya.Mereka berdua saling pandang satu sama lain. Keringat bahkan sudah terlihat jelas mengalir pada wajah mereka. Mereka tentu saja takut, tidak ada celah lagi buat mereka untuk menghindar."Kalian mau menjawabnya atau anak buah saya yang bertindak?" ancam suamiku.Bodyguard di belakang mereka bahkan sudah menarik baju bagian leher mereka. "A—ampun, saya akan mengatakannya," ucap laki-laki berkaos putih dengan mimik wajah ketakutan."Kataka

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 155 Membawa pelaku

    Percakapan dengan Aldo sengaja aku keraskan volumenya, agar satu ruangan ini bisa mendengarnya. "Bagaimana ini, Kanda?" "Tenanglah, sudah ada titik terang," jawab suamiku. "Kalian, segera bawa kesini dua orang yang menanyakan alamat pada Aldo!" Perintah suamiku pada anak buahnya. "Siap Bos!" jawab mereka serempak. Aku terus mondar-mandir di teras, menanti kedatangan Pakde Parmin dan Pak Agus. "Dinda, sini duduk. Jangan mondar mandir terus seperti itu," titah suamiku. Aku tak menggubrisnya, terus saja aku melangkah maju lalu kembali lagi. "Dinda …." Lagi, suamiku memanggil namaku. Mau tak mau aku menurutinya, duduk di samping suamiku di kursi teras. Tiiin Tiin Terdengar klakson mobil di depan, dengan segera Pak Satpam membuka pintu gerbang. Pertama masuk adalah mobil sedan hitam milik suamiku, disusul kemudian mobil sport milik Seno. Aku sangat penasaran dengan mobil Seno, bahkan sebelum mobil itu berhenti aku sudah berlari menghampirinya. Pintu mobil Seno terbuka, kelua

  • KAKEK TUA itu SUAMIKU    Bab 154 CCTV

    "Dia dituduh membawa narkoba Mbak," jawab Ibu."Nggak mungkin Seno seperti itu, ini pasti ada kesalahan, atau mungkin ada yang menjebaknya!" "Permisi Bos, mereka sudah datang," ucap Pak Agus. "Suruh mereka tunggu di ruang tamu.""Siap, Bos."Suamiku kemudian meletakkan sendoknya, meminum air putih yang ada di depannya, kemudian beranjak dan meninggalkan meja makan."Bude, tolong temani Ibu ya," pintaku pada Bude Ratmi. Aku kemudian menyusul suamiku, menemui orang-orang suruhan suamiku."Aku berikan tugas untuk kalian minta rekaman CCTV hari ini yang ada di toko buku Pelita, kafe Remaja juga di sekitar kampus Seno. Selidiki juga teman yang bersama Seno!" titah suamiku. "Akan ku kirim foto Seno pada kalian!""Siap Bos!" sahut mereka serempak. Lima orang dengan pawakan tinggi kekar kini beranjak dan meninggalkan ruang tamu.***Keesokan harinya, aku tengah bersiap untuk menemani Ibu ke kantor polisi. Semua jadwal kantor sudah aku serahkan dengan Pak Ilyas, direktur keuangan pada perusa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status