loved you, I loved you, I loved you
But that was then
But that was then"Maria bukan Meri, jangan salah ya, kamu yang mulai bukan aku Kala."
"Lo yang bodoh, lo nyalahin semuanya ke Gue? Gila lo ya!"
"Hei, gurun pasir yang tandus juga tahu, kalau kamu emang bersalah, gak usah bela diri gitu."
"Hah?! Cewek kayak LO ITU CUMA SAMPAH! BUAT APA DI PERTAHANIN?"
. . .
Hai, selamat datang di dalam jamuan makan malam hari ini, sepenggal yang kalian baca di atas adalah rumah di mana nanti akan aku sampaikan sedikit. Tidak, aku orang yang baik hati kok. Bahkan kita belum kenalan. Bagaimana jika kita berkenalan terlebih dulu? Baiklah, mari berkenalan sebentar, kalau begitu.
Kalandra? Ya. Orang memanggilku dengan nama itu. Nama yang begitu sempurna yang orang tuaku berikan ketika aku baru saja lahir ke muka bumi. Aku Kalandra Rezvan Akbar Putra terlalu panjang mungkin, kalian bisa memanggilku Kalandra, Kala, apa pun, sesuka kalian. Aku orang yang paling tampan, cerdas, yang pasti cute apa kalian percaya? Tidak, jangan salahkan aku, tapi jika kalian memaksanya, tentu aku tak akan menolak. Yang jelas, jangan percaya apa yang aku katakan.
Kalian tahu? Dulu aku memiliki cita-cita ingin menjadi seorang Pilot. Tapi, telah pupus ditengah jalan. Wah, kenapa? Tentu akan aku jelaskan sedikit bagaimana alasanku telah kandas untuk menjadi seorang Pilot, sederhananya adalah, karena Kakak perempuanku.
Aku terlahir bungsu, yang dilengkapi sepasangan kakak, laki-laki dan perempuan. Karena alasan itu aku memutuskan untuk menjadi seorang yang ingin menjaga kedua wanita yang begitu sempurna. Cinta pertamaku tentu saja pada Bubun. Sosok wanita yang paling cantik yang mampu membuatku jatuh cinta setiap hari. Lalu, pada kakak Perempuanku. Karena dia akan menjadi sosok Ibu yang nantinya tak kalah sempurna dari Bubun.
Banyak hal yang sulit aku jelaskan, tentang kisah di balik semua kebahagiaanku. Ada luka yang pernah menetap dan sulit untuk terlupa.
Jika kalian masih belum mengenalku, mari sapa aku sekali lagi. Aku Kalandra Rezvan, sedikit tentangku adalah bahagia dari kalian. Rumahku selalu terbuka untuk kalian, tak banyak yang tahu siapa aku, tapi aku akan mengatakannya pada kalian, kalau aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas Jakarta. Kebetulan jaraknya tak jauh dari rumah.
Kali ini tak akan aku biarkan kalian berpikir sendirian, aku akan mengajak kalian untuk menyelami kisahku, si Tuan Muda. Begitu julukkan yang mereka berikan padaku. Sejarahnya dimulai sejak aku masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, saat itu aku masih kelas 9 kalau tidak salah ingat. Tapi lupakan saja, karena itu masih sangat muda untuk dikataka sebagai seorang jagoan sekolah,kan?
Untuk menjaga diri dari serangan, aku pernah mencoba untuk melawan sebagai orang yang sok kuat, yang tak tau caranya berkelahi, bahkan tidak mengerti harus melawannya bagaimana. Sampai akhirnya aku datang dan untuk pertama kalinya juga aku berada di kamar seorang Guru BK, maksudku, aku dipanggil karena ulahku yang sembarangan.
Percobaan pertamaku adalah menantang salah satu siswa dari sekolah lain yang memang hobi mrncari gara-gara dengan beberapa siswa di sekolahku yang memang terkenal biang onar. Saat itu posisiku ada di antara mereka yang niatnya hanya melihat tak ingin ikut campur, tapi di luar dugaan, serangan berutal datang menghampiri dan akhirnya aku jadi ikut menjadi tawanan Guru BK, Pak Jo. Guru BK yang paling terkenal akan aturan diktatornya, menyeramkan!
Terlihat konyol, tentu saja, kalian bisa membayangkannya. Karena situasi itu sangat-sangat menyenangkan, aku yang tak tahu apa-apa justru sekarang menjadi seorang penyelamat atas prestasiku.
Kalian harus tahu, aku tidak akan melakukan apa pun unuk hal apa pun. Pengecualian, jika aku memang diserang lebih dulu. Lagi pula aku tak akan mungkin membiarkan Bubun datang ke sekolah untuk memenuhi panggilan, tapi, memang aku terlalu poluler jadi tak heran jika aku memiliki banyak mata-mata di sekitarku yang memang tidak pernah suka.
Aku tidak pernah bermimpi untuk menjadikan seni bela diri sebagai hobi yang sampai detik ini masih aku tekuni. Semuanya tidak berjalan begitu saja, ada alasan lain, salah satunya karena sosok Abang yang selalu menginspirasi keberanian dalam diriku. Terlebih, karena aku juga seorang anak terakhir. Tidak, tidak, aku tidak seperti yang kalian bayangkan. Apalagi seperti sosok anak manja yang tidak bisa melakukan apa-apa. Justru, karena aku anak terakhir, aku ingin menjadi sosok yang lebih kuat dari yang lain. Meski kadang-kadang aku akan bersikap selayaknya seorang anak bungsu, tidak perlu aku beri tahu, kalian sudah pasti tahu.
Aku rasa cukup untuk banyak bicaranya, aku hanya ingin mengatakan sedikit tentang bagaimana perasaan keluargaku saat masa kelam hadir diantara bahagia yang menyelimuti.
Aku tak pernah sedikitpun untuk menyakiti atau membuat semua orang terluka, terlebih saat di mana aku berada di atas kursi roda dengan keadaan yang tidak memungkinkan untukku berdiri. diagnosis dokter membuatku hampir putus asa. Tapi, setelahnya aku sadar tak ada hal yang lebih bahagia untuk mendapat apa yang dilalui dengan proses. Termasuk menggoda Papa ketika beliau sedang ada di luar kota. Bahkan Bubun telah memberiku setengah dari seluruh rasa hormat agar lelah akan terbayar, sama seperti yang Abang tawarkan padaku, ucapannya selalu terngiang."Keputusan Lo adalah pilihan yang harus dipertanggung jawabkan, La."Hanya sebatas kalimat tapi berhasil membuat Aku terkoyah dan hampir saja mundur. Memang banyak kata yang hampir setiap hari Abang katakan, begitu juga dengan Papa, saat aku ikut bersantai di kamar Bubun. Bubun sengaja menelpon, karena urusan hati yang tidak bisa ditinggalkan. Papa memang sibuk, tapi Papa akan meluangkan waktunya untuk mengabari rumah, apalagi Bubun yang terkadang memiliki firasat yang kluar biasa.
Terakhir kali kami bicara banyak hal,waktu di mana Papa sedang bertugas di luar daerah. Hampir setiap malam Bubun mennangis karena rindu, karena aku baik hati, jadi setiap malam aku memutuskan untuk menemani Bubun sambil mengerjakan tugas kuliahku yang terlalu banyak.Tapi, aku ingat ketika Papa berkata untuk tidak melakukan dibatas wajar, ingatanku berputar pada mana di mana aku berada di tengah lapangan. Di sana aku banyak menemukan banyak hal tentang arti dan kesemptan. Tentang luka dan bahagia. Suka dan duka, bahkan aku menemukan satu dari sekian banyak yang tak pernah aku sadari sebelumnya. Dan akhirnya aku menemukan sisa jejak yang kini menjadi pelengkap.
"Tuan muda Kalandra!"Detik itu aku tersentuh, dari ribuan kata yang pernah kudengar, untuk pertama kalinya aku merasa kata itu yang paling kuingat.
Kalian tahu apa yang indah dari sebuah kunci? Bukan karena bentuknya, tapi ada sebuah rahasia yang sulit kalian temukan di dalamnya. Katanya, kalau kunci itu memiliki makna tersembunyi, kalian sudah tahu itu? Aku rasa kalian belum tahu. Tentu, karena di sini aku yang akan mengajaknya untuk menyelam ke rumahku. Rumah di mana tempat semua orang kembali, tempat semua orang berlindung, dan tempat semua orang melepas lelah di saat semua tak lagi ada.Katanya kita memiliki banyak jalan sebelum memilih jalan yang tepat untuk tempat yang tepat. Kamu akan melakukan apa yang kamu mau untuk memilih jalan itu. Sama seperti aku, ketika aku memilih seni bela diri Taekwondo sebagai rumah untukku bertahan, berlindung, dan kembali pada kenyataan untuk tidak berhenti sebelum meraih. Mencoba untuk tidak menyerah meski lawannya berat.Aku tidak akan sendirian untuk melakukan apa yang aku mau hanya karena aku seorang yang bertindak sesuka hati, katanya seperti
Mungkin kalian akan mengatakan kalau aku adalah orang yang menyebalkan. Kalian tidak salah, aku memang menyebalkan, itu tuding yang selalu dilontarkan oleh Bang Ravi, laki-laki tertua kedua setelah Papa. Kalian tidak perlu mengatakan kalau aku hanya seorang anak bungsu yang suka menghamburkan uang. Aku hanya ingin menjelaskan pada kalian sedikit tentang bagaimana hidup sederhana meski aku terlahir dalam keluarga berada. Banyak hal yang aku lakukan untuk merencanakan semuanya. Aku ingin ini dan itu, tapi sekali lagi, ada sebuah batasan yang tidak seharusnya aku lakukan, termasuk beberapa larangan yang dulu pernah membuat keluargaku cemas, terlebih pada Bubun yang begitu murung saat melihatku berbaring di rumah sakit. Itu dulu... saat ini aku jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku memang sempat mengalami cidera cukup serius untuk memulihkannya juga butuh waktu yang lama. Cukup lama, sa
Titik di mana aku harus berakhir dengan segala rasa sakit adalah saat aku pernah tergeletak dengan darah yang mengalir bebas keluar dari hidungku. Semua anggota keluargaku ada di sana, seharusnya untuk melihat bagaimana penampilanku, tapi itu sebaliknya. Saat itu aku dilarikan ke rumah sakit akibat benturan keras ada keretakan pada tulang bagian belakangku. Mungkin itu terlihat kecil, tapi percayalah, selama dua bulan lamanya aku duduk di kursi roda hanya untuk pemulihan.Tubuhku terasa begitu kaku, tapi aku tidak bisa menolak dan harus lebih banyak beristirahat. Sejak kejadian yang pernah menimpaku kala itu, Bubun dan Papa melarang keras agar aku tidak ikut dalam pertandingan apapun. Bukankah aku pernah katakan kalau kalian lupa, aku akan mengingatkannya sampai kalian ingat semuanya tentangku, tentang keras kepalaku yang terkadang sulit untuk dikendalikan.Aku tidak akan banyak membahas tentang apa itu seni Taekwon
"Lakukan sekali lagi!""Itu belum benar, lakukan lagi!"Hei, aku sudah katakan setelah ini tubuhku pasti akan pegal-pegal. Tapi pelatih masih saja memintaku untuk melakukannya berulang kali.Jika saja bukan karena seleksi, mungkin aku akan pulang lebih awal, setelah kejadian di kampus membuat kepalaku benar-benar pusing. Belum lagi aku sempat bertemu dengan Erika , mantan pacar yang cantik tapi sayang, jiwanya lemah.Kalian akan menganggap aku lelaki tak tahu diri, dan aku tak peduli akan hal itu. Jika saja dia bisa mengambil keputusan yang tepat, mungkin hari ini yang duduk bersamaku bukan Akmal. Tapi, kenyataannya, Akmal yang memang selalu bisa kuandalkan. Akmal seperti orang suruhan Papa, kapanpun dan di manapun dia selalu ada meski sesekali aku ingin sendiri, tetap saja Akmal akan ada di sana bersamaku.
5. Lompat Tali, Nih?Aku belum selesai untuk memaki Akmal dan Julian padahal. Bahkan, ketika aku akan buka suara, suara Bang Ravi jauh lebih dulu menyapa dan menghancurkan semua rencana manisku. Sungguh menyebalkan sekali rasanya. Dengan begitu santai dia melemparkan handuk kecil yang sudah basah ke arahku. Untung saja aku mahir menangkap benda dengan cepat, kalau tidak, mungkin wajah tampanku akan ternodai dengan keringat busuk yang menempel di kulitku yang cerah.Sini aku beritahu kalian tentang Bang Ravi, yang begitu luar biasa pesonanya tidak main-main. Kalau kalian pikir aku akan marah, itu sudah pasti! Aku akan marah padanya, tapi bukan di sini. Saat ini aku hanya perlu membuatnya jengkel, lagi pula salahnya sendiri yang megibarkan bendera perang padaku. Kalau aku bukan anak Papa, mungkin aku sudah dihajar olehnya saat ini. Tapi keberuntungan masih memihak padaku. Karena aku terlahir sebagai keturuan Papa, Abang mana mungkin berani menganiaya anak sem
Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah makan malam, karena aku memutuskan untuk tidur lebih awal agar aku bisa bangun di pagi hari, karena ada matakuliah penting yang tidak boleh terlambat.Namun, seingatku semalam, aku mendengar Papa membentak Abang sampai Bubun tersentak, padahal Bubun ada di sana. Aku mendengar Papa mengatakan ketidak sukaannya atas keputusan Abang.Entah apa yang dibahas semalam, pagi ini, tatap dingin Papa benar-benar menakutkan. Belum lagi, ketika aku datang Papa justru memalingkan wajahnya, berlalu meninggalkan meja makan dengan alasan takut terlambat.Aku yakin kalau semalam Abang dan Papa berdebat lagi, setelah hampir dua bulan terakhir aku tidak mendengar mereka berdebat.Papa dan Abang memiliki kadar kegengsian jauh lebih tinggi dari aku dan Kak Adena. Entah bagaimana bisa, kadar itu menurut seratus persen pada Bang Ravi, karena setahuku, Bang Ravi kalau sudah meminta satu hal, pasti akan sulit
Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah makan malam, karena aku memutuskan untuk tidur lebih awal agar aku bisa bangun di pagi hari, karena ada matakuliah penting yang tidak boleh terlambat.Namun, seingatku semalam, aku mendengar Papa membentak Abang sampai Bubun tersentak, padahal Bubun ada di sana. Aku mendengar Papa mengatakan ketidak sukaannya atas keputusan Abang.Entah apa yang dibahas semalam, pagi ini, tatap dingin Papa benar-benar menakutkan. Belum lagi, ketika aku datang Papa justru memalingkan wajahnya, berlalu meninggalkan meja makan dengan alasan takut terlambat.Aku yakin kalau semalam Abang dan Papa berdebat lagi, setelah hampir dua bulan terakhir aku tidak mendengar mereka berdebat.Papa dan Abang memiliki kadar kegengsian jauh lebih tinggi dari aku dan Kak Adena. Entah bagaimana bisa, kadar itu menurut seratus persen pada Bang Ravi, karena setahuku, Bang Ravi kalau sudah meminta satu hal, pasti akan sulit
5. Lompat Tali, Nih?Aku belum selesai untuk memaki Akmal dan Julian padahal. Bahkan, ketika aku akan buka suara, suara Bang Ravi jauh lebih dulu menyapa dan menghancurkan semua rencana manisku. Sungguh menyebalkan sekali rasanya. Dengan begitu santai dia melemparkan handuk kecil yang sudah basah ke arahku. Untung saja aku mahir menangkap benda dengan cepat, kalau tidak, mungkin wajah tampanku akan ternodai dengan keringat busuk yang menempel di kulitku yang cerah.Sini aku beritahu kalian tentang Bang Ravi, yang begitu luar biasa pesonanya tidak main-main. Kalau kalian pikir aku akan marah, itu sudah pasti! Aku akan marah padanya, tapi bukan di sini. Saat ini aku hanya perlu membuatnya jengkel, lagi pula salahnya sendiri yang megibarkan bendera perang padaku. Kalau aku bukan anak Papa, mungkin aku sudah dihajar olehnya saat ini. Tapi keberuntungan masih memihak padaku. Karena aku terlahir sebagai keturuan Papa, Abang mana mungkin berani menganiaya anak sem
"Lakukan sekali lagi!""Itu belum benar, lakukan lagi!"Hei, aku sudah katakan setelah ini tubuhku pasti akan pegal-pegal. Tapi pelatih masih saja memintaku untuk melakukannya berulang kali.Jika saja bukan karena seleksi, mungkin aku akan pulang lebih awal, setelah kejadian di kampus membuat kepalaku benar-benar pusing. Belum lagi aku sempat bertemu dengan Erika , mantan pacar yang cantik tapi sayang, jiwanya lemah.Kalian akan menganggap aku lelaki tak tahu diri, dan aku tak peduli akan hal itu. Jika saja dia bisa mengambil keputusan yang tepat, mungkin hari ini yang duduk bersamaku bukan Akmal. Tapi, kenyataannya, Akmal yang memang selalu bisa kuandalkan. Akmal seperti orang suruhan Papa, kapanpun dan di manapun dia selalu ada meski sesekali aku ingin sendiri, tetap saja Akmal akan ada di sana bersamaku.
Titik di mana aku harus berakhir dengan segala rasa sakit adalah saat aku pernah tergeletak dengan darah yang mengalir bebas keluar dari hidungku. Semua anggota keluargaku ada di sana, seharusnya untuk melihat bagaimana penampilanku, tapi itu sebaliknya. Saat itu aku dilarikan ke rumah sakit akibat benturan keras ada keretakan pada tulang bagian belakangku. Mungkin itu terlihat kecil, tapi percayalah, selama dua bulan lamanya aku duduk di kursi roda hanya untuk pemulihan.Tubuhku terasa begitu kaku, tapi aku tidak bisa menolak dan harus lebih banyak beristirahat. Sejak kejadian yang pernah menimpaku kala itu, Bubun dan Papa melarang keras agar aku tidak ikut dalam pertandingan apapun. Bukankah aku pernah katakan kalau kalian lupa, aku akan mengingatkannya sampai kalian ingat semuanya tentangku, tentang keras kepalaku yang terkadang sulit untuk dikendalikan.Aku tidak akan banyak membahas tentang apa itu seni Taekwon
Mungkin kalian akan mengatakan kalau aku adalah orang yang menyebalkan. Kalian tidak salah, aku memang menyebalkan, itu tuding yang selalu dilontarkan oleh Bang Ravi, laki-laki tertua kedua setelah Papa. Kalian tidak perlu mengatakan kalau aku hanya seorang anak bungsu yang suka menghamburkan uang. Aku hanya ingin menjelaskan pada kalian sedikit tentang bagaimana hidup sederhana meski aku terlahir dalam keluarga berada. Banyak hal yang aku lakukan untuk merencanakan semuanya. Aku ingin ini dan itu, tapi sekali lagi, ada sebuah batasan yang tidak seharusnya aku lakukan, termasuk beberapa larangan yang dulu pernah membuat keluargaku cemas, terlebih pada Bubun yang begitu murung saat melihatku berbaring di rumah sakit. Itu dulu... saat ini aku jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku memang sempat mengalami cidera cukup serius untuk memulihkannya juga butuh waktu yang lama. Cukup lama, sa
Kalian tahu apa yang indah dari sebuah kunci? Bukan karena bentuknya, tapi ada sebuah rahasia yang sulit kalian temukan di dalamnya. Katanya, kalau kunci itu memiliki makna tersembunyi, kalian sudah tahu itu? Aku rasa kalian belum tahu. Tentu, karena di sini aku yang akan mengajaknya untuk menyelam ke rumahku. Rumah di mana tempat semua orang kembali, tempat semua orang berlindung, dan tempat semua orang melepas lelah di saat semua tak lagi ada.Katanya kita memiliki banyak jalan sebelum memilih jalan yang tepat untuk tempat yang tepat. Kamu akan melakukan apa yang kamu mau untuk memilih jalan itu. Sama seperti aku, ketika aku memilih seni bela diri Taekwondo sebagai rumah untukku bertahan, berlindung, dan kembali pada kenyataan untuk tidak berhenti sebelum meraih. Mencoba untuk tidak menyerah meski lawannya berat.Aku tidak akan sendirian untuk melakukan apa yang aku mau hanya karena aku seorang yang bertindak sesuka hati, katanya seperti
loved you, I loved you, I loved youBut that was thenBut that was then"Maria bukan Meri, jangan salah ya, kamu yang mulai bukan aku Kala.""Lo yang bodoh, lo nyalahin semuanya ke Gue? Gila lo ya!""Hei, gurun pasir yang tandus juga tahu, kalau kamu emang bersalah, gak usah bela diri gitu.""Hah?! Cewek kayak LO ITU CUMA SAMPAH! BUAT APA DI PERTAHANIN?". . .Hai, selamat datang di dalam jamuan makan malam hari ini, sepenggal yang kalian baca di atas adalah rumah di mana nanti akan aku sampaikan sedikit. Tidak, aku orang yang baik hati kok. Bahkan kita belum kenalan. Bagaimana jika kita berkenalan terlebih dulu? Baiklah, mari berkenalan sebentar, kalau begitu.Kalandra? Ya. Orang memanggilku dengan nama itu. Nama yang begitu sempurna yang orang tuaku berikan ketika aku baru saja lahir ke muka bumi. Aku Kalandra Rezvan Akbar Putra terlalu panja