Beranda / Rumah Tangga / Jungkir Balik Nikah Kontrak / 01 | Ramalan Dan Nyinyiran

Share

Jungkir Balik Nikah Kontrak
Jungkir Balik Nikah Kontrak
Penulis: oceanisa

01 | Ramalan Dan Nyinyiran

Penulis: oceanisa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-26 11:08:02

"Buruk."

Aku mulai tahu kemana arah pembicaraan paranormal andalan Mama. Mari kita tebak bualan apa lagi yang akan ia ucapkan. Heran sekali, bisa-bisanya keluargaku mempercayai semua omong kosong ini seperti kemutlakan dan keniscayaan. Pasti kali ini ia akan membahas perihal permasalahan yang menimpa keluarga kami, jelas ini soal tanah wari—

"Bu Ratri saya kira anaknya ini harus segera menikah."

—san.

Tunggu. Wait! What?

Bukan tanah warisan?

Apa dia barusan berkata tentang pernikahan? Aku tidak salah dengar kan? Aku tidak perlu ke dokter THT untuk memeriksakan gendang telingaku?

"Saya mencium aroma-aroma kesialan yang akan menimpa keluarga Bu Ratri jika putri Ibu ini tidak segera menikah," lanjut wanita paruh baya dengan penuh keyakinan. Hidungnya mendengus, seolah membaui sesuatu di udara.

Mama kini menatapku sadis. Aku merasa seperti sampah masyarakat dan beban keluarga yang harus dienyahkan dari muka bumi. Tiba-tiba aku merasa salah lahir ke dunia ini. Oh, My God!  Seharusnya aku lahir di Mars!

"Dia memiliki aura negatif, Bu," kata wanita paruh baya penipu itu kepada Mama, tapi entah bagaimana ia malah menatapku dengan sorot iba. Menjengkelkan, apakah bisa aku berkata cut, cut, cut! seperti sutradara sinetron. Acting dukun abal-abal itu membuatku mual. "Mbaknya kelahiran apa?" tanyanya padaku.

"Selasa Legi." Oh jelas ini bukan aku yang menjawab. Mama bersuara, ia terlihat gusar. "Wetonnya jauh lebih kecil dari kakak dan adiknya."

Wanita paruh baya itu sedikit terkejut, lagi-lagi menatapku iba. Seolah diriku baru saja menjadi korban bencana alam. "Pantas saja, saya mencium penurunan ekonomi, prahara keluarga, urusan polisi dan rumah sakit. Suram sekali, Bu! Suram, sungguh suram!"

Mama menutup mulutnya, nampak shock dengan ramalan itu. "Saya harus bagaimana, Nyai?"

Paranormal itu menatapku lekat. Memberikan senyuman sumringah yang memamerkan deretan giginya yang sedikit kuning. Ewh! Ia nampak bahagia seolah baru saja menemukan tambang emas. "Segera nikahkan dia dengan pemuda yang leluhurnya orang Timur. Yang lahir pada hari Kamis Pahing."

Satu kata yang ingin aku lontarkan saat ini;

GILA!!!

Aku hidup di abad dua puluh satu dan menikah hanya karena sebuah ramalan?

Ya Tuhan, izinkan aku kembali ke masa penjajah Belanda dan menikah dengan kumpeni!!!

Usiaku baru dua puluh lima tahun.

Aku punya cita-cita setinggi langit. Aku ingin menempuh pendidikan setinggi mungkin untuk menggapai mimpi —kalau bisa mengalahkan seri ponsel yang sudah S10. Bahkan jika ingin sok idealis, aku mau menjadi wanita karir yang berkontribusi pada perubahan negara ke arah yang lebih baik. Menggantikan menteri kelautan atau keuangan sepertinya keinginan yang ambisius tapi juga prestisius. Menenggelamkan kapal nelayan asing atau membuat kebijakan pajak baru aku juga bisa. Hahahaha!

Jalanku masih sepanjang keluhan mahasiswa semester akhir yang terancam gagal wisuda karena malas mengerjakan revisi ujian skripsi. Banyak hal yang belum puas aku lakukan di masa lajang. Aku masih ingin mengajar di pedalaman. Aku masih ingin mengumpulkan pundi-pundi rupiah hingga sekaya Kim Kardashian atau setidaknya sekaya dan semapan para idol KPop yang memiliki apartemen dan mobil mewah. Dan yang paling penting, aku masih ingin mengejar gelar magister yang jelas-jelas sudah di depan mata.

Pernikahan?

Rasanya belum masuk list pencapaian hidupku dalam jangka lima tahu ke depan. Menikah untuk saat ini terdengar tidak logis dan ngawur! Kalau aku bersuami, jelas aku tidak bisa foya-foya dan jalan-jalan semauku. Aku harus memprioritaskan suami dan mungkin juga anakku kelak. Meskipun hidupku tak seindah drama Korea, haruskan aku menyerahkannya  pada lelaki asing?

Aku tidak mau terlibat hal complicated seperti itu!

Aku tahu Mama tidak logis dan selalu percaya dengan hal berbau klenik. Tapi ia tak akan senekat itu menghancurkan masa depan putrinya hanya untuk sebuah pernikahan karena alasan konyol. Tidak, Mama tidak seperti itu. Aku yakin se—

"Apa Nyai yakin kalo anak saya menikah segala kesialan ini akan segera lenyap dan ramalan buruk itu tidak akan terjadi."

—yakin-yakinnya. HAH APA???

"Saya yakin sekali, Bu Ratri. Justru lewat pernikahan itulah akan menjadi pembuka banyak kebajikan." Ya Tuhan, jelas sekali ini penipuan. Aku lebih percaya dengan diskon dari sales kredit panci daripada ucapan dukun satu ini. Mama, tolong jangan percaya!

Aku melirik Mama yang nampak gamang beserta kebiasaan buruknya jika sedang berpikir keras, mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih. Ah, sial! Sepertinya mama termakan ucapan si dukun abal-abal ini. Mama sungguh terusik dengan perkataan Nyai Gadungan ini.

"Jika memang itu jalan satu-satunya," Mama berbicara dengan nada getir sedangkan pikiranku sudah kocar-kacir.

Perasaanku campur aduk.

"Saya akan melakukan apapun demi keluarga saya."

Skakmat.

Sebuah ultimatum telah dijatuhkan padaku.

"Saya akan segera menikahkan putri saya dengan lelaki dari Timur."

Hari ini telah resmi.

Kemerdekaan dan hakku telah direnggut.

***

Beberapa hari ini aku lebih sering melamun, memikirkan bagaimana nasibku.

Mama, Papa, bahkan saudara kembar dan adikku yang kuliah di Surabaya mendukung rencana konyol untuk menikahkanku. Bak sales di home shopping, mereka bekerjasama menawarkan diriku layaknya aset yang bisa diperjual belikan. Menyebalkan, aku merasa tak punya harga diri.

Downgrade sekali diriku, argh!!

"Jeng Ratri, ini undangan pernikahan anak saya," ujar salah satu teman SMA Mama, Tante Hasna.  Senyum bangga terlihat di wajahnya yang mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan. "Jeng Ratri, harus dateng pokoknya. Setiap kali temen-temen ngundang gak pernah dateng. Iya gak, Jeng?" Kemudahan ia menengok ke arah teman-teman SMA Mama yang lain. Semuanya kompak mengangguk.

"Iya, nih. Jeng Ratri ini loh pas nikahan anakku juga gak dateng," Tante Irma menyahut. "Nikahan anakku yang jadi pilot gak dateng. Nikahannya anakku yang tentara juga gak dateng."

"Betul, Jeng Irma," timpal Tante Henny. "Masa pas si Merry anakku yang kerja di Kemenkeu, Jeng Ratri juga gak dateng. Ih, jahat!"

Aku menaikan satu alis. Dasar, tante-tante! Mereka sebenarnya hanya niat memamerkan pangkat anak-anaknya. Pamernya, kurang smooth nih! Aku yang segera meletakkan dua piring besar yang penuh dengan potongan brownies, berbasa-basi sedikit mempersilahkan tamu Mama menyantapnya. Huh, aku ingin segera pergi dari situasi ini dan menuju dapur lagi.

Setahuku Mama memang jarang datang ke reuni dan undangan pernikahan anak-anak temannya. Katanya malas berhubungan dengan teman-teman yang suka centil dan lupa usia. Tapi, hari ini Mama membuatku kaget. Tiba-tiba ia mengundang semua teman-teman SMA dan reuni kecil-kecilan di rumah. Sekarang aku jadi babu dadakan yang mengurusi konsumsi ibu-ibu lansia yang suka lupa usia. Lihat, ada sebagian teman Mama yang asik bermain Tik-Tok sambil berjoget-joget mengikuti irama back song. Ingin ku menegur mereka agar tidak memaksa berjoget, pulang-pulang encok kan tidak lucu.

Kalau jadi Mama, aku juga akan jarang ikutan reuni. Teman Mama kebanyakan toxic!

"Duh, Jeng. Maaf loh kalo saya jarang dateng. Taukan, butik saya itu kebanjiran orderan terus. Belum lagi ngurusin si kembar sama anak bungsu saya." Suara Mama terdengar sampai dapur. Pasti sebentar lagi akan mulai membangga-banggakan saudara kembarku dan adik laki-lakiku.

"Loh, bukannya si kembar umurnya sama ya dengan anak saya," celetuk salah satu teman Mama yang aku tidak tahu namanya. "Udah dua puluh lima kan? Anak saya aja udah ngasih cucu dua loh, Jeng. Si kembar udah nikah?"

Mulai deh, nyinyir! Aku menguping, sepertinya aku ketularan kepo dari kembaranku.

"Yang cewek mestinya udah nikah dong, Jeng Ratri. Udah lulus kuliah sama kerja kan?" timpal Tante Henny.

"Belum, Jeng. Pengennya sekolah lagi tuh si Mei. Kalo Marvin cuma badannya aja yang tambah besar pikirannya masih kayak anak SMA." Mama mulai sambat.

"Halah Jeng, kalau anak perempuan gak usah tinggi-tinggi sekolahnya. Nanti juga ujung-ujungnya sumur, dapur, kasur."

Mulai lagi nih pemikiran kolotnya. Aku sudah sering mendengar kalimat ini. Memangnya salah jika aku masih ingin kuliah S2? Toh jika aku pintar, aku bisa mendidik anakku kelak dengan lebih baik dan bijaksana. Aku suka kesal dengan orang-orang yang berpikiran bahwa pendidikan bagi perempuan tidak penting. Padahal ibu yang pintar, cerdas, dan berpendidikan menjadi salah satu kunci suksesnya satu generasi.

"Jangan kuliah tinggi-tinggi, kasian nanti anaknya Jeng Ratri. Anak laki-laki pasti kabur duluan lihat gelarnya, susah dapet jodoh."

Aku menggeleng, tak habis pikir dengan apa yang baru saja diucapkan teman Mama. Hahaha, susah jodoh katanya. Cih, menghina sekali!

"Nah, makannya itu Jeng. Saya udah nyuruh dia cepet-cepet nikah. Mau saya jodohin."

Aku mendengus.

***

"Heh, boncel!"

Aku melirik ketus ke arah sumber suara yang menyapaku dengan wajah tengilnya. Saudara kembarku yang lebih tua dua menit dariku—Marvin Cokroaminoto.

"Mau yang pedes apa jinjja pedas?" tawarnya sembari menirukan salah satu iklan mie instan di televisi. Di tangannya terdapat buku menu.

Aku hanya mendengus, tak menjawab.

Kami sekarang berada di salah satu pusat perbelanjaan. Marvin bilang ia ingin mampir ke salah satu gerai yang menyediakan ayam pedas cepat saji sekaligus quality time dengan saudara kembarnya. Akal-akalan saja, ia memaksa dan menyeretku ke sini di tengah kegiatan rebahanku.

Semenjak keluargaku memaksaku untuk menikah. Aku kehilangan muka dan memilih mendekam di zona nyamanku sembari mengerjakan beberapa pesanan artikel dari klien, menonton drama dan variety show yang dihadiri idolaku. Aku jarang keluar rumah semenjak satu komplek membicarakan diriku. Rasanya seperti artis yang terkenal skandal. Paparazi dimana-mana.

"Yaelah masih ngambek aja."

"Salah kamu sendiri ngajakin aku keluar. Udah dibilangin aku malu. Ini rasanya udah kayak gak punya wajah lagi buat keluar rumah," ketusku. Marvin jelas-jelas tahu bagaimana kondisiku. Menjadi bahan gosip di komplek bukan pekerjaan mudah. Keluar di saat dinding seperti membicarakanku rasanya risih sekali. Tadi saat Marvin mengeluarkan mobil dan aku menjadi tukang parkirnya, semua orang sudah mulai kasak-kusuk.

"Wajah lo masih di situ-situ aja kali kagak pindah." Ia mendekatiku memandangku lamat-lamat dengan kedua iris coklatnya yang disebut-sebut mirip denganku. "Lo masih mirip gue, berarti lo masih cantik. Wajah sebelas dua belas sama artis Korea kok malu keluar sih." Tangannya terulur menyentil dahiku.

"Anjir, Marvin! Sakit tahu. Gak usah sok kayak cowok di anime kamu! Aku kembaranmu kalo kamu lupa!" Marvin hanya nyengir, kebiasaan dia melatih diri sebagai cowok romantis denganku untuk nanti dicoba pada gadis yang akan ia dekati. "Kamu gak ngerasain jadi aku yang sekarang udah kayak artis kena skandal. Dimana-mana dibicarain!"

Marvin terkekeh. "Santai aja kali, digosipin malah dapet pahala. Menggunjingkan sesama katanya kayak makan bangkai. Eh bener gak sih?"

"Hahaha," tawaku mencoba terdengar dibuat-buat. "Kalau ngaji jangan kebanyakan ngantri telur gulung, Pak Ustadz dengerin. Belagu banget kamu, sok ceramah tapi tiap malming mabok!"

Marvin mencebik mendengar ejekanku. "Sewot amat! Jangan menyentuh ranah pribadi ya gue gak suka!"

Aku menutup telingaku, menolak mendengarkan Marvin. Lidahku terjulur mengejeknya. Marvin lantas memukul kepalaku dengan buku menu, "Marvin, anjing!"

Percakapan kami terhenti saat Marvin menoel bahu, ia menunjuk ke belakangku. Aku sontak menoleh dengan dahi berkerut. "Kenapa sih?"

"Itu Mas Satria, bukan?" tunjuk Marvin pada sesosok pria yang sedang bergurau dengan seorang gadis. Kemeja biru muda yang digelung itu terlihat familiar. Potongan rambut dan bentuk rahangnya mirip sekali.

"Iya, kayaknya Mas Satria deh, "sahutku.

"Anjir, itu ceweknya bukan?" Marvin bertanya-tanya, kadang jiwa kepo-nya melebihi pengikut Lambe Turah. Membuatku akhir-akhir ini juga ketularan dirinya. Haus gosip disaat menjadi bahan gosip, ah ironis! "Gila, anak Pak Haji Syamsudin ceweknya macem begitu. Sexy asoy!"

Satria adalah anak salah satu pemuka agama di komplek kami yang setiap tahun naik haji. Ia bekerja sebagai guru di salah satu SMP Negeri dan sudah menjadi pegawai negeri sipil. Satria tenar lantaran ia ia rajin adzan dan sholat berjamaah. Rsjin menyapa tetangga dan tersenyum yang kadang membuatku bertanya-tanya apakah giginya tidak kering? Yang jelas, ibu-ibu komplek ingin mengangkatnya sebagai menantu. Kapan lagi memiliki menantu dengan pekerjaan stabil dan sholeh.  Tapi semua gagal di tengah jalan karena Pak Haji Syamsudin ingin menantunya lulusan Al-Azhar atau setidaknya pernah menjadi santri di Gontor.

Reputasi seorang Satria bin Syamsudin sungguh sempurna. Tapi hari ini aku dan Marvin jelas  melihat Satria yang amat  kontras dengan reputasinya selama ini. Karena si anak sholeh dan putra kesayangan Pak Haji Syamsudin sore itu mencium mesra seorang gadis.

Gadis dengan make up menor yang mengenakan mini dress fit body bercorak macan tutul.  Belahan dada dan punggung mulus gadis itu terekspos. Bebas dilihat. Bebas dipandang. Gratis tidak pake bayar.

"Itu leher sama mukanya kok beda sih Mei warnanya," celetuk Marvin. "Foundation-nya ketebelan."

"Belum suntik pemutih kali, Vin. Udah deh gak usah nyinyir," tegurku.

"Tolong berkaca ya saudari, lo juga barusan nyinyir," sungut Marvin.

Aku tak menggubris Marvin pikiranku melayang pada sosok yang tengah mengecup punggung tangan si gadis.

Ewh.

Lulusan Al-Azhar?

Cuih, dunia hanya penuh pencitraan.

[]

Bab terkait

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   02 | Rencana Gila

    "Mei! Mei! Mei!"Gedoran pintu kamarku sukses membangunkanku dari hibernasi usai menulis hingga jam lima pagi. Pekerjaan paruh waktuku, copywriter. Kemarin pagi aku mengambil project dari sebuah toko make up daring yang ingin meningkatkan engagement media sosialnya. Sejak kemarin siang aku melakukan riset kecil-kecilan tentang brand toko itu dan target marketingnya. Syukurlah, aku berhasil menulis beberapa artikel soal tips merawat kulit dan membuat infografis yang nantinya bisa di-share di Instagram, Twitter, dan Facebook.Aku baru terlelap shubuh tadi dan Marvin sudah mulai menggangguku. Marvin Cokroaminoto sialan! Aku bersumpah akan menarik rambut yang ia cat ungu metalik itu jika alasannya membangunkanku yang baru tidur tiga jam bukanlah hal genting seperti hujan emas atau dia akan menikahi putri duyung. Sembari menggerutu aku bangun dari kasur dan membuka kamar. Wajah

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   03 | Lelaki Memang Brengsek

    Rencana gilaku yang pertama adalah aku kabur dari rumah. Well, tidak benar-benar kabur, karena Marvin masih berpamitan dengan Mama dan Papa. Ia bilang bahwa ia ingin menghiburku sekaligus ((lagi-lagi)) quality time denganku karena sebentar lagi aku, saudara kembarnya ini, akan segera menikah. Sungguh, ia pantas menjadi kesayangan Mama dan Papa karena over berbakti. Meskipun sudah akrab dengan dunia malam semenjak kuliah, Marvin tidak pernah sekalipun membantah ucapan Mama dan Papa. Ia selalu menjadi anak penurut yang mengiyakan petuah tetua.Tapi, hari ini Marvin keluar zona nyaman. Ia ikut dalam misi kabur-kaburanku ke Bogor.Misi untuk menemui kunci utama, orang penting yang bisa membantuku untuk terlepas dari perjodohan konyol ini.Ehm, dia adalah pacarku. Namanya Adimukti Darsana. Kekasih yang telah aku pacari selama empat tahun. Jarak usia kami hanya dua tahun, tapi ia sangat mengayomiku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   04 | Dunia Telah Runtuh

    "Mei ..." lirihnya lagi saat aku tak bergeming di tempat.Aku tak ingin menangis. Tak akan kubiarkan buram di mataku terjatuh di pipi, setidaknya jangan di sini Tak akan kubiarkan setetes air katapun terjatuh untuk menangisi lelaki yang berkhianat dan meniduri wanita lain. Aku tidak sebodoh itu untuk menangisi perselingkuhan dan pengkhianatan Adimukti Darsana. Aku tidak mau terlihat semakin kalah dan menyedihkan di hadapan bajingan ini.Kak Adi masih mematung di tempat. Tapi mulut yang ia gunakan untuk mencium wanita lain itu masih sanggup memanggil namaku tanpa rasa bersalah dan dosa. Ewh, najis! "Mei, aku gak mau kita putus dengan ribut-ribut."Brengsek, ia bahkan telah memutuskan hubungan ini tanpa diskusi denganku. Aku baru sadar jika selama ini Adi mendominasi hubungan kami, ia selalu mengambil keputusan tanpa memikrmikan perasaanku. Ah sepertinya aku dulu dibutakan cinta dan perasaan nyaman sampai me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   05 | Lagi-lagi Kamu!

    "Gila lo cantik banget, Mei!" puji Naya saat melihat presensiku. Gaun coklat pastel selutut yang kukenakan nampak sempurna, seolah tercipta untuk menghiasi tubuhku. Meski bagian punggungnya sedikit terbuka tapi aku tak memungkiri bahwa kini aku nampak seperti putri-putri Disney. Jika saja keluarga Haji Syamsudin tahu aku memakai dress ini pasti mereka langsung menyebutku kebarat-baratan dan memancing fitnah. Huh, dasar kolot!"Perasaan kalo gue pake ini, gaunnya jadi biasa aja, kenapa kalo lo pake jadi kelihatan mewah gini sih, ih sebel!" lanjutnya. "Bikin iri aja deh lo!"Naya memang seorang fashionista, ia menyukai gaun dan pakaian yang dikeluarkan oleh rumah mode ternama. Kadang suaminya sampai geleng-geleng kepala dengan kebiasaan shopping Naya yang suka tidak lihat dompet. Dari semua gaun pesta di walking closet miliknya, Naya memilihkan gaun yang kukenakan saat ini. Tak tanggung-tanggung, gaun ini pernah masu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   06 | Tawaran Menggiurkan

    06 | Tawaran Menggiurkan Aku membeku saat ia menyebutkan kejadian di cafe kemarin. Saat aku menangis lantaran gagal mendapatkan beasiswa dan putus dengan Adi. "Kamu pikir saya gak tahu kamu nangis sambil terisak minta dinikahi sama siapa itu namanya? Park Jaelani?" Ia berkata ketus. "Kamu kok tahu?" tanyaku. Siapa sebenarnya dia? "Yang ngasih kamu hoodie itu saya," ucapnya ketus. Hah, cowok yang aku puji romantis itu ternyata dia? Gila! Konspirasi macam apa ini! Belum sempat aku membalas, Naya sudah kembali dengan cengiran. "Ciye, udah ngobrol bareng," goda Naya. Aku tersenyum ambigu berharap Naya berhenti menggoda kami. "Ini namanya Meilavia, sepupu gue yang dari Jakarta," ucap Naya mengenalkanku pada sosok yang sejak pertemuan pertama benar-benar tidak memiliki kesan baik terhadapku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   07 | Terdesak Ancaman

    Bogor sampai Jakarta kulalui dengan banyak termenung. Melamun menatap mobil yang berpapasan dengan mobil milik Marvin. Melihat lampu-lampu jalanan ketika kami berada di lampu merah dengan diiringi lagu depresi yang terputar di radio.Aku menghela napas, menghadapi semua ini. Bisa tidak aku menjadi cendol saja? Atau menjadi ayam suwir di bubur ayam? Atau barangkali remahan rengginang? Hidup sebagai anak perempuan yang dijodohkan lebih sulit dari pada hidup sebagai kucing peliharaan tetanggaku.Aku meringis sedih, betapa gilanya hidupku selama satu minggu ini. Jungkir balik dengan semua serangan fakta dan kenyataan yang menamparku keras-keras. Semua hal ini seolah menyadarkanku bahwa aku tidak boleh bahagia. Bahwa genre hidupku adalah angst dan penuh dengan derai air mata dan kesedihan. Sinetron di stasiun televisi ikan terbang saja masih ada bahagianya sedikit. Hah, pengen sambat tapi aku sudah sambat sedari tadi bukan?

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   08 | Kunjungan Mengejutkan

    Gamis merah muda dan hijab dengan warna senada tergantung di dinding kamarku. Aku yang masih memakai mukena usai sholat subuh memandang gamis itu jengah.Kenapa modelnya persis seperti seragam ibu-ibu pengajian?Ah, apakah aku harus mengenakannya saat keluarga Satria nanti bertandang?Aku segera melepas mukenaku, melipatnya dan menggantungnya di hanger bersama sajadah. Kuraih ponselku dan melihat chat terakhir dari Tresna.Tresna Kartadinata :Saya siap-siap berangkat ke Jakarta.Meilavia Cokroaminoto :Kamu gak lupa dengan pesan-pesanku kan?Tresna Kartadinata :Kita akan melakukannya sesuai rencana.Kita? I. T. A.Kita

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   09 |  Kok Gak Bilang?

    "Kamukokgakbilangkalopunyapacar?""Hah?""Kamu itu loh gak bilang kalo punya pacar?""Hah, apa Pa?""Marvin, Papa tanyanya ke Mei, bukan ke kamu. Jangan ikutan jadi keong kamu!" hardik Papa setengah kesal. Melirik tajam ke arahku dan Marvin yang kompak mengerjap setelah kami berdua cosplay keong.Bagaimana tidak jengkel, dua anak kembarnya mendadak cuma bisa hah-heh-hah-heh seperti tukang keong. Marvin entah kesambet apa malah ikut-ikutan. Kadang kami sama-sama bego."Maaf, Pa," tukas Marvin kemudian menunjukkan senyum terbaiknya seraya menyugar rambutnya yang mulai memanjang, pamer jidat seperti sedang photoshoot. Gaya ini sering ia salah gunakan, contohnya seperti saat ini, dengan kekuatan good looking ia akan meluluhkan perasaan jengkel Papa.Papa mencebik, menunjukkan ekspresi kes

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26

Bab terbaru

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   42 | Senjata Makan Tuan

    42 | Senjata Makan Tuan"Kamu tahu kan saya sangat kompetitif Meilavia?" kata Tresna. "Saya selalu menjadi nomer satu dalam hal apapun."Nomer satu dalam hal apapun? Haha aku ingin tertawa mendengar ucapan Tresna ini."Kalau kamu nomer satu, kamu pasti nikahnya sama mantamu itu dulu lah, gak mungkin sekarang bikin perjanjian istri kontrak sama aku," sindirku terang-terangan seraya merotasikan kedua bola mataku."KAMU YA!!!!" seru Tresna menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya. Jika ia tokoh dalam anime, kurasa di sekujur tubuhnya sudah ada bara api amarah yang membara dan di kepalanya tumbuh tanduk.Wajahnya seram tapi masih ganteng."Aku kenapa?" balasku tidak takut.Tresna menggerutu sendiri dan menurunkan tangannya dan berganti memegang pangkal hidungnya. "Ingat Tresna, dia dan semua saudara-saudaranya adalah titisan mony

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   41 | Games

    41 | Game Sekarang pikiranku dipenuhi dengan rencanaku selama menjadi istri kontrak Tresna yang tak banyak merepotkan sebenarnya —untuk sejauh ini. Entah nanti. Kadang aku takut sesuatu yang tenang ini akan membawa badai setelahnya. Mungkin sekarang masih santai ala-ala genre slice of life tapi detik selanjutnya bisa saja berubah menjadi romusha comedy. Ya kalian tidak salah membaca romusha comedy, perbudakan dan penjajahan oleh Tresna Kartadinata. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Tresna saat nanti Marvin kembali ke Jakarta dan Alan kembali ke kostnya. Ah, sialan pikiranku mulai membuat skenario buruk. Seperti bisa saja Tresna diam-diam psikopat yang doyan memakan manusia. Atau jangan-jangan Tresna mengajakku menikah kontrak karena ingin menguasai harta keluargaku karena diam-diam aku anak kekuarga kon

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   40 | Mantan Dan Cara Move On!

    40 | Mantan Dan Cara Move On! "Panik kalau kamu kabur dan gak nerusin kontrak, kan gak lucu saya cerai setelah tiga bulan nikah."Ah, aku harus berhenti berharap memang.Sudah tahu tidak boleh berekspetasi lebih kepada manusia, kenapa masih saja aku menaruh harapan pada sosok Tresna."Aku gak bakal lari kok, bayaran dari kontrak ini kan gede. Ya kali aku ngelepas kesempatan lanjut S2 sama kabur dari negara ini," kataku setelah mengucapkan terima kasih ke pelayan yang mengantarkan nasi bebek kami.Tresna menatapku sesaat, "Kamu belum move on dari mantan kamu itu? Kenapa segitunya pengen ke luar negeri?"Aku yang mencocol daging bebek dengan sambal sontak memandang Tresna dengan wajah heran bercampur tak percaya.Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu di saat ia yang berkali-kali menangis karena mantann

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   39 | Bos, Katanya....

    39 | Bos, Katanya...."Saya cari kamu kemana-mana."Aku refleks berdiri saking kagetnya melihat pria itu ada di depanku sekarang.Apakah benar dia Tresna? Bukan genderuwo atau Totoro yang menyamar menjadi suami pura-puraku itu?Napas Tresna sedikit tersengal, keringat menetes dari dahinya. Tresna terlihat lusuh seperti habis lari maraton.Hah? Tak mungkin ia mencariku sembari berlari-lari seperti orang gila kan? Tidak mungkin!Tolong cek apakah matahari terbit dari tenggara sekarang?"Saya pulang ke rumah tidak ada siapapun, pintunya terbuka," kata Tresna. "Saya cari kamu kemana-mana, di kamar, halaman belakang, bahkan sampai jalanan komplek!"Aku menahan napas, Tresna mengomeliku. Entah berapa kali ia mendesah dan berdecak kesal saat mengutarakan u

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   38 | Lelaki Semua Sama Saja!

    38 | Lelaki Semua Sama Saja!"Gimana mau minta maaf," kata Marvin dengan nada suara tengil. "Dia aja menghilang bak ditelan bumi.""Karma itu ada loh Mas Marvin," kata Alan. "Kalau Mbak Mei disakitin juga kayak yang lo lakuin gimana?"Aku mendengkus, melihat bagaimana Marvin memperlakukan mantannya membuatku menyadari satu hal.Perangai Marvin yang menjijikkan ini membuatmu mood-ku berantakan. Sikap Marvin kepada mantannya itu benar-benar mengingatkanku pada sikap Tresna.Jelas keduanya sama-sama lelaki, memikirkan bagaimana Tresna memperlakukan gadis itu dengan sangat kurang ajar membuatku sangat terusik.Bagaimana jika Alan benar?Bagaimana jika aku terkena karma dari perbuatannya pada gadis itu dulu?Jika kupikir-pikir, bukankah sekarang aku juga sedang direndahkan oleh Tresna. Ia mengajakku menikah kontrak di saat ia masih mencinta mantannya itu.Apakah perasaan gadis itu juga seperti yang sedang aku rasa

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   37 | MCR Dan Mantannya Marvin

    37 | MCR Dan Mantannya MarvinRumah Tresna yang damai sentosa seperti taman surga mendadak jadi riuh ramai bak suara hajatan anak wali kota yang menyewa sound system terbaik. Atau mungkin seperti gemuruh suara buruh yang berdemo meminta pembatalan UU Cipta Kerja.Kira-kira sudah dua puluh lagu kami nyanyikan ulang, sekarang Alan dan Marvin menyanyikan lagu dangdut yang entah aku tidak tahu judulnya apa. Mendung Tanpo Udan? Whatever!"Suara lo kayak kucing keinjek majikan, Mas. Cempreng banget," ejek Alan dengan wajah datar."Si paling bagus suaranya, coba deh lo nyanyi lagu dangdut, cengkoknya susah njir, sungkem gue sama Lesti Kejora!" kata Marvin menyerahkan microphone ke Alan."Gue emang gak bisa nyanyi dangdut makannya gak pilih dangdut," kata Alan menerima microphone dari Marvin. "Nih, lihat gue bakalan nyanyi di genre yang gue expert banget."

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!

    36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!"Kalau gue tetap sampe sekarang sayangnya sama Nabila JKT48, Oshi-gue tetap doi!!! Gue setia ya, jangan ragukan cinta gue buat Nabila!!!"Aku menaikan satu alisku saat mendengar suara menggelegar Marvin, si raja lebay."Kembaran kamu aneh," kata Tresna saat menghentikan motor di garasi."Emang aneh, untung aja dia ganteng," sahutku seraya turun dari motornya."Masa sih ganteng? Wajah kayak kembaran kamu banyak di kampus saya," kata Tresna.Aku mendelik, bisa-bisanya Tresna meragukan ketampanan kembaranku dan menyebut wajah Marvin ada dimana-mana.Secara tak langsung Tresna juga mengatai wajahku pasaran jika menyebut wajah Marvin mudah ditemukan.Kurang ajar!"Kamu ngatain wajahku pasaran?"Tresna menatapku bingung, kedua bola matanya yang hitam kecoklatan menampakkan kilat wajahku yang kesal."Siapa yang ngatain wajah kamu pasaran?" tanya Tresna yang

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   35 | First Day

    35 | First Day"Mana si Tresna?" tanya Marvin celingukan. "Yang itu bukan, pakai sarung naik motor matic oranye?"Alan yang mengemudikan mobil, ikut melirik ke arah pandang Marvin sembari menyipit lantaran matanya minus."Gak mungkin dia Tresna, wajahnya ganteng gitu," kata Marvin lagi, kembaranku masih belum mau mengakui jika Tresna memiliki wajah ganteng.Ia masih denial dan menganggap bahwa dirinya yang paling ganteng satu alam semesta."Dia ganteng kok, Mas," kata Alan mengemudikan mobil kami mendekati motor matic oranye itu."Gak usah sok tahu ganteng atau enggak, lo itu minus, pendapat lo gak valid, Lan," gerutu Marvin. "Lihat nih gue Masmu yang very handsome.""Ganteng itu relatif sih sebenarnya, tinggal memakai standar negara mana, tapi kalau memakai standar live action anime," kata Alan mulai berargu

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   34 | Tiga Bersaudara

    Jadi begini rasanya meninggalkan rumah sendiri?Perasaanku sungguh campur aduk saat aku melihat rumah orang tuaku.Aku baru sadar tidak banyak yang berubah dari rumah ini selain cat dan beberapa perabotannya.Masa remajaku dan Marvin yang kami habiskan di rumah ini seolah baru terjadi kemarin.Jejak-jejak petualangan kami berdua seolah masih tersisa di setiap sudutnya.Kursi kayu di teras tentu menjadi saksi dimana Alan terjatuh nyungsep karena aku dan Marvin meributkan pertarungan Sasuke dan Naruto hingga tak menyadari bahwa Alan yang baru bisa berbicara itu merangkak naik ke kursi.Aku dan Marvin yang sedang berdebat tentang masa depan Konoha dan persahabatan Sasuke dan Naruto tentu tak memperhatikan.Konoha dan persahabatan Naruto Sasuke dalam di ujung tanduk.Barulah saat Alan yang hendak turun justru jatuh dan tertimpa kursi, aku dan Marvin baru tersadar bahwa kami harus menjaga Alan karena Mama sedang pergi ke warung.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status