Share

04 | Dunia Telah Runtuh

Penulis: oceanisa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-28 23:33:16

"Mei ..." lirihnya lagi saat aku tak bergeming di tempat.

Aku tak ingin menangis. Tak akan kubiarkan buram di mataku terjatuh di pipi, setidaknya jangan di sini  Tak akan kubiarkan setetes air katapun terjatuh untuk menangisi lelaki yang berkhianat dan meniduri wanita lain. Aku tidak sebodoh itu untuk menangisi perselingkuhan dan pengkhianatan Adimukti Darsana. Aku tidak mau terlihat semakin kalah dan menyedihkan di hadapan bajingan ini.

Kak Adi masih mematung di tempat. Tapi mulut yang ia gunakan untuk mencium wanita lain itu masih sanggup memanggil namaku tanpa rasa bersalah dan dosa. Ewh, najis! "Mei, aku gak mau kita putus dengan ribut-ribut."

Brengsek, ia bahkan telah memutuskan hubungan ini tanpa diskusi denganku. Aku baru sadar jika selama ini Adi mendominasi hubungan kami, ia selalu mengambil keputusan tanpa memikrmikan perasaanku. Ah sepertinya aku dulu dibutakan cinta dan perasaan nyaman sampai melupakan fakta bahwa Adi selalu otoriter dan semau dirinya sendiri. Seharusnya dulu aku mendengar kata-kata kakak tingkatku dan teman-teman seangkatan Adi saat kami masih kuliah. Mereka selalu menggunjing Adi sebagai lelaki penjilat bermuka dua dan selalu semau dirinya sendiri. Mengapa aku baru sadar hal ini sekarang?

Mei, kamu goblok banget!

Putus? Enak saja Adi berbicara!

Seharusnya aku yang berhak memutuskannya setelah semua kebohongannya. Seharusnya itu bagianku!

Aku berjalan dengan diam, berlalu saja dari sosok Kak Adi yang kini menatapku dari jarak dua meter. Kak Adi terlihat gusar. Baru saja kepergok selingkuh mana mungkin ia akan bisa say hi, dan memeluk erat seperti yang biasa ia lakukan jika bertemu denganku. Kalaupun sekarang ia melakukannya aku sudah siap memukulnya dengan high heels yang aku kenakan.

Sedangkan gadis dengan gaun tidur menggoda itu nampak kebingungan di balik pintu, menatapku dan Kak Adi secara bergantian. Melihat gerak-geriknya, aku tahu bahwa sepertinya gadis muda itu tahu bahwa Adi sudah memiliki kekasih. Sialan, aku ingin muntah jika mengingat bagaimana Kak Adi pernah memelukku di saat tangan itu juga pernah menjamah tubuh wanita lain. Rasanya tubuhku kotor dan aku merasa tak berguna.

"Brengsek," makiku saat melewatinya.

Kak Adi menarik tanganku, membuatku terhenti. "Mei," panggilnya, "kita harus bicara masalah ini."

"Jangan pegang aku, bajingan!" desisku sembari menarik tanganku darinya dan berlalu.

Lima langkah si bajingan itu berteriak.

"AKU GAK MAU KITA MUSUHAN, MEI! KITA MASIH BISA BERSAHABAT!"

Dadaku sakit.

Bersahabat dengan mantan?

Tidak ada dalam kamus hidupku.

Aku tak berbalik hanya menyahuti ucapannya dengan menahan murka, "Aku gak bersahabat sama penjahat kelamin kayak kamu!"

Adi mengejarku, ia menarik paksa diriku masuk ke rumah. Aku terisak entah lantaran sakit di pergelangan tanganku atau karena mengetahui fakta perselingkuhan yang dilakukan Adi. Sial, bahkan aku tidak sanggup menahan air mata.

Gadis dengan gaun tidur itu membuntutiku dan Adi. Ia ikut dalam pembicaraan ini.

"Gisa, ambilin Teteh Mei air," titah Adi pada gadis berjubah tidur itu. Oh, namanya Gisa dan usianya lebih muda dariku. Hah, Adi ternyata mencari daun muda juga, cih! Gisa menurut dan ia berjalan ke arah dapur mengambilkanku air. Haha aku bahkan lupa bahwa dapur rumah Adi berpindah. Gisa jauh lebih mengenal rumah Adi dibandingkan diriku. Hah, sudah berapa lama ia berselingkuh dan mengkhianatiku?

Adi menghela napas panjang, kemudian ia menatapku lekat. Tatapannya sulit diartikan dan aku tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Hah, aku tidak butuh penjelasan apapun saat ini. Sudah jelas dari gerak-geriknya bahwa ia lebih memilih Gisa dibandingkan diriku. Untuk apa lagi Adi berbicara? Ingin menambah sakit di hatiku? Mengajakku berbicara seperti ini rasanya seolah aku terjatuh dan berdarah kemudian lukanya ia taburi dengan garam. Mentalku disiksa dengan melihat mantanku dengan selingkuhannya.

Gisa kembali dengan air putih dan beberapa makanan ringan. Ia seolah tak bersalah dengan sikapnya yang sok baik menjamuku saat ini. Arghh! Aku ingin memaki! Gadis itu telah memakai sweater rajut dan duduk di samping Adi. Sialan!

"Sebenarnya aku mau memberitahu ini sejak lama, Mei," Adi mulai bersuara. "Tapi selalu gak ada waktu yang tepat."

Ingin kucakar mulut Adi dan menyiram air di meja ke Gisa sekarang. Tapi sayangnya ini bukan sinetron dan drama.

"Perasaanku udah lama menghilang sejak aku pulang ke Bogor," lirihnya."Maaf, aku gak bisa LDR, Mei. Aku gak bisa dari awal."

"Seharusnya kamu bilang kalau emang udah gak punya rasa sama aku. Bukannya malah diam dan selingkuh kayak gini! Kamu pengecut, Kak! Cowok yang gak punya nyali!" Emosiku meluap. Adi seolah menyalahkan keadaan kami. Memang salah siapa ia pulang ke Bogor. Dengan gelar yang ia miliki seharusnya ia bisa bekerja di  Jakarta. Yang membuat situasi ini rumit adalah dia sendiri.

"Aku sudah pernah bilang ke kamu kalau aku gak bisa LDR," Adi masih kekeuh dan tak mengakui kesalahannya.

"Kapan? You never told me!" Aku semakin meninggi. Gisa yang memilin jemarinya langsung tersentak. "Kamu gak pernah bilang ke aku!"

Adi memandangku dengan raut penuh kabut entah ia menyesal atau marah. Keduanya nampak bercampur di tatapan matanya. "Aku udah pernah bilang ke kamu," lirihnya, "gak secara langsung tapi seharusnya kamu mengerti."

Aku menaikan satu alisku, sungguh biasanya lelaki to the point. Tapi mengapa Adi jauh lebih complicated dari wanita.

"Ingat pas kamu wisuda?" tanya Adi.

Tentu aku mengingat moment itu. Adi datang dengan sebuket bunga mawar besar besar dan sebuah cincin bertahta berlian. Semua teman-temanku berteriak iri melihat betapa romantisnya Adi saat itu. Hah, dulu aku berbunga-bunga jika mengingatnya. Sekarang aku ingin muntah.

"Aku bilang bahwa aku bosen LDR dan ngajak kamu nikah," ucapnya, "tapi kamu gak menganggap serius ucapanku dan memilih berfoto-foto dengan kembaranmu dan teman-temanmu."

Aku membelalak, "Aku mau nikah sama kamu, Kak. Tapi aku sudah bilang kalau aku masih ingin S2. Kamu tahu sendiri kan mimpiku." Aku bukannya mengabaikan Adi saat itu. Aku bahkan menjawab permintaannya. Saat itu ia terlihat seperti bercanda, cincin itu kukira hadiah wisuda dan bukan cincin lamaran. Adi seharusnya paling tahu bahwa aku tidak mau menikah muda lalu mengapa ia melamarku di saat yang tak tepat.

"Nah, itu dia masalah kita, Mei," ujarnya. "Kita sudah gak sejalan. Kamu gak bisa mengerti apa yang aku mau. Kalaupun kamu menerima lamaranku dulu kenapa kamu gak pernah pakai cincin itu?"

"Aku sengaja simpan biar gak rusak," jawabku jujur dan tak mengada-ada.

"No, that's not the answer," Adi menatapku lekat seolah menguliti ku hingga ke tulang-tulang. "Dari awal kamu gak pernah yakin sama aku."

"Maksud kamu apa? Gak mungkin aku gak yakin kalau aku pacaran sama kamu sampai empat tahun!" Gila! Bisa-bisanya dia berkata bahwa aku ragu dengannya. Empat tahun itu kemana? Waktuku telah diinvestasikan untuk berpacaran dengannya itu tak dianggap. Kalau aku tak yakin, aku sudah memutuskannya sejak lama.

Gisa menghela napas, tiba-tiba gadis itu berujar dengan suara polos seperti anak kecil. "Karena Teteh gak mau tidur sama Aa'."

Aku melotot. Alasannya hanya karena ranjang? Mana mungkin aku menyerahkan kesucianku? Gila!

"Kamu beneran penjahat kelamin!"

Adi sedikit tersinggung. Tiba-tiba ia menatapku sinis. "Aku udah mencoba bersabar dan ingin menyelesaikan ini baik-baik. Tapi kamu selalu seperti ini, playing victim. Merasa paling tersakiti. Kamu sok suci, memang aku gak tahu kamu udah pernah tidur dengan cowok lain."

Selama ini Adi menilaiku seperti itu. Bisa-bisanya aku pacaran dengan bajingan seperti dirinya!

"Kamu nolak aku ajak nikah dan sekarang pas aku memilih cewek lain kamu marah." Adi mendengus. "Kamu gak berhak marah, kamu juga salah, Mei!"

Aku segera meraih segelas air di meja dan menyiramnya ke Adi dan Gisa. Mereka kaget. "Maksud lo, apaaan!" Adi murka.

Aku berdiri dan memaki sebelum pergi dari rumah sialan itu. "FUCK YOU!"

***

Aku tak pernah menyangka akan melakukan hal yang menurutku sangat dramatis dan lebay untuk dilakukan. Menangis sembari mengendarai motor di jalanan Bogor. Aku pernah mengejek Naya karena ia menangis di atss motornya setelah bertengkar dengan teman-teman SMA-nya. Seharusnya aku tidak mengejek Naya dan melakukan hal serupa.

Karma is real.

Sekarang aku mengalaminya.

Berbeda dengan Naya, aku justru menangisi hubunganku yang kandas setelah empat tahun berjalan. Sialan, bukankah ini sama saja dengan berkuliah. Seharusnya aku sekarang memindahkan tali toga dan dapat gelar sarjana, bukannya disuguhi pemandangan wanita sexy dan fakta perselingkuhan kekasih yang sering kubanggakan itu. Kekasih yang sering kubela saat Marvin dan Naya sering mencela. Yang sering kulindungi saat teman-teman seangkatannya menyebarkan kebusukannya. Aku tidak menuai apa yang kutanam. Ketulusanku berbuah pengkhianatan.

"Sial banget hidupku," desisku lalu air mata kembali mengucur. Di bawah lampu merah dan sorotan CCTV aku menangis. Aku hanya berdoa semoga aku tidak viral.

Kukira Adi lelaki yang penuh tanggung jawab, mengayomi, dan tidak mungkin menyakiti hati wanita. Tapi aku salah, ia hanyalah serigala berbulu domba, dan buaya darat cosplay kucing oren. Penjahat kelamin yang tak berani menyelesaikan masalah dan hanya bisa menyalahkan orang lain.

Ah, apa karena kesalahpahaman di waktu wisuda itu ia tega berkhianat.

Aku memang sedikit bersalah lantaran tak memaham7 keinginannya. Tapi apakah semua hal itu bisa ia jadikan alasan untuk berselingkuh. Lagi pula seharusnya ia bicara, bukannya diam dan menusuk dari belakang. Oh My God! Aku juga menyadari masalah besar yang diakibatkan kandasnya hubunganku dan Adi.

Bagaimana aku menemukan calon suami untuk mencegah perjodohan konyol ini?

Mengapa sih ia harus berselingkuh di saat aku sangat membutuhkan status sebagai kekasihnya? Mengapa ia berselingkuh di saat aku ingin menerima ajakannya menikah saat wisuda dulu.

KENAPA HARUS SEKARANG KAMU SELINGKUH, BAJINGAN!!!!

Kenapa dia selingkuh saat aku butuh dia?

Kukira Kak Adi adalah laki-laki baik yang serius denganku saat ia melamar dan mengajakku menikah saat wisuda.

Mengapa ia salah mengartikan dan tak sabar.

Ah, benar dia adalah seorang otoriter. Saat aku tak menuruti egonya, ia akan mencampakkanku. Fuck!

Mereka bilang saat lelaki mengajak ke pelaminan adalah bukti keseriusan namun ternyata tak selamanya itu benar. Lewat hari  ini, Kak Adi sudah menunjukkan padaku bahwa pernyataan itu tidak benar.

Lelaki tetaplah bajingan, bahkan saat ia sudah pernah mengajakmu menikah.

Tak terasa sudah hampy satu jam aku berputar-putar naik motor tanpa arah. Saat melihat sebuah cafe yang lenggang, aku segera memarkirkan motorku di halamannya. Helm yang kupakai kulepas, lalu kedua belah telapak tanganku menghapus air mata. Kurasa sudah cukup menangisi betapa nelangsanya diriku yang menjadi korban perselingkuhan dan gagal mencari calon suami.

Kehidupan asmaraku hancur tapi semoga saja kehidupan akademisiku bersinar terang. Aku menguatkan diri dan melangkah masuk, memesan minuman seadanya dan mencari tempat duduk paling pojok. Rencanaku mengajak nikah Kak Adi boleh jadi gagal total. Namun, rencana untuk melihat pengumuman beasiswa hari ini tidak boleh tertunda.

Menikah adalah keinginan keluargaku, sedangkan keinginanku sendiri adalah melanjutkan program magisterku. Orang tuaku mungkin tak akan membiarkanku kuliah S2 jika tidak menikah. Tapi persetan, jika aku memperoleh beasiswa tak akan mungkin mereka menahanku, bukan?

Aku segera membuka gawaiku, notifikasinya penuh dengan panggilan dari Marvin dan Naya. Kuabaikan mereka semua. Aku justru menuju browser. Dengan jantung berdebar aku segera log-in ke dalam website, memasukan alamat surel dan kata kunci untuk masuk ke dalam akunku.

Aku mengerjap beberapa kali hingga mataku pedih. Aku berharap apa yang kulihat kini bukanlah hal nyata. Tulisan merah di layar yang menyatakan bahwa aku tidak lolos seleksi beasiswa menamparku lebih keras dari pada fakta perselingkuhan yang Kak Adi lakukan.

Kenapa hidupku harus selalu sial, Tuhan?

Bahkan karir dan percintaanku tidak ada yang mulus. Apa benar kata paranormal Mama jika diriku ini pembawa sial? Semua usahaku tak akan berhasil. Hidupku akan dipenuhi kemalangan dan bermuram durja.

Kisah cintaku kandas.

Dan beasiswa itu juga gagal diraih.

Aku segera mendial nomer Marvin, secepat kecepatan cahaya ia mengangkat panggilanku.

"Enak banget ya pacaran sampe lupa waktu, lo!" ketus Marvin tanpa salam tanpa aba-aba. "Inget jam Mei, jangan aneh-aneh berduaan!"

Aku terisak mendengar suara Marvin.

"Lo nangis, Mei?"Aku bisa membayangkan bagaimana panik dan cemasnya Marvin sekarang, my soulmate!

"Marvin," rengekku. Sudah saatnya Marvin menjadi seorang kakak dan aku seorang adik.

"Sekaranglodimana?Biar gue sama Naya jemput lo!" jawab Marvin.

"Iya, aku share-loc," kataku lantas memutus panggilan dan mengirim lokasiku sekarang.

Aku menangis lebih kencang, untung saja cafe ini sepi. Hanya ada satu pengunjung yang mengenakan hoodie di pojokan yang fokus dan laptopnya. Bagus, ia tak perlu memperhatikanku. Aku bisa menangis dengan bebas dan sepuasnya. Aku memang headset dan lagu galau dari K-Band DAY6 mengalun di volume paling kencang.

I feel like I become a zombie

Not alive but I'm still walking

Sial, suara raspy Sungjin membuatku semakin menitikkan air mata. Lagu berjudul Zombie itu rasanya sangat mewakili perasaanku. "PARK JAEHYUNG MARRY ME PLEASE!!!" rengekku dalam tangis.

Kamudian lagu dari SEVENTEEN yang berjudul Hug berputar. Hah, aku sedih dan lagu ciptaan Woozie itu seolah memeluk kesedihanku. "KIM MINGYU!!!!" Kemudian aku kembali terisak.

Tangisku semakin kencang tatkala lagu BTS yang berjudul Sea berputar. Feel this on spiritual level. Lagu ini sangat relate dengan kehidupanku yang rasanya melelahkan. Aku kembali terisak dan menunduk di meja. Tiba-tiba saja sebuah hoodie hitam jatuh di kepalaku. Aku mendongak, dan siluet pria dengan t-shirt putih berkata sembari membelakangiku.

"Berisik banget kalau nangis!" gerutu pemuda itu kemudian berjalan keluar dari cafe.

Aku mengerjap sesaat. Ia menatap punggung pemuda yang menjauh dan hoodie hitam itu bergantian. Punggung dan suaranya familiar.  Aku ingin mengejar pemuda itu tapi sial, sekumpulan anak SMA masuk. Aku mengurungkan niat saat pemuda itu hilang di belokan dan kericuhan anak SMA menyergapnya. Segera ia mengenakan hoodie yang berbau rokok dan parfum maskulin pria, memasang kupluknya agar tak terlihat wajah sembabku.

"Cowok tadi siapa?" gumamku. "Kayaknya pernah ketemu." Berapa kali aku mencoba mengingat aku masih saja tak bisa mengenali dirinya.  Aku melihat pantulan wajahku di gawai. Melihat diriku dengan hoodie hitam ini membuat perutku tergelitik. Ah, kupikir cowok tadi lumayan romantis.

Sekitar setengah jam kemudian, Marvin dan Naya menghampiriku. Sepupuku itu langsung memelukku tanpa bertanya macam-macam saat melihatku seperti baju yang belum disetrika. Kusut dan lecek. Mataku membengkak karena air mata, make up-ku juga luntur. Penampilanku mengerikan.

"Lo gak lolos beasiswa?" tanya Marvin begitu ia duduk di hadapanku. Kembaranku menghela napas.

Aku hanya mengangguk, Naya mengelus lenganku, seolah menyuruhku bersabar. Menguatkanku lewat sentuhannya.

"Yaudah, kuliah lo biar gue bayarin. Gue dapet promosi di agensi, gajinya cukup sih buat bayar uang kuliah lo," ucap Marvin sembari memanggil waiters.

"Iya, biar si cecunguk ini yang bayar sekalian nebus dosa-dosanya jadi kembaran bego," sahut Naya. Marvin mendengus.

Marvin dan Naya belum tahu jika Kak Adi selingkuh. Apakah aku harus menceritakannya juga?

"Adi dimana? Laki gak guna banget, lo lagi sedih gini bukannya di sini menghibur lo." Marvin mulai mengomel sana-sini. "Tuh orang gak bisa diandelin banget!"

Aku menghela napas.

Sepertinya aku harus mengatakan ini pada mereka sebelum mereka tahu dari orang lain.

"Aku sama Kak Adi putus."

Hening.

Naya dan Marvin saling pandang.

"Gue gak ... salah denger?" tanya Naya terbata-bata. Ia melepas pelukannya dan menatapku dengan air muka sulit dijelaskan.

Aku mengangguk.

"Putus kenapa? Dia gak mau diajakin nikah," tanya Marvin terdengar antusias. Kembaranku ini tak menunjukkan rasa sedih sama sekali, ia justru terlihat girang. "Buset gue gak tahu nih harus seneng atau malah sedih. 70 persen seneng. 30 persen berbela sungkawa."

"Aku belum nanya apa dia mau nikah sama aku atau enggak," kataku sembari diam-diam mengepalkan tangan sendiri. "Kita putus karena dia —" Aku tak sanggup melanjutkan ucapanku. Rasanya menyakitkan menyebutkan fakta yang sebenarnya tentang kandasnya hubungan kami. Harga diriku rasanya runtuh. Aku seperti barang useless yang tak berharga. Sialan, apakah putus cinta membuat self esteem dan confidence-ku turun?

Marvin terdiam sesaat. Ia menatapku dengan sorot tajam. Tanganya yang berada di atas meja mengepal. Aku tahu, Marvin geram, marah, dan sedang berada di suasana hati yang buruk. Sorot matanya persis saat ia tahu aku menjadi korban perundungan saat SD dulu. "Dia selingkuh kan?" tebaknya jitu, tepat sasaran.

Aku terdiam.

"Jawab, Mei!" Marvin menggebrak meja membuat aku dan Naya terlunjak.

Naya menghela napas, "Vin, sabar dulu."

"Gue mana bisa sabar kalo lihat kembaran gue diselingkuhin, Nay!" ketus Marvin. "Argh bangsat!"

Naya diam. Aku dan Naya tahu bagaimana jika Marvin mulai marah. Pemuda itu memang tengil dan usil, tapi sekalinya marah, kembaranku itu sangat menakutkan.

Aku masih setia dengan keheningan. Naya mulai was-was melihat Marvin yang mulai naik pitam.

"SIALAN, GUE HARUS KASIH DIA PELAJARAN!"

"Gak usah ngadi-ngadi kamu," lirihku saat Marvin mulai berapi-api hendak pergi dan pastinya akan menghajar Kak Adi. Begitu-begitu Marvin pernah ikut les taekwondo. Tendangannya pernah membuat gigi pelatihnya rontok dua. Saat SMA dulu, Marvin menjadi andalah saat sekolah  kami ingin tawuran dengan anak STM.

"KENAPA? DIA HARUS DIKASIH PELAJARAN KARENA BERANI NYELINGKUHIN ADIK GUE! KEMBARAN GUE YANG CANTIKNYA KAYAK MIYEON G-IDLE!!!" Marvin berapi-api menolak ujaranku.

"Gak usah, biar aku aja nanti yang balas kelakuannya," ucapku lalu menekan kalimat selanjutnya, "pake cara gilaku nanti."

Marvin langsung duduk. Amarahnya langsung mereda seketika. Sungguh Marvin harus diperiksa psikolog atau psikiater, mood-nya itu loh! "Gue harus ikut ambil bagian nanti pokoknya."

Aku mengangguk kemudian ber-high five dengan kembaranku. Kami terlihat sangat akur bukan?

Naya menghela napas. "Seriusan kalian ini sama-sama gila. Tapi gue setuju. Lebih baik pake caranya si Mei aja. Pasti lebih drama nanti."

"Sekarang ada yang lebih penting daripada balas dendam dan nangisin bajingan itu," kataku.

Naya dan Marvin menatapku. Menyimak apa yang hendak aku sampaikan.

"Aku gak mau dijodohin sama Mas Satria," ujarku, "dia udah punya pacar dan aku gak mau jadi menantu muslimah yang nantinya bakalan dipoligami." Aku bergidik ngeri membayangkan hidupku nanti seperti sinetron Suara Hati Istri.

Naya dan Marvin memberikan dua jempol mereka kepadaku. "KITA MENDUKUNG, KAPTEN!"

"Kalian tahu kan dua hal yang bisa bikin perjodohan ini batal. Yang pertama adalah jika aku bawa calon suami atau mendapatkan beasiswa magister. Aku gak bisa minta duit Marvin buat kuliah, Mama sama Papa pasti melarang." Aku menghela napas. "Aku juga kasian kalau Marvin harus bayarin biaya kuliahku, kamu kan cowok, Vin. Nanti kalau berkeluarga kamu butuh banyak uang buat anak istrimu."

Marvin menggaruk tengkuknya, sepertinya ia menyetujui perkataanku. Kemudian ia berkata,  "Oke deh kalau lo gak mau gue bayarin. Terus sekarang gimana? Lo gak punya calon suami dan gak punya duit atau pun beasiswa buat bayar kuliah S2 lo, iya kan?"

Aku mengangguk, kemudian menatap Naya. Sepupuku itu bingung menaikan satu alisnya. "Kenapa lo lihat gue kayak gitu?" Ia terlihat clueless sekarang. Aku menyeringai, tersenyum penuh misteri. "Kenapa sih, njir? Jangan bikin gue parno gini dong."

Marvin menyahut, "Iya. Lo kenapa sih, Mei?"

Aku terkekeh seraya mendekati Naya. "Nay, kamu kan punya banyak kenalan cowok dari Jawa Timur, please kenalin aku satu aja yang mapan dan ngebet nikah," pintaku padanya.

Naya menatapku tak percaya. Rahangnya seolah terjatuh dan ia melongo untuk beberapa saat.

"Gimana, Nay?" tanyaku.

Marvin memandangi aku dan Naya bergantian.

"Gue tahu lo gila," Naya memejamkan dwinetranya sesaat, "tapi apa bedanya dijodohin emak lo sama dijodohin gue, njir?"

Marvin menggeleng, sepertinya ia paham apa yang ada di kepalaku. Sometimes we share the same brain cells. "Beda, jodoh yang ditawarin mama itu bajingan dan gak banget. Kalo kenalan lo kan anak hits semua. Anak pejabat, CEO startup, dokter, tentara, polisi, pengacara, dan orang hebat kesukaan orang tua."

Naya menggeleng. "Edyaaaan! Kalian berdua ini beneran si kembar gila!"

"Udah gak usah bacot lo, Nay. Buruan cariin kembaran gue suami," ucap Marvin. Aku mengangguk menyetujui Marvin. Tumben sekali dia pintar. Sepertinya ia semakin cocok menjadi bawahan dalam project kegilaanku.

Naya mendengus kemudian ia scrolling galeri ponselnya. Menunjukkan sebuah undangan pernikahan digital. "Besok lo kondangan sama gue, di sana ada beberapa kenalan dari kampus yang datang ke resepsi nikah ini." Berbisik Naya melanjutkan, "pernikahan crazy rich, yang dateng orang kaya semua!"

Aku sontak memeluk Naya. Tak rugi ia menjadi super gaul dan memiliki pergaulan luas. Akhirnya aku bisa memanfaatkan jaringannya.

[]

Bab terkait

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   05 | Lagi-lagi Kamu!

    "Gila lo cantik banget, Mei!" puji Naya saat melihat presensiku. Gaun coklat pastel selutut yang kukenakan nampak sempurna, seolah tercipta untuk menghiasi tubuhku. Meski bagian punggungnya sedikit terbuka tapi aku tak memungkiri bahwa kini aku nampak seperti putri-putri Disney. Jika saja keluarga Haji Syamsudin tahu aku memakai dress ini pasti mereka langsung menyebutku kebarat-baratan dan memancing fitnah. Huh, dasar kolot!"Perasaan kalo gue pake ini, gaunnya jadi biasa aja, kenapa kalo lo pake jadi kelihatan mewah gini sih, ih sebel!" lanjutnya. "Bikin iri aja deh lo!"Naya memang seorang fashionista, ia menyukai gaun dan pakaian yang dikeluarkan oleh rumah mode ternama. Kadang suaminya sampai geleng-geleng kepala dengan kebiasaan shopping Naya yang suka tidak lihat dompet. Dari semua gaun pesta di walking closet miliknya, Naya memilihkan gaun yang kukenakan saat ini. Tak tanggung-tanggung, gaun ini pernah masu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   06 | Tawaran Menggiurkan

    06 | Tawaran Menggiurkan Aku membeku saat ia menyebutkan kejadian di cafe kemarin. Saat aku menangis lantaran gagal mendapatkan beasiswa dan putus dengan Adi. "Kamu pikir saya gak tahu kamu nangis sambil terisak minta dinikahi sama siapa itu namanya? Park Jaelani?" Ia berkata ketus. "Kamu kok tahu?" tanyaku. Siapa sebenarnya dia? "Yang ngasih kamu hoodie itu saya," ucapnya ketus. Hah, cowok yang aku puji romantis itu ternyata dia? Gila! Konspirasi macam apa ini! Belum sempat aku membalas, Naya sudah kembali dengan cengiran. "Ciye, udah ngobrol bareng," goda Naya. Aku tersenyum ambigu berharap Naya berhenti menggoda kami. "Ini namanya Meilavia, sepupu gue yang dari Jakarta," ucap Naya mengenalkanku pada sosok yang sejak pertemuan pertama benar-benar tidak memiliki kesan baik terhadapku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   07 | Terdesak Ancaman

    Bogor sampai Jakarta kulalui dengan banyak termenung. Melamun menatap mobil yang berpapasan dengan mobil milik Marvin. Melihat lampu-lampu jalanan ketika kami berada di lampu merah dengan diiringi lagu depresi yang terputar di radio.Aku menghela napas, menghadapi semua ini. Bisa tidak aku menjadi cendol saja? Atau menjadi ayam suwir di bubur ayam? Atau barangkali remahan rengginang? Hidup sebagai anak perempuan yang dijodohkan lebih sulit dari pada hidup sebagai kucing peliharaan tetanggaku.Aku meringis sedih, betapa gilanya hidupku selama satu minggu ini. Jungkir balik dengan semua serangan fakta dan kenyataan yang menamparku keras-keras. Semua hal ini seolah menyadarkanku bahwa aku tidak boleh bahagia. Bahwa genre hidupku adalah angst dan penuh dengan derai air mata dan kesedihan. Sinetron di stasiun televisi ikan terbang saja masih ada bahagianya sedikit. Hah, pengen sambat tapi aku sudah sambat sedari tadi bukan?

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   08 | Kunjungan Mengejutkan

    Gamis merah muda dan hijab dengan warna senada tergantung di dinding kamarku. Aku yang masih memakai mukena usai sholat subuh memandang gamis itu jengah.Kenapa modelnya persis seperti seragam ibu-ibu pengajian?Ah, apakah aku harus mengenakannya saat keluarga Satria nanti bertandang?Aku segera melepas mukenaku, melipatnya dan menggantungnya di hanger bersama sajadah. Kuraih ponselku dan melihat chat terakhir dari Tresna.Tresna Kartadinata :Saya siap-siap berangkat ke Jakarta.Meilavia Cokroaminoto :Kamu gak lupa dengan pesan-pesanku kan?Tresna Kartadinata :Kita akan melakukannya sesuai rencana.Kita? I. T. A.Kita

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   09 |  Kok Gak Bilang?

    "Kamukokgakbilangkalopunyapacar?""Hah?""Kamu itu loh gak bilang kalo punya pacar?""Hah, apa Pa?""Marvin, Papa tanyanya ke Mei, bukan ke kamu. Jangan ikutan jadi keong kamu!" hardik Papa setengah kesal. Melirik tajam ke arahku dan Marvin yang kompak mengerjap setelah kami berdua cosplay keong.Bagaimana tidak jengkel, dua anak kembarnya mendadak cuma bisa hah-heh-hah-heh seperti tukang keong. Marvin entah kesambet apa malah ikut-ikutan. Kadang kami sama-sama bego."Maaf, Pa," tukas Marvin kemudian menunjukkan senyum terbaiknya seraya menyugar rambutnya yang mulai memanjang, pamer jidat seperti sedang photoshoot. Gaya ini sering ia salah gunakan, contohnya seperti saat ini, dengan kekuatan good looking ia akan meluluhkan perasaan jengkel Papa.Papa mencebik, menunjukkan ekspresi kes

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   10 |  Mama Dan Papa Terpukau!

    Pertanyaan bagaimana cara Tresna merayu Papa benar-benar membuatku penasaran. Papa itu tipikal orang yang kaku, tidak peduli apapun selain dengan berita di televisi dan kopi hitam di awal harinya. Papa selalu terlihat datar dan flat seperti jalanan tol. Selalu bersikap netral dan cenderung tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar. Mana pernah Papa marah, senang, dan sedih berlebihan. Untuk ukuran orang normal Papa sedikit lebih diam. Heran sekali kok bisa menikah dengan wanita cerewet seperti Mama.Aku baru melihat Papa berlinang air mata bahagia saat Mama berhasil siuman setelah melahirkan Alan. Mama sempat koma beberapa hari akibat komplikasi melahirkan adikku itu. Beberapa hari ayah tidak menunjukkan ekspresi apapun dan hanya menepuk-nepuk bahuku dan Marvin bergantian saat kami menangis karena menguping pembicaraan dokter perihal keadaan Mama yang semakin kritis. Mendengar kalimat meninggal membuat kami menangis sesenggukan. Saat itu Pap

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   11 | Kowe Tak Sayang-Sayang

    Yakin mau menikah?Pertanyaan itu membuatku menjenjangkan alis. Jujur, jika dari diriku sendiri, dengan lantang aku akan berkata;"BELUM SIAPLAH, ANJAY!''Aku belum siap masuk ke dalam permasalah rumah tangga terlebih jika calon suamiku menuntut untuk dilayani, dimasakkan, dicucikan baju atau simpelnya minta diurus semua kebutuhannya dari A-Z. Aku belum siap menikah jika ujung-ujungnya hanya dijadikan seorang pembantu ataupun mesin pencetak anak yang dianggap berguna jika bisa memenuhi kemauan memiliki cucu menggemaskan yang bisa pamerkan oleh mertua dan orang tuaku.Membayangkan jika nanti menikah aku harus hamil dan mempunyai anak. Terbangun di tengah malam hanya untuk menyusui sedangkan suamiku hanya tidur pura-pura tidak tahu apa-apa. Amit-amit deh!Lebih baik aku pergi Hogwarts saja jadi pembantu Voldemort atau tukang sapu asrama Ravenclaw, kegiatan itu lebih bermartabat dan men

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-28
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   12 | Niat Muji Gak, Nih?

    Aku diungsikan keluargaku saat keluarga Pak Haji hendak bertandang. Entah, rencana apa yang akan dilakukan oleh keluargaku untuk menolak perjodohan itu. Apa yang kira-kira reaksi keluatga Pak Haji jika tahu lamaran anaknya ditolak? Apakah mereka akan mendoakan yang baik-baik atau justru menyumpahi? Atau apa yang akan dikatakan Mama dan Papa. Jujur saja, aku penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi di rumah sekarang, tapi, sayangnya tidak bisa karena aku sedang bersama Tresna. Berdua saja dengan Tresna. Tresna yang mengemudi hanya diam saja semenjak keluar dari rumah. Ia terus memutari jalanan di sekitar area kampusku dahulu, Depok. Sudah setengah jam kami terjebak hening dan membuatku ingin bernyanyi, tiga puluh menit kita di sini, tanpa suara~ Serius, jika hanya diam seperti ini aku merasa canggung dan aneh. Di antara kami hanya ada suara lagu-lagu di radio yang memutar lagu-lagu dari band lokal era 2005 ke atas seper

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-29

Bab terbaru

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   42 | Senjata Makan Tuan

    42 | Senjata Makan Tuan"Kamu tahu kan saya sangat kompetitif Meilavia?" kata Tresna. "Saya selalu menjadi nomer satu dalam hal apapun."Nomer satu dalam hal apapun? Haha aku ingin tertawa mendengar ucapan Tresna ini."Kalau kamu nomer satu, kamu pasti nikahnya sama mantamu itu dulu lah, gak mungkin sekarang bikin perjanjian istri kontrak sama aku," sindirku terang-terangan seraya merotasikan kedua bola mataku."KAMU YA!!!!" seru Tresna menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya. Jika ia tokoh dalam anime, kurasa di sekujur tubuhnya sudah ada bara api amarah yang membara dan di kepalanya tumbuh tanduk.Wajahnya seram tapi masih ganteng."Aku kenapa?" balasku tidak takut.Tresna menggerutu sendiri dan menurunkan tangannya dan berganti memegang pangkal hidungnya. "Ingat Tresna, dia dan semua saudara-saudaranya adalah titisan mony

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   41 | Games

    41 | Game Sekarang pikiranku dipenuhi dengan rencanaku selama menjadi istri kontrak Tresna yang tak banyak merepotkan sebenarnya —untuk sejauh ini. Entah nanti. Kadang aku takut sesuatu yang tenang ini akan membawa badai setelahnya. Mungkin sekarang masih santai ala-ala genre slice of life tapi detik selanjutnya bisa saja berubah menjadi romusha comedy. Ya kalian tidak salah membaca romusha comedy, perbudakan dan penjajahan oleh Tresna Kartadinata. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Tresna saat nanti Marvin kembali ke Jakarta dan Alan kembali ke kostnya. Ah, sialan pikiranku mulai membuat skenario buruk. Seperti bisa saja Tresna diam-diam psikopat yang doyan memakan manusia. Atau jangan-jangan Tresna mengajakku menikah kontrak karena ingin menguasai harta keluargaku karena diam-diam aku anak kekuarga kon

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   40 | Mantan Dan Cara Move On!

    40 | Mantan Dan Cara Move On! "Panik kalau kamu kabur dan gak nerusin kontrak, kan gak lucu saya cerai setelah tiga bulan nikah."Ah, aku harus berhenti berharap memang.Sudah tahu tidak boleh berekspetasi lebih kepada manusia, kenapa masih saja aku menaruh harapan pada sosok Tresna."Aku gak bakal lari kok, bayaran dari kontrak ini kan gede. Ya kali aku ngelepas kesempatan lanjut S2 sama kabur dari negara ini," kataku setelah mengucapkan terima kasih ke pelayan yang mengantarkan nasi bebek kami.Tresna menatapku sesaat, "Kamu belum move on dari mantan kamu itu? Kenapa segitunya pengen ke luar negeri?"Aku yang mencocol daging bebek dengan sambal sontak memandang Tresna dengan wajah heran bercampur tak percaya.Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu di saat ia yang berkali-kali menangis karena mantann

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   39 | Bos, Katanya....

    39 | Bos, Katanya...."Saya cari kamu kemana-mana."Aku refleks berdiri saking kagetnya melihat pria itu ada di depanku sekarang.Apakah benar dia Tresna? Bukan genderuwo atau Totoro yang menyamar menjadi suami pura-puraku itu?Napas Tresna sedikit tersengal, keringat menetes dari dahinya. Tresna terlihat lusuh seperti habis lari maraton.Hah? Tak mungkin ia mencariku sembari berlari-lari seperti orang gila kan? Tidak mungkin!Tolong cek apakah matahari terbit dari tenggara sekarang?"Saya pulang ke rumah tidak ada siapapun, pintunya terbuka," kata Tresna. "Saya cari kamu kemana-mana, di kamar, halaman belakang, bahkan sampai jalanan komplek!"Aku menahan napas, Tresna mengomeliku. Entah berapa kali ia mendesah dan berdecak kesal saat mengutarakan u

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   38 | Lelaki Semua Sama Saja!

    38 | Lelaki Semua Sama Saja!"Gimana mau minta maaf," kata Marvin dengan nada suara tengil. "Dia aja menghilang bak ditelan bumi.""Karma itu ada loh Mas Marvin," kata Alan. "Kalau Mbak Mei disakitin juga kayak yang lo lakuin gimana?"Aku mendengkus, melihat bagaimana Marvin memperlakukan mantannya membuatku menyadari satu hal.Perangai Marvin yang menjijikkan ini membuatmu mood-ku berantakan. Sikap Marvin kepada mantannya itu benar-benar mengingatkanku pada sikap Tresna.Jelas keduanya sama-sama lelaki, memikirkan bagaimana Tresna memperlakukan gadis itu dengan sangat kurang ajar membuatku sangat terusik.Bagaimana jika Alan benar?Bagaimana jika aku terkena karma dari perbuatannya pada gadis itu dulu?Jika kupikir-pikir, bukankah sekarang aku juga sedang direndahkan oleh Tresna. Ia mengajakku menikah kontrak di saat ia masih mencinta mantannya itu.Apakah perasaan gadis itu juga seperti yang sedang aku rasa

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   37 | MCR Dan Mantannya Marvin

    37 | MCR Dan Mantannya MarvinRumah Tresna yang damai sentosa seperti taman surga mendadak jadi riuh ramai bak suara hajatan anak wali kota yang menyewa sound system terbaik. Atau mungkin seperti gemuruh suara buruh yang berdemo meminta pembatalan UU Cipta Kerja.Kira-kira sudah dua puluh lagu kami nyanyikan ulang, sekarang Alan dan Marvin menyanyikan lagu dangdut yang entah aku tidak tahu judulnya apa. Mendung Tanpo Udan? Whatever!"Suara lo kayak kucing keinjek majikan, Mas. Cempreng banget," ejek Alan dengan wajah datar."Si paling bagus suaranya, coba deh lo nyanyi lagu dangdut, cengkoknya susah njir, sungkem gue sama Lesti Kejora!" kata Marvin menyerahkan microphone ke Alan."Gue emang gak bisa nyanyi dangdut makannya gak pilih dangdut," kata Alan menerima microphone dari Marvin. "Nih, lihat gue bakalan nyanyi di genre yang gue expert banget."

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!

    36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!"Kalau gue tetap sampe sekarang sayangnya sama Nabila JKT48, Oshi-gue tetap doi!!! Gue setia ya, jangan ragukan cinta gue buat Nabila!!!"Aku menaikan satu alisku saat mendengar suara menggelegar Marvin, si raja lebay."Kembaran kamu aneh," kata Tresna saat menghentikan motor di garasi."Emang aneh, untung aja dia ganteng," sahutku seraya turun dari motornya."Masa sih ganteng? Wajah kayak kembaran kamu banyak di kampus saya," kata Tresna.Aku mendelik, bisa-bisanya Tresna meragukan ketampanan kembaranku dan menyebut wajah Marvin ada dimana-mana.Secara tak langsung Tresna juga mengatai wajahku pasaran jika menyebut wajah Marvin mudah ditemukan.Kurang ajar!"Kamu ngatain wajahku pasaran?"Tresna menatapku bingung, kedua bola matanya yang hitam kecoklatan menampakkan kilat wajahku yang kesal."Siapa yang ngatain wajah kamu pasaran?" tanya Tresna yang

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   35 | First Day

    35 | First Day"Mana si Tresna?" tanya Marvin celingukan. "Yang itu bukan, pakai sarung naik motor matic oranye?"Alan yang mengemudikan mobil, ikut melirik ke arah pandang Marvin sembari menyipit lantaran matanya minus."Gak mungkin dia Tresna, wajahnya ganteng gitu," kata Marvin lagi, kembaranku masih belum mau mengakui jika Tresna memiliki wajah ganteng.Ia masih denial dan menganggap bahwa dirinya yang paling ganteng satu alam semesta."Dia ganteng kok, Mas," kata Alan mengemudikan mobil kami mendekati motor matic oranye itu."Gak usah sok tahu ganteng atau enggak, lo itu minus, pendapat lo gak valid, Lan," gerutu Marvin. "Lihat nih gue Masmu yang very handsome.""Ganteng itu relatif sih sebenarnya, tinggal memakai standar negara mana, tapi kalau memakai standar live action anime," kata Alan mulai berargu

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   34 | Tiga Bersaudara

    Jadi begini rasanya meninggalkan rumah sendiri?Perasaanku sungguh campur aduk saat aku melihat rumah orang tuaku.Aku baru sadar tidak banyak yang berubah dari rumah ini selain cat dan beberapa perabotannya.Masa remajaku dan Marvin yang kami habiskan di rumah ini seolah baru terjadi kemarin.Jejak-jejak petualangan kami berdua seolah masih tersisa di setiap sudutnya.Kursi kayu di teras tentu menjadi saksi dimana Alan terjatuh nyungsep karena aku dan Marvin meributkan pertarungan Sasuke dan Naruto hingga tak menyadari bahwa Alan yang baru bisa berbicara itu merangkak naik ke kursi.Aku dan Marvin yang sedang berdebat tentang masa depan Konoha dan persahabatan Sasuke dan Naruto tentu tak memperhatikan.Konoha dan persahabatan Naruto Sasuke dalam di ujung tanduk.Barulah saat Alan yang hendak turun justru jatuh dan tertimpa kursi, aku dan Marvin baru tersadar bahwa kami harus menjaga Alan karena Mama sedang pergi ke warung.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status