Share

02 | Rencana Gila

Author: oceanisa
last update Last Updated: 2021-06-26 11:10:43

"Mei! Mei! Mei!"

Gedoran pintu kamarku sukses membangunkanku dari hibernasi usai menulis hingga jam lima pagi. Pekerjaan paruh waktuku, copywriter. Kemarin pagi aku mengambil project dari sebuah toko  make up daring yang ingin meningkatkan engagement media sosialnya. Sejak kemarin siang aku melakukan riset kecil-kecilan tentang brand toko itu dan target marketingnya. Syukurlah, aku berhasil menulis beberapa artikel soal tips merawat kulit dan membuat infografis yang nantinya bisa di-share di I*******m, Twitter, dan F******k.

Aku baru terlelap shubuh tadi dan Marvin sudah mulai menggangguku. Marvin Cokroaminoto sialan! Aku bersumpah akan menarik rambut yang ia cat ungu metalik itu jika alasannya membangunkanku yang baru tidur tiga jam bukanlah hal genting seperti hujan emas atau dia akan menikahi putri duyung. Sembari menggerutu aku bangun dari kasur dan membuka kamar. Wajah Marvin pucat pasi. Ia nampak cemas dan khawatir berbeda jauh dengan sikap tengil dan cengengesannya yang tidak tahu tempat dan kondisi.

"Kenapa sih?" tanyaku jengkel saat Marvin langsung nyelonong masuk kamarku. Ia  membuka tirai dan jendela kamar, membiarkan udara segar dan cahaya mentari masuk ke dalam.

Ck, kebiasaan! Ia pasti ingin merokok di sana.

"Anjir, jangan ngerokok di kamarku!" seruku saat ia mulai membakar puntung rokoknya.

Marvin tak menanggapi, ia menghembuskan napas penuh asap beracun keluar kemudian menatapku dengan sorot mata iba.

Kenapa?

Marvin biasanya suka menyiksaku, kenapa ia tiba-tiba terlihat soft seperti ini?

"Mei, dengerin gue baik-baik," ujarnya sembari menggerakkan pelan puntung rokoknya, membuang sisa pembakaran ke luar jendela. Syukurlah, lantai kamarku setidaknya bersih.

Aku naik ke kasurku, bergelung dengan selimut lagi. Separuh wajahku tertutup selimut, tapi aku masih bisa melihat Marvin. "Aku udah dengerin kamu dari tadi, Vin!"

"Serius ini, Mei!" Marvin nampak frustasi, suaranya terdengar merengek.

Aku terkejut sesaat. Sikap Marvin sungguh di luar ekspektasiku.

Ia mendekat padaku, duduk di pinggir kasur. "Lo tau kan, mau bagaimana pun, lo itu saudara gue. Adik kembar gue yang udah berbagi apapun dari dulu. Mulai berbagai tempat di rahim, berbagai wajah dan kemiripan fisik. Berbagi cilok, berbagi telur gulung. Gue udah tahu wajah lo bahkan sebelum gue tahu wajah Mama dan Papa."

Aku merinding, Marvin yang serius sama sekali tak terlihat seperti Marvin. Ia harus dirukiyah oleh paranormal andalan Mama.

"Setelah semua yang kita lalui, gue yakin kalo gue beneran sayang sama lo. Walaupun gue akui sering memperbudak dari pada bikin seneng," tambahnya lagi sembari membuka layar ponsel yang terkunci. Sejemang selanjutnya,  ia menghadapkan ponsel itu ke wajahku. Tampak potret masa kecil kami berdua yang menjadi wallpaper ponselnya. Marvin kecil tengah meremas pipiku sekuat tenaga. "Lihat, cewek gue semuanya kayak model Victoria Secret dan member BLACKPINK, tapi gue tetap setia memakai foto masa kecil kita."

Aku terharu 35% karena foto yang ia gunakan adalah foto yang menjadi bukti bahwa selama ini Marvin menyiksa mental dan fisikku. Hah!

"Mau senyebelin apapun gue sama lo, gue gak pengen ada orang bikin lo menderita dan terluka," ujarnya  sedikit terdengar tulus. Marvin nampaknya mulai bisa menempatkan diri sebagai seorang kakak. "Gue bakalan ngelakuin apapun buat menghajar orang-orang yang berpotensi bikin lo nangis."

Aku. Ingin. Menangis.

Saudara kembarku ini menyebalkan, ia sering mengolok-olok diriku dan merebut apa yang aku punya. Tapi aku tahu, di lain sisi ia  selalu berada di garda terdepan untuk melindungiku. Ia pernah menghajar teman sekelasku yang merundungku, ia bahkan selalu ikut sakit jika aku sakit. Sesekali ia memberikanku telur gulung yang pada saat itu menjadi jajanan primadona di SD kami, antriannya sepanjang antrian konser BTS, EXO, dan One Direction. Ah, dan antrian bantuan sosial juga.

Kami tak hanya berbagi rupa, kami juga berbagi jiwa. Semua itu harus aku akui.

"Bahkan jika itu tindakan konyol yang dilakukan oleh Mama dan Papa," lanjut Marvin dengan wajah memelas. Aku tahu ia family man dan anak berbakti. Sialan, aku sungguh menangis, semoga nanti Marvin tidak mengejekku.

Aku menghapus air mata yang mengalir di pipiku, menatap bingung ke arah Marvin. "Maksudnya gimana?"

"Mama dan Papa udah nemu calon suami lo," ucap Marvin lirih. Terdengar kecewa.

Aku tercekat.

Hari penjajahan itu telah tiba.

Rupanya kabar yang dibawa Marvin bukan pernikahannya dengan putri duyung. Aku tidak jadi menghajarnya.

"Kamu tau siapa dia?" tanyaku dengan nada getir.

Marvin mengangguk. "Si Tukang Pencitraan."

Rahangku hampir terjatuh saat Marvin menyebut julukan itu.

Si Tukang Pencitraan.

Julukan yang kami buat untuk anak Pak Haji Syamsudin setelah tempo hari bertemu di mall dan memergoki dirinya berpacaran dengan gaya yang membuat warga komplek kami akan berkata "Astaghfirullah, malaikat menilai buruk sekali!"

Ia tentu saja, Satria bin Syamsudin.

Kini aku tahu mengapa Marvin menatapku dengan iba. Tentu saja, karena baru saja orang tuaku sendiri memasukkanku ke dalam lubang buaya. Payah, hari ini adalah hari terburuk dalam hidupku.

"Gue beneran gak rela lo nikah sama itu PNS norak, ya. Kasian banget kembaran gue nanti diduain sama cewek modelan penyanyi dangdut begitu," ujar Marvin. "Gajinya sebagai PNS nanti habis buat bayar suntik pemutih selingkuhan, dih ngeri!"

Just Marvin being Marvin, meskipun suasana genting dan haru, julid tetap nomer satu. Tapi aku juga mengiyakan,  penuturan Marvin membuatku kembali teringat dengan gadis menor yang dicium oleh Satria.

Sial, norak sekali!

"Kalo kita bilang ke Mama sama Papa soal Satria yang pencitraan, mereka pasti gak bakal percaya," Marvin menambahkan.

Aku mengangguk, menyetujui ucapan kembarku.

Satria bak dewa di komplek kami. Omongan si cengengesan dan tukang rebel sepertiku dan Marvin tentu dianggap fitnah dan hoax. Hah, don't judge a book by its cover. Yang kelihatan sholeh seperti Satria ternyata tipenya penyanyi dangdut.

"Seandainya ada cara," keluh Marvin.

Aku membeku. Mendadak mendapat inspirasi. Benar kata Marvin, seharusnya ada cara mencegah perjodohan konyol ini.

"Vin," panggilku.

Kembaranku itu memutar tengkuknya. Menoleh ke arahku dengan netranya yang memerah. Duh, pasti di mata jejeran pacarnya yang seperti asrama putri itu akan langsung meleleh. "Aku punya cara biar terbebas dari perjodohan ini."

Marvin mengernyit, tapi sedetik kemudian ia menatapku horor. "Rencana gila apa lagi yang mau lo lakuin, Mei?"

***

Tepat pukul dua pagi, Marvin mengantarku ke Bogor. Rencana nekat dan gilaku disetujui oleh kembaranku. Ia bahkan menjadi kaki tangan dari kegilaan ini. Sekarang, Marvin menjadi sopir pelarianku. Hebat sekali, aku merasa jadi majikan.

Aku bersama satu ransel tas resmi meninggalkan rumah.

Aku kabur.

Aku menghindar.

Dan Marvin menjulukiku cewek gila.

"Gue ngantuk banget, Mei," keluh Marvin sembari memarkirkan mobil di sebuah toserba yang buka selama dua empat jam. Kembaranku itu menguap lebar, "Beliin kopi, dong. Mata gue lengket banget nih kayak dikasih lem."

"Oke, pake uangmu ya," kataku tak ingin berdebat panjang.

Marvin tak banyak berbicara ia menyerahkan uang seratus ribuan kepadaku. Memang sih, pekerjaan Marvin di salah satu firma arsitek menghasilkan banyak pundi-pundi rupiah. Jika ia bukan kembaranku, tentu ia yang akan aku pilih untuk kunikahi. Uangnya banyak meskipun playboy.

Aku merapatkan jaket dan menggaruk hidungku saat memasuki toserba. Pegawai melakukan salam dan basa-basi sesuai SOP. Segera kutelisik ke seluruh penjuru ruangan. Sepi, aku seperti pembeli VIP di sini.

Aku segera berjalan ke sudut ruangan dan memilih kopi kesukaan Marvin dan segera menyeduhnya. Tapi mataku menangkap penampakan harta karun di sebuah rak. Satu pack yoghurt tanpa perisa atau plain—makanan atau minuman yang selalu aku butuhkan jika sedang stress. Ah, beruntungnya diriku bisa menemukan makanan atau minuman kesukaanku itu. Aku melangkah riang menjemputnya. Namun, saat aku hendak menyentuh satu pack yoghurt dari merek kesukaanku itu, sebuah tangan juga meraihnya. Bak adegan di film, tangan kami bersentuhan sayangnya tanpa efek sengatan listrik seperti di film komedi romantis.

Oh, sial!

Cukup hidupku saja yang kacau.

Belanjaku jangan juga dong!

Aku segera mendekap yoghurt itu, memeluknya erat. Ini lebih berharga dari harta karun peninggalan VOC, paling berharga di abad dua puluh satu ini.

"Saya yang ambil duluan," katanya dingin, sembari tangannya terulur hendak merebut yoghurt itu dari dekapanku.

Aku menghindar. Menjauhkan badanku sejengkal dari jangkauannya.

Ia menggeram kesal.

"Aku yang ngambil dulu," kataku. "Ambil saja merek lain," tambahku lalu melengos pergi menuju sudut toserba tempatku meletakkan kopi pesanan Marvin.

Pemuda itu masih mengikutiku. Masih belum patah usahanya untuk merebut yoghurt ini dariku. Tak terduga ia menyentuh bahuku, memaksaku berbalik kaget hingga tanpa sengaja kopi yang seharusnya diminum Marvin membasahi kemeja putihnya.

Oh, sebuah kesialan menimpanya. Mampus, salah sendiri ngeyel!

Pemuda itu menggeram kesal untuk kedua kalinya. "Saya baru bertemu kamu lima menit tapi saya sudah bisa melabeli kamu dengan orang paling mengesalkan satu dunia."

Ada apa dengan orang ini? Jelas-jelas karena ia membalik badanku secara paksa yang membuatnya tersiram air kopi, "Salah sendiri bikin kaget. Masnya tuh harusnya bisa menerima bahwa segala sesuatu gak harus selalu dimiliki."

Ia memicing, menatapku penuh kebencian dan kebingungan. Yah, ucapanku sedikit tidak pas sepertinya. "Minta maaf!" tuntutnya sembari menepuk-nepuk kemejanya yang basah oleh kopi.

"Gak mau, aku gak salah kok." Aku tidak merasa harus meminta maaf atas kejadian ini, lagi pula aku juga merugi karena dirinya. "Kopi kembaranku jatuh mubadzir juga gara-gara Masnya ngagetin aku."

"Saya gak ngagetin, saya cuma mau ambil hak saya!" Ia mendelik ke arahku.

Aku tertawa penuh sarkasme yang sering dibilang Marvin tertawa yang menyebalkan dan bikin orang pengen nampol. "Dibayar aja belum udah bilang hak-hak!"

Aku meninggalkannya. Berjalan menuju meja kasir. Dua pegawai di sana memandang pertengkaranku dengan pemuda tadi.

Bodo amat!

Aku sudah sering jadi sorotan.

Samar-samar aku mendengar pemuda itu berteriak.

"Saya doakan suami kamu kelak diberi kesabaran banyak! Kasian punya istri modelan preman kayak gini," ucapan pemuda tadi membuat kasir minimarket menahan tawa. Sial malu-maluin!

Aku menengok kemudian mengacungkan jari tengahku. "Doa jelek bakalan balik sendiri!"

Ia melotot melihatku kurang ajar padanya. Tapi aku tak peduli toh setelah ini aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Lagipula aku butuh pelampiasan, membuat jengkel pemuda itu cukup membuat suasana hatiku membaik. Usai membayar, aku segera kembali ke mobil. Pemuda itu sudah keluar dari toserba terlebih dahulu. Marvin yang terpejam langsung bangun dan menatapku yang masuk mobil. "Kenapa lo? Kok kayaknya girang banget."

"Habis rebutan yoghurt," jawabku jujur. Aku memang rebutan yoghurt tapi tidak menceritakan detail kelakuanku pada pemuda tadi. Tentang middle finger up dan adu mulut tadi.

Marvin berdecak. "Emang beneran kegilaan lo lagi kumat," cibirnya lalu memandangku dengan dahi berkerut. "Kopi gue mana?"

"Makan aja yoghurt," kataku.

"Anjeng," maki Marvin. "Lo belanja pake duit gue tapi pesenan gue malah gak lo beliin. Maksud lo apaan, Mei. Emang kadang lo suka gila!"

Aku tak menggubris ucapannya. Karena ejekan Marvin kali ini benar. Meski di luar aku terlihat lemah dan tak berdaya, bahkan sering menjadi korban perundungan tapi sebenarnya aku penuh dengan hal gila dan mengejutkan. Dibandingkan saudara kembarku yang  terlihat slengekan, sebenarnya aku jauh lebih unpredictable darinya. Well, dua hari lagi orang tuaku akan tahu kegilaan anak perempuan satu-satunya mereka.

Aku menghela napas tapi kemudian melihat bayangan pemuda yang rebutan yoghurt denganku melintasi mobil kami. Ia memasang headset dengan wajah murung. Tiba-tiba aku merasa bersalah.

Dia sedih karena gak dapet yoghurt?

Tapi kenapa kayak habis putus cinta?

[]

Comments (1)
goodnovel comment avatar
walidaazzahra
marvin......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   03 | Lelaki Memang Brengsek

    Rencana gilaku yang pertama adalah aku kabur dari rumah. Well, tidak benar-benar kabur, karena Marvin masih berpamitan dengan Mama dan Papa. Ia bilang bahwa ia ingin menghiburku sekaligus ((lagi-lagi)) quality time denganku karena sebentar lagi aku, saudara kembarnya ini, akan segera menikah. Sungguh, ia pantas menjadi kesayangan Mama dan Papa karena over berbakti. Meskipun sudah akrab dengan dunia malam semenjak kuliah, Marvin tidak pernah sekalipun membantah ucapan Mama dan Papa. Ia selalu menjadi anak penurut yang mengiyakan petuah tetua.Tapi, hari ini Marvin keluar zona nyaman. Ia ikut dalam misi kabur-kaburanku ke Bogor.Misi untuk menemui kunci utama, orang penting yang bisa membantuku untuk terlepas dari perjodohan konyol ini.Ehm, dia adalah pacarku. Namanya Adimukti Darsana. Kekasih yang telah aku pacari selama empat tahun. Jarak usia kami hanya dua tahun, tapi ia sangat mengayomiku.

    Last Updated : 2021-06-26
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   04 | Dunia Telah Runtuh

    "Mei ..." lirihnya lagi saat aku tak bergeming di tempat.Aku tak ingin menangis. Tak akan kubiarkan buram di mataku terjatuh di pipi, setidaknya jangan di sini Tak akan kubiarkan setetes air katapun terjatuh untuk menangisi lelaki yang berkhianat dan meniduri wanita lain. Aku tidak sebodoh itu untuk menangisi perselingkuhan dan pengkhianatan Adimukti Darsana. Aku tidak mau terlihat semakin kalah dan menyedihkan di hadapan bajingan ini.Kak Adi masih mematung di tempat. Tapi mulut yang ia gunakan untuk mencium wanita lain itu masih sanggup memanggil namaku tanpa rasa bersalah dan dosa. Ewh, najis! "Mei, aku gak mau kita putus dengan ribut-ribut."Brengsek, ia bahkan telah memutuskan hubungan ini tanpa diskusi denganku. Aku baru sadar jika selama ini Adi mendominasi hubungan kami, ia selalu mengambil keputusan tanpa memikrmikan perasaanku. Ah sepertinya aku dulu dibutakan cinta dan perasaan nyaman sampai me

    Last Updated : 2021-06-28
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   05 | Lagi-lagi Kamu!

    "Gila lo cantik banget, Mei!" puji Naya saat melihat presensiku. Gaun coklat pastel selutut yang kukenakan nampak sempurna, seolah tercipta untuk menghiasi tubuhku. Meski bagian punggungnya sedikit terbuka tapi aku tak memungkiri bahwa kini aku nampak seperti putri-putri Disney. Jika saja keluarga Haji Syamsudin tahu aku memakai dress ini pasti mereka langsung menyebutku kebarat-baratan dan memancing fitnah. Huh, dasar kolot!"Perasaan kalo gue pake ini, gaunnya jadi biasa aja, kenapa kalo lo pake jadi kelihatan mewah gini sih, ih sebel!" lanjutnya. "Bikin iri aja deh lo!"Naya memang seorang fashionista, ia menyukai gaun dan pakaian yang dikeluarkan oleh rumah mode ternama. Kadang suaminya sampai geleng-geleng kepala dengan kebiasaan shopping Naya yang suka tidak lihat dompet. Dari semua gaun pesta di walking closet miliknya, Naya memilihkan gaun yang kukenakan saat ini. Tak tanggung-tanggung, gaun ini pernah masu

    Last Updated : 2021-06-30
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   06 | Tawaran Menggiurkan

    06 | Tawaran Menggiurkan Aku membeku saat ia menyebutkan kejadian di cafe kemarin. Saat aku menangis lantaran gagal mendapatkan beasiswa dan putus dengan Adi. "Kamu pikir saya gak tahu kamu nangis sambil terisak minta dinikahi sama siapa itu namanya? Park Jaelani?" Ia berkata ketus. "Kamu kok tahu?" tanyaku. Siapa sebenarnya dia? "Yang ngasih kamu hoodie itu saya," ucapnya ketus. Hah, cowok yang aku puji romantis itu ternyata dia? Gila! Konspirasi macam apa ini! Belum sempat aku membalas, Naya sudah kembali dengan cengiran. "Ciye, udah ngobrol bareng," goda Naya. Aku tersenyum ambigu berharap Naya berhenti menggoda kami. "Ini namanya Meilavia, sepupu gue yang dari Jakarta," ucap Naya mengenalkanku pada sosok yang sejak pertemuan pertama benar-benar tidak memiliki kesan baik terhadapku.

    Last Updated : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   07 | Terdesak Ancaman

    Bogor sampai Jakarta kulalui dengan banyak termenung. Melamun menatap mobil yang berpapasan dengan mobil milik Marvin. Melihat lampu-lampu jalanan ketika kami berada di lampu merah dengan diiringi lagu depresi yang terputar di radio.Aku menghela napas, menghadapi semua ini. Bisa tidak aku menjadi cendol saja? Atau menjadi ayam suwir di bubur ayam? Atau barangkali remahan rengginang? Hidup sebagai anak perempuan yang dijodohkan lebih sulit dari pada hidup sebagai kucing peliharaan tetanggaku.Aku meringis sedih, betapa gilanya hidupku selama satu minggu ini. Jungkir balik dengan semua serangan fakta dan kenyataan yang menamparku keras-keras. Semua hal ini seolah menyadarkanku bahwa aku tidak boleh bahagia. Bahwa genre hidupku adalah angst dan penuh dengan derai air mata dan kesedihan. Sinetron di stasiun televisi ikan terbang saja masih ada bahagianya sedikit. Hah, pengen sambat tapi aku sudah sambat sedari tadi bukan?

    Last Updated : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   08 | Kunjungan Mengejutkan

    Gamis merah muda dan hijab dengan warna senada tergantung di dinding kamarku. Aku yang masih memakai mukena usai sholat subuh memandang gamis itu jengah.Kenapa modelnya persis seperti seragam ibu-ibu pengajian?Ah, apakah aku harus mengenakannya saat keluarga Satria nanti bertandang?Aku segera melepas mukenaku, melipatnya dan menggantungnya di hanger bersama sajadah. Kuraih ponselku dan melihat chat terakhir dari Tresna.Tresna Kartadinata :Saya siap-siap berangkat ke Jakarta.Meilavia Cokroaminoto :Kamu gak lupa dengan pesan-pesanku kan?Tresna Kartadinata :Kita akan melakukannya sesuai rencana.Kita? I. T. A.Kita

    Last Updated : 2021-07-22
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   09 |  Kok Gak Bilang?

    "Kamukokgakbilangkalopunyapacar?""Hah?""Kamu itu loh gak bilang kalo punya pacar?""Hah, apa Pa?""Marvin, Papa tanyanya ke Mei, bukan ke kamu. Jangan ikutan jadi keong kamu!" hardik Papa setengah kesal. Melirik tajam ke arahku dan Marvin yang kompak mengerjap setelah kami berdua cosplay keong.Bagaimana tidak jengkel, dua anak kembarnya mendadak cuma bisa hah-heh-hah-heh seperti tukang keong. Marvin entah kesambet apa malah ikut-ikutan. Kadang kami sama-sama bego."Maaf, Pa," tukas Marvin kemudian menunjukkan senyum terbaiknya seraya menyugar rambutnya yang mulai memanjang, pamer jidat seperti sedang photoshoot. Gaya ini sering ia salah gunakan, contohnya seperti saat ini, dengan kekuatan good looking ia akan meluluhkan perasaan jengkel Papa.Papa mencebik, menunjukkan ekspresi kes

    Last Updated : 2021-07-26
  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   10 |  Mama Dan Papa Terpukau!

    Pertanyaan bagaimana cara Tresna merayu Papa benar-benar membuatku penasaran. Papa itu tipikal orang yang kaku, tidak peduli apapun selain dengan berita di televisi dan kopi hitam di awal harinya. Papa selalu terlihat datar dan flat seperti jalanan tol. Selalu bersikap netral dan cenderung tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar. Mana pernah Papa marah, senang, dan sedih berlebihan. Untuk ukuran orang normal Papa sedikit lebih diam. Heran sekali kok bisa menikah dengan wanita cerewet seperti Mama.Aku baru melihat Papa berlinang air mata bahagia saat Mama berhasil siuman setelah melahirkan Alan. Mama sempat koma beberapa hari akibat komplikasi melahirkan adikku itu. Beberapa hari ayah tidak menunjukkan ekspresi apapun dan hanya menepuk-nepuk bahuku dan Marvin bergantian saat kami menangis karena menguping pembicaraan dokter perihal keadaan Mama yang semakin kritis. Mendengar kalimat meninggal membuat kami menangis sesenggukan. Saat itu Pap

    Last Updated : 2021-07-26

Latest chapter

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   42 | Senjata Makan Tuan

    42 | Senjata Makan Tuan"Kamu tahu kan saya sangat kompetitif Meilavia?" kata Tresna. "Saya selalu menjadi nomer satu dalam hal apapun."Nomer satu dalam hal apapun? Haha aku ingin tertawa mendengar ucapan Tresna ini."Kalau kamu nomer satu, kamu pasti nikahnya sama mantamu itu dulu lah, gak mungkin sekarang bikin perjanjian istri kontrak sama aku," sindirku terang-terangan seraya merotasikan kedua bola mataku."KAMU YA!!!!" seru Tresna menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya. Jika ia tokoh dalam anime, kurasa di sekujur tubuhnya sudah ada bara api amarah yang membara dan di kepalanya tumbuh tanduk.Wajahnya seram tapi masih ganteng."Aku kenapa?" balasku tidak takut.Tresna menggerutu sendiri dan menurunkan tangannya dan berganti memegang pangkal hidungnya. "Ingat Tresna, dia dan semua saudara-saudaranya adalah titisan mony

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   41 | Games

    41 | Game Sekarang pikiranku dipenuhi dengan rencanaku selama menjadi istri kontrak Tresna yang tak banyak merepotkan sebenarnya —untuk sejauh ini. Entah nanti. Kadang aku takut sesuatu yang tenang ini akan membawa badai setelahnya. Mungkin sekarang masih santai ala-ala genre slice of life tapi detik selanjutnya bisa saja berubah menjadi romusha comedy. Ya kalian tidak salah membaca romusha comedy, perbudakan dan penjajahan oleh Tresna Kartadinata. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Tresna saat nanti Marvin kembali ke Jakarta dan Alan kembali ke kostnya. Ah, sialan pikiranku mulai membuat skenario buruk. Seperti bisa saja Tresna diam-diam psikopat yang doyan memakan manusia. Atau jangan-jangan Tresna mengajakku menikah kontrak karena ingin menguasai harta keluargaku karena diam-diam aku anak kekuarga kon

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   40 | Mantan Dan Cara Move On!

    40 | Mantan Dan Cara Move On! "Panik kalau kamu kabur dan gak nerusin kontrak, kan gak lucu saya cerai setelah tiga bulan nikah."Ah, aku harus berhenti berharap memang.Sudah tahu tidak boleh berekspetasi lebih kepada manusia, kenapa masih saja aku menaruh harapan pada sosok Tresna."Aku gak bakal lari kok, bayaran dari kontrak ini kan gede. Ya kali aku ngelepas kesempatan lanjut S2 sama kabur dari negara ini," kataku setelah mengucapkan terima kasih ke pelayan yang mengantarkan nasi bebek kami.Tresna menatapku sesaat, "Kamu belum move on dari mantan kamu itu? Kenapa segitunya pengen ke luar negeri?"Aku yang mencocol daging bebek dengan sambal sontak memandang Tresna dengan wajah heran bercampur tak percaya.Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu di saat ia yang berkali-kali menangis karena mantann

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   39 | Bos, Katanya....

    39 | Bos, Katanya...."Saya cari kamu kemana-mana."Aku refleks berdiri saking kagetnya melihat pria itu ada di depanku sekarang.Apakah benar dia Tresna? Bukan genderuwo atau Totoro yang menyamar menjadi suami pura-puraku itu?Napas Tresna sedikit tersengal, keringat menetes dari dahinya. Tresna terlihat lusuh seperti habis lari maraton.Hah? Tak mungkin ia mencariku sembari berlari-lari seperti orang gila kan? Tidak mungkin!Tolong cek apakah matahari terbit dari tenggara sekarang?"Saya pulang ke rumah tidak ada siapapun, pintunya terbuka," kata Tresna. "Saya cari kamu kemana-mana, di kamar, halaman belakang, bahkan sampai jalanan komplek!"Aku menahan napas, Tresna mengomeliku. Entah berapa kali ia mendesah dan berdecak kesal saat mengutarakan u

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   38 | Lelaki Semua Sama Saja!

    38 | Lelaki Semua Sama Saja!"Gimana mau minta maaf," kata Marvin dengan nada suara tengil. "Dia aja menghilang bak ditelan bumi.""Karma itu ada loh Mas Marvin," kata Alan. "Kalau Mbak Mei disakitin juga kayak yang lo lakuin gimana?"Aku mendengkus, melihat bagaimana Marvin memperlakukan mantannya membuatku menyadari satu hal.Perangai Marvin yang menjijikkan ini membuatmu mood-ku berantakan. Sikap Marvin kepada mantannya itu benar-benar mengingatkanku pada sikap Tresna.Jelas keduanya sama-sama lelaki, memikirkan bagaimana Tresna memperlakukan gadis itu dengan sangat kurang ajar membuatku sangat terusik.Bagaimana jika Alan benar?Bagaimana jika aku terkena karma dari perbuatannya pada gadis itu dulu?Jika kupikir-pikir, bukankah sekarang aku juga sedang direndahkan oleh Tresna. Ia mengajakku menikah kontrak di saat ia masih mencinta mantannya itu.Apakah perasaan gadis itu juga seperti yang sedang aku rasa

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   37 | MCR Dan Mantannya Marvin

    37 | MCR Dan Mantannya MarvinRumah Tresna yang damai sentosa seperti taman surga mendadak jadi riuh ramai bak suara hajatan anak wali kota yang menyewa sound system terbaik. Atau mungkin seperti gemuruh suara buruh yang berdemo meminta pembatalan UU Cipta Kerja.Kira-kira sudah dua puluh lagu kami nyanyikan ulang, sekarang Alan dan Marvin menyanyikan lagu dangdut yang entah aku tidak tahu judulnya apa. Mendung Tanpo Udan? Whatever!"Suara lo kayak kucing keinjek majikan, Mas. Cempreng banget," ejek Alan dengan wajah datar."Si paling bagus suaranya, coba deh lo nyanyi lagu dangdut, cengkoknya susah njir, sungkem gue sama Lesti Kejora!" kata Marvin menyerahkan microphone ke Alan."Gue emang gak bisa nyanyi dangdut makannya gak pilih dangdut," kata Alan menerima microphone dari Marvin. "Nih, lihat gue bakalan nyanyi di genre yang gue expert banget."

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!

    36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!"Kalau gue tetap sampe sekarang sayangnya sama Nabila JKT48, Oshi-gue tetap doi!!! Gue setia ya, jangan ragukan cinta gue buat Nabila!!!"Aku menaikan satu alisku saat mendengar suara menggelegar Marvin, si raja lebay."Kembaran kamu aneh," kata Tresna saat menghentikan motor di garasi."Emang aneh, untung aja dia ganteng," sahutku seraya turun dari motornya."Masa sih ganteng? Wajah kayak kembaran kamu banyak di kampus saya," kata Tresna.Aku mendelik, bisa-bisanya Tresna meragukan ketampanan kembaranku dan menyebut wajah Marvin ada dimana-mana.Secara tak langsung Tresna juga mengatai wajahku pasaran jika menyebut wajah Marvin mudah ditemukan.Kurang ajar!"Kamu ngatain wajahku pasaran?"Tresna menatapku bingung, kedua bola matanya yang hitam kecoklatan menampakkan kilat wajahku yang kesal."Siapa yang ngatain wajah kamu pasaran?" tanya Tresna yang

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   35 | First Day

    35 | First Day"Mana si Tresna?" tanya Marvin celingukan. "Yang itu bukan, pakai sarung naik motor matic oranye?"Alan yang mengemudikan mobil, ikut melirik ke arah pandang Marvin sembari menyipit lantaran matanya minus."Gak mungkin dia Tresna, wajahnya ganteng gitu," kata Marvin lagi, kembaranku masih belum mau mengakui jika Tresna memiliki wajah ganteng.Ia masih denial dan menganggap bahwa dirinya yang paling ganteng satu alam semesta."Dia ganteng kok, Mas," kata Alan mengemudikan mobil kami mendekati motor matic oranye itu."Gak usah sok tahu ganteng atau enggak, lo itu minus, pendapat lo gak valid, Lan," gerutu Marvin. "Lihat nih gue Masmu yang very handsome.""Ganteng itu relatif sih sebenarnya, tinggal memakai standar negara mana, tapi kalau memakai standar live action anime," kata Alan mulai berargu

  • Jungkir Balik Nikah Kontrak   34 | Tiga Bersaudara

    Jadi begini rasanya meninggalkan rumah sendiri?Perasaanku sungguh campur aduk saat aku melihat rumah orang tuaku.Aku baru sadar tidak banyak yang berubah dari rumah ini selain cat dan beberapa perabotannya.Masa remajaku dan Marvin yang kami habiskan di rumah ini seolah baru terjadi kemarin.Jejak-jejak petualangan kami berdua seolah masih tersisa di setiap sudutnya.Kursi kayu di teras tentu menjadi saksi dimana Alan terjatuh nyungsep karena aku dan Marvin meributkan pertarungan Sasuke dan Naruto hingga tak menyadari bahwa Alan yang baru bisa berbicara itu merangkak naik ke kursi.Aku dan Marvin yang sedang berdebat tentang masa depan Konoha dan persahabatan Sasuke dan Naruto tentu tak memperhatikan.Konoha dan persahabatan Naruto Sasuke dalam di ujung tanduk.Barulah saat Alan yang hendak turun justru jatuh dan tertimpa kursi, aku dan Marvin baru tersadar bahwa kami harus menjaga Alan karena Mama sedang pergi ke warung.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status