Sakhala terlihat begitu panik setelah mendapat telepon dari Kevin yang mengatakan jika Dayana sedang dibawa ke rumah sakit. Dia pun cepat-cepat meminta Erick untuk menyiapkan helikopter karena dia ingin pergi ke Jogja sekarang."Terima kasih, Rick." Sakhala berjalan cepat menuju lift. Dia terus mengetuk-ngetuk ujung sepatunya ke lantai karena pintu lift yang ada di hadapannya tidak kunjung terbuka. Padahal dia ingin cepat tiba di Jogja untuk memastikan bagaimana keadaan Dayana. Semoga istri dan calon anaknya baik-baik saja."Kenapa lama sekali." Sakhala berdecak kesal. Sedetik kemudian pintu lift yang ada di hadapannya terbuka. Tanpa menunggu waktu lama Sakhala segera masuk ke dalam lift dan menekan angka lima belas. Dia langsung menaiki tangga menuju halipad yang berada di atas rooftop gedung Jordan Corp begitu tiba di lantai lima belas. Sang pilot ternyata sudah menyiapkan semuanya, tanpa menunggu waktu lama dia segera naik ke helikopter tersebut. Sakhala terlihat sangat gelisah d
Sakhala menatap sedan hitam yang membawa Ruth dengan sendu. Sakhala merasa sangat bersalah sudah membuat mamanya itu khawatir. Sebagai seorang suami dia seharusnya bisa menjaga Dayana dan calon buah hatinya dengan baik. Tapi apa yang dia lakukan? Dia malah mengizinkan Dayana pergi ke Jogja untuk urusan pekerjaan hingga nyaris keguguran."Sakha," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang." Sakhala buru-buru menghampiri Dayana, takut jika istrinya itu membutuhkan sesuatu. "Ada apa, Sayang? Apa masih ada yang sakit?" tanya Sakhala khawatir.Dayana menggeleng pelan. "Aku sudah merasa jauh lebih baik sekarang. Maaf sudah membuatmu khawatir," ucap Dayana untuk ke sekian kalinya. Dia merasa sangat menyesal sudah memaksa Sakhala agar mengizinkannya pergi ke Jogja."Aku tahu kamu profesional dan ingin melakukan yang terbaik untuk pekerjaanmu. Tapi kamu juga harus ingat kalau di dalam perutmu sekarang ada nyawa yang harus kamu jaga, Sayang." Sakhala mengusap rambut Dayana dengan lembut. Kekhawatiran
"Selamat datang di tempat kerjamu yang baru, Baby."Dayana mengedarkan pandang ke sekitar begitu memasuki ruang kerja Sakhala. Ada sebuah meja yang berada tepat di tengah-tengah ruangan. Di atas meja tersebut ada sebuah papan nama yang terbuat dari emas berluliskan Sakhala Ryu Jordan, CEO of Jordan Corps. Tanpa perlu bertanya, Dayana sudah tahu kalau meja tersebut milik Sakhala.Dayana pun berjalan menuju meja yang tidak jauh dari tempat Sakhala. Barang-barangnya sudah tersusun rapi di atas meja tersebut."Bagaimana? Apa kamu menyukainya?" tanya Sakhala sambil berjalan mendekat ke arah Dayana yang sedang duduk di meja kerjanya. "Aku sangat menyukainya. Terima kasih sudah menyiapkan semua ini untukku, Sakha." Wajah Dayana terlihat berbinar karena hari ini hari pertamanya menjadi asisten pribadi Sakhala."Ke marilah." Dayana meminta Sakhala agar mendekat.Tanpa Sakhala duga Dayana tiba-tiba menarik dasinya lalu mendaratkan sebuah kecupan manis bibirnya. "Terima kasih untuk semuanya. A
Teriakan Bik Suti dari dalam rumah membuat beberapa tamu undangan menoleh kebingungan mencari sumber suara. Sakhala yang mendengarnya pun segera berlari ke dalam rumah. Entah kenapa perasaannya mendadak tenang. Dia takut terjadi sesuatu dengan Dayana."Non! Non Dayana!" Suara Bik Suti terdengar bergetar, wajahnya pun terlihat pucat karena melihat Dayana terkapar lemas di atas lantai kamar mandi dengan darah yang mengalir di kedua kakinya. "Ada apa, Bik?" tanya Sakhala begitu sampai di depan pintu. Kedua mata lelaki itu sontak membulat, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat melihat istri yang sangat dia cintai terbaring tidak sadarkan diri di atas lantai kamar mandi mereka. "Dayana!" pekik Sakhala terdengar khawatir.Tanpa menunggu waktu lama, Sakhala segera membopong tubuh Dayana keluar. Tamu undangan yang sedang menikmati jamuan seketika memusatkan perhatian pada Sakhala yang sedang membopong Dayana dengan tergesa-gesa."Apa yang terjadi?" tanya salah satu d
Dayana duduk termenung di atas ranjang pasien sambil menatap kosong ke arah jendela. Di luar hujan sedang turun dengan deras. Langit yang mendung seolah-olah mengerti dengan kesedihan yang saat ini sedang Dayana rasakan karena kehilangan calon buah hatinya. Air mata itu kembali jatuh membasahi pipi Dayana. Sejak kemarin yang dia lakukan hanya diam sambil menatap kosong ke arah jendela. Dayana terlihat sangat kacau, membuat siapa pun yang melihat pasti merasa iba. "Sayang!" panggil Sakhala ketika membuka pintu ruangan Dayana. Namun, istrinya itu tidak menjawab panggilannya. Sakhala merasa sangat sedih karena Dayana sering melamun semenjak calon buah hati mereka meninggal. Istrinya itu bahkan tidak mau bicara dan hanya menangis sambil memeluk kedua lututnya. Sakhala pun berjalan menghampiri Dayana sambil membawa nampan yang berisi makanan kesukaan wanita itu. Semoga saja Dayana mau memakannya karena sudah beberapa hari ini Dayana tidak mau makan. "Sayang, makan dulu, ya." Sakhala m
Setelah kejadian nahas itu, Sakhala tidak memperbolehkan Dayana pergi ke kantor agar Dayana fokus pada kondisi kesehatannya. Ruth pun menawarkan diri untuk menjaga Dayana saat Sakhala bekerja karena dia sangat mengkhawatirkan menantu kesayangannya itu. Ruth takut terjadi sesuatu dengan Dayana jika berada di rumah sendirian. Dia akan merasa aman jika Dayana berada dalam pengawasannya meskipun di rumah sudah ada Bik Suti dan Pak Maman."Selamat pagi, Dayana," sapa Ruth ramah."Selamat pagi, Ma."Dayana merasa tidak enak karena dia selalu merepotkan Ruth. Padahal dia sudah melarang ibu mertuanya itu untuk datang ke rumah. Namun, Ruth tidak mau menuruti ucapannya."Abang sudah berangkat, ya?" tanya Ruth sambil menata buah-buahan segar di atas meja yang dibawanya dari rumah. "Sudah, Ma. Mungkin sekitar lima belas menit yang lalu."Ruth hanya mengangguk karena masih ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Sampai sekarang Ruth masih bingung kenapa Dayana bisa sampai terjatuh di kamar ma
Tubuh Sakhala dan Dayana penuh dengan keringat. Jejak-jejak percintaan panas mereka masih membekas di tubuh keduanya. Dayana menenggelamkan wajahnya di dada bidang Sakhala sambil menghirup aroma tubuh lelaki itu dalam-dalam. Aroma yang menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdebar.Sakhala memeluk Dayana dengan begitu erat sambil mengecup puncak kepala wanita itu dengan penuh sayang. Sampai sekarang dia masih belum tahu apa yang menyebabkan Dayana terjatuh di kamar mandi hingga mengalami keguguran padahal saat itu lantai kamar mandi tidak licin. Lagi pula dia sudah melarang Dayana memakai sepatu hak tinggi."Kenapa kamu melamun, Sakha? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Dayana menatap Sakhala dengan lekat karena suaminya itu sejak tadi terus menghela napas. "Tidak ada, tidurlah!" Sakhala kembali mengecup puncak kepala Dayana.Dayana mengerucutkan bibir kesal. "Kamu pikir aku bodoh? Aku sudah menjadi istrimu hampir satu tahun, Sakha. Aku pasti tahu kalau ada sesuatu yang menggan
Sakhala memutuskan untuk pulang ke rumah setelah menemui Laudya di rumah sakit. Entah kenapa dia akhir-akhir ini sering sekali merindukan Dayana, padahal belum ada setengah hari mereka berpisah. Sakhala mengeluarkan ponselnya yang ada di dalam saku celana karena ingin menelepon Dayana."Halo, Sayang," sapanya terdengar lembut ketika Dayana menerima teleponnya. "Iya, Sakha. Ada apa? Tumben sekali kamu menelepon?" "Aku mau pulang. Apa kamu ingin menitip sesuatu?"Kening Dayana berkerut dalam memikirkan ucapan Sakhala barusan. Sepertinya dia tidak ingin menitip apa pun karena dia sedang tidak nafsu makan."Sayang?" tegur Sakhala karena Dayana tidak kunjung menjawab pertanyaannya."Tidak ada, Sakha. Kamu langsung pulang saja.""Baiklah. Sampai jumpa di rumah." Sakhala pun menutup teleponnya lalu melajukan mobilnya meninggakan pelataran parkir rumah sakit. Rasanya dia sudah tidak sabar sekali ingin bertemu dengan Dayana.***Dayana sedang menyiapkan makan siang untuk Sakhala. Wajah Day