Dayana duduk termenung di atas ranjang pasien sambil menatap kosong ke arah jendela. Di luar hujan sedang turun dengan deras. Langit yang mendung seolah-olah mengerti dengan kesedihan yang saat ini sedang Dayana rasakan karena kehilangan calon buah hatinya. Air mata itu kembali jatuh membasahi pipi Dayana. Sejak kemarin yang dia lakukan hanya diam sambil menatap kosong ke arah jendela. Dayana terlihat sangat kacau, membuat siapa pun yang melihat pasti merasa iba. "Sayang!" panggil Sakhala ketika membuka pintu ruangan Dayana. Namun, istrinya itu tidak menjawab panggilannya. Sakhala merasa sangat sedih karena Dayana sering melamun semenjak calon buah hati mereka meninggal. Istrinya itu bahkan tidak mau bicara dan hanya menangis sambil memeluk kedua lututnya. Sakhala pun berjalan menghampiri Dayana sambil membawa nampan yang berisi makanan kesukaan wanita itu. Semoga saja Dayana mau memakannya karena sudah beberapa hari ini Dayana tidak mau makan. "Sayang, makan dulu, ya." Sakhala m
Setelah kejadian nahas itu, Sakhala tidak memperbolehkan Dayana pergi ke kantor agar Dayana fokus pada kondisi kesehatannya. Ruth pun menawarkan diri untuk menjaga Dayana saat Sakhala bekerja karena dia sangat mengkhawatirkan menantu kesayangannya itu. Ruth takut terjadi sesuatu dengan Dayana jika berada di rumah sendirian. Dia akan merasa aman jika Dayana berada dalam pengawasannya meskipun di rumah sudah ada Bik Suti dan Pak Maman."Selamat pagi, Dayana," sapa Ruth ramah."Selamat pagi, Ma."Dayana merasa tidak enak karena dia selalu merepotkan Ruth. Padahal dia sudah melarang ibu mertuanya itu untuk datang ke rumah. Namun, Ruth tidak mau menuruti ucapannya."Abang sudah berangkat, ya?" tanya Ruth sambil menata buah-buahan segar di atas meja yang dibawanya dari rumah. "Sudah, Ma. Mungkin sekitar lima belas menit yang lalu."Ruth hanya mengangguk karena masih ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Sampai sekarang Ruth masih bingung kenapa Dayana bisa sampai terjatuh di kamar ma
Tubuh Sakhala dan Dayana penuh dengan keringat. Jejak-jejak percintaan panas mereka masih membekas di tubuh keduanya. Dayana menenggelamkan wajahnya di dada bidang Sakhala sambil menghirup aroma tubuh lelaki itu dalam-dalam. Aroma yang menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdebar.Sakhala memeluk Dayana dengan begitu erat sambil mengecup puncak kepala wanita itu dengan penuh sayang. Sampai sekarang dia masih belum tahu apa yang menyebabkan Dayana terjatuh di kamar mandi hingga mengalami keguguran padahal saat itu lantai kamar mandi tidak licin. Lagi pula dia sudah melarang Dayana memakai sepatu hak tinggi."Kenapa kamu melamun, Sakha? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Dayana menatap Sakhala dengan lekat karena suaminya itu sejak tadi terus menghela napas. "Tidak ada, tidurlah!" Sakhala kembali mengecup puncak kepala Dayana.Dayana mengerucutkan bibir kesal. "Kamu pikir aku bodoh? Aku sudah menjadi istrimu hampir satu tahun, Sakha. Aku pasti tahu kalau ada sesuatu yang menggan
Sakhala memutuskan untuk pulang ke rumah setelah menemui Laudya di rumah sakit. Entah kenapa dia akhir-akhir ini sering sekali merindukan Dayana, padahal belum ada setengah hari mereka berpisah. Sakhala mengeluarkan ponselnya yang ada di dalam saku celana karena ingin menelepon Dayana."Halo, Sayang," sapanya terdengar lembut ketika Dayana menerima teleponnya. "Iya, Sakha. Ada apa? Tumben sekali kamu menelepon?" "Aku mau pulang. Apa kamu ingin menitip sesuatu?"Kening Dayana berkerut dalam memikirkan ucapan Sakhala barusan. Sepertinya dia tidak ingin menitip apa pun karena dia sedang tidak nafsu makan."Sayang?" tegur Sakhala karena Dayana tidak kunjung menjawab pertanyaannya."Tidak ada, Sakha. Kamu langsung pulang saja.""Baiklah. Sampai jumpa di rumah." Sakhala pun menutup teleponnya lalu melajukan mobilnya meninggakan pelataran parkir rumah sakit. Rasanya dia sudah tidak sabar sekali ingin bertemu dengan Dayana.***Dayana sedang menyiapkan makan siang untuk Sakhala. Wajah Day
Dayana menaruh belanjaannya di atas meja dengan sedikit keras. Perasaannya semakin bertambah buruk setelah bertemu dengan Laudya. Lebih baik mandi untuk mendinginkan kepalanya sekaligus meredam emosinya agar tidak meledak.Dayana menghabiskan waktu selama empat puluh menit lima menit untuk berendam di bak mandi. Setelah merasa sedikit tenang dia pun memutuskan untuk keluar dari kamar mandi dengan memakai bathrobe dan handuk kecil yang menutupi kepala.Karena terlalu asyik berendam, Dayana sampai tidak menyadari kalau sekarang sudah jam lima. Namun, Sakhala belum juga pulang sampai sekarang padahal suaminya itu biasanya selalu pulang tepat waktu. Mungkin saja Sakhala masih ada urusan, pikir Dayana. Dia pun memutuskan untuk ganti baju lalu menyiapkan makan malam. Sementara itu Sakhala sedang menyusun cara untuk membalas perbuatan Laudya dengan Erick di kantor. Dia pasti akan membuat Laudya menyesal karena sudah melenyapkan calon buah hatinya dan Dayana."Aku ingin membeli saham rumah s
Sakhala hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Dayana. Dia memutuskan untuk tidak memberitahu Dayana tentang apa yang baru saja Erick sampaikan pada dirinya. "Hanya masalah kecil, Sayang. Tidak perlu dipikirkan," ujar Sakhala.Dayana percaya begitu saja dengan apa yang Sakhala katakan. Dia tidak bertanya lebih jauh lagi dan memilih untuk mengisi perutnya yang sudah berbunyi sejak tadi.Dayana menumpuk dua buah roti gandum dengan telur setengah matang di tengahnya lalu melahap makanannya dengan terburu-buru."Kalau makan pelan-pelan, Sayang. Lagi pula tidak akan ada yang merebut makananmu," ucap Sakhala setelah menyesap segelas kopi robustanya."Aku sudah tidak sabar ingin pergi denganmu, Sakha." Sakhala terkekeh pelan, sepertinya Dayana merasa sangat senang karena akan diajak pergi keluar. "Apa semua benar-benar baik-baik saja, Sakha? Entah kenapa aku merasa sedikit khawatir karena Erick jarang meneleponmu saat weekend." Raut wajah Dayana terlihat cemas."Tidak apa-apa, Sayang.
Laudya meremas ponsel yang berada di dalam genggamannya dengan erat setelah membaca pesan dari Sakhala. Wajah Laudya terlihat memerah, napas pun terengah karena menahan amarah. Dia bersumpah akan membalas perbuatan Sakhala bagaimana pun caranya.'Kamu tidak akan bisa menghancurkanku Sakha!' batin Laudya penuh dendam.Dia pun keluar dari ruangannya sambil membanting pintu dengan sangat keras lalu pergi ke rumah Sakhala. Dia ingin memberi sedikit kejutan pada Dayana karena wanita itu sedang berada di rumah sendirian.Laudya turun dari mobil sedan miliknya sambil membawa seikat bunga gradiola dan sekotak kue untuk Dayana. Dia mengetuk pintu yang ada di hadapannya dengan tidak sabar.Bik Suti yang mendengar suara pintu diketuk pun segera beranjak ke depan untuk membuka pintu."Tunggu sebentar!" teriaknya."Siapa yang datang, Bi?" tanya Dayana."Anu—" Tubuh Dayana menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat melihat seorang wanita yang berdiri tepat di belakang B
Erick tanpa sadar bergidik melihat reaksi Sakhala yang tampak begitu puas setelah mendengar berita kecelakaan Laudya. Namun, dia bisa menyembuyikan ekspresi wajahnya dengan sangat baik karena ingin menjaga perasaan bos sekaligus sahabat baiknya itu.Sampai sekarang Erick masih tidak menyangka Sakhala yang terkenal dingin tega melakukan hal segila itu untuk membalas perbuatan Laudya pada Dayana.Namun, Laudya memang pantas mendapat balasan atas perbuatannya karena dia sudah membunuh calon anak Sakhala dan Dayana. Jauh sebelum itu Laudya bahkan pernah menyelakai Dayana agar berpisah dari Sakhala."Kenapa kamu melamun, Rick?""Ah, ti-tidak, Tuan. Apa ada lagi yang Anda butuhkan?" Erick berusaha tetap terlihat tenang."Tidak ada. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Erick mengangguk lalu pamit undur diri dari hadapan Sakhala.*** Dayana sibuk mengganti channel televisi untuk mencari acara yang menarik sambil menikmati camilan pedas kesukaannya. Setiap hari yang dia lakukan sekarang hanya bermala